Sesaat, bayangan wajah naya melintas di pikirannya. Senyum manis naya, rambut indah yang terurai membuat Azka tak bisa melupakan betapa sempurnanya wanita itu di matanya."Bagaimana kabar wanita itu?" tanya Azka menghela nafas panjang. Sudut matanya mengerut menatap ke arah teman-temannya yang sudah berkeluarga."Argh, sudah seharusnya aku memenuhi keinginan ayah untuk mencarikan menantu untuknya!" gumam Azka melajukan motor balapnya.Di rumah, bunda tak berhenti mengusap perut naya yang masih terlihat rata. Senyumnya selalu tertoreh dan seakan tak mampu menyembunyikan rasa bahagianya itu. Calon cucu yang akan menjadi penerus dirinya."Bunda, bunda tau darimana kalo naya sedang hamil? Apa mas Alen yang memberitahu bunda tentang semua ini?" tanya Naya penasaran."Ah, mana mungkin suami kamu memberitahu bunda akan hal ini. Sejak melihatmu makan rujak itu, bunda sudah menduga kalo kamu lagi ngidam. Makanya, bunda mengirimkan kamu sebuah tespeck dalam kotak kecil yang pernah bunda kirim k
"Ya, Opa?" tanya Alen mengangkat teleponnya.("Ada hal yang ingin opa bicarakan. Sekarang!") "Tapi, o ...," kata Alen terhenti saat opa menutup teleponnya secara tiba-tiba.Ada apa sebenarnya? Kenapa ucapan opa terdengar seperti sedang marah? tanya batin Alen seraya berpikir. Sesaat, ia menoleh menatap tangan mulus yang melingkar di pergelangan tangannya."Ada apa, Mas? Kenapa dengan opa?" tanya Naya penasaran.Alen tersenyum. Dengan lembut, ia mencium punggung tangan istrinya yang mulus tanpa noda."Opa ingin bertemu. Jadi, aku harus datang menemuinya!" jawab Alen membelai rambut indah istrinya."Apa boleh aku ikut, Mas?" tanya Naya berharap kata iya terlontar dari mulut suaminya."Naya, alangkah baiknya jika kamu ....""Nggak boleh? Padahal, aku ingin sekali naik motor balap dengan mas alen. Apa mas tak merindukanku sama sekali setelah sehari ini tak bersamaku?" tutur Naya memanyunkan bibirnya.Alen menegak salivanya dengan paksa. Wajah melas istrinya membuat dirinya tak mampu meno
"Apa opa percaya dengan semua itu?" tanya Alen memastikan opa tak terpengaruh dengan sepupunya itu.Opa menghela nafas panjang. Kedua tangannya menopang di dada seraya menatap tajam ke arah cucu kesayangannya itu."Menurutmu?" tanya opa balik."Opa seperti mempercayai perkataannya!" jawab Alen yang terkejut saat opa memukul kakinya dengan tongkat milik sang opa."Bicara apa kamu ini! Apa kamu amnesia dengan akting opa itu!" tunjuk opa ke arah jendela yang hancur karenanya."Lagian, opa juga tau kalo tabunganmu banyak!"Alen menoleh dan tersenyum melihatnya. Dengan santai, ia menghela nafas seraya menyilangkan kaki di depan sang opa."Opa-opa! Ngapain juga opa melakukan hal yang merugikan diri opa sendiri. Apa tak ada cara lain untuk meyakinkan mereka semua?" Pertanyaan Alen benar-benar membuat sang opa tak mampu berucap. Untuk kesekian Kalinya, ia selalu mendapat protes dari Alen atas tindakannya."Kalo saja, opa memberitahu alen terlebih dahulu, Alen bisa mengatasi ini semua dengan mu
"Iya. Saya ...," kata Naya terhenti."Sudah saya kira akan seperti itu. Padahal, kakak sangat cantik dan penampilan kakak mewah seperti konglomerat. Masa' membayar 250 saja nggak bisa!" tutur kasir itu yang terdengar begitu menyakitkan."Apa bicara kamu tak bisa sopan sedikit?" ucap Azka yang mengejutkan Kanaya.Naya terbelalak kaget melihat seorang lelaki yang sangat tak asing baginya.Bukankah lelaki ini yang menolongku waktu anak buahnya pak Lukman mencariku? tanya batin Naya yang mengingat jelas wajahnya."Apa atasan kamu tak melatih berbicara dengan sopan pada pembeli?" Sang kasir terdiam dan tak mampu berucap."Berapa semuanya? Biar saya yang bayar!" kata Azka menyodorkan beberapa lembar uang untuk membayar barang belanjaan milik Kanaya.Di luar, Naya tak berhenti berterima kasih pada Azka. Dua kali sudah, Azka menolong dirinya."Berhentilah mengucapkannya! Hampir lima kali kamu mengucapkan kata terima kasih padaku ...!" tutur Azka terhenti."Aku tak mungkin lupa akan pertolon
