"Oiya, kamu kan temannya kanaya, sudah pastilah kamu mengenal keponakan tante itu. Ah, bagaimana aku ini? Bisa-bisanya aku bertanya seperti itu sama kamu," ucap ibu ana yang membuat azka bingung.Kenapa tante ana mengkaitkan kanaya dengan Alen? tanya batin Azka yang seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Bibirnya merapat sembari mencerna kata-kata yang membuatnya berpikir terlalu dalam.Heh, iya iyalah tante ana mengkaitkan kanaya dengan alen. Secara, kanaya adalah karyawan kesayangannya tantenya alen. Sudah pasti mereka saling mengenal. Hah, kalo tau begini, sudah pasti aku memberi tahu alen siapa wanita itu! kata Azka tersenyum seraya menghela nafas panjang."Duduklah dulu! Kamu mau minum apa? Es teh, aneka jus atau kopi?" tanya ibu ana seraya duduk di tempat santainya."Tak usah repot-repot, Tante. Sebenarnya saya ke sini hanya untuk ...," kata Azka terhenti lagi."Ah, Kamu. Nggak usah sungkan, lagian kamu itu sudah menolong tante, lho! Biarkan tante menjamu kamu dengan baik,
Bisa-bisanya, orang itu memanfaatkan kondisi ini untuk mendekati istriku! gumam batin Alen menghela nafas panjang. Bibirnya merapat seraya meredam amarah yang mulai muncul kembali."Hubungi dia! Aku ingin bicara dengannya!" ucap Alen yang membuat naya seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Kenapa? Apa kamu takut jika aku menghajarnya?" tanya Alen yang melihat istrinya terdiam menatapnya.Alen menegak salivanya dengan paksa. Begitu polosnya ia memiliki istri seperti kanaya. Diam dan terus memandang, itulah yang selalu dilakukan kanaya padanya."Mas alen tak marah jika aku yang menghubunginya? Apa tidak sebaiknya mas alen saja yang menghubunginya?" ujar Naya yang membuat Alen berpaling."Kirim pesan ke dia. Dan ajak dia makan malam di restoran kesukaanmu," kata Alen pergi meninggalkan naya seorang diri.Naya menegak salivanya dengan paksa. Bibirnya merapat seraya menatap lelaki yang selalu melindungi dirinya. Terlihat begitu jelas, suaminya sakit hati karena kejujurