Share

Bab 3

Apa yang dilakukan Karin membuat dirinya seakan kehilangan akal sehatnya. Laki-laki mana yang mampu menolak apa yang ditawarkan oleh wanita yang dicintainya. Agar tidak lepas kendali, ia menarik tangannya dan kembali menyelimuti tubuh polos kekasihnya.

"Abang, lakukan bang, lakukan." Diciumnya bibir Rafasya dengan buas dan penuh hasrat. Ia tidak pernah menyangka, bahwa kisah percintaannya dengan pria yang begitu sangat dicintainya, akan seperti ini.

"Kenapa Abang tidak membalas, apa Abang sudah tidak cinta aku lagi. Apa secepat ini, Abang melupakan aku." Karin menangis. Ia kecewa, ketika Rafasya tidak membalas ciuman yang diberikannya.

Rafasya menggelengkan kepalanya. "Abang tidak mencintai dia. Cinta abang hanya untuk Karin." Ditatapnya wajah cantik Karin yang sudah berantakan.

"Abang bilang tidak cinta dia, tapi abang menikah dengan dia." Karin berucap dengan tangan yang di kepalkan. Ia memukul-mukul dada Rafasya dengan tenang yang lemah. Posisinya terancam dengan kehadiran Cinta, wanita muda yang dipilih oleh kedua orang tua Rafasya. Bagaimana mungkin dirinya bisa tenang ketika wanita yang menjadi istri dari kekasihnya seorang gadis yang begitu cantik dan masih sangat muda. Berbeda dengannya yang sudah berusia 28 tahun. 4 tahun lamanya Karin menghabiskan waktu untuk berpacaran dengan Rafasya. Dengan harapan kedua orang tua Rafasya mau menerimanya menjadi bagian dari keluarga Wijaya. Namun apa yang didapatnya, hanyalah kekecewaan.

"Abang terpaksa menikah dengan dia, karena mama, papa memaksa. Namun nanti Abang akan menceraikan dia. Sekarang Abang hanya sedang mencari alasan untuk bisa menceraikan dia. Yakinlah, kita akan menikah." Rafasya sudah memikirkan rencana yang akan dibuatnya.

"Abang jangan bercanda." Karin mengusap air matanya. Ditatapnya wajah sang kekasih dengan mata yang terbuka lebar.

Rafasya menggelengkan kepalanya. "Abang tidak bercanda Karin, abang beneran," ucap dengan penuh keseriusan.

Tangis Karin mereda, saat mendengar janji manis yang diucapkan kekasihnya.

"Aku tahu, Abang tidak suka alkohol. Aku sudah siapkan Abang minuman. Abang pasti lelah, setelah duduk bersanding seharian. Abang minum dulu." Disodorkannya botol minuman mineral yang sudah dibuka tutupnya.

Rafasya diam memandang minuman yang diberikan Karin.

"Ayo bang, diminum." Karin tersenyum dan memaksa kekasihnya untuk meminum air mineral yang sudah di siapkannya. Ditatapnya wajah kekasihnya dengan matanya tidak terbuka dengan sempurna.

"Iya, Abang minum." Rafasya hanya memegang botol minuman tersebut.

"Minum bang, kita nikmati malam ini berdua, hingga pagi." Tangganya dengan sangat nakal bermain di dada bidang milik si lelaki. Selimut yang tadi menutupi tubuhnya sudah dibuang kembali dan dengan gaya eksotik, Karin mengelus bagian di bawah pusarnya.

Rafasya hanya diam dan menelan air liurnya. Godaan ini, sungguh terasa berat untuknya. Namun aroma bau alkohol dari mulut Karin, begitu sangat mengganggunya. Ia, bukan jenis laki-laki yang menyukai minuman yang memabukkan tersebut.

"Aku rela menjadi pengganti dia. Aku tahu Abang datang ke sini dan tidak melakukan malam pertama dengannya. Karena itu, aku siap memberikan tubuhku untuk abang." Karin menurunkan selimut yang menutupi tubuhnya. Tanpa ada rasa malu, tangannya bermain-main dan memelintir puncak kecil berwarna kecoklatan tersebut. Karin senyum memandang wajah kekasihnya.

"Abang pegang, remas dan cubit puncaknya bang, seperti ini bang. Ini rasanya sangat enak bang." Karin mempraktekkan seperti apa yang diinginkannya. Napasnya turun naik dan sedikit mendesa.

Dipegangnya tangan Rafasya dan meletakkan di bagian dadanya. Demi pria yang dicintainya, wanita itu rela menjatuhkan harga dirinya hingga serendah-rendahnya. Kini Karin sudah seperti wanita yang tidak memiliki harga diri dan memohon belaian dari seorang pria.

