Menikah dengan pria yang begitu sangat di cintai, sudah menjadi impian semua wanita. Begitu juga dengan Cinta yang saat ini berusia 21 tahun.
Setelah acar pernikahan mewah di hotel selesai terselenggara, kini ia berada di dalam kamar pengantin bersama suami tercinta.Namun berbeda dengan Rafasya Wijaya, menikah karena perjodohan, membuat pria itu semakin membenci wanita yang sudah menjadi istrinya. Rafasya, hanya diam memandang Cinta dengan tatapan tajam. Dari sorot matanya, terlihat, bahwa ia tidak menyukai wanita yang baru saja dihalalkannya.Cinta tertunduk malu saat sang suami memandang ke arahnya. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya. Wanita cantik itu tidak sanggup mengangkat kepala dan memandang wajah pria yang sudah berstatus suaminya."Apa yang akan dilakukannya." Cinta membatin. Wanita itu panaik, jantungnya, seakan mau lepas dari tempatnya, ketika melihat sang suami membuka jas. Keringat mulai bercucuran di pelipis keningnya. Mungkin impiannya terlalu tinggi dan berharap pria itu memandangnya.Setelah membuka jas, Rafasya membuka kemeja putih yang di pakainya dan kemudian celana panjang berwarna hitam, berbahan kain. Ia hanya menyisakan celah pendek dan kemudian berjalan ke kamar mandi. Kehadiran Cinta di dalam kamar ini, tidak dihiraukannya. Tubuhnya gerah dan ingin menenangkan pikirannya di bawah cucuran air shower.Pria yang memiliki tinggi badan 180 cm itu pergi meninggalkan istrinya tanpa berkata-kata apa-apa. Ia egan untuk menyebut nama wanita yang sudah halal untuknya. Cinta Haniya, nama yang disebutnya ketika mengucapkan ijab Kabul. Ia merasa geli sendiri bila harus memanggil nama istrinya, Cinta. Di panggil Hani buat emosi. Entah mengapa nama itu, begitu sangat tidak mengenakkan untuk disebut."Bang, tunggu." Akhirnya Cinta bersuara.Rafasya tidak menghiraukan Cinta memanggilnya. Ia tetap diam dan terus berjalan ke kamar mandi."Apa dia tidak melihat aku, atau dia tidak menganggap aku ada." Cinta berkata saat melihat suaminya tidak menjawab dan menghiraukannya.Cinta menarik napas panjang dan kemudian menghempaskan secara kasar. "Akhirnya aku bisa bernafas juga. Didekat dia, kenapa rasanya sangat sulit untuk bernapas." Cinta berkata sendiri dengan bibir bawah yang maju ke depan. Dicuekin suami, rasanya sangat malu namun ia lega ketika pria itu sudah tidak berdiri di dekatnya."Apa di dalam kamar mandi, ada handuk? Mungkin ada," pikirnya positif. Bisa saja petugas hotel sudah menyiapkan handuk di dalam kamar mandi. Rafasya yang sudah terbiasa keluar masuk hotel, pasti paham akan hal ini. Berbeda dengan Cinta yang tidak pernah memijakkan kakinya dikamar hotel berbintang.Kamar hotel ini begitu sangat mewah. Nuansa romantis dan aroma bunga, begitu sangat memanjakan Indra penciumannya. Dibukanya gaun yang melekat indah di tubuhnya. Melihat gaun yang dipakainya, mengingatkan Cinta saat membuat gaun pengantin ini. Gaun Pengantin Ini hasil rancangannya sendiri. Selain merancangnya, dia juga yang langsung menjahit. Sebagai seorang mahasiswa designer busana, tidak Sulit baginya untuk merancang gaun pernikahan.Senyum mengembang di bibirnya, disaat mengingat orang pertama yang memakai gaun pernikahan dari hasil rancangannya, dirinya sendiri. Melihat wajahnya yang begitu sangat cantik bak seorang putri raja, membuat Cinta tersenyum. Senyum manis diwajahnya berubah seketika saat mengingat sang suami yang tidak melihatnya sama sekali.Selama ini Cinta hanya mencintai, pria itu dalam diam. Ia hanya berani memperhatikan pria itu secara curi-curi. Menikah dengan Rafasya, tidak pernah terbayang olehnya. Pria itu begitu sangat sempurna. Rasanya tidak mungkin bisa untuk disentuhnya. Namun nasib mujur berpihak kepadanya. Kedua orang tua, Rafasya, memaksa