"Eh, udah pulang? Gimana tadi nontonnya?"Agatha turun dari mobil, langsung disambut dengan senyum lebar Handira. Wajah itu nampak begitu sumringah berbanding terbalik dengan Agatha yang wajahnya keruh dengan ekspresi kesal."Nggak asik!" Jawab Agatha singkat lalu ngeloyor pergi, berbagai masuk ke dalam rumah. "Loh ... Loh! Kok langsung masuk gimana sih, Tha? Ini masih ada Kelvin!" Teriak Handira heboh, sementara Kelvin yang sudah berdiri di depan mobil hanya nyengir lebar. "Nggak apa-apa kok, Tan. Kelvin mau pa--.""Kok langsung mau pulang, Vin? Makan malam di sini dulu, ya?" Potong Handira cepat. "Maaf kalo Agatha tadi tantrum, kamu yang sabar ya, Vin. Nanti lama kelamaan nggak kok." Ujar Handira merasa tidak enak. "Santai aja, Tan. Ya mungkin tadi ada hal-hal yang bikin dia nggak nyaman."Handira tersenyum, ia baru saja hendak kembali bersuara, namun Kelvin mendahuluinya. "Kelvin pamit ya, Tan? Mau istirahat. Capek banget rasanya, besok juga sudah harus balik."Jika tadi Handir
"Kalau ternyata kami nggak pernah bahagia, gimana, Ma? Kalau ternyata perjodohan ini cuma buat kami saling merasa tersakiti? Apa pendapat mama?"Agatha menatap serius Handira, ia tak gentar membalas tatapan penuh harap dari mamanya. Senyum Handira sontak lenyap, namun tangan itu masih mengusap puncak kepala Agatha dengan lembut. "Kenapa kamu bisa menyimpulkan begitu?""Karena kami sama sekali nggak kepengen idup sama-sama, Ma! Apalagi dalam satu ikatan pernikahan." Balas Agatha langsung to the point. "Kita beda pandangan, beda generasi, beda segala-galanya dan mama bersikukuh menyatukan kami dengan harapan kami bisa bahagia. Bahagia dari mana?"Agatha sekuat tenaga mengatur nada suaranya. Menahan pula air mata yang bersiap jatuh membasahi pipi. Ia sudah berkali-kali mencoba menjelaskan hal ini, ia tahu kalimatnya barusan tidak akan mempunyai pengaruh yang kuat untuk membuat Handira berubah pikiran, tapi tidak ada salahnya Agatha utarakan kembali kenyataan itu pada Handira! "Kamu tah
"Kamu beneran nggak mau ikut, Ra?" Namira hanya menggeleng sambil menyunggingkan seulas senyum. Ada hal penting yang hendak ia tunggu dan lihat daripada film terbaru yang akan ditonton teman-temannya itu."Serius? Nggak suntuk dari kemaren jaga mulu?" Anin nampak tidak percaya, ia menatap Namira dengan saksama."Serius lah! Ntar kalo aku suntuk juga bakalan neror kalian kusuruh nemenin nonton!" balas Namira sambil tertawa kecil.Nampak teman-temannya saling pandang, mereka lalu menghela napas bersamaan."Okelah, kita mo cabut sekarang nih. Kamu hati-hati balik kostnya!"Kembali Namira hanya tersenyum, ia melambaikan tangan ketika teman-temannya menyeberang menuju halte yang ada di depan rumah sakit. Namira segera merogoh ponsel, ia harus memesan ojek online agar bisa segera sampai di kost.Piikiran Namira berkecamuk. Jujur ia sudah tidak sabar menunggu Kelvin muncul di depan muka Namira. Apa yang hendak lelaki itu katakan? Alasan kenapa dia tidak memberi Namira kabar sampai setengah
"Aahhh!"Kelvin benar-benar sudah terbakar. Ia merasakan benda itu mengeras! Ditatapnya Namira yang nampak payah karena serangannya barusan. Matanya berubah sayu dengan rona wajah memerah. "Bilang kalo kamu sayang aku, Ra!" Kelvin berbisik, sengaja tepat di telinga Namira. Ia ingin membakar gadis itu habis-habisan! Bukannya menjawab, tubuh Namira nampak bergetar, kulitnya meremang membuat Kelvin tersenyum dan kembali meraup bibir itu dengan buas. Tangannya tidak hanya menjelajah dada, kini tangan Kelvin sudah jauh melesat ke bawah, menyentuh bagian yang seharusnya tidak Kelvin sentuh untuk saat ini. Kelvin dengan tiba-tiba melepaskan pagutan. Sorot mata Kelvin nampak berkabut, dengan kasar Kelvin melepas benda yang membungkus tubuh gadisnya, membuatnya jatuh ke lantai dan memperlihatkan Kelvin pemandangan indah itu di depan mata. Namira seperti tersadar. Ia buru-buru menutupi dadanya dengan kedua tangan. Namun bukan Kelvin namanya kalau dia menyerah atau berhenti. Kembali Kelvin m