Rafasya diam ketika menyentuh bagian yang penuh digenggamnya. Tidak ada yang diucapkannya. Ia hanya sibuk mengendalikan dirinya, agar tidak melakukan perbuatan yang akan merugikan wanita yang dicintainya

"Abang, lakukan bang, Abang aku cinta Abang. Abang jangan malu-malu. Abang pasti sangat menginginkan ini. Aku akan sangat bahagia, bisa melakukan dosa terindah ini." Bagaikan seorang pengemis, ia memohon dengan kekasihnya yang sudah menjadi suami, wanita lain.

Rafasya menelan air liurnya, yang terasa kering. Matanya menatap gunung indah yang sudah di genggaman tangannya.

Ada rasa kecewa ketika melihat pria itu hanya memegang saja tanpa melakukan apapun. Namun Karin tidak menyerah. ia meremas, mencubit dan menarik puncak atas dadanya dengan keras dan berharap Kekasihnya lepas kendali.

Rafasa diam dan memejamkan matanya. Ia mencoba untuk menenangkan diri dan tidak ingin melihat keindahan yang dipajang di depan mata. Tubuhnya terasa panas saat Karin membuka lebar kakinya dan memperlihatkan areal pribadinya yang menggoda. Namun dengan cepat ditepisnya pikiran kotor yang sudah memenuhi tempurung kelapanya.

"Sayang jangan seperti ini." Raffasa memegang tangan Karin.

Karin tersenyum dan mencium bibir kekasihnya dengan buas. Seperti apa yang sudah direncanakan, Rafasya harus masuk ke dalam perangkatnya. Ia tidak akan pernah rela dan mau melepaskan pria yang begitu sangat dicintainya.

Apa yang tawarkan Karin sungguh tidak mampu ditolaknya. Ia membalas

dengan tidak kalah panasnya dengan tangan yang sudah meraba bagian dada kekasihnya.

Karin tersenyum ketika melepaskan bibir kekasihnya. Kini tangannya mulai bermain-main di pangkal paha milik Rafasya.

Rafasya memegang tangan Karin dan menjauhkan dari barang miliknya. Pria itu tidak ingin lepas kendali dan masih bisa menjaga prinsip yang selalu dipertahankannya.

"Apa benar, Abang gak mau coba bang. Ini rasanya sangat enak." Karin tidak lelah untuk merayu kekasihnya.

"Karin kamu mabuk." Rafasya berkata dengan nafas tersengal-sengal.

"Aku memang mabuk bang, aku dimabukkan cinta abang." Karin tertawa kering.

"Jangan seperti ini Karin, kamu mabuk."

Dengan cepat dipegangnya tangan kekasihnya dan menyelimuti tubuh wanita tersebut. Dipeluknya tubuh Karin, agar bisa memberikan rasa tenang. Rafasa hanya diam dan mengusap kepala Kekasihnya hingga tertidur.

Dihubunginya nomor ponsel milik manajer Karin, melalui telepon seluler milik sang artis. Dengan cepat, sambungan telepon diangkat si pemilik nomor.

Setelah berbicara dengan si pemilik nomor, Rafasya menutup sambungan telepon, setelah mendengar jawaban di seberang sana.

Hanya diam dan terpaku, menatap sosok yang begitu sangat menyediakan tersebut. Melihat Karin seperti ini, membuatnya merasa bersalah.

Dilihatnya jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Kenapa dia lama sekali," kata Rafasya setelah cukup lama menunggu manajer Jessy datang.

"Mas Rafasya."

Rafasya yang sedang larut dalam pikirannya, terkejut ketika mendengar suara manajer Jessy. "Aku senang, kamu sudah datang. Aku ingin kamu menjaganya. Jangan tinggalkan dia sendiri."

"Baik mas," jawabnya.

"Abang pulang dulu ya Karin." Diusapnya kepala Karin dan mencium kening.

Manager Jessy hanya diam memandang Rafasya. Melihat Artisnya seperti ini, ia begitu sangat kasihan.

"Bila pagi besok, dia bangun dan mencari ku, Katalan aku baru saja pulang, dan kamu baru saja datang," pesan Rafasya.

"Baik mas," jawab Jessy. Ia meletakkan botol minum mineral miliknya di atas meja yang ada di samping tempat tidur Karin.

Setelah manajer Jessy datang, kini ia bisa tenang meningkatkan kekasihnya. Rafasya mengambil botol minum mineral yang diberikan Karin untuk diminum di dalam mobil. Ia kemudian pergi tanpa memasangkan baju Karin terlebih dahulu.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status