Cinta untuk menikah dengan pria pujaan hatinya. Meskipun sudah berulang kali menolak dengan berbagai alasan, akhirnya Cinta menerima dan menyetujui pernikahan tersebut.Setelah membuka pakaian, membersihkan makeup dan memakai handuk. Cinta duduk di atas tempat tidur sambil menunggu suaminya keluar dari dalam kamar mandi. "Mengapa dia lama sekali?" Tanya Cinta dalam hati. Tatapan matanya hanya tertuju kearah kamar mandi. Padahal Rafasya sudah lama masuk ke dalam kamar mandi."Apa aku harus melihatnya ke sana, tidak usah, dia pasti akan marah." Cinta hanya diam tanpa berani untuk memanggil. Masih teringat ketika Rafasya menatapnya, terlihat bahwa pria itu sangat marah dan tidak menyukainya.Wanita cantik itu duduk dengan gelisah. Tatapan matanya, terus memandang ke arah kamar mandi. Rasa lega dan gugup kembali menyerangnya, Ketika mendengar suara pintu yang terbuka. Dirasakannya, detak jantung yang berdegup dengan sangat hebatnya, ketika melihat suaminya keluar dari kamar mandi. Cinta menutup matanya dengan kedua telapak tangan.Tanpa ada rasa malu, ia berjalan tanpa ada sehelai benang menempel di kulitnya yang putih dan bersih. Meskipun di dalam kamar ada Cinta yang merupakan istrinya, namun ia tidak perduli."Ini pakaian abang, Cinta mandi dulu." Ia berkata dengan terbata-bata dan menundukkan kepala. Matanya, tetap terpejam. Sungguh malu ketika melihat tubuh polos nan sempurna tersebut.Lagi-lagi pria itu tidak berkata apa-apa. Ia hanya memandang istrinya dengan tatapan tajam. Sikap Cinta yang sok polos, lugu dan pemalu seperti ini, membuatnya muak.Dengan cepat, Cinta beranjak dari atas tempat tidur dan sedikit berlari untuk menjauh dari sang suami. Wanita itu meringis kesakitan saat terjatuh dan tersungkur. Wajah Cinta semakin merah menahan rasa malu dan juga sakit di keningnya karena terbentur. Dengan cepat ia kembali berdiri dan mengambil tas kecil yang berisi baju ganti dan alat makeup yang akan dipakainya nanti dikamar mandi.Rafasya hanya diam tanpa berniat untuk membantu istrinya berdiri. Tatapan matanya terus memandang Cinta yang sudah pergi ke kamar mandi."Sialan." Rafasya marah dan kesal. Dengan emosi yang tertahan, pria itu meninju angin. Namun hal ini belum bisa menyalurkan rasa emosinya. Setiap kali melihat wajah Cinta, ia semakin muak.Berkali-kali ditinjunya dinding hingga buku-buku janinnya memerah. Rafasya menghentikan aksinya setelah tangannya terasa sakit dan pedih. "aku benci dengan malam terkutuk ini," geramnya. Pernikahannya bersama dengan Cinta, sama sekali tidak diinginkannya, namun kedua orang tuanya memaksa dengan alasan kolot, perjodohan. Setelah berulang kali menolak, akhirnya Rafasya menerima perintah dari kedua orangtuanya. Ancaman jabatan dan ahli waris, yang membuatnya harus menerima pernikahan terkutuk ini."Dasar wanita munafik. Sok baik, sok lugu dan sok polos. Aku yakin kau tidak sebaik yang di katakan orang tua ku. Kau wanita kotor yang hanya mengejar harta keluarga ku. Mau seperti apapun kamu berusaha mendapatkan hati aku, aku tidak mungkin bisa mencintai kamu. Karena dalam hatiku hanya ada Karin. Pernikahan ini terjadi karena paksaan saja." Rafasya sudah menyusun rencana untuk rumah tangganya nanti.**Pakaian yang disiapkan istrinya, tidak dipakainya. Pria itu hanya diam dan termenung. Saat ini yang ada di dalam pikirannya hanyalah Karin. "Bagaimana kabar Karin saat ini?" Pernikahan yang dilakukannya sudah pasti melukai hati wanita yang masih menjadi kekasihnya. Berada dalam kondisi seperti ini, membuatnya frustasi .sedangkan Cinta yang berada di dalam kamar mandi, berusaha untuk menenangkan dirinya. Tidak diduganya jika Rafasya akan keluar dengan tampilan polos seperti itu. "Apa dia ingin membunuh ku." Wajahnya masih pucat karena melihat ulah suaminya. Diusapnya kening yang memerah dan sedikit bengkak.Tiba-tiba saja Cinta merasa panik yang luar biasa. Saat ini dia sudah membayangkan seperti apa nanti malam pertamanya dengan Rafasya. "Siap nggak siap harus siap." Cinta mengingatkan dirinya sendiri karena sekarang ia seorang istri yang memang sudah memiliki kewajiban untuk melayani suaminya.Setelah cukup lama menenangkan diri wanita itu akhirnya memandi dan membersihkan tubuhny
