"Ra, lapsus mu ditunggu dokter Ida di ruangan beliau, ya! Suruh cepet anterin."Namira mengangguk cepat, ia segera bangkit dari kursi dan melangkah keluar ruangan. Di tangannya ada laporan yang diminta dokter Ida dan jangan lupa, di tangan itu pula melingkar gelang emas pemberian Kelvin. Gelang yang kelak akan Kelvin tukar dengan cincin sebagai bukti keseriusan Kelvin pada hubungan mereka. Lamat-lamat, momen di mana Kelvin melingkarkan gelang itu kembali terbayang dalam pikiran Namira. Kelvin tidak hanya melingkar gelang itu, tetapi membawanya jauh menembus dunia orang dewasa yang sesungguhnya. Yaa ... Namira masih ingat jelas kejadian itu. Bagaimana sakit dan nikmat itu berpadu menjadi satu. Momen di mana ia bisa melihat Kelvin polos bermandikan peluh tepat di atas tubuhnya. Senikmat itu bercinta ternyata. Sebuah aktivitas yang kini rutin mereka lakukan di sela-sela kepenatan sehari-hari. Meskipun sudah seintim itu, mereka tetap sepakat menyembunyikan kisah asmara mereka dari reka
"Yang, please tenang dulu, aku bisa jelasin!"Kelvin tidak peduli dengan pipinya yang terasa begitu panas efek tamparan Namira. Ia segera meraih tangan Namira, mencengkeram kuat tangan itu dan mencoba menenangkan Namira yang berusaha untuk menyerangnya. "Tenang kamu bilang?" Suara itu melirih, namun terdengar ketus dan penuh amarah. "Gimana aku bisa tenang kalo kenyataannya kayak gini? Pernah mikir gimana rasanya ada diposisi aku sekarang? Per--.""Dengerin dulu penjelasanku! Itu nggak seperti yang kamu pikir, Ra! Tolong tenang dan biarkan aku jelasin semuanya dari awal!" Kelvin sedikit meninggikan suaranya, bisa dia lihat Namira tertegun. Menatapnya dengan air mata berlinang. Tak perlu waktu lama, tangis Kelvin pecah. Ia terisak lalu berusaha meraih Namira dalam dekapannya. Namira tidak menolak, namun juga tidak menyambut pelukan itu. Ia hanya berdiri mematung sambil menahan isaknya agar tidak pecah. "Aku pengen cerita ini sama kamu, tapi aku bener-bener takut kalo kamu nanti nin
"Nggak boleh nolak?" Agatha membelalak, rasanya ingin ia tampol bestie-nya itu satu persatu.Membayangkan apa yang tengah dibahas oleh para sahabatnya membuat Agatha merinding. Bayangan-bayangan lekuk sensual dan adegan dewasa itu berkelebat dalam otaknya. Apakah nanti dia harus melakukan hal itu? Bersama om-om jutek macam Kelvin? "Iya pokoknya elu nggak boleh nolak! Mau dosa? Masuk neraka mau, lu?"Agatha mendecih. Kenapa jadi neraka dibawa-bawa?Kalau begini saja, mereka sok-sokan teringat neraka. Coba kalau mereka sedang kumpul sama-sama, segala macam anak baru sampai guru magang pun tak luput jadi bahan ghibah. "Bodo amat! Pokoknya gue nggak mau!" Ujar Agatha kekeuh. Menikah dengan Kelvin saja sudah cukup mengerikan baginya, ia masih harus menambahkan hal yang lebih mengerikan lagi setelah ini? No! No! No! Agatha tak sudi! "Jangan gitu lah, ntar suami lu jajan di luar kapok!" Ledek Gladys yang makin membuat Agatha membelalak. "Eh malah bisa buat alasan gue ajuin gugat cerai do
"Aku pamit ya?" Kelvin menatap Namira yang nampak berkaca-kaca, wajahnya sayu selain efek percintaan yang baru selesai mereka lakukan, juga karena berat melepas Kelvin pergi. Bukan apa-apa, wanita mana yang ikhlas melepas kekasihnya pergi menikah dengan wanita lain? Kelvin pamit pergi bukan karena pindah tugas, atau sekedar mudik, ia pamit untuk menikah dengan wanita lain! "Lancar buat nikahan kamu besok, Bang!" Desis Namira menahan tangis. Tak peduli Kelvin sudah tidur berkali-kali dengannya, yang dinikahi Kelvin bukan Namira. Yan setidaknya untuk saat ini. Bukankah Kelvin berjanji akan menikahi Namira kelak ketika lulus spesialis dan tentu saja setelah menceraikan istrinya? Kelvin terkekeh, "Aku nggak tau harus mengamini atau tidak, Yang. Gimana perasaan aku hari ini aja aku juga nggak tau gimana jelasinnya."Kelvin menatap Namira dalam-dalam, matanya ikut memerah. "Makasih banget udah mau ngertiin posisi aku ya, Yang. Makasih juga udah mau nungguin aku sampai masa itu kelar na