"Ra, lapsus mu ditunggu dokter Ida di ruangan beliau, ya! Suruh cepet anterin."Namira mengangguk cepat, ia segera bangkit dari kursi dan melangkah keluar ruangan. Di tangannya ada laporan yang diminta dokter Ida dan jangan lupa, di tangan itu pula melingkar gelang emas pemberian Kelvin. Gelang yang kelak akan Kelvin tukar dengan cincin sebagai bukti keseriusan Kelvin pada hubungan mereka. Lamat-lamat, momen di mana Kelvin melingkarkan gelang itu kembali terbayang dalam pikiran Namira. Kelvin tidak hanya melingkar gelang itu, tetapi membawanya jauh menembus dunia orang dewasa yang sesungguhnya. Yaa ... Namira masih ingat jelas kejadian itu. Bagaimana sakit dan nikmat itu berpadu menjadi satu. Momen di mana ia bisa melihat Kelvin polos bermandikan peluh tepat di atas tubuhnya. Senikmat itu bercinta ternyata. Sebuah aktivitas yang kini rutin mereka lakukan di sela-sela kepenatan sehari-hari. Meskipun sudah seintim itu, mereka tetap sepakat menyembunyikan kisah asmara mereka dari reka
"Yang, please tenang dulu, aku bisa jelasin!"Kelvin tidak peduli dengan pipinya yang terasa begitu panas efek tamparan Namira. Ia segera meraih tangan Namira, mencengkeram kuat tangan itu dan mencoba menenangkan Namira yang berusaha untuk menyerangnya. "Tenang kamu bilang?" Suara itu melirih, namun terdengar ketus dan penuh amarah. "Gimana aku bisa tenang kalo kenyataannya kayak gini? Pernah mikir gimana rasanya ada diposisi aku sekarang? Per--.""Dengerin dulu penjelasanku! Itu nggak seperti yang kamu pikir, Ra! Tolong tenang dan biarkan aku jelasin semuanya dari awal!" Kelvin sedikit meninggikan suaranya, bisa dia lihat Namira tertegun. Menatapnya dengan air mata berlinang. Tak perlu waktu lama, tangis Kelvin pecah. Ia terisak lalu berusaha meraih Namira dalam dekapannya. Namira tidak menolak, namun juga tidak menyambut pelukan itu. Ia hanya berdiri mematung sambil menahan isaknya agar tidak pecah. "Aku pengen cerita ini sama kamu, tapi aku bener-bener takut kalo kamu nanti nin
"Nggak boleh nolak?" Agatha membelalak, rasanya ingin ia tampol bestie-nya itu satu persatu.Membayangkan apa yang tengah dibahas oleh para sahabatnya membuat Agatha merinding. Bayangan-bayangan lekuk sensual dan adegan dewasa itu berkelebat dalam otaknya. Apakah nanti dia harus melakukan hal itu? Bersama om-om jutek macam Kelvin? "Iya pokoknya elu nggak boleh nolak! Mau dosa? Masuk neraka mau, lu?"Agatha mendecih. Kenapa jadi neraka dibawa-bawa?Kalau begini saja, mereka sok-sokan teringat neraka. Coba kalau mereka sedang kumpul sama-sama, segala macam anak baru sampai guru magang pun tak luput jadi bahan ghibah. "Bodo amat! Pokoknya gue nggak mau!" Ujar Agatha kekeuh. Menikah dengan Kelvin saja sudah cukup mengerikan baginya, ia masih harus menambahkan hal yang lebih mengerikan lagi setelah ini? No! No! No! Agatha tak sudi! "Jangan gitu lah, ntar suami lu jajan di luar kapok!" Ledek Gladys yang makin membuat Agatha membelalak. "Eh malah bisa buat alasan gue ajuin gugat cerai do
"Aku pamit ya?" Kelvin menatap Namira yang nampak berkaca-kaca, wajahnya sayu selain efek percintaan yang baru selesai mereka lakukan, juga karena berat melepas Kelvin pergi. Bukan apa-apa, wanita mana yang ikhlas melepas kekasihnya pergi menikah dengan wanita lain? Kelvin pamit pergi bukan karena pindah tugas, atau sekedar mudik, ia pamit untuk menikah dengan wanita lain! "Lancar buat nikahan kamu besok, Bang!" Desis Namira menahan tangis. Tak peduli Kelvin sudah tidur berkali-kali dengannya, yang dinikahi Kelvin bukan Namira. Yan setidaknya untuk saat ini. Bukankah Kelvin berjanji akan menikahi Namira kelak ketika lulus spesialis dan tentu saja setelah menceraikan istrinya? Kelvin terkekeh, "Aku nggak tau harus mengamini atau tidak, Yang. Gimana perasaan aku hari ini aja aku juga nggak tau gimana jelasinnya."Kelvin menatap Namira dalam-dalam, matanya ikut memerah. "Makasih banget udah mau ngertiin posisi aku ya, Yang. Makasih juga udah mau nungguin aku sampai masa itu kelar na