Apa yang dilakukan Karin membuat dirinya seakan kehilangan akal sehatnya. Laki-laki mana yang mampu menolak apa yang ditawarkan oleh wanita yang dicintainya. Agar tidak lepas kendali, ia menarik tangannya dan kembali menyelimuti tubuh polos kekasihnya."Abang, lakukan bang, lakukan." Diciumnya bibir Rafasya dengan buas dan penuh hasrat. Ia tidak pernah menyangka, bahwa kisah percintaannya dengan pria yang begitu sangat dicintainya, akan seperti ini. "Kenapa Abang tidak membalas, apa Abang sudah tidak cinta aku lagi. Apa secepat ini, Abang melupakan aku." Karin menangis. Ia kecewa, ketika Rafasya tidak membalas ciuman yang diberikannya.Rafasya menggelengkan kepalanya. "Abang tidak mencintai dia. Cinta abang hanya untuk Karin." Ditatapnya wajah cantik Karin yang sudah berantakan. "Abang bilang tidak cinta dia, tapi abang menikah dengan dia." Karin berucap dengan tangan yang di kepalkan. Ia memukul-mukul dada Rafasya dengan tenang yang lemah. Posisinya terancam dengan kehadiran Ci
Cinta hanya diam dan duduk termenung di meja makan. Dipandangnya hidangan lezat yang tertata rapi di atas meja makan. Sejak tadi ia hanya diam dan memandang hidangan tersebut hingga mendingin. Seharusnya malam ini momen makan malam perdananya dengan suaminya. Namun semua itu hanya mimpi karena pada kenyataannya wanita cantik tersebut hanya duduk seorang diri sambil memandangi lilin kecil yang yang akan padam dengan sendirinya karena sudah habis mencair. Setelah kepergian Rafasya, Cinta hanya diam dan menangis dan berharap rasa sakitnya bisa berkurang dengan menangis seperti. Pikirannya mundur jauh ke belakang. Kenangan di saat kedua orang tuanya mengantarkan Cinta ke Jakarta untuk kuliah, menjadi momen pertemuan sang papa dengan sahabat lamanya yang merupakan Erik, papa dari Rafasya. Cinta tidak menyangka bahwa ternyata sebelum pergi, kedua orang tua Rafasya meminta untuk menjodohkan Cinta dan Rafasya. Padahal mereka tahu jika putra mereka sudah memiliki kekasih yang bernama Karina.
"Aku akan melakukan apa yang kamu inginkan. Bukankah kamu sangat menginginkan ini?" Rafasya mengangkat sudut bibirnya sebelah kanan. Dengan sangat keras digenggamnya benda berbentuk Buki tersebut."Enggak bang, jangan kuat-kuat sakit." Cinta meringis merasakan sakit ketika suaminya menggenggamnya dengan sangat kuat dan kasar."Jangan bohong, kau pasti sangat menyukai ini. Aku sangat tidak suka wanita munafik seperti kau. Jadi akui saja, bukankah kau begitu sangat menginginkan ini." Rafasya semakin menggenggam dengan sangat kuat."Abang, tolong lepasin." Cinta meringis."Apa gunanya kau, memakai pakaian yang begitu sangat menggoda seperti ini, bila tidak untuk menggoda dan merayu ku. Bukankah ini yang kau inginkan. Aku hanya ingin mencicipi barang ku. Aku ingin tahu, apa milik mu enak dan bisa membuat aku puas dan candu. " Rafasya menarik Mini dress istrinya ke atas. Dibukanya kain pelindung berbentuk segitiga berwarna hitam dengan sangat kasar. Tangannya sebelah kiri, berada di lehe
