Wajah Cinta yang sudah pucat, menjadi semakin pucat saat mendengar perkataan suaminya. Bukan dia tidak ingin berjalan cepat ataupun berlari. Namun kondisi tubuhnya yang tidak memungkinkan. Saat ini tangan kanannya menentang tas yang berisi pakaian dan barang-barang pribadi miliknya dan Rafasya. Sedangkan tangan kiri, terus memegang kepala yang terasa pening. "Kau selalu memancing emosiku." Melihat istrinya hanya diam, membuat emosinya semakin meningkat. "Lihat saja, aku akan membuat perhitungan dengan mu, jika terjadi hal buruk terhadap Karin, ku." Pria itu kemudian masuk ke dalam lift. Sedangkan Cinta hanya diam berdiri di depan pintu lift. Ia sungguh tidak tahu apa yang harus dilakukannya."Hai bodoh, cepat masuk." Rafasya sedikit berteriak. Karena dia yakin tidak akan ada yang mendengar suaranya di sini. Tanpa menjawab, wanita itu masuk ke dalam lift dan berdiri di belakang Rafasya. Dadanya berdegup dengan cepat ketika pria itu memegang tangannya. Dan mengajaknya untuk keluar d
"Ini maksudnya apa?" Cinta memandang Rafasya. Sejak tadi pria itu berkata, ingin segera bertemu dengan kekasihnya. Cinta tidak mengerti mengapa dia dibawa ke sini, sebenarnya ada apa. "Aku sudah memutuskan kita tidak di rumah orang tuaku. "Pria itu tersenyum dengan memiringkan bibirnya. Ia ingin tertawa ngakak ketika melihat keterkejutan dan kekecewaan di wajah sang istri. tidak bisa dipungkiri penderitaan Cinta, adalah kebahagiaan untuknya.Cinta merasakan sesak di dadanya, bahkan untuk bernafas pun terasa begitu sulit. Apa ini apartemen Karin. Jika iya, apa maksudnya membawa Cinta ke apartemen milik Karin dan mengatakan tidak tinggal di rumah mertuanya. Apakah ini berarti bahwa mereka akan tinggal satu atap. Tubuhnya lemas seketika, saat membayangkan ini semua."Apa kau tidak mendengar apa yang tadi aku katakan?" Rafasya tersenyum sambil mengejek istrinya. Apa gunanya isi surat perjanjian yang menyatakan bahwa Cinta tidak boleh dekat dengan kedua orang tuanya, jika mereka tinggal s
"Sampai kapanpun, aku tidak akan tertarik untuk meniduri mu." Rafasya tersenyum miring mengejek istrinya. Meskipun kenangan tadi malam tidak akan pernah terlupakan seumur hidupnya.Dada ini terasa sakit dan panas ketika mendengar ucapan suaminya. Setelah apa yang dilakukan oleh pria yang berstatus suaminya itu, dengan sangat entengnya mengatakan hal seperti ini. Cinta hanya tersenyum menahan rasa perih di hatinya. "Aku akan pastikan Karin tidak akan pernah ke sini." Setelah mengatakan itu Rafasya melepaskan tangannya dengan kasar dan sedikit mendorong tubuh istrinya. Cinta berusaha untuk mempertahankan agar tubuhnya tidak terjatuh. Mungkin memang kondisinya begitu sangat lemah sehingga didorong sedikit saja, sudah membuat oleng. Dihirupnya oksigen berulang-ulang kali, untuk mengisi oksigen di rongga paru-parunya yang sempat menipis. Cinta diam beberapa saat untuk menetralkan rasa gugup dan takutnya. Didepan Rafasya, ia bisa bergaya sok hebat dan berani, namun nyatanya Seorang Cint
