Pakaian yang disiapkan istrinya, tidak dipakainya. Pria itu hanya diam dan termenung. Saat ini yang ada di dalam pikirannya hanyalah Karin.
"Bagaimana kabar Karin saat ini?" Pernikahan yang dilakukannya sudah pasti melukai hati wanita yang masih menjadi kekasihnya. Berada dalam kondisi seperti ini, membuatnya frustasi .sedangkan Cinta yang berada di dalam kamar mandi, berusaha untuk menenangkan dirinya.Tidak diduganya jika Rafasya akan keluar dengan tampilan polos seperti itu. "Apa dia ingin membunuh ku." Wajahnya masih pucat karena melihat ulah suaminya. Diusapnya kening yang memerah dan sedikit bengkak.Tiba-tiba saja Cinta merasa panik yang luar biasa. Saat ini dia sudah membayangkan seperti apa nanti malam pertamanya dengan Rafasya. "Siap nggak siap harus siap." Cinta mengingatkan dirinya sendiri karena sekarang ia seorang istri yang memang sudah memiliki kewajiban untuk melayani suaminya.Setelah cukup lama menenangkan diri wanita itu akhirnya memandi dan membersihkan tubuhnya. Apa saja yang diperintahkan oleh sang Mama mertua diikutinya. Cinta memakai pakaian yang diberikan oleh sang mertua. Kemudian ia sedikit merias wajahnya dan memakai parfum. Sedangkan rambut, dibiarkan tergerai dan basah.Cinta berdiri di depan cermin besar dan memandang pantulan dirinya. Ia sudah terlihat sangat cantik dengan memakai mini dress berwarna putih transparan, dengan tali spaghetti. Betapa malunya, ketika menyadari seperti apa tampilannya.Jila suaminya melihat tampilannya, entah apa penilaian pria dingin tersebut. Ada rasa ragu ketika akan keluar dari kamar mandi. "Apa aku harus mengganti pakaian saja," kata Cinta dengan penuh keraguan.Wajahnya sudah terlihat sangat cantik. Penampilannya juga seksi dan menggoda. Cinta menggigit bibir bawahnya, dengan terus berpikir. "Dia sudah menjadi suamiku, jadi berpenampilan seperti ini tidak apa-apa dan bahkan pahala." Cinta meyakinkan dirinya dan menguatkan tekadnya. Setelah yakin, Cinta keluar dari dalam kamar mandi dan menuju ke kamarnya.Betapa terkejutnya, ketika melihat suaminya. Cinta hanya diam dan berdiri mematung, memandang Rafasya yang sudah berpakaian rapi seperti ini. Baju kemeja pendek tangan, berwarna abu-abu pekat dan celana jeans berwarna hitam."Aku Akan keluar, untuk makan malam. Untuk makan malam kamu, sudah ada di atas meja." Rafasya berbicara dengan sorot mata yang tajam. Seakan pria itu ingin menguliti istrinya hidup-hidup.Cinta diam saat mendengar ucapan suaminya. Dadanya terasa sangat sakit dan juga sesak. Air matanya seakan ingin menetes keluar, namun sekuat tenaga ditahannya agar cairan bening itu tidak membasahi pipinya. "Abang mau ke mana?" tanya Cinta terpatah-patah. Kalimat itu begitu sangat menyakitkan ketika keluar dari bibirnya.""Kau tuli, bukankah aku sudah mengatakan kalau aku akan makan malam bersama dengan Karin." Rafasya mengeraskan suaranya hingga Cinta terkejut."Kau pikir, aku tertarik melihat kau berpakaian seperti ini? Bahkan jika kau telanjang bugil di depan ku, aku tidak akan terlihat untuk menyentuh mu. Kau terlihat menjijikkan dan persis seperti jalang." Setelah mengatakan itu, ia pergi meninggalkan istrinya yang masih berdiri dan mematung.Cinta diam tanpa berkata apa-apa.Tatapan matanya tidak berkedip sedikitpun ketika melihat punggung lebar milik suaminya, dengan mata yang berkaca-kaca. Ditatapnya pintu yang saat ini tertutup rapat, ketika Rafasa keluar dari pintu."Ini benar-benar sangat menyakitkan." Cinta menekan dadanya yang terasa amat sakit dan sesak. Kalimat yang keluar dari mulut suaminya, bagaikan belati yang menghujam jantungnya.