Setelah selesai sarapan, Cinta membersihkan dapur, mencuci piring, membersihkan apartemen dan mencuci baju, semua ini dikerjakannya menjelang berangkat ke kampus. "Hidup harus di syukuri. Lihat saja, sekarang aku tinggal di apartemen mewah. Ha...ha... Padahal aku gak pernah mimpi untuk bisa tinggal di apartemen mewah seperti ini. Jadi aku gak boleh sedih. Ayo semangat Cinta, kamu pasti bisa." Cinta mengepalkan tangannya di udara, ia berusaha untuk tegar dan mencoba untuk tetap bersabar. Di ambilnya kotak nasi dan memasukkan bubur ayam ke dalam kotak berwarna biru. Cinta membawa dua kotak dan berencana memberikan satu kotak lagi untuk Cahaya. Setelah selesai menyiapkan bekalnya, Cinta bersiap-siap untuk ke kampus. Wanita cantik itu terlihat semakin sempurna dengan memakai baju kemeja tanpa kerah berwarna biru pekat, lengan pendek berbentuk balon dan juga celana kain berwarna hitam. Rambutnya yang panjang di ikat ke atas. Penampilannya terlihat sangat cantik dan elegan. Baju serta c
Karin tersenyum senang ketika Rafasya langsung datang menjemputnya ke apartemen. "Sayang, apa kamu sudah sarapan?" Wanita cantik itu bergelayut manja di tangan kokoh sang kekasih."Belum." Rafasya tersenyum dan kemudian mengecup kening Karin. "Kenapa cuman kening, pipi cemburu." Karin menunjukkan pipi sebelah kanan.Pria itu tersenyum dan kemudian mencium pipi yang ditunjuk oleh kekasihnya."Kiri." Karin tersenyum imut sambil menunjukkan pipi sebelah kirinya dan pria itu kembali menuruti kehendaknya."Ini." Karin mengangkat dagunya dan Rafasya menciumnya."Bibir." Karin memajukan bibir. Rafasya diam memandang bibir yang bergincu merah cabe tersebut. Tapi mengapa yang terbayang bibir istrinya. Bayangan wajah cantik Cinta dan bibir pucat nya. Membuat hatinya tidak tenang.Karin yang sudah tidak sabar, menyambar bibir kekasihnya dan menikmatinya dengan rakus. Rasa nikmat yang dirasakannya, melebihi rasa eskrim. "Sudah puas?" Rafasya bertanya saat Karin sudah melepaskan tautan bibir
Sejak pagi Cinta berangkat ke kampus dan pulang ketika sore menjelang. Dia pulang dengan menaiki busway. Dari halte busway ke apartemen, Cinta berjalan sekitar 15 menit. Sehingga membuat tubuhnya terasa cukup lelah.Cinta masuk ke dalam kamar, kemudian membuka pakaiannya satu persatu. Di saat tubuhnya terasa lelah seperti ini dia ingin segera melakukan hal yang menyenangkan dengan berendam di dalam bathtub. Dipandangnya pantulan bayangan dirinya didepan cermin yang berukuran besar. "Apa aku sangat tidak menarik ya."Pertanyaan ini tidak seharusnya dipertanyakan, jika dia sendiri tahu apa jawabannya. Namun tetap saja Cinta bertanya kepada bayangan dirinya sendiri.Setelah mereka menikah, hanya satu kali Rafasya mau menyentuhnya. Namun setiap kali mengingat peristiwa dimalam pertama, ada ketakutan di dalam dirinya. Takut jika Rafasya kembali melakukan hal yang sama dan berakhir dengan menyakitinya.Namun ternyata tidak disentuh, tidak dilihat, tidak dianggap, dan tidak diperhatikan jauh