Baru saja tertidur namun sudah di kejutkan seperti ini, membuat kepalanya semakin pusing. Cinta memandang Rafasya sambil memegang kepalanya terasa semakin pusing. "Aku sudah memindahkan semua barang milik Karin. Apa kau sudah puas?" Rafasya bertanya dengan meninggikan suaranya.Cinta masih saja diam. Kondisi tubuh sungguh tidak baik. Bahkan untuk berbicara saja tenggorokannya sangat sakit. "Aku akan pergi ke apartemen Karin. Aku juga akan makan siang di sana." Pria merapikan rambutnya yang sudah berantakan dengan mengunakan jarinya. Sejak tadi pikirannya kacau dan selalu memikirkan kekasihnya. Bagaimana keadaannya, apakah sudah makan atau belum. Jujur saja, dia tidak ingin jika Karin sakit jika tidak makan.Cinta hanya diam memandang Rafasya yang berdiri di depannya. Meskipun sikapnya terlihat acuh tak acuh, namun yakinlah hatinya sangat terluka. Rasanya sangat sakit ketika mendengar pria itu menyebut nama wanita lain. Mengapa pria itu harus menyampaikan pergi ke mana dan melakuk
Rafasya mengemudikan mobilnya menuju ke apartemen milik Karin. Apa yang terjadi semalam masih teringat jelas di dalam ingatannya. Namun bukan Karin yang saat ini ada dipikirannya, melainkan Cinta. Wanita cantik yang baru saja menjadi istrinya."Sial, mengapa aku bisa melakukan hal itu kepadanya." Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar. Apa yang telah terjadi, seakan membuat dirinya menjadi gila. Yang membuat semakin frustasi, ketika merasakan jantungnya yang berdegup dengan cepat ketika mengingat apa yang terjadi semalam. "Wajar aku melakukan hal itu kepadanya, dia istriku. Janda setelah di sentuh, jauh lebih terhormat dari pada janda yang tidak disentuh sama sekali. Dia pasti akan sangat berterima kasih kepadaku." Dengan cepat pria itu mengusir rasa bersalah di hatinya. Tangannya kemudian mengusap bibir dan memejamkan mata. Benar saja, rasa lembut dan manisnya bibir Cinta, masih terasa hingga saat ini."Hu ... Sial." Marah, iya dia marah dengan dirinya sendiri. Bagaimana mungkin S
Cinta mencoba untuk berdiri secara berlahan-lahan sambil memegang kepalanya. Untuk tetap menjaga kestabilan tubuhnya yang sedang oleng, ia harus berjalan dengan pelan dan berhati-hati ketika menuju lemari pendingin. "Kenapa badan aku lemas sekali, rasanya sakit-sakit semua," keluh Cinta.Matanya terasa panas karena suhu tubuh yang tinggi. Dibukanya pintu kulkas dan melihat apa yang bisa di masak. Cinta diam saat melihat isi kulkas yang penuh dengan stok makanan. Ini tidak seperti apartemen seorang pria yang tinggal sendiri. Karena Cinta tahu, jika pria sangat malas dengan urusan dapur. "Apa Karin yang melakukan ini semua."Air matanya menetes dengan sendirinya. Rasanya sungguh sakit hingga ke uluh hati."Ya sudahlah tidak apa, aku tidak perlu memikirkan ini. Lagipula dia sudah berjanji agar Karin tidak datang ke sini." Cinta berkata sendiri sambil mengusap air matanya. Tubuhnya yang dalam kondisi tidak baik, membuat pergerakannya sangat lambat. Cinta juga beberapa kali menghenti
"Tapi aku yakin itu bukan mimpi." Cinta masih bisa mengingat ketika sang mama mengompresnya. Bahkan aroma wangi tubuh wanita itu masih tercium di Indra penciumannya. "Pasti mereka di sini. Aku yakin, mereka di sini." Cinta tersenyum dan bangkit dari tempat tidur. Tatapan hangat sang papa, masih terlihat jelas di matanya. Rasa pijatan tangan papanya juga masih terasa. Hal ini yang membuat Cinta yakin jika kedua orang tuanya ada di apartemen ini.Dengan cepat dia keluar dari dalam kamar. Dilihatnya ke ruang tamu, ternyata tidak ada orang. Cinta berlari ke dapur, dapur juga kosong. Meskipun tidak ada orang di dalam apartemen ini, namun Cinta tetap tidak puas. Dia kemudian ke kamar belakang dan kamar itu juga kosong. Hanya ada satu ruangan yang belum dicek, yaitu ruang kerja Rafasya. Ruangan yang dilarang keras untuk dimasuki. Cinta memandang ke arah plafon PVC yang bernuansa putih dan hitam tersebut. Rasanya sangat lega ketika tidak melihat cctv di sana. Meskipun ragu, dia tetap mende
