"Iya. Saya ...," kata Naya terhenti."Sudah saya kira akan seperti itu. Padahal, kakak sangat cantik dan penampilan kakak mewah seperti konglomerat. Masa' membayar 250 saja nggak bisa!" tutur kasir itu yang terdengar begitu menyakitkan."Apa bicara kamu tak bisa sopan sedikit?" ucap Azka yang mengejutkan Kanaya.Naya terbelalak kaget melihat seorang lelaki yang sangat tak asing baginya.Bukankah lelaki ini yang menolongku waktu anak buahnya pak Lukman mencariku? tanya batin Naya yang mengingat jelas wajahnya."Apa atasan kamu tak melatih berbicara dengan sopan pada pembeli?" Sang kasir terdiam dan tak mampu berucap."Berapa semuanya? Biar saya yang bayar!" kata Azka menyodorkan beberapa lembar uang untuk membayar barang belanjaan milik Kanaya.Di luar, Naya tak berhenti berterima kasih pada Azka. Dua kali sudah, Azka menolong dirinya."Berhentilah mengucapkannya! Hampir lima kali kamu mengucapkan kata terima kasih padaku ...!" tutur Azka terhenti."Aku tak mungkin lupa akan pertolon
Alen membuka dan terbelalak kaget saat melihat isi pesan singkat yang tertuju pada istrinya.("Pagi, Nay!")("Ini aku Azka. Di save ya nomorku.")Azka? Siapa dia? Berani-beraninya dia menyuruh istriku menyimpan nomornya! gumam batin Alen melirik ke arah istrinya.Alen menatap ke arah ponsel dan mulai membaca satu persatu beberapa chat yang di kirim oleh orang yang tidak ia kenal.("Jika kamu sudah bangun, tolong balas chat dariku, ya!")("Aku ingin sekali ngobrol denganmu!")Seketika, emosi Alen tak tertahan. Dadanya seakan terasa sesak saat mengingat kata-kata yang terbilang merayu istrinya tersebut.Naya terbangun dari tidurnya. Ia mendongak menatap suaminya yang beralih duduk bersandar di sampingnya.Alisnya bertaut, bibirnya merapat saat suaminya melepas tangannya yang melingkar di perut sispex milik alen."Ada apa, Mas?" tanya naya beralih duduk di depan alen.Alen menatapnya dengan tajam. Tatapan matanya memicing seakan ingin meluapkan emosi yang ada.Naya terkejut saat tiba-tib
"Iya!" jawab azka tersenyum menatap ayahnya yang mulai masuk ke dalam rumah."Tapi, sampai saat ini aku belum tau istri nya alen. Apa memang cantik banget, ya?" tanya Azka penasaran."Ah, sudahlah! Ngapain juga mikirin istrinya alen. Yang terpenting sekarang, bagaimana caranya aku bisa bertemu kembali dengan Kanaya," gegas Azka melajukan motor balapnya.Di depan rumah, Alen mencium kening istrinya. Sebuah tanda perpisahan setiap dirinya akan pergi bekerja."Ati-ati, ya, Mas!" kata Naya mencium punggung tangan suaminya."Iya. Kamu istirahat dengan baik. Jangan pergi ke mana- ke mana!" pinta Alen mengingatkan."Heem," jawab Naya menganggukkan kepala."Ya sudah, kalo begitu aku berangkat, ya!" kata Alen melepas jemari tangan istrinya yang begitu mulus.Naya tak berhenti melambaikan tangannya. Ia mulai menghela nafas panjang, senyumnya juga mulai memudar melihat suaminya yang tak terlihat lagi. Sejenak, ia menunduk memegang perut miliknya tersebut."Sayang, papa lagi kerja! Kamu baik-bai
Ada pesan untukmu! perkataan Alen yang terlintas di pikirannya.Spontan, Naya terbelalak kaget akan ucapan alen yang terlontar saat ia bangun tidur."Jadi, mas Alen membacanya?" tanya naya seraya melipat bibirnya."Ya Tuhan, apa karena ini mas Alen sempat terdiam padaku?" Drt ... Drt ...Sesaat, Naya menunduk menatap ke arah benda layar pipih yang ada di tangannya."Bu Ana?" tanya Naya mulai mengangkat vidio call dari atasannya sekaligus tante dari sang suami."Siang, Bu!" jawab Naya seraya melambaikan tangan ke arah ibu Ana yang wajahnya terpampang jelas di layar ponsel."Naya, ibu baru saja lihat postingan kamu di media sosial. Berapa harga per designnya?" tanya ibu Ana seraya membenarkan kacamatanya.Naya tersenyum tipis. Ia tak menyangka jika atasannya lebih dulu mengetahui postingannya lebih dulu daripada orang lain. Padahal, dari lubuk hatinya yang paling dalam. Ia ingin sekali mendirikan butik sendiri tanpa ada bayang-bayang dari ibu Ana."Naya, kenapa kamu malah senyum-senyum?