*Rafasa berjalan dengan tergesa-gesa keluar dari hotel. Tidak butuh waktu lama, ia sudah berada di parkiran dan langsung masuk ke dalam mobil. Dikeluarkannya ponsel dari dalam saku celananya. Dihubungi nomor ponsel milik kekasihnya berulang-ulang kali, Namun tidak ada jawaban sama sekali. "Mengapa Karin tidak mengangkatnya." Rafasya Begitu sangat mencemaskan kondisi Karin saat ini.Ia mengusap wajahnya dengan sangat kasar. Dinyalakannya mesin mobil dan pergi meninggalkan parkiran hotel. Setelah membaca pesan yang dikirimkan Karin, pria itu semakin mencemaskan kondisi kekasihnya. "Aku tidak akan pernah bisa memanfaatkan diriku sendiri, bila terjadi sesuatu yang buruk terhadap kamu Karin. Aku akan memberikan pelajaran untuk wanita itu." Digenggamnya stir mobil dengan keras hingga urat tangganya keluar.Dikemudikannya mobil dengan kecepatan tinggi. Suara klakson mobil tidak ada henti-hentinya dibunyikan, setiap kali ada kendaraan di depan yang menghalangi laju mobilnya. Saat ini, hanya Karin yang ada dibenak pikirannya. Ia sudah tidak sabar ingin secepatnya sampai di apartemen milik Karin.Mobil milik Rafasya berhenti di parkiran apartemen. Dengan sangat cepat, ia turun dari dalam mobil dan berlari masuk kedalam gedung apartemen. Rafasya naik lift dan langsung ke kamar apartemen milik Karin.Pria itu tidak menekan tombol bel namun langsung menekan pin pintu dan masuk ke dalam apartemen saat pintu terbuka. Apartemen ini dibelikannya untuk Karin, ia juga yang sudah membuat kode pin pintup sehingga sangat mudah untuk dirinya masuk ke dalam.Saat ini kondisi didalam apartemen sangat gelap tanpa ada cahaya penerangan sama sekali. Ia berjalan dengan meraba dinding dan mencari sekring lamu."Bodoh, hal seperti ini saja aku bisa lupa." Rafasa memaki dirinya sendiri. Ia baru teringat memakai senter di ponselnya. Dikeluarkannya ponsel dari dalam saku celananya dan menyalakan senter. Ditekannya sekring lampu yang berada di dekatnya berdiri saat ini."Karin... Karin... Karin..." Rafasya memanggil nama kekasihnya dan sedikit berlari menuju kamar milik Karin. Dibukanya pintu kamar dan melihat keadaan gelap didalam. Dari ambang pintu tempat berdiri, ia sudah mencium aroma alkohol yang menyengat. Dinyalakan lampu kamar dan melihat botol minuman yang berserak di lantai dan juga pecahan kaca dari botol minuman yang sengaja dipecahkan.Melihat kondisi kamar yang seperti ini, sudah bisa diketahui apa yang sedang terjadi. Karin mengamuk dan menghancurkan semua barang yang ada di dalam kamarnya. Bahkan botol minuman dan serpihan kaca berserakan di lantai. Dadanya terasa sakit dan sesak, ketika melihat wanita yang dicintainya menderita seperti ini. Rafasa Melangkahkan kakinya menuju ke tempat tidur . Matanya terbuka lebar saat melihat Karin yang tidak memakai sehelai benangpun."Karin, jangan seperti ini." Dengan cepat ditutupinya tubuh wanita itu dengan selimut."Ini mimpi." Karin berbicara dengan nada orang yang sedang ngelantur.Rafasya menggelengkan kepalanya. "Ini tidak mimpi, ini Abang, Karin,"Karin tertawa lepas ketika mendengar apa yang dikatakan Rafasya. Dengan sengaja di buangnya selimut yang menutupi tubuhnya. Diletakkannya tangan Rafasya di atas dadanya yang berisi dan padat. "Abang sudah datang ke sini, aku akan menggantikan tugas dia bang. Aku tidak akan mengecewakan Abang. Aku tidak ingin Abang menyentuh dia. Aku tidak ingin."***Apa yang dilakukan Karin membuat dirinya seakan kehilangan akal sehatnya. Laki-laki mana yang mampu menolak apa yang ditawarkan oleh wanita yang dicintainya. Agar tidak lepas kendali, ia menarik tangannya dan kembali menyelimuti tubuh polos kekasihnya."Abang, lakukan bang, lakukan." Diciumnya bibir Rafasya dengan buas dan penuh hasrat. Ia tidak pernah menyangka, bahwa kisah percintaannya dengan pria yang begitu sangat dicintainya, akan seperti ini. "Kenapa Abang tidak membalas, apa Abang sudah tidak cinta aku lagi. Apa secepat ini, Abang melupakan aku." Karin menangis. Ia kecewa, ketika Rafasya tidak membalas ciuman yang diberikannya.Rafasya menggelengkan kepalanya. "Abang tidak mencintai dia. Cinta abang hanya untuk Karin." Ditatapnya wajah cantik Karin yang sudah berantakan. "Abang bilang tidak cinta dia, tapi abang menikah dengan dia." Karin berucap dengan tangan yang di kepalkan. Ia memukul-mukul dada Rafasya dengan tenang yang lemah. Posisinya terancam dengan kehadiran Ci
