"Ini maksudnya apa?" Cinta memandang Rafasya. Sejak tadi pria itu berkata, ingin segera bertemu dengan kekasihnya. Cinta tidak mengerti mengapa dia dibawa ke sini, sebenarnya ada apa. "Aku sudah memutuskan kita tidak di rumah orang tuaku. "Pria itu tersenyum dengan memiringkan bibirnya. Ia ingin tertawa ngakak ketika melihat keterkejutan dan kekecewaan di wajah sang istri. tidak bisa dipungkiri penderitaan Cinta, adalah kebahagiaan untuknya.Cinta merasakan sesak di dadanya, bahkan untuk bernafas pun terasa begitu sulit. Apa ini apartemen Karin. Jika iya, apa maksudnya membawa Cinta ke apartemen milik Karin dan mengatakan tidak tinggal di rumah mertuanya. Apakah ini berarti bahwa mereka akan tinggal satu atap. Tubuhnya lemas seketika, saat membayangkan ini semua."Apa kau tidak mendengar apa yang tadi aku katakan?" Rafasya tersenyum sambil mengejek istrinya. Apa gunanya isi surat perjanjian yang menyatakan bahwa Cinta tidak boleh dekat dengan kedua orang tuanya, jika mereka tinggal s
"Sampai kapanpun, aku tidak akan tertarik untuk meniduri mu." Rafasya tersenyum miring mengejek istrinya. Meskipun kenangan tadi malam tidak akan pernah terlupakan seumur hidupnya.Dada ini terasa sakit dan panas ketika mendengar ucapan suaminya. Setelah apa yang dilakukan oleh pria yang berstatus suaminya itu, dengan sangat entengnya mengatakan hal seperti ini. Cinta hanya tersenyum menahan rasa perih di hatinya. "Aku akan pastikan Karin tidak akan pernah ke sini." Setelah mengatakan itu Rafasya melepaskan tangannya dengan kasar dan sedikit mendorong tubuh istrinya. Cinta berusaha untuk mempertahankan agar tubuhnya tidak terjatuh. Mungkin memang kondisinya begitu sangat lemah sehingga didorong sedikit saja, sudah membuat oleng. Dihirupnya oksigen berulang-ulang kali, untuk mengisi oksigen di rongga paru-parunya yang sempat menipis. Cinta diam beberapa saat untuk menetralkan rasa gugup dan takutnya. Didepan Rafasya, ia bisa bergaya sok hebat dan berani, namun nyatanya Seorang Cint
Baru saja tertidur namun sudah di kejutkan seperti ini, membuat kepalanya semakin pusing. Cinta memandang Rafasya sambil memegang kepalanya terasa semakin pusing. "Aku sudah memindahkan semua barang milik Karin. Apa kau sudah puas?" Rafasya bertanya dengan meninggikan suaranya.Cinta masih saja diam. Kondisi tubuh sungguh tidak baik. Bahkan untuk berbicara saja tenggorokannya sangat sakit. "Aku akan pergi ke apartemen Karin. Aku juga akan makan siang di sana." Pria merapikan rambutnya yang sudah berantakan dengan mengunakan jarinya. Sejak tadi pikirannya kacau dan selalu memikirkan kekasihnya. Bagaimana keadaannya, apakah sudah makan atau belum. Jujur saja, dia tidak ingin jika Karin sakit jika tidak makan.Cinta hanya diam memandang Rafasya yang berdiri di depannya. Meskipun sikapnya terlihat acuh tak acuh, namun yakinlah hatinya sangat terluka. Rasanya sangat sakit ketika mendengar pria itu menyebut nama wanita lain. Mengapa pria itu harus menyampaikan pergi ke mana dan melakuk
Rafasya mengemudikan mobilnya menuju ke apartemen milik Karin. Apa yang terjadi semalam masih teringat jelas di dalam ingatannya. Namun bukan Karin yang saat ini ada dipikirannya, melainkan Cinta. Wanita cantik yang baru saja menjadi istrinya."Sial, mengapa aku bisa melakukan hal itu kepadanya." Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar. Apa yang telah terjadi, seakan membuat dirinya menjadi gila. Yang membuat semakin frustasi, ketika merasakan jantungnya yang berdegup dengan cepat ketika mengingat apa yang terjadi semalam. "Wajar aku melakukan hal itu kepadanya, dia istriku. Janda setelah di sentuh, jauh lebih terhormat dari pada janda yang tidak disentuh sama sekali. Dia pasti akan sangat berterima kasih kepadaku." Dengan cepat pria itu mengusir rasa bersalah di hatinya. Tangannya kemudian mengusap bibir dan memejamkan mata. Benar saja, rasa lembut dan manisnya bibir Cinta, masih terasa hingga saat ini."Hu ... Sial." Marah, iya dia marah dengan dirinya sendiri. Bagaimana mungkin S