Rafasya masuk ke dalam apartemen. Dilihatnya lampu di dalam apartemen yang masih dalam keadaan menyala. Meskipun tidak melihat keberadaan istrinya, namun tidak dihiraukannya. Pria itu berjalan menuju ke kamar dan kemudian masuk ke dalam kamar tersebut. "Dimana dia?" Rafasya bertanya, ketika melihat kamar yang dalam keadaan kosong. Dicarinya Cinta ke kamar mandi, namun ternyata kamar mandi juga dalam keadaan kosong. "Apa dia berani meninggalkan apartemen tanpa berpamitan denganku. Aku sudah memiliki firasat kalau dia bukan istri yang baik, terbukti dia meninggalkan rumah tanpa pamit terlebih dahulu." Pria itu tersulut emosi yang meledak-ledak. Sebagai seorang pria dan seorang suami, harga dirinya terinjak-injak ketika istrinya bermain gila dengan pria lain. Ia mengepalkan tangannya dengan wajah memerah.Dibukanya pakaian yang saat ini masih melekat ditubuhnya. Dia seakan tidak peduli dengan istrinya, namun hatinya terasa sangat kesal dan juga marah ketika melihat sikap Cinta yang s
Cinta memegang kepalanya yang terasa pusing. Meskipun sudah tidur semalaman, namun rasa pusing dan sakit di kepalanya masih sangat terasa. Air matanya masih menetes ketika mengingat apa yang dilakukan suaminya semalam. "Dari aku kecil hingga papa meninggal, dia tidak pernah memukul aku. Tapi orang yang baru saja menjadi suami aku, sangat tega melakukannya. Aku sungguh tidak tahu, apa kesalahan yang sudah aku perbuat," batin Cinta. Dipandangnya Rafasya yang saat ini sedang tertidur. Bila mengingat apa yang diperbuat oleh suaminya, sungguh membuat Cinta merasa takut. Diusapnya air mata yang saat ini menetes. Cinta berangsur duduk dan pergi ke kamar mandi. Meskipun subuh ini terasa dingin, namun dia tetap mandi. Setelah selesai mandi, Cinta berwudhu dan melakukan ibadahnya. Didalam doanya, Cinta tidak ada henti-hentinya meminta dan memohon, agar suaminya bisa mencintainya. Ia mencurahkan seluruh beban di hatinya. Saat ini, dia sedang curhat kepada sang pencipta. Cukup lama duduk
Setelah peristiwa semalam, Rafasya tidak bisa tenang. Bahkan untuk berkonsentrasi dalam bekerja pun dia tidak bisa. Hanya wajah istrinya yang terbayang dipeluk matanya. Wajah yang pucat, bibir yang terluka, dan pipi yang memar dan bengkak. Melihat kondisi Cinta yang seperti ini, pria itu merasa cemas. Namun dengan cepat dia menepis rasa kasihan itu. Entah mengapa dia bisa bersikap seperti itu kepada Cinta. Tanpa bertanya terlebih dahulu, dia langsung memukul wanita tersebut. Rafasya mengusap wajahnya dengan sangat kasar. Meskipun mulutnya tidak mau mengakui kesalahan yang telah dilakukan nya, namun tetap saja dia tidak bisa berdusta dengan hati kecilnya. "Apa aku terlalu kuat memukulnya?" Apa yang terjadi tadi malam, kembali melintasi di ingatannya. Belum lagi sikap Cinta yang terlalu waspada ketika tadi mereka sarapan bersama. Mungkin karena merasa takut yang luar biasa. Sehingga apapun gerakan tangan yang dilakukannya, wanita itu reflek melindungi wajahnya.Setelah cukup lama be
"Sebenarnya aku mau aja ntar ke laundry, tapi takut nanti baju Abang hilang-hilang, soalnya ini bajunya mahal-mahal. Selain bayar mahal dan was-was, juga biar irit. Lumayan uang cuci gosok bisa untuk nambah uang jajan." Cinta berbicara sambil berkerja sendiri. "Duh pedih sekali." Ditiupnya jari yang terasa perih. "Jadi lambat gini kerjanya. Gak apa deh, yang penting rapi." Cinta memaksa senyumnya. Setiap saat Cinta memandang jam di ponselnya namun suaminya tidak kunjung pulag. "Kenapa aku harus berharap seperti ini, hanya karena dia mau sarapan pagi bersama dengan aku. Padahal dia sudah kasih peringatan untuk tidak menunggu dia pulang " Pada akhirnya Cinta fokus menyetrika bajunya. Sudah banyak kain yang tersusun rapi, hingga dirinya merasa lelah dan pinggangnya terasa begitu amat penat, karena terlalu duduk lama. pada akhirnya Cinta mencabut colokan setrikanya dan merebahkan tubuhnya di lantai tempat dimana banyak tumpukan kain. "Masih sakit, darahnya juga masih menetes."