Cinta berusaha untuk mengeraskan suaranya. Namun tetap saja suaranya tidak keluar. Tangan lebar Rafasya dengan keras menekan batang lehernya. Rafasya melepaskan tangannya di leher istrinya ketika melihat kondisi wanita itu sudah semakin melemah. Tidak ada kelembutan dan tidak ada rasa kasihan. Hatinya seakan mati. Yang ada hanya rasa bahagia dan senang saat mendengar jeritan dan suara tangis kesakitan wanita yang sangat di bencinya. Entah sudah berapa kali dan sudah berapa jam ia melakukan penyatuan terhadap istrinya. Rafasya baru menghentikan permainannya ketika benar-benar merasa puas. Meskipun tahu ini merupakan pengalaman pertama untuk Cinta, namun pria itu tetap melakukannya dengan kasar dan tanpa ada rasa kasihan. Dilihatnya Cinta yang sudah terkulai lemas dan tidak sadarkan diri. Wajahnya pucat, bibir putih dan kering. Di sudut bibir kiri dan kanan, ada sisa darah yang sudah mengering. Tubuh wanita itu tampak menyedihkan. Kulitnya yang putih, meninggalkan jejak tangan yan
Belum membaca isinya saja, Cinta sudah terkena serang jantungan. Tiba-tiba saja dadanya terasa sakit dan sulit untuk bernapas. "Mau sampai kapan kau termenung." Rafasya jengah melihat ekspresi wajah istrinya. Cinta diam dan memandang kertas di tangannya. Meskipun tidak tertarik untuk mengetahui isi dari kertas itu, namun tetap harus di bacanya.Surat perjanjian nikah.Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan akan bertanggung jawab dan menerima sanksi jika saya melanggar isi perjanjian yang sudah di sepakati. Saat ini saya dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Saya melakukan ini semua dengan sadar dan tanpa ada paksaan. Nama : Cinta HanifahUmur : 21 tahunStatus : mahasiswa Tempat, tgl lahir : Yogjakarta, 25 Juli 2002. Isi perjalanan sebagai berikut :"Poin 1. Saya, Cinta Hanifah, tidak akan pernah menginjakkan kaki di perusahaan yang di pimpin suami saya, Rafasya Wijaya. Terkecuali jika di perintahkan." Cinta membaca dengan suara yang sangat pelan dan hanya bisa dide
"Tidak," jawab Rafasya tegas. Dengan sengaja menolak permintaan sang istri untuk menyimpan isi perjanjian. Karena dia takut akan dilaporkan dan ditunjukkan bukti itu kepada orang tuanya.Cinta diam dan menekan dadanya yang terasa sakit. Setelah diam beberapa saat, barulah ia melanjutkan membaca.Poin 7. Saya, Cinta Hanifah, tidak diperbolehkan bertemu dengan kedua mertua dengan alasan apapun. Terkecuali jika mendapatkan izin dari suami atau pergi bersama dengan suami saya, Rafasya Wijaya. Cinta Hanifah juga tidak dibenarkan melakukan hubungan lewat telepon seluler dan lainnya. Selama menjadi istri dari Rafasya, saya tidak diperbolehkan untuk berhubungan dengan teman, sahabat, atau orang-orang yang dianggap saudara sekalipun."Cinta meremas dress yang di pakainya. Bagaimana mungkin ia bisa melakukan hal ini terhadap kedua mertua yang sudah seperti orang tuanya sendiri. Hanya Kepada mereka tempat Cinta mengadu dan berlindung. Namun suaminya dengan sengaja memutuskan hubungannya dengan
"Kau tidak mendengar apa yang aku katakan?" Rafasya kesal saat melihat Cinta masih duduk di sofa. Sedangkan pria itu sudah tidak sabar untuk segera pulang dan kemudian ke apartemen Karin, untuk melihat kondisi wanita yang sangat dicintainya.Kondisi tubuh Cinta sangat tidak baik. Kepala pusing, tubuh lemah bahkan tidak memiliki tenaga sama sekali. Mungkin karena tidak makan sejak siang semalam. Belum lagi rasa sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Bahkan tulangnya terasa remuk. Untuk bagian kewanitaannya, jangan di tanya seperti apa rasa sakit dan perihnya. Kalau boleh jujur, seperti luka koyak yang terbuka lebar dan darah mengalir dari luka tersebut. Apakah rasa sakit yang dirasakannya jauh lebih sakit dari pada rasa sakit yang di rasakan wanita yang buka segel pada umumnya. Atau hanya Cinta saja yang terlalu cengeng dan tidak tahan merasakan sakit seperti saat ini. Pertanyaan seperti itu, muncul di tempurung kelapanya.Rasa takut membuatnya harus menepikan rasa sakit. Dengan s