"Ya sudah. Kalo begitu aku antar kamu, ya? Kebetulan hari ini aku tak ada kegiatan," pinta azka berharap.Dari seberang jalan, ibu ana mengernyit menatap lelaki yang berdiri di samping Kanaya."Siapa lelaki itu? Berani-beraninya dia mencoba menggoda istri keponakanku?" kata Ibu ana memicing."Gimana?" tanya Azka yang tak sabar menunggu jawaban dari kanaya."Sebelumnya terimakasih banget atas tawarannya. Tapi, maaf. Aku ke sini nggak sendirian," tutur naya yang seketika membuat senyum azka memudar.Nggak sendirian? Apa jangan-jangan naya bersama kekasih hatinya atau malah dengan suaminya? tanya batin Azka mulai panik. "Nah, itu dia?" tunjuk naya dengan senyum manisnya.Azka seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Pikirannya mulai panik dan sungguh tak siap jika melihat kenyataan yang sebenarnya."Lama nunggu, ya!" Perkataan suara khas wanita membuat azka lega mendengarnya."Tidak, Bu!" jawab naya terdengar begitu lembut."Naya, siapa dia!" tunjuk ibu ana seraya menyerahkan es ding
"Ya terserah kamu!" gegas Alen mulai masuk ke dalam mobil sang tante.Nanti kamu juga bakal tau wanita itu siapa? Sudah pasti kamu mengenal karyawan tante kamu itu! kata batin Azka memakai helm dan meluncurkan motor balapnya mengikuti alen yang lebih dulu meninggalkannya.Alen tersenyum saat mendapati ponsel istrinya yang tergeletak di jok samping.Syukurlah! Kalian baik-baik saja! kata batin Alen mulai melajukan kendaraannya.Selesai melihat design miliknya yang telah di proses, Naya berjalan menghampiri tas miliknya yang sedari tadi tergeletak di kursi."Pasti mas Alen menghubungiku balik," kata Naya merogoh ponsel yang selalu ia taruh dalam tas kecilnya. Sesaat, kedua alis naya bertaut ketika tak mendapati ponsel miliknya."Handphoneku? Ke mana handphoneku?" tanya Naya yang terus mencari. Ibu ana yang melihatnya pun mengernyit. Saking penasarannya, ia mulai melangkah menghampiri naya yang sibuk mencari sesuatu."Naya, cari apa?" tanya ibu ana."Bu, tolong hubungi nomor naya. Handp
"Oiya, kamu kan temannya kanaya, sudah pastilah kamu mengenal keponakan tante itu. Ah, bagaimana aku ini? Bisa-bisanya aku bertanya seperti itu sama kamu," ucap ibu ana yang membuat azka bingung.Kenapa tante ana mengkaitkan kanaya dengan Alen? tanya batin Azka yang seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Bibirnya merapat sembari mencerna kata-kata yang membuatnya berpikir terlalu dalam.Heh, iya iyalah tante ana mengkaitkan kanaya dengan alen. Secara, kanaya adalah karyawan kesayangannya tantenya alen. Sudah pasti mereka saling mengenal. Hah, kalo tau begini, sudah pasti aku memberi tahu alen siapa wanita itu! kata Azka tersenyum seraya menghela nafas panjang."Duduklah dulu! Kamu mau minum apa? Es teh, aneka jus atau kopi?" tanya ibu ana seraya duduk di tempat santainya."Tak usah repot-repot, Tante. Sebenarnya saya ke sini hanya untuk ...," kata Azka terhenti lagi."Ah, Kamu. Nggak usah sungkan, lagian kamu itu sudah menolong tante, lho! Biarkan tante menjamu kamu dengan baik,