Setelah peristiwa pertemuannya dengan Cinta di supermarket, Rafasya sangat tidak tenang. Pria itu pulang lebih cepat daripada biasanya. Dibukanya pintu apartemen dan mencari keberadaan istrinya. "Ke mana dia, apa dia tidak langsung pulang." Rafasya menendang udara. Dia begitu sangat kesal terhadap dirinya sendiri. "Apa yang dilakukannya tadi di supermarket?" Pria itu duduk di sofa yang berada di ruang tamu dengan melipatkan tangannya dibawa dada. Berulang kali Rafasya melihat jam. Sudah 3 jam dia sampai di rumah, namun Cinta masih juga belum pulang ke rumah. "Aku sangat tidak suka menunggu seperti ini. Apa dia tahu itu?" Kesal sekali ketika menunggu istrinya seperti ini."Apa dia merajut? Apa dia mengira aku akan mencarinya? Apa dia berpikir bahwa dia itu sangat penting untuk ku." Rafasya berkata dengan suara yang meninggi. Melihat sikap Cinta yang seperti ini, membuatnya sangat kesal. Ia menilai sikap Cinta terlalu kekanak-kanakan."Sudah jam 8 malam seperti ini, dia masih belum s
Rafasya harus menahan rasa sakit di kulit kepalanya, karena Cinta yang terus-menerus menarik rambutnya. Jika tahu kondisinya akan seperti ini dia pasti akan memotong rambutnya hingga 2 cm sebelum Cinta melakukan persalinan. "Mama sakit banget mah." Cinta kembali menangis dan dia pun menarik rambut suaminya dengan keras. "Iya nak tahanan ya." Sari kembali menguatkan menantunya."Anto cepat." Rafasya berkata dengan keras ketika istrinya kembali menarik rambutnya dengan kuat. "Iya Bos, ini jalanan macet," kata Anto. "Kenapa harus pilih jalan yang ini," kata Erik yang menyalahkan sopir sekaligus Bodyguard putranya itu. "Hanya satu jalan menuju ke rumah sakit Pak," jawab Anto gugup. Meskipun yang akan melahirkan istri dari bosnya namun Anto juga merasa panik dan gugup. Apalagi mendengar suara Cinta yang terus saja menangis karena kesakitan. Dia tidak bisa membayangkan ketika Nanti istrinya ada mengalami hal seperti ini.Jika dalam kondisi panik seperti ini semua orang pasti tidak akan
Cahaya dan juga Cinta sedang bersantai di taman belakang.Sejak pagi Cahaya sudah di rumah Cinta. Istri Anto itu pun akan pulang ketika suaminya sudah kembali bekerja."Lihat, ini cantik kan?" Cinta begitu bersemangat ketika menunjukkan gambar desain Baby Doll untuk bayi perempuannya. "Cantik sekali, lihat ini keren gak?" Cahaya dengan bangganya menunjukkan sweater untuk bayi laki-laki. "Keren, buatin untuk calon baby Aku juga ya," kata Cinta yang begitu sangat senang. "Siap, sebelum kamu minta aku sudah minta tukang jahit untuk membuat dua. Satu berwarna biru pekat dan satu lagi berwarna pink." "Pasti lucu ketika mereka memakai baju couple. "Kita bakal buat mereka foto bareng ya." Cahaya tersenyum dan tidak sabar menunggu kelahiran putranya.Sepertinya apa yang didoakan oleh suaminya memang terkabulkan. Karena Cahaya mengandung anak laki-laki. Kedua Wanita itu sudah berniat untuk membuka baby shop setelah mereka melahirkan nanti. Bahkan semua koleksi baju-baju bayi untuk calon