Cinta mencoba untuk berdiri secara berlahan-lahan sambil memegang kepalanya. Untuk tetap menjaga kestabilan tubuhnya yang sedang oleng, ia harus berjalan dengan pelan dan berhati-hati ketika menuju lemari pendingin. "Kenapa badan aku lemas sekali, rasanya sakit-sakit semua," keluh Cinta.Matanya terasa panas karena suhu tubuh yang tinggi. Dibukanya pintu kulkas dan melihat apa yang bisa di masak. Cinta diam saat melihat isi kulkas yang penuh dengan stok makanan. Ini tidak seperti apartemen seorang pria yang tinggal sendiri. Karena Cinta tahu, jika pria sangat malas dengan urusan dapur. "Apa Karin yang melakukan ini semua."Air matanya menetes dengan sendirinya. Rasanya sungguh sakit hingga ke uluh hati."Ya sudahlah tidak apa, aku tidak perlu memikirkan ini. Lagipula dia sudah berjanji agar Karin tidak datang ke sini." Cinta berkata sendiri sambil mengusap air matanya. Tubuhnya yang dalam kondisi tidak baik, membuat pergerakannya sangat lambat. Cinta juga beberapa kali menghenti
"Tapi aku yakin itu bukan mimpi." Cinta masih bisa mengingat ketika sang mama mengompresnya. Bahkan aroma wangi tubuh wanita itu masih tercium di Indra penciumannya. "Pasti mereka di sini. Aku yakin, mereka di sini." Cinta tersenyum dan bangkit dari tempat tidur. Tatapan hangat sang papa, masih terlihat jelas di matanya. Rasa pijatan tangan papanya juga masih terasa. Hal ini yang membuat Cinta yakin jika kedua orang tuanya ada di apartemen ini.Dengan cepat dia keluar dari dalam kamar. Dilihatnya ke ruang tamu, ternyata tidak ada orang. Cinta berlari ke dapur, dapur juga kosong. Meskipun tidak ada orang di dalam apartemen ini, namun Cinta tetap tidak puas. Dia kemudian ke kamar belakang dan kamar itu juga kosong. Hanya ada satu ruangan yang belum dicek, yaitu ruang kerja Rafasya. Ruangan yang dilarang keras untuk dimasuki. Cinta memandang ke arah plafon PVC yang bernuansa putih dan hitam tersebut. Rasanya sangat lega ketika tidak melihat cctv di sana. Meskipun ragu, dia tetap mende
"Bersih-bersih sudah, masak, sudah, mandi juga sudah." Cinta berkata sendiri sambil memandang pantulan dirinya di depan cermin.Sore ini Cinta sudah selesai mandi dan berdandan dengan sangat cantik. Dia memutuskan duduk di ruang tamu sambil menunggu suaminya pulang. Meskipun tidak tahu, apakah pria itu akan pulang atau tidak, namun Cinta tetap menunggu. Berulang kali Cinta melihat ke luar jendela, berharap bisa melihat mobil suaminya dari atas apartemen ini. Lucu dan bodoh memang, karena hal itu tidak mungkin terjadi, terkecuali jika memakai teropong. Kata sabar dan sabar, sebentar lagi pulang. Itulah kalimat yang diucapkan Cinta, yang setia menunggu, hingga malam tiba. Namun Rafasya masih juga tidak pulan. Meskipun lelah, Cinta tetap menunggu dengan sangat sabar. Tak jarang pula, wanita itu mengoceh-ngoceh sendiri karena kesal menunggu. Tapi apa mungkin pria yang tidak pulang 3 hari itu, akan pulang hari ini. Hal ini sungguh membuat Cinta cemas. Air matanya menetes ketika men
Sendiri berada di dalam apartemen, tentu saja menimbulkan rasa jenuh. Untuk menghilangkan rasa jenuh, Cinta menyibukkan diri dengan bersih-bersih apartemen. Kemudian mencuci pakaian, dan memasak.Senyum mengembang di bibir kecilnya saat melihat Menu makan siang sudah disiapkan, meskipun tidak tahu suaminya pulang ke apartemen untuk makan siang atau tidak. Wanita cantik itu terlalu berharap dan rela menunggu sambil memandang menu yang sudah disiapkannya. Entahlah, entah untuk apa Cinta melakukan ini semua. Padahal dia sudah menandatangani surat perjanjian yang menyatakan bahwa tidak ada hak istri dan suami. Namun tetap saja berharap bisa sedikit masuk ke dalam hati pria itu. Walau bagaimanapun Cinta tidak ingin rumah tangganya berakhir dengan perceraian. Ia ingin menjadi seperti papa dan mamanya, berpisah karena maut. Bahkan mereka memilih untuk pergi bersama karena tidak ingin terpisah. "Apa aku salah, jika aku ingin mempertahankan rumah tangga aku. Tapi apa mungkin bisa?" Entahla