Alen membuka dan terbelalak kaget saat melihat isi pesan singkat yang tertuju pada istrinya.("Pagi, Nay!")("Ini aku Azka. Di save ya nomorku.")Azka? Siapa dia? Berani-beraninya dia menyuruh istriku menyimpan nomornya! gumam batin Alen melirik ke arah istrinya.Alen menatap ke arah ponsel dan mulai membaca satu persatu beberapa chat yang di kirim oleh orang yang tidak ia kenal.("Jika kamu sudah bangun, tolong balas chat dariku, ya!")("Aku ingin sekali ngobrol denganmu!")Seketika, emosi Alen tak tertahan. Dadanya seakan terasa sesak saat mengingat kata-kata yang terbilang merayu istrinya tersebut.Naya terbangun dari tidurnya. Ia mendongak menatap suaminya yang beralih duduk bersandar di sampingnya.Alisnya bertaut, bibirnya merapat saat suaminya melepas tangannya yang melingkar di perut sispex milik alen."Ada apa, Mas?" tanya naya beralih duduk di depan alen.Alen menatapnya dengan tajam. Tatapan matanya memicing seakan ingin meluapkan emosi yang ada.Naya terkejut saat tiba-tib
"Iya!" jawab azka tersenyum menatap ayahnya yang mulai masuk ke dalam rumah."Tapi, sampai saat ini aku belum tau istri nya alen. Apa memang cantik banget, ya?" tanya Azka penasaran."Ah, sudahlah! Ngapain juga mikirin istrinya alen. Yang terpenting sekarang, bagaimana caranya aku bisa bertemu kembali dengan Kanaya," gegas Azka melajukan motor balapnya.Di depan rumah, Alen mencium kening istrinya. Sebuah tanda perpisahan setiap dirinya akan pergi bekerja."Ati-ati, ya, Mas!" kata Naya mencium punggung tangan suaminya."Iya. Kamu istirahat dengan baik. Jangan pergi ke mana- ke mana!" pinta Alen mengingatkan."Heem," jawab Naya menganggukkan kepala."Ya sudah, kalo begitu aku berangkat, ya!" kata Alen melepas jemari tangan istrinya yang begitu mulus.Naya tak berhenti melambaikan tangannya. Ia mulai menghela nafas panjang, senyumnya juga mulai memudar melihat suaminya yang tak terlihat lagi. Sejenak, ia menunduk memegang perut miliknya tersebut."Sayang, papa lagi kerja! Kamu baik-bai
Ada pesan untukmu! perkataan Alen yang terlintas di pikirannya.Spontan, Naya terbelalak kaget akan ucapan alen yang terlontar saat ia bangun tidur."Jadi, mas Alen membacanya?" tanya naya seraya melipat bibirnya."Ya Tuhan, apa karena ini mas Alen sempat terdiam padaku?" Drt ... Drt ...Sesaat, Naya menunduk menatap ke arah benda layar pipih yang ada di tangannya."Bu Ana?" tanya Naya mulai mengangkat vidio call dari atasannya sekaligus tante dari sang suami."Siang, Bu!" jawab Naya seraya melambaikan tangan ke arah ibu Ana yang wajahnya terpampang jelas di layar ponsel."Naya, ibu baru saja lihat postingan kamu di media sosial. Berapa harga per designnya?" tanya ibu Ana seraya membenarkan kacamatanya.Naya tersenyum tipis. Ia tak menyangka jika atasannya lebih dulu mengetahui postingannya lebih dulu daripada orang lain. Padahal, dari lubuk hatinya yang paling dalam. Ia ingin sekali mendirikan butik sendiri tanpa ada bayang-bayang dari ibu Ana."Naya, kenapa kamu malah senyum-senyum?
"Ya sudah. Kalo begitu aku antar kamu, ya? Kebetulan hari ini aku tak ada kegiatan," pinta azka berharap.Dari seberang jalan, ibu ana mengernyit menatap lelaki yang berdiri di samping Kanaya."Siapa lelaki itu? Berani-beraninya dia mencoba menggoda istri keponakanku?" kata Ibu ana memicing."Gimana?" tanya Azka yang tak sabar menunggu jawaban dari kanaya."Sebelumnya terimakasih banget atas tawarannya. Tapi, maaf. Aku ke sini nggak sendirian," tutur naya yang seketika membuat senyum azka memudar.Nggak sendirian? Apa jangan-jangan naya bersama kekasih hatinya atau malah dengan suaminya? tanya batin Azka mulai panik. "Nah, itu dia?" tunjuk naya dengan senyum manisnya.Azka seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Pikirannya mulai panik dan sungguh tak siap jika melihat kenyataan yang sebenarnya."Lama nunggu, ya!" Perkataan suara khas wanita membuat azka lega mendengarnya."Tidak, Bu!" jawab naya terdengar begitu lembut."Naya, siapa dia!" tunjuk ibu ana seraya menyerahkan es ding