"Bersih-bersih sudah, masak, sudah, mandi juga sudah." Cinta berkata sendiri sambil memandang pantulan dirinya di depan cermin.Sore ini Cinta sudah selesai mandi dan berdandan dengan sangat cantik. Dia memutuskan duduk di ruang tamu sambil menunggu suaminya pulang. Meskipun tidak tahu, apakah pria itu akan pulang atau tidak, namun Cinta tetap menunggu. Berulang kali Cinta melihat ke luar jendela, berharap bisa melihat mobil suaminya dari atas apartemen ini. Lucu dan bodoh memang, karena hal itu tidak mungkin terjadi, terkecuali jika memakai teropong. Kata sabar dan sabar, sebentar lagi pulang. Itulah kalimat yang diucapkan Cinta, yang setia menunggu, hingga malam tiba. Namun Rafasya masih juga tidak pulan. Meskipun lelah, Cinta tetap menunggu dengan sangat sabar. Tak jarang pula, wanita itu mengoceh-ngoceh sendiri karena kesal menunggu. Tapi apa mungkin pria yang tidak pulang 3 hari itu, akan pulang hari ini. Hal ini sungguh membuat Cinta cemas. Air matanya menetes ketika men
Rafasya harus menahan rasa sakit di kulit kepalanya, karena Cinta yang terus-menerus menarik rambutnya. Jika tahu kondisinya akan seperti ini dia pasti akan memotong rambutnya hingga 2 cm sebelum Cinta melakukan persalinan. "Mama sakit banget mah." Cinta kembali menangis dan dia pun menarik rambut suaminya dengan keras. "Iya nak tahanan ya." Sari kembali menguatkan menantunya."Anto cepat." Rafasya berkata dengan keras ketika istrinya kembali menarik rambutnya dengan kuat. "Iya Bos, ini jalanan macet," kata Anto. "Kenapa harus pilih jalan yang ini," kata Erik yang menyalahkan sopir sekaligus Bodyguard putranya itu. "Hanya satu jalan menuju ke rumah sakit Pak," jawab Anto gugup. Meskipun yang akan melahirkan istri dari bosnya namun Anto juga merasa panik dan gugup. Apalagi mendengar suara Cinta yang terus saja menangis karena kesakitan. Dia tidak bisa membayangkan ketika Nanti istrinya ada mengalami hal seperti ini.Jika dalam kondisi panik seperti ini semua orang pasti tidak akan
Cahaya dan juga Cinta sedang bersantai di taman belakang.Sejak pagi Cahaya sudah di rumah Cinta. Istri Anto itu pun akan pulang ketika suaminya sudah kembali bekerja."Lihat, ini cantik kan?" Cinta begitu bersemangat ketika menunjukkan gambar desain Baby Doll untuk bayi perempuannya. "Cantik sekali, lihat ini keren gak?" Cahaya dengan bangganya menunjukkan sweater untuk bayi laki-laki. "Keren, buatin untuk calon baby Aku juga ya," kata Cinta yang begitu sangat senang. "Siap, sebelum kamu minta aku sudah minta tukang jahit untuk membuat dua. Satu berwarna biru pekat dan satu lagi berwarna pink." "Pasti lucu ketika mereka memakai baju couple. "Kita bakal buat mereka foto bareng ya." Cahaya tersenyum dan tidak sabar menunggu kelahiran putranya.Sepertinya apa yang didoakan oleh suaminya memang terkabulkan. Karena Cahaya mengandung anak laki-laki. Kedua Wanita itu sudah berniat untuk membuka baby shop setelah mereka melahirkan nanti. Bahkan semua koleksi baju-baju bayi untuk calon