Rafasya berkunjung ke Rumah Sakit Bhayangkara tempat di mana anak Karin dirawat. Disini dia bertemu dengan wanita yang mengadopsi anak Karin. "Apa kamu yang akan mengadopsi anak dari almarhumah Karin?" tanya Rafasya "Iya mas, saya Mayra yang akan merawatnya dan ini sesuai dengan amanah dari almarhumah sebelum beliau meninggal," kata berliana dengan suara yang sehalus mungkin. Dia juga mengganti logat bahasanya agar tidak ada yang curiga dengan jati dirinya."Sejak kapan kenal dengan Karin?" Tanya Rafasya. Sekian lama menjadi kekasih karin, Rafasya sangat tahu siapa-siapa saja teman dari mantannya itu. "Sejak Mbak Karin tersandung kasus di tahanan, dan saya yang ngambil job pekerjaannya sebagai Artis. Awal berjumpa mbak Karin ketika saya bekerja di restoran. Mungkin mas Rafasya tahu tentang video viral itu. Saya tidak enak hati karena mengambil pekerjaan almarhumah, jadi karena itu saya datang ke tahan." Mayra berbicara dengan menundukkan kepalanya."Mbak Karin merupakan orang yang
Cinta berjalan sambil memegang tangan suaminya dengan mesra. Kini mereka sudah berada di taman dan melakukan jalan paginya."Abang, Cinta takut." Cinta memandang Rafasya. "Takut kenapa?" tanya Rafasya. "Takut melahirkan." Rafasya diam ketika mendengar jawaban istrinya. Jujur saja dia juga begitu sangat takut ketika mendengar kabar bahwa Karin meninggal karena pendarahan."Adek jangan takut, Abang bakalan terus ada jagain adek. Adek pasti bisa, adek pasti kuat." Rafasya mencoba untuk menenangkan istrinya. "Janji ya." Cinta memandang Rafasya. "Iya sayang." Rafasya memeluk istrinya dan kemudian mencium keningnya.Sedangkan Sari dan Erik memilih duduk di kursi taman sambil mengambil video anak dan menantunya. Setelah mengambil rekaman video anak serta menantunya, Sari membuka Instagram miliknya. Dan di sana banyak muncul berita tentang kematian Karin. Hal ini yang membuat wanita itu terkejut."Pah, apa berita ini Benar?" tanya Sari sambil menunjukkan berita yang sedang dibacanya."C
Rafasya terdiam saat menerima telepon dari pengacaranya. "Pak Efendi yakin?" Tanya Rafasya untuk memastikan bahwa informasi ini tidak salah. "Yakin pak, karena pihak polisi langsung yang menginformasikan berita ini kepada saya," jawab pengacara Effendi. "Jam berapa meninggalnya?" Rafasya masih tidak percaya dengan apa yang dia denger. "Jam 2 dini hari, saudari Karin meninggal setelah melahirkan anaknya. Almarhumah mengalami pendarahan dan menyebabkan harus menjalani operasi jam 9 malam." Pengacara Effendi menjelaskan secara detail. "Urus semuanya, setahu saya almarhumah tidak memiliki keluarga di sini. Karena itu antarakan jenazah ke kampung halamannya. Informasikan juga kabar duka ini kepada kedua orang tuanya."Meskipun Karin sudah melakukan kesalahan yang fatal, namun Rafasya tetap perduli dan mau mengurus jenazah mantan kekasihnya itu. "Kedua orang tuanya meninggal kecelakaan lalu lintas jam 09.00 pagi. Dan saat ini jenazahnya masih ada di rumah sakit, karena tidak ada piha
Berliana merasakan kakinya lemas setelah mendengar jawaban dari dokter. Dia kemudian kembali duduk di depan ruang persalinan tersebut. Melihat bayi di dalam box didorong keluarga. Berliana langsung berdiri. "Mau dibawa ke mana sus?" Tanya Berliana yang mengikuti perawat tersebut."Mau dipindahkan ruang Icu," jawab perawat. "Oh, saya boleh ikut sus?" Tanya Berliana sambil memandang ke dalam box bayi. "Boleh, hanya saja tidak boleh masuk ke dalam ruang icu," jawabnya. "Iya sus, bayinya perempuan atau laki-laki sus?" Berliana ikut mengantarkan bayi malang itu hingga ke depan ruangannya. "Laki-laki," jawab suster yang kemudian membuka pintu ruang ICU. Berliana memandang perawat itu masuk ke ruang ICU dan kemudian menutup pintu. Berliana berusaha mengintip ke dalam lewat kaca transparan berukuran kecil. Setelah bayi itu masuk ke dalam ruangan, Berliana pergi meninggalkan ruang Icu tersebut. Berliana kembali lagi ke ruang operasi. Dia duduk di kursi tunggu.Berliana dengan sangat sab