Bisa-bisanya, orang itu memanfaatkan kondisi ini untuk mendekati istriku! gumam batin Alen menghela nafas panjang. Bibirnya merapat seraya meredam amarah yang mulai muncul kembali."Hubungi dia! Aku ingin bicara dengannya!" ucap Alen yang membuat naya seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Kenapa? Apa kamu takut jika aku menghajarnya?" tanya Alen yang melihat istrinya terdiam menatapnya.Alen menegak salivanya dengan paksa. Begitu polosnya ia memiliki istri seperti kanaya. Diam dan terus memandang, itulah yang selalu dilakukan kanaya padanya."Mas alen tak marah jika aku yang menghubunginya? Apa tidak sebaiknya mas alen saja yang menghubunginya?" ujar Naya yang membuat Alen berpaling."Kirim pesan ke dia. Dan ajak dia makan malam di restoran kesukaanmu," kata Alen pergi meninggalkan naya seorang diri.Naya menegak salivanya dengan paksa. Bibirnya merapat seraya menatap lelaki yang selalu melindungi dirinya. Terlihat begitu jelas, suaminya sakit hati karena kejujurannya itu. Yac
Aroma parfum Diego juga tercium jelas olehnya. Ia mendongak dan terkejut saat dirinya juga tak sadar akan tingkahnya yang dengan mudahnya bersandar di bahu bodyguard sang kakak.Oh my God! Apa yang aku lakukan? Bisa-bisanya aku bersandar di bahu Diego? batin Rania seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Lentik bulu matanya tak berhenti mengerjap. Dengan perlahan, ia mengangkat kepala dan mencoba menjauh dari pelukan Diego."Hush hush, Sayang. Kamu ingin cepat pulang, ya? Yuk! Kita ke mobil duluan. Tunggu papa dan mama di sana saja, ya!" ucap Rania mencoba menenangkan bayi yang ia gendong. Sebuah trik untuk menjauh dari Diego tanpa mengeluarkan kata-kata. Diego mengernyit. Jemari tangannya menggaruk kepalanya yang tak gatal seraya menatap wanita yang telah membuat perasaannya tak karuan."Rania, tunggu!" gegas Diego mengikuti langkah Rania.Alen melepas pelukannya. Ia menyeringai seraya membelai rambut indah istrinya yang terikat."Siapa yang mengikat rambutmu?" tanya Alen menyapu
"Aku sangat merindukan kakak. Aku akan memeluk tubuh kakak yang hangat itu sebagai pengobat rinduku selama dua tahun ini!" Naya terperangah dan tak percaya mengingat kembali sebuah pesan yang membuat dirinya cemburu buta dan mengharuskan pergi dari rumah.Ya Tuhan, apa iya dia Rania yang mengirim pesan pada suamiku itu? batin Naya bertanya. Bibirnya merapat, ia seakan tak mampu menegak salivanya sendiri saat pikiran itu terus menaungi dirinya."Kamu mengenal suami saya?" tanya Naya penasaran.Rania tersenyum senang. Mungkin waktu ini sangat tepat untuk meminta maaf pada Naya dengan apa yang ia perbuat. Sebuah pesan yang seharusnya tak ia lakukan di saat Alen sudah mempunyai istri.***Ana Towsar seakan tak percaya dengan keputusan putranya itu. Meninggalkan rumah mewah yang sudah ia tempati beberapa puluh tahun lamanya."Sebenarnya apa sih yang ada di otak kamu, Ga? Bagaimana mungkin kita tinggal di rumah seperti ini? Kamu kan tau, penyakit mama akan kambuh jika hidup kekurangan seper
Alen menoleh. Alisnya bertaut saat mendengar nama Rania terlontar dari percakapan pengendara lain.Rania, apa yang mereka maksud adalah Rania adikku? batin Alen bertanya.Tanpa pikir panjang. Alen mengambil ponsel miliknya yang berada di dalam saku celana. Dua bola matanya mengerling saat membuka pesan dari Rania."Kak, sampai mana? Kak Naya membutuhkan donor darah secepatnya." Pesan singkat yang membuat Alen seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.Ya Tuhan, apa naya dalam