“Yang, turun! Berat tau nggak!” Kelvin tersenyum, ia masih dalam posisi yang sama. Di depan mata, Namira nampak bersimbah peluh dengan wajah memerah, terlihat sangat cantik dan sensual sekali. Bukannya menyingkir, Kelvin malah kembali menindih tubuh itu dan mendekapnya erat-erat. “Harusnya kita bi--.” “Yang, please! Jangan ngomongin hal yang cuma bikin aku sakit, ngerti?” Kalimat itu tidak hanya memotong ucapan Kelvin, tetapi juga seolah menampar wajahnya dengan begitu keras. Kelvin mendesah, ia menenggelamkan wajahnya di dada Namira. Terasa begitu nyaman, namun hati Kelvin masih terasa sedikit perih dengan apa yang tadi Namira katakan dan tentu saja realita yang harus mereka hadapi bersama. “Intinya ... apapun itu tolong ... jangan ajak aku bahas kalau ujungnya cuma bikin sakit aja.” Kembali suara itu mendesis, Kelvin tidak membalas, ia hanya menganggukkan kepala perlahan tanpa mengubah posisinya. Kelvin memejamkan mata erat-erat. Ia merasakan tangan Namira dengan begitu lembut
"Ini si Om kemana sih?"Agatha menggerutu, ia berkali-kali mencoba menghubungi lelaki itu, namun sayang hasilnya nihil! Iantas menyerah, meletakkan ponsel itu di meja dan memilih fokus pada ayam goreng tepung pesanannya. "Ntar kalo nyari sesuatu nggak ada terus ngomel, gue bejek tau rasa!"Niat Agatha baik, ia hendak bertanya apakah Kelvin membutuhkan sesuatu. Mumpung dia sedang ada di mall jadi bisa Agatha belikan sekalian. Tapi lelaki itu malah seperti lenyap ditelan bumi. "Ah palingan juga di rumah sakit. Lagian gue ngapain sih peduliin dia yang udah bertahun-tahun hidup mandiri di sini? Kurang kerjaan amat!" Gerutu Agatha dengan mulut penuh nasi. Sejenak Agatha tertegun, otaknya kembali menampakkan visual ganteng yang tadi tidak sengaja berpapasan dengannya, ketika secara tidak sengaja troli yang Agatha bawa menabrak lelaki itu. Meskipun tidak mirip Suga BTS, tapi visual wajah itu indah sekali dipandang mata. Kulitnya putih bersih. Tubuhnya memang tidak setinggi si om jutek it
"Kamu ke bawah tadi cuma buat beli ginian, Cil?" Kelvin berteriak, ia syok begitu membuka kulkas hanya ada susu kotak, cokelat dan beberapa permen. Tidak ada yang lain lagi. Agatha yang tengah menikmati mie cup di meja makan hanya mengangguk tanpa bersuara, mulutnya penuh mie. Kelvin menghela napas panjang, ia menutup kulkas dan membuka cabinet dapur. "Ya Tuhan, Bocil!" Kembali Kelvin berteriak, Agatha bahkan sampai hampir tersedak mie dalam mulut. Ia segera meraih gelas, meneguk isinya lalu menoleh ke arah sang suami. "Apaan sih, Om? Bikin kaget tau nggak?" Omel Agatha gemas. "Kamu beli mie cup sebanyak ini?" Kelvin sangat syok ketika mendapati satu kabinet atas itu penuh dengan mie instan cup. Tak menunggu jawaban dari Agatha, Kelvin segera membuka kabinet yang lain. Ia sontak menipuk dahinya sambil geleng-geleng kepala. Pasalnya di kabinet lain hanya terisi mie instan rebus dan goreng, camilan-camilan anak kecil dan kotak cereal. "Kenapa beli beginian semua sih, Cil?" Kelvin
"Inget kan ini tadi apa?" Tanya Kelvin sambil mengangkat botol kecap asin. "Itu kecap asin." Jawab Agatha mantab. "Nah pinter!" Puji Kelvin tulus. "Lah itu kan ada tulisannya, Om. Ya bener, kan aku baca tulisan labelnya!" Ujar Agatha yang kontan membuat Kelvin menghela napas panjang. Ia menoleh, mengalihkan pandangan dari slice beef yang beres dia bumbui. Ditatapnya gadis itu dengan tatapan gemas bercampur kesal. Mimpi apa Kelvin harus punya momongan model begini? "Apa?" Tanya Agatha yang nampak tidak suka ditatap demikian oleh Kelvin. "Nggak! Nggak!" Jawab Kelvin cepat. "Nggak ada apa-apa!" Kelvin menutup thinwall berisi slice beef itu, ia lantas menghampiri meja guna membongkar satu lagi plastik belanjaan. "Udah kan, Om? Dah boleh tidur?" Tanya Agatha dengan wajah bosan. "Nih, susun yang rapi di laundry room. Stok-nya simpen di kabinet yang ada di sana. Bisa kan?" Titah Kelvin seraya menyodorkan plastik. Beberapa isi sudah dia ambil. "Bisalah! Masa kalah sama anak TK!" Aga