Cinta hanya diam dan duduk termenung di meja makan. Dipandangnya hidangan lezat yang tertata rapi di atas meja makan. Sejak tadi ia hanya diam dan memandang hidangan tersebut hingga mendingin. Seharusnya malam ini momen makan malam perdananya dengan suaminya. Namun semua itu hanya mimpi karena pada kenyataannya wanita cantik tersebut hanya duduk seorang diri sambil memandangi lilin kecil yang yang akan padam dengan sendirinya karena sudah habis mencair. Setelah kepergian Rafasya, Cinta hanya diam dan menangis dan berharap rasa sakitnya bisa berkurang dengan menangis seperti. Pikirannya mundur jauh ke belakang. Kenangan di saat kedua orang tuanya mengantarkan Cinta ke Jakarta untuk kuliah, menjadi momen pertemuan sang papa dengan sahabat lamanya yang merupakan Erik, papa dari Rafasya. Cinta tidak menyangka bahwa ternyata sebelum pergi, kedua orang tua Rafasya meminta untuk menjodohkan Cinta dan Rafasya. Padahal mereka tahu jika putra mereka sudah memiliki kekasih yang bernama Karina.
"Aku akan melakukan apa yang kamu inginkan. Bukankah kamu sangat menginginkan ini?" Rafasya mengangkat sudut bibirnya sebelah kanan. Dengan sangat keras digenggamnya benda berbentuk Buki tersebut."Enggak bang, jangan kuat-kuat sakit." Cinta meringis merasakan sakit ketika suaminya menggenggamnya dengan sangat kuat dan kasar."Jangan bohong, kau pasti sangat menyukai ini. Aku sangat tidak suka wanita munafik seperti kau. Jadi akui saja, bukankah kau begitu sangat menginginkan ini." Rafasya semakin menggenggam dengan sangat kuat."Abang, tolong lepasin." Cinta meringis."Apa gunanya kau, memakai pakaian yang begitu sangat menggoda seperti ini, bila tidak untuk menggoda dan merayu ku. Bukankah ini yang kau inginkan. Aku hanya ingin mencicipi barang ku. Aku ingin tahu, apa milik mu enak dan bisa membuat aku puas dan candu. " Rafasya menarik Mini dress istrinya ke atas. Dibukanya kain pelindung berbentuk segitiga berwarna hitam dengan sangat kasar. Tangannya sebelah kiri, berada di lehe
Cinta berusaha untuk mengeraskan suaranya. Namun tetap saja suaranya tidak keluar. Tangan lebar Rafasya dengan keras menekan batang lehernya. Rafasya melepaskan tangannya di leher istrinya ketika melihat kondisi wanita itu sudah semakin melemah. Tidak ada kelembutan dan tidak ada rasa kasihan. Hatinya seakan mati. Yang ada hanya rasa bahagia dan senang saat mendengar jeritan dan suara tangis kesakitan wanita yang sangat di bencinya. Entah sudah berapa kali dan sudah berapa jam ia melakukan penyatuan terhadap istrinya. Rafasya baru menghentikan permainannya ketika benar-benar merasa puas. Meskipun tahu ini merupakan pengalaman pertama untuk Cinta, namun pria itu tetap melakukannya dengan kasar dan tanpa ada rasa kasihan. Dilihatnya Cinta yang sudah terkulai lemas dan tidak sadarkan diri. Wajahnya pucat, bibir putih dan kering. Di sudut bibir kiri dan kanan, ada sisa darah yang sudah mengering. Tubuh wanita itu tampak menyedihkan. Kulitnya yang putih, meninggalkan jejak tangan yan