bahaya? Alen buru-buru memasukkan ponselnya dan segera meluncurkan motor balapnya dengan cepat saat lampu merah berganti hijau.Di tengah perjalanan, Alen menghentikan laju kendaraannya lagi. Ia mendesah sebal saat beberapa orang membuat keributan di jalan menuju arah vila.Alen membuka helm. Sudut matanya mengerut melihat para petani yang terlihat begitu melas dan lelah.Apa yang mereka lakukan pada para petani itu? batin Alen mulai melangkah. Tanpa merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, ia melangkah men
Apa iya Naya yang di maksud Rania? Mana mungkin dia akan melahirkan. Usia kandungannya kan baru tujuh bulan dan .... kata batin Alen terhenti saat melihat naya terbaring kesakitan seraya memegang perut besarnya.Naya! kata Alen seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Kak, cepetan ke sini!" kata Rania membuyarkan lamunan Alen."Aku akan segera ke sana!" gegas Alen mematikan ponselnya seketika.Naya menoleh saat mendengar suara yang tak asing baginya. Suara khas yang selalu membekas dalam benaknya."Hah, syukurlah! Akhirnya Kak A ...," kata Rania terhenti."Maaf, apa boleh saya pinjam ponselnya?" Naya beralih posisi untuk berbaring ke kanan. Ia mencoba untuk tersenyum meski dirinya merasakan sakit akan kontraksi yang terus melanda."Oh, tentu saja. Silahkan!" Rania melangkah menghampiri dan menyodorkan ponsel miliknya. "Terimakasih!" jawab Naya dengan cepat mengetik nomor milik Alen. Namun, jemari tangannya terhenti saat ia lupa akan nomor milik suaminya.Senyum manisnya mengemban
Saking penasarannya, ia menyentuh air tersebut. Naya terperangah dan terkejut saat meyakini air itu adalah air ketuban."Ya Tuhan, apa aku akan melahirkan sekarang?" Naya duduk seraya memegang perutnya. Ia menoleh ke arah jalan yang sama sekali sepi dari kendaraan. Dahinya mengernyit, bibirnya merapat menahan rasa sakit yang semakin menjadi.Mas Alen, bagaimana ini? Aku tak mau terjadi sesuatu pada anak kita!" ucap batin naya mengatur nafasnya secara perlahan.Naya menoleh saat mendengar suara hentakan kaki mengarah padanya. Senyumnya mengembang dan dengan sekuat tenaga mencoba bangkit untuk meminta pertolongan. Sosok wanita berambut pendek berlari ke arahnya."Kakak, Kakak baik-baik saja?" tanya Rania memegang tangan Naya yang penuh dengan keringat."Tolong saya! Tolong bawa saya ke rumah sakit sekarang!" pinta Naya menahan sakit sembari memegang perutnya.Alis Rania bertaut melihat kaki Rania mengalir sebuah air ketuban.Apa kakak ipar mau melahirkan? Bukankah Kak Alen bilang kalo
Mau kemana dia? Kenapa dia pergi begitu saja?" tanya Naya memanyunkan bibirnya.Tubuhnya lemas dan kecewa akan sikap Alen yang mengacuhkan dirinya. Kedua matanya menatap makanan yang sudah ia tata dengan rapi. "Setidaknya ia memakannya sedikit saja sebelum pergi. Tak tau apa, betapa kerasnya aku menyiapkan semua ini! Pasti dia pergi untuk menemui Rania itu," gerutu Naya mendesah sebal.Beberapa menit kemudianCeklekNaya menoleh menatap ke arah pintu tersebut. Senyum manisnya tertoreh dan berharap Alen kembali untuk makan dengannya.Dia kembali! gegas Naya beranjak dari duduknya. Namun, harapannya sirna. Naya terkejut. Ia tersenyum tipis saat melihat orang yang menjadi tempat curhat saat ia ada masalah datang menghampiri dirinya."Naya, maaf! Ibu lancang masuk ke sini. Habisnya pintunya tak teekunci," kata Bu Angel berjalan menghampiri."Tak apa, Bu. Memang pintu itu terbuka lebar untuk menyambut kedatangan Bu Angel," tutur Naya tersenyum.Bu Angel menoleh menatap beraneka mgakanan