Rafasya berkunjung ke Rumah Sakit Bhayangkara tempat di mana anak Karin dirawat. Disini dia bertemu dengan wanita yang mengadopsi anak Karin. "Apa kamu yang akan mengadopsi anak dari almarhumah Karin?" tanya Rafasya "Iya mas, saya Mayra yang akan merawatnya dan ini sesuai dengan amanah dari almarhumah sebelum beliau meninggal," kata berliana dengan suara yang sehalus mungkin. Dia juga mengganti logat bahasanya agar tidak ada yang curiga dengan jati dirinya."Sejak kapan kenal dengan Karin?" Tanya Rafasya. Sekian lama menjadi kekasih karin, Rafasya sangat tahu siapa-siapa saja teman dari mantannya itu. "Sejak Mbak Karin tersandung kasus di tahanan, dan saya yang ngambil job pekerjaannya sebagai Artis. Awal berjumpa mbak Karin ketika saya bekerja di restoran. Mungkin mas Rafasya tahu tentang video viral itu. Saya tidak enak hati karena mengambil pekerjaan almarhumah, jadi karena itu saya datang ke tahan." Mayra berbicara dengan menundukkan kepalanya."Mbak Karin merupakan orang yang
Cinta berjalan sambil memegang tangan suaminya dengan mesra. Kini mereka sudah berada di taman dan melakukan jalan paginya."Abang, Cinta takut." Cinta memandang Rafasya. "Takut kenapa?" tanya Rafasya. "Takut melahirkan." Rafasya diam ketika mendengar jawaban istrinya. Jujur saja dia juga begitu sangat takut ketika mendengar kabar bahwa Karin meninggal karena pendarahan."Adek jangan takut, Abang bakalan terus ada jagain adek. Adek pasti bisa, adek pasti kuat." Rafasya mencoba untuk menenangkan istrinya. "Janji ya." Cinta memandang Rafasya. "Iya sayang." Rafasya memeluk istrinya dan kemudian mencium keningnya.Sedangkan Sari dan Erik memilih duduk di kursi taman sambil mengambil video anak dan menantunya. Setelah mengambil rekaman video anak serta menantunya, Sari membuka Instagram miliknya. Dan di sana banyak muncul berita tentang kematian Karin. Hal ini yang membuat wanita itu terkejut."Pah, apa berita ini Benar?" tanya Sari sambil menunjukkan berita yang sedang dibacanya."C
Rafasya terdiam saat menerima telepon dari pengacaranya. "Pak Efendi yakin?" Tanya Rafasya untuk memastikan bahwa informasi ini tidak salah. "Yakin pak, karena pihak polisi langsung yang menginformasikan berita ini kepada saya," jawab pengacara Effendi. "Jam berapa meninggalnya?" Rafasya masih tidak percaya dengan apa yang dia denger. "Jam 2 dini hari, saudari Karin meninggal setelah melahirkan anaknya. Almarhumah mengalami pendarahan dan menyebabkan harus menjalani operasi jam 9 malam." Pengacara Effendi menjelaskan secara detail. "Urus semuanya, setahu saya almarhumah tidak memiliki keluarga di sini. Karena itu antarakan jenazah ke kampung halamannya. Informasikan juga kabar duka ini kepada kedua orang tuanya."Meskipun Karin sudah melakukan kesalahan yang fatal, namun Rafasya tetap perduli dan mau mengurus jenazah mantan kekasihnya itu. "Kedua orang tuanya meninggal kecelakaan lalu lintas jam 09.00 pagi. Dan saat ini jenazahnya masih ada di rumah sakit, karena tidak ada piha
Berliana merasakan kakinya lemas setelah mendengar jawaban dari dokter. Dia kemudian kembali duduk di depan ruang persalinan tersebut. Melihat bayi di dalam box didorong keluarga. Berliana langsung berdiri. "Mau dibawa ke mana sus?" Tanya Berliana yang mengikuti perawat tersebut."Mau dipindahkan ruang Icu," jawab perawat. "Oh, saya boleh ikut sus?" Tanya Berliana sambil memandang ke dalam box bayi. "Boleh, hanya saja tidak boleh masuk ke dalam ruang icu," jawabnya. "Iya sus, bayinya perempuan atau laki-laki sus?" Berliana ikut mengantarkan bayi malang itu hingga ke depan ruangannya. "Laki-laki," jawab suster yang kemudian membuka pintu ruang ICU. Berliana memandang perawat itu masuk ke ruang ICU dan kemudian menutup pintu. Berliana berusaha mengintip ke dalam lewat kaca transparan berukuran kecil. Setelah bayi itu masuk ke dalam ruangan, Berliana pergi meninggalkan ruang Icu tersebut. Berliana kembali lagi ke ruang operasi. Dia duduk di kursi tunggu.Berliana dengan sangat sab