Tok ... Tok ... TokAgatha membuka mata dengan terpaksa, ia menguap, mengucek mata dengan tangan lalu mencoba mengembalikan separuh nyawanya yang belum full terkumpul. Tok ... Tok ... TokKembali suara ketukan pintu itu terdengar, kali ini diikuti suara panggilan yang sedikit keras. "Cil! Bocil! Bangun kenapa sih? Udah pagi!" Teriak suara itu dari balik pintu."Cih! Jam berapa sih i--." Agatha tidak melanjutkan kalimatnya, matanya membelalak ketika mendapati jam yang tertempel di dinding menunjuk angka tujuh. "Mampus! Untung gue belom masuk kuliah, nah!" Segera Agatha melompat turun, ia meraih knop pintu, membuka itu dan mendapati Kelvin sudah berdiri tegak dengan wajah serius. "Jam berapa ini?" Tanya Kelvin dengan nada kesal. "Kenapa sih emangnya, Om? Masih belum aktif kuliah juga. Gangguin orang tidur aja!" Omel Agatha gemas. "Nggak ada alasan, ya! Mulai sekarang harus bangun pagi, waktu nggak kuliah sekalipun. Nggak ada bantahan!" Ujar Kelvin yang seketika membuat Agatha melo
Agatha mengerjapkan mata dengan malas. Alarm ponsel berkali-kali berdering, sengaja Agatha set sepagi mungkin karena mulai hari ini sampai seminggu ke depan, ia harus dan wajib memasak untuk makan mereka berdua. "Gini amat hidup gue! Baru juga mau kuliah eh udah kudu aja pagi-pagi masak." Gerutu Agatha kesal. Ia bangkit dari ranjang, meregangkan otot sejenak lalu melangkah keluar tanpa merapikan kamarnya terlebih dahulu. "Masak apa ini?" Agatha memijit kepalanya, ia lantas kembali masuk ke kamar setelah ingat ponselnya tertinggal. "Coba cari referensi di In*tagram. Ada ide apa yang gampang gitu?" Agatha kembali melangkah menuju dapur, matanya tak lepas dari layar ponsel. Ia nampak serius hingga beberapa detik kemudian seulas senyum merekah di wajah. Ia tidak lagi banyak bicara. Diletakkan ponsel itu di meja segera menuju kulkas untuk mengambil bahan-bahan apa saja yang diperlukan. Agatha sudah bertekad bahwa dia tidak boleh kalah dengan om-om jutek itu. Kalau yang modelannya mac
"Cil ... Seriusan mau pelihara tikus, Cil?" Kelvin bergidik geli, hewan berbulu dengan kaki kecil itu nampak tengah menggerogoti sayuran dengan kaki depannya. Agatha mendecih, ia melirik ke arah Kelvin dengan tatapan gemas. "Katrok ah, Om! Ini bukan tikus! Ini hamster, Om!" Tukas Agatha tanpa mengalihkan pandangan dari akuarium kaca yang terisi seekor hamster berbulu cokelat, ia sudah jatuh hati pada hamster jenis syrian itu sejak pertama kali masuk ke dalam petshop. "Dia masuk famili yang sama, mereka satu famili. Cek sana di G*ogle." Tukas Kelvin ngotot. "Familinya doang yang sama, tapi mulai dari karakteristik, tingkah laku dan habitatnya beda, Om." Sanggah Agatha tidak terima. "Sama aja, itu tikus!" Kelvin masih tidak mau kalah. "Ini bukan tikus, Om. Ini hamster. H-A-M-S-T-E-R!" Agatha sampai mengeja huruf, bisa dia lihat Kelvin hanya menghela napas pasrah. "Iya deh iya terserah! Terserah kamu ajalah!" Ujarnya mengalah. "Saya tungguin di depan, pilih deh itu ti-- eh, hamste
"Cil, paketan kamu dah nyampe di front office noh!" Kelvin bersandar di pintu kamar Agatha, menginfokan chat yang dikirim pihak manajemen perihal paketan yang Agatha pesan via e-commers. Agatha yang tengah mengelus-elus Saga, nama yang diberikannya pada hamster itu, kontan menoleh dan menatap Kelvin sesaat. Tatapan mata itu berubah ditambah seulas senyum yang terlihat menyebalkan di mata Kelvin, membuat Kelvin menghela napas panjang sambil garuk-garuk kepala. "Ayolah, Om ... Ambilin, ya?" Rayu Agatha sambil menaikkan kedua alis dan jangan lupa senyum lebar yang dimanis-maniskan. "Astaga Bocil!" Kelvin mendesah, ia mengusap wajah dengah kedua tangan lalu kembali menatap gadis itu dengan tatapan gemas. "Oke! Saya ambilin tapi kamu yang masak makan siang. Deal no cancel!""Eh ... Eh ... Nggak bis--.""No cancel, Cil! Sono cuci tangan siap-siap masak. Masih ada bahan di kulkas, pakai aja seadanya. Besok kita belanja stock lagi ke bawah." Potong Kelvin yang langsung melangkah menuju pin