Menjalani kehamilan di dalam tahanan seperti ini terasa begitu sangat berat. Di saat para wanita yang sedang hamil menikmati momen berharga bersama dengan suaminya, dan merasakan perhatian serta kasih sayang dari seluruh keluarganya. Namun tidak untuk Karin. Dia melewati semua masa ini seorang diri. Di dalam tahanan ini waktu begitu lambat berlalu. Bersyukur dia memiliki seorang sahabat yang bernama Berliana. Sahabatnya itulah yang setiap saat selalu mengunjunginya dan memberikan dia berbagai macam vitamin serta susu untuk ibu hamil. Sejak tadi Karin merasa gelisah. Seharusnya kedua orangtuanya sudah datang siang ini. Namun mengapa sampai sore, kedua orangtuanya belum datang juga. Apa mereka tidak jadi berangkat hari ini? "Karin ada telepon untuk kamu." Sipir wanita itu berkata setelah membukakan pintu besi tersebut.Karin dengan cepat beranjak dari duduknya. Saat ini perutnya sudah besar. Karena usia kehamilannya yang sudah memasuki bulan ke-7.Karin berjalan dengan pelan mengik
Cahaya tidak bisa menolak paksaan dari suaminya. Dan wanita itu akhirnya memilih untuk menurut. Dan kini pasangan pengantin baru itu sedang berdiri di bawah cucuran air shower. Namun ternyata kamar mandi Bukan tempat yang menyenangkan untuk pasangan yang baru Sah menikah tersebut. Anto kembali menggendong tubuh istrinya dan membawanya ke kamar."Kenapa sudah keluar Mas? Kita belum selesai mandi," Kata Cahaya. Wanita berwajah manis itu sedang berusaha mengatur napasnya yang sejak tadi sudah dibuat ngos-ngosan oleh sang suami."Nanti mandinya kita lanjut lagi. Sayang, Mas pengen lihat anak kita." Anto tersenyum dan kemudian mencium bibir istrinya."Tapi Aya lagi hamil, apa boleh mas?" tanya Cahaya. Melihat benda keramat sang suami, membuat bulu kutuk Cahaya merinding. "Boleh sayang yang penting mainnya jangan keras. Mas bakal pelan-pelan," jawab Anto. Pasangan pengantin baru itu sudah sama-sama polos sejak dari kamar mandi tadi. Cahaya tidak menyangka bahwa suaminya seagresif ini. Pa
"Sayang, bagaimana kondisi anak hari ini?" Rafasya tersenyum dan mengusap perut istrinya. Rafasya sangat cemas ketika Cinta memaksa untuk datang ke acara ijab Kabul Cahaya. Dia takut jika hal buruk terjadi terhadap istri dan calon anaknya."Baik, sangat baik." jawab Cinta. Karena hari ini Cinta tidak merasakan perut yang sakit atau kram. Bahkan gerak bayinya terasa semakin kuat."Anak gadis daddy pintar sekali." Rafasya tersenyum dan mengusap perut istrinya."Sayang Abang rindu." Rafasya berkata dengan wajah serius. "Sudah sedekat ini masih bilang rindu?" Cinta memandang Rafasya dengan sedikit memicingkan matanya. Rasanya sungguh sangat aneh ketika mendengar ucapan dari suaminya itu. Padahal mereka sangat dekat tanpa ada jarak yang memisahkan. Karena Rafasya yang sedang memeluk tubuhnya dengan erat. "Rindu sama ini Dek." Rafasya menyentuh bagian yang dia maksud. Dia sudah sangat menginginkan apam legit yang menggiurkan. Selama di rumah sakit, Rafasya selalu mengurus semua kebutu