Menjalani kehamilan di dalam tahanan seperti ini terasa begitu sangat berat. Di saat para wanita yang sedang hamil menikmati momen berharga bersama dengan suaminya, dan merasakan perhatian serta kasih sayang dari seluruh keluarganya. Namun tidak untuk Karin. Dia melewati semua masa ini seorang diri. Di dalam tahanan ini waktu begitu lambat berlalu. Bersyukur dia memiliki seorang sahabat yang bernama Berliana. Sahabatnya itulah yang setiap saat selalu mengunjunginya dan memberikan dia berbagai macam vitamin serta susu untuk ibu hamil. Sejak tadi Karin merasa gelisah. Seharusnya kedua orangtuanya sudah datang siang ini. Namun mengapa sampai sore, kedua orangtuanya belum datang juga. Apa mereka tidak jadi berangkat hari ini? "Karin ada telepon untuk kamu." Sipir wanita itu berkata setelah membukakan pintu besi tersebut.Karin dengan cepat beranjak dari duduknya. Saat ini perutnya sudah besar. Karena usia kehamilannya yang sudah memasuki bulan ke-7.Karin berjalan dengan pelan mengik
Cahaya tidak bisa menolak paksaan dari suaminya. Dan wanita itu akhirnya memilih untuk menurut. Dan kini pasangan pengantin baru itu sedang berdiri di bawah cucuran air shower. Namun ternyata kamar mandi Bukan tempat yang menyenangkan untuk pasangan yang baru Sah menikah tersebut. Anto kembali menggendong tubuh istrinya dan membawanya ke kamar."Kenapa sudah keluar Mas? Kita belum selesai mandi," Kata Cahaya. Wanita berwajah manis itu sedang berusaha mengatur napasnya yang sejak tadi sudah dibuat ngos-ngosan oleh sang suami."Nanti mandinya kita lanjut lagi. Sayang, Mas pengen lihat anak kita." Anto tersenyum dan kemudian mencium bibir istrinya."Tapi Aya lagi hamil, apa boleh mas?" tanya Cahaya. Melihat benda keramat sang suami, membuat bulu kutuk Cahaya merinding. "Boleh sayang yang penting mainnya jangan keras. Mas bakal pelan-pelan," jawab Anto. Pasangan pengantin baru itu sudah sama-sama polos sejak dari kamar mandi tadi. Cahaya tidak menyangka bahwa suaminya seagresif ini. Pa
"Sayang, bagaimana kondisi anak hari ini?" Rafasya tersenyum dan mengusap perut istrinya. Rafasya sangat cemas ketika Cinta memaksa untuk datang ke acara ijab Kabul Cahaya. Dia takut jika hal buruk terjadi terhadap istri dan calon anaknya."Baik, sangat baik." jawab Cinta. Karena hari ini Cinta tidak merasakan perut yang sakit atau kram. Bahkan gerak bayinya terasa semakin kuat."Anak gadis daddy pintar sekali." Rafasya tersenyum dan mengusap perut istrinya."Sayang Abang rindu." Rafasya berkata dengan wajah serius. "Sudah sedekat ini masih bilang rindu?" Cinta memandang Rafasya dengan sedikit memicingkan matanya. Rasanya sungguh sangat aneh ketika mendengar ucapan dari suaminya itu. Padahal mereka sangat dekat tanpa ada jarak yang memisahkan. Karena Rafasya yang sedang memeluk tubuhnya dengan erat. "Rindu sama ini Dek." Rafasya menyentuh bagian yang dia maksud. Dia sudah sangat menginginkan apam legit yang menggiurkan. Selama di rumah sakit, Rafasya selalu mengurus semua kebutu