"Loh, apa-apaan ini, Ma?"Kelvin setengah berteriak, ia menatap lemas setelan jas berwarna baby pink yang hendak diserahkan kepadanya. Kelvin baru saja beres potong rambut sesuai perintah Kanjeng Ratu, dan sekarang dia harus fitting jas yang akan dikenakan saat resepsi besok. Dan jas itu .... "Apa-apaan gimana?" Dewi mulai terlihat murka kembali, ia menatap Kelvin dengan tatapan garang. "Ini!" Ujar Kelvin sambil menunjuk setelan jas itu. "Ini seriusan warnanya kayak begini?" Kelvin balas menatap sang mama, kenapa harus warna ini? "Loh gimana sih, Vin? Kata Agatha kamu udah oke sama warna ini? Temanya besok soft pink-white katanya. Kamu pakai ini, Agatha pakai dress putih."Astaga! Kelvin menipuk jidatnya dengan gemas. Ia segera merogoh saku celana. Lalu melangkah keluar dari butik. "Heh, mau kemana?" Teriak Dewi dengan kesabaran yang hampir habis. "Bentar, mau nelpon si bocil dulu!" Balas Kelvin tanpa menghentikan langkah. Ia sudah menyimpan nomor Agatha dari jauh-jauh hari, na
"Baru nelpon. Sibuk banget ya seharian?"Kelvin mendesah panjang, ia sudah berbaring di kamar setelah membersihkan diri. Rasanya badan Kelvin seperti digebuki orang-orang satu kampung. Bukan hanya badannya yang lelah, pikiran Kelvin juga dibuat lelah oleh segala macam kelakuan Agatha yang makin lama makin terlihat sangat menyebalkan. Jas warna pink ... Beskap lengkap dengan blankon ... Yang Kelvin heran, kenapa untuk akad tidak pakai jas saja? Kebaya dipadukan dengan setelan jas juga cocok. Kenapa dia harus pakai jarik juga? Salah memang Kelvin menyerahkan semua urusan pernikahan pada bocil satu itu! Jadinya dia yang dikerjai sekarang. "Iya Sayang. Maafin aku, ya? Kamu udah di kost? Udah ngantuk, ya?" Tanya Kelvin dengan penuh rasa bersalah. "Kalo cuma ngantuk, udah dari tadi. Tapi aku nungguin telepon dari kamu, Bang. Kupikir kamu tadi nggak bakalan nelpon." Desis suara itu lirih. Kelvin mengusap wajah dengan gusar. Matanya memanas. Kenapa dia harus tidak berdaya seperti ini? Ken
"Kalian nggak ada niatan bantuin gue buat kabur gitu, Gais?" Agatha menoleh, ia sudah tampil cantik dan anggun dengan kebaya putih panjang dan riasan paripurna."Sembarangan! Bisa kena pasal kita nanti, Tha! Lagian elu kan udah dapet mobil sama apartemen. Ya kudu konstiten dong!" Salak Gladys yang juga nampak anggun dengan kebaya dan riasan bridesmaids. "Iya nih, jangan cari gara-gara lah, Tha! Nyokap elu dah keluar duit banyak ini buat kawinin elu!" Yosa menimpali, nampak ekspresi wajah itu begitu gemas. "Lah udah kewajiban nyokap dong! Lagian sapa suruh gue kawin sekarang? Gue kan belom pengen kawin!" Bela Agatha tak terima."Halah udah-udah. Dah waktunya ini. Turun yok!" Jessy datang bersama salah seorang WO yang dipercaya mengurusi pesta Agatha. Yosa dan Gladys kompak membantu Agatha berdiri. Segala macam kebaya dan riasan yang menempel di tubuh Agatha tentu sedikit membatasi gerak Agatha. Bisa Yosa rasakan tangan Agatha bergetar, membuat ia melirik Agatha dengan senyum tersingg
"APA SATU KAMAR?"Agatha kontan berteriak ketika pria di depan pintu yang tak lain dan tak bukan adalah suaminya itu mengatakan bahwa ia hendak tidur di kamar ini. "Terus pikirmu saya kudu tidur di mana?" Tanya sosok itu dengan wajah kesal. "Ya terserah dong! Nggak peduli lah aku Om mau tidur di mana asal jangan di sini!" Tegas Agatha dengan wajah tak suka. Kelvin mendengus, ia melipat tangan di dada seraya menatap kesal ke arah Agatha, membalas tatapan tidak bersahabat yang Agatha selalu layangkan kepadanya. "Pikirmu saya mau juga gitu tidur satu ranjang sama kamu? Kalo nggak kepepet mama sama papa nginep di hotel ini juga, udah booking kamar lain saya, Tha!" Balas Kelvin dengan ekspresi yang masih sama. Agatha hendak membalas ketika samar-samar terdengar langkah kaki dan suara yang sangat familiar di telinga Agatha. Dengan cepat Agatha menarik tangan Kelvin, seperti paham apa yang terjadi, Kelvin pun segera masuk sambil menarik kopernya ikut ke dalam. "Nah kan! Apa saya bilang