Ya Tuhan, siapa orang itu? Kenapa dia masuk dalam villa ini? Apa yang harus aku lakukan? Mas Alen, aku takut!"Mbak Naya, jika mbak tidak mau pulang. Jangan lupa kunci semua pintu ya, Mbak. Dan jangan keluar di waktu malam hari!" Perkataan Diego yang kembali melintas dalam benaknya. Bibir Naya merapat. Jemari tangannya menggenggam erat selimut yang menutupi tubuhnya. Keringat dingin mulai keluar mengimbangi rasa takut yang menguasai dirinya.Perlahan, tangannya turun memegang perut yang terasa menggetarkan tubuhnya.Sayang, maafkan mama, ya? Tak seharusnya mama membiarkanmu ikut cemas seperti ini! gumam batin Naya menghela nafas panjang.Apa orang ini adalah orang yang akan mencelakaiku? batin Naya bertanya. Jantungnya kian berdegup kencang saat hentakan kaki terdengar mengarah padanya. Mas Alen, bagaimana ini? Apa aku benar-benar berpisah sebelum aku bertemu denganmu? Mas Alen, aku ....DegSudut mata Naya mengernyit. Ada sedikit cahaya yang menembus di antara kegelapan yang berad
"Sekarang kamu tau kan, siapa orang yang membuat istri kakak ngambek?" tanya Alen."Jadi, ini semua karena aku?" tanya Rania seakan tak percaya jika dirinya adalah penyebab kaburnya kanaya."Ya Tuhan, Kak Alen! Aku minta maaf, ya?" "Sudahlah! Kamu tak perlu merasa bersalah. Kakak akan mengatasi kesalah pahaman yang terjadi ini," tutur Alen mematikan rokoknya."Tapi, Kak. Aku merasa bersalah banget membuat kakak ipar salah paham gegara pesanku itu." Bibir Rania memanyun. Raut wajahnya yang biasanya selalu ceria mendadak suram akan masalah yang terjadi.Alen menghela nafas panjang. Tangannya dengan lembut mengusap rambut pirang yang dimiliki Rania. "Percayalah! Kakak akan menyelesaikan ini semua dengan cepat. Kakak juga tak sabar memperkenalkan kamu dengan dia. Memperkenalkan adikku yang belum dia ketahui," ujar Alen mencoba menenangkan hati Rania.Drt ... Drt. ...Diego calling ...Tanpa banyak buang waktu, Alen mengangkat telepon dari bodyguard tersebut. Berharap apa yang ia rencanak
Alen mengeryit dan terbelalak kaget saat melihat chat dari Diego."Mas, Mbak Naya keluar dari rumah!"Pesan dari Diego yang membuat Alen terkejut setengah mati. Spontan, Alen menghubungi Diego. Jari jemari tangannya meraih jas yang ia letakkan di bahu kursi putarnya."Diego, kamu di mana?" tanya Alen begitu panik. Suaranya yang lantang membuat Rania terbangun dari tidurnya. Mata yang masih sayu menoleh menatap Alen yang terlihat begitu panik. "Apa yang terjadi, Kak?" tanya Rania menghampiri Alen."Rania, Kakak harus pulang sekarang. Istri kakak keluar dari rumah," gegas Alen pergi meninggalkan Rania seorang diri."Keluar dari rumah?" tanya Rania mengernyitkan keningnya. Jari jemari tangannya mulai menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal."Apa emang begitu ya, kalo hidup berumah tangga?"Di mobil, Naya terdiam seribu bahasa. Dua bola matanya tak berhenti menatap ke arah jendela mobil yang memperlihatkan pemandangan indah di sepanjang perjalanan.Bisa-bisanya mas Alen bermain di bel