Belum membaca isinya saja, Cinta sudah terkena serang jantungan. Tiba-tiba saja dadanya terasa sakit dan sulit untuk bernapas. "Mau sampai kapan kau termenung." Rafasya jengah melihat ekspresi wajah istrinya. Cinta diam dan memandang kertas di tangannya. Meskipun tidak tertarik untuk mengetahui isi dari kertas itu, namun tetap harus di bacanya.Surat perjanjian nikah.Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan akan bertanggung jawab dan menerima sanksi jika saya melanggar isi perjanjian yang sudah di sepakati. Saat ini saya dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Saya melakukan ini semua dengan sadar dan tanpa ada paksaan. Nama : Cinta HanifahUmur : 21 tahunStatus : mahasiswa Tempat, tgl lahir : Yogjakarta, 25 Juli 2002. Isi perjalanan sebagai berikut :"Poin 1. Saya, Cinta Hanifah, tidak akan pernah menginjakkan kaki di perusahaan yang di pimpin suami saya, Rafasya Wijaya. Terkecuali jika di perintahkan." Cinta membaca dengan suara yang sangat pelan dan hanya bisa dide
"Tidak," jawab Rafasya tegas. Dengan sengaja menolak permintaan sang istri untuk menyimpan isi perjanjian. Karena dia takut akan dilaporkan dan ditunjukkan bukti itu kepada orang tuanya.Cinta diam dan menekan dadanya yang terasa sakit. Setelah diam beberapa saat, barulah ia melanjutkan membaca.Poin 7. Saya, Cinta Hanifah, tidak diperbolehkan bertemu dengan kedua mertua dengan alasan apapun. Terkecuali jika mendapatkan izin dari suami atau pergi bersama dengan suami saya, Rafasya Wijaya. Cinta Hanifah juga tidak dibenarkan melakukan hubungan lewat telepon seluler dan lainnya. Selama menjadi istri dari Rafasya, saya tidak diperbolehkan untuk berhubungan dengan teman, sahabat, atau orang-orang yang dianggap saudara sekalipun."Cinta meremas dress yang di pakainya. Bagaimana mungkin ia bisa melakukan hal ini terhadap kedua mertua yang sudah seperti orang tuanya sendiri. Hanya Kepada mereka tempat Cinta mengadu dan berlindung. Namun suaminya dengan sengaja memutuskan hubungannya dengan
"Kau tidak mendengar apa yang aku katakan?" Rafasya kesal saat melihat Cinta masih duduk di sofa. Sedangkan pria itu sudah tidak sabar untuk segera pulang dan kemudian ke apartemen Karin, untuk melihat kondisi wanita yang sangat dicintainya.Kondisi tubuh Cinta sangat tidak baik. Kepala pusing, tubuh lemah bahkan tidak memiliki tenaga sama sekali. Mungkin karena tidak makan sejak siang semalam. Belum lagi rasa sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Bahkan tulangnya terasa remuk. Untuk bagian kewanitaannya, jangan di tanya seperti apa rasa sakit dan perihnya. Kalau boleh jujur, seperti luka koyak yang terbuka lebar dan darah mengalir dari luka tersebut. Apakah rasa sakit yang dirasakannya jauh lebih sakit dari pada rasa sakit yang di rasakan wanita yang buka segel pada umumnya. Atau hanya Cinta saja yang terlalu cengeng dan tidak tahan merasakan sakit seperti saat ini. Pertanyaan seperti itu, muncul di tempurung kelapanya.Rasa takut membuatnya harus menepikan rasa sakit. Dengan s
Wajah Cinta yang sudah pucat, menjadi semakin pucat saat mendengar perkataan suaminya. Bukan dia tidak ingin berjalan cepat ataupun berlari. Namun kondisi tubuhnya yang tidak memungkinkan. Saat ini tangan kanannya menentang tas yang berisi pakaian dan barang-barang pribadi miliknya dan Rafasya. Sedangkan tangan kiri, terus memegang kepala yang terasa pening. "Kau selalu memancing emosiku." Melihat istrinya hanya diam, membuat emosinya semakin meningkat. "Lihat saja, aku akan membuat perhitungan dengan mu, jika terjadi hal buruk terhadap Karin, ku." Pria itu kemudian masuk ke dalam lift. Sedangkan Cinta hanya diam berdiri di depan pintu lift. Ia sungguh tidak tahu apa yang harus dilakukannya."Hai bodoh, cepat masuk." Rafasya sedikit berteriak. Karena dia yakin tidak akan ada yang mendengar suaranya di sini. Tanpa menjawab, wanita itu masuk ke dalam lift dan berdiri di belakang Rafasya. Dadanya berdegup dengan cepat ketika pria itu memegang tangannya. Dan mengajaknya untuk keluar d