"Loh, apa-apaan ini, Ma?"Kelvin setengah berteriak, ia menatap lemas setelan jas berwarna baby pink yang hendak diserahkan kepadanya. Kelvin baru saja beres potong rambut sesuai perintah Kanjeng Ratu, dan sekarang dia harus fitting jas yang akan dikenakan saat resepsi besok. Dan jas itu .... "Apa-apaan gimana?" Dewi mulai terlihat murka kembali, ia menatap Kelvin dengan tatapan garang. "Ini!" Ujar Kelvin sambil menunjuk setelan jas itu. "Ini seriusan warnanya kayak begini?" Kelvin balas menatap sang mama, kenapa harus warna ini? "Loh gimana sih, Vin? Kata Agatha kamu udah oke sama warna ini? Temanya besok soft pink-white katanya. Kamu pakai ini, Agatha pakai dress putih."Astaga! Kelvin menipuk jidatnya dengan gemas. Ia segera merogoh saku celana. Lalu melangkah keluar dari butik. "Heh, mau kemana?" Teriak Dewi dengan kesabaran yang hampir habis. "Bentar, mau nelpon si bocil dulu!" Balas Kelvin tanpa menghentikan langkah. Ia sudah menyimpan nomor Agatha dari jauh-jauh hari, na
"Baru nelpon. Sibuk banget ya seharian?"Kelvin mendesah panjang, ia sudah berbaring di kamar setelah membersihkan diri. Rasanya badan Kelvin seperti digebuki orang-orang satu kampung. Bukan hanya badannya yang lelah, pikiran Kelvin juga dibuat lelah oleh segala macam kelakuan Agatha yang makin lama makin terlihat sangat menyebalkan. Jas warna pink ... Beskap lengkap dengan blankon ... Yang Kelvin heran, kenapa untuk akad tidak pakai jas saja? Kebaya dipadukan dengan setelan jas juga cocok. Kenapa dia harus pakai jarik juga? Salah memang Kelvin menyerahkan semua urusan pernikahan pada bocil satu itu! Jadinya dia yang dikerjai sekarang. "Iya Sayang. Maafin aku, ya? Kamu udah di kost? Udah ngantuk, ya?" Tanya Kelvin dengan penuh rasa bersalah. "Kalo cuma ngantuk, udah dari tadi. Tapi aku nungguin telepon dari kamu, Bang. Kupikir kamu tadi nggak bakalan nelpon." Desis suara itu lirih. Kelvin mengusap wajah dengan gusar. Matanya memanas. Kenapa dia harus tidak berdaya seperti ini? Ken
"Kalian nggak ada niatan bantuin gue buat kabur gitu, Gais?" Agatha menoleh, ia sudah tampil cantik dan anggun dengan kebaya putih panjang dan riasan paripurna."Sembarangan! Bisa kena pasal kita nanti, Tha! Lagian elu kan udah dapet mobil sama apartemen. Ya kudu konstiten dong!" Salak Gladys yang juga nampak anggun dengan kebaya dan riasan bridesmaids. "Iya nih, jangan cari gara-gara lah, Tha! Nyokap elu dah keluar duit banyak ini buat kawinin elu!" Yosa menimpali, nampak ekspresi wajah itu begitu gemas. "Lah udah kewajiban nyokap dong! Lagian sapa suruh gue kawin sekarang? Gue kan belom pengen kawin!" Bela Agatha tak terima."Halah udah-udah. Dah waktunya ini. Turun yok!" Jessy datang bersama salah seorang WO yang dipercaya mengurusi pesta Agatha. Yosa dan Gladys kompak membantu Agatha berdiri. Segala macam kebaya dan riasan yang menempel di tubuh Agatha tentu sedikit membatasi gerak Agatha. Bisa Yosa rasakan tangan Agatha bergetar, membuat ia melirik Agatha dengan senyum tersingg
"APA SATU KAMAR?"Agatha kontan berteriak ketika pria di depan pintu yang tak lain dan tak bukan adalah suaminya itu mengatakan bahwa ia hendak tidur di kamar ini. "Terus pikirmu saya kudu tidur di mana?" Tanya sosok itu dengan wajah kesal. "Ya terserah dong! Nggak peduli lah aku Om mau tidur di mana asal jangan di sini!" Tegas Agatha dengan wajah tak suka. Kelvin mendengus, ia melipat tangan di dada seraya menatap kesal ke arah Agatha, membalas tatapan tidak bersahabat yang Agatha selalu layangkan kepadanya. "Pikirmu saya mau juga gitu tidur satu ranjang sama kamu? Kalo nggak kepepet mama sama papa nginep di hotel ini juga, udah booking kamar lain saya, Tha!" Balas Kelvin dengan ekspresi yang masih sama. Agatha hendak membalas ketika samar-samar terdengar langkah kaki dan suara yang sangat familiar di telinga Agatha. Dengan cepat Agatha menarik tangan Kelvin, seperti paham apa yang terjadi, Kelvin pun segera masuk sambil menarik kopernya ikut ke dalam. "Nah kan! Apa saya bilang