"Loh? Tahun depan, Ma?"Kelvin kontan terkejut setelah mendapatkan jawaban perihal kelanjutan PPDS-nya. Dewi yang tengah menikmati sarapan kontan mengangkat wajah, mengangguk cepat sembari tersenyum. "Iya. Tahun depan kamu mulai lanjut sekolahnya." Tegas Dewi sekali lagi. "Nggak bisa gitu dong, Ma! Masak tahun depan sih?" Kelvin protes, bukankah mamanya sudah sepakat dengan perjanjian mereka? "Bisanya tahun depan, Vin. Gimana? Mau nunggu apa malah nggak usah sekalian?" Jawab Dewi dengan nada mengancam. Kelvin mendengus. Kalau ujungnya dia tidak jadi lanjut sekolah spesialis, untuk apa dia pasrah dan mau-mau saja disuruh menikahi Agatha? "Iya deh iya. Kelvin tunggu deh, Ma!" Desis Kelvin akhirnya. "Nah, gitu kenapa sih? Mana istrimu? Nggak kamu ajak sarapan?" Tanya Dewi tanpa mengalihkan pandangan dari sepiring nasi goreng yang dia ambil tadi. "Dia ke kamar mamanya dulu. Nanti mau ke sini." Jawab Kelvin acuh. Dewi tidak lagi banyak bertanya, sementara Kelvin, ia lebih memilih m
"Mama nggak curiga, Cil, kamu minta apartemen dengan dua kamar begini?"Kelvin menoleh, mereka sudah sampai di sebuah unit apartemen yang dibelikan Handira untuk Agatha. Jadilah sekarang Kelvin akan pindah kemari, menumpang di sini meskipun sebenarnya Kelvin masih bisa menghuni kost lamanya. Namun tidak ada yang tahu kapan Dewi atau Handira akan kemari, jadi cari aman saja lah. "Nggak! Pakai ini dong, Om." Jawab Agatha sambil mengetuk kepala dengan jari. Kelvin mencebik, maksud si bocil apa tadi? Mengejeknya begitu? Namun Kelvin memilih untuk tidak memperdulikan Agatha, ia menarik kopernya dan hendak melangkah ke kamar yang dekat dengan balkon ketika Agatha lantas merentangkan kedua tangan mencegah langkah Kelvin. "ET! Mau kemana?" Tanya Agatha dengan tangan terentang. "Ya mau ke kamar lah, Cil. Kamu pikir saya ini mau kemana?" Kekvin balas bertanya, ia menatap Agatha dengan tatapan gemas. "No ... no ... no! Kamar Om yang di depan. Yang di belakang itu kamar aku. Oke?"Kelvin men
“Yang, turun! Berat tau nggak!” Kelvin tersenyum, ia masih dalam posisi yang sama. Di depan mata, Namira nampak bersimbah peluh dengan wajah memerah, terlihat sangat cantik dan sensual sekali. Bukannya menyingkir, Kelvin malah kembali menindih tubuh itu dan mendekapnya erat-erat. “Harusnya kita bi--.” “Yang, please! Jangan ngomongin hal yang cuma bikin aku sakit, ngerti?” Kalimat itu tidak hanya memotong ucapan Kelvin, tetapi juga seolah menampar wajahnya dengan begitu keras. Kelvin mendesah, ia menenggelamkan wajahnya di dada Namira. Terasa begitu nyaman, namun hati Kelvin masih terasa sedikit perih dengan apa yang tadi Namira katakan dan tentu saja realita yang harus mereka hadapi bersama. “Intinya ... apapun itu tolong ... jangan ajak aku bahas kalau ujungnya cuma bikin sakit aja.” Kembali suara itu mendesis, Kelvin tidak membalas, ia hanya menganggukkan kepala perlahan tanpa mengubah posisinya. Kelvin memejamkan mata erat-erat. Ia merasakan tangan Namira dengan begitu lembut
"Ini si Om kemana sih?"Agatha menggerutu, ia berkali-kali mencoba menghubungi lelaki itu, namun sayang hasilnya nihil! Iantas menyerah, meletakkan ponsel itu di meja dan memilih fokus pada ayam goreng tepung pesanannya. "Ntar kalo nyari sesuatu nggak ada terus ngomel, gue bejek tau rasa!"Niat Agatha baik, ia hendak bertanya apakah Kelvin membutuhkan sesuatu. Mumpung dia sedang ada di mall jadi bisa Agatha belikan sekalian. Tapi lelaki itu malah seperti lenyap ditelan bumi. "Ah palingan juga di rumah sakit. Lagian gue ngapain sih peduliin dia yang udah bertahun-tahun hidup mandiri di sini? Kurang kerjaan amat!" Gerutu Agatha dengan mulut penuh nasi. Sejenak Agatha tertegun, otaknya kembali menampakkan visual ganteng yang tadi tidak sengaja berpapasan dengannya, ketika secara tidak sengaja troli yang Agatha bawa menabrak lelaki itu. Meskipun tidak mirip Suga BTS, tapi visual wajah itu indah sekali dipandang mata. Kulitnya putih bersih. Tubuhnya memang tidak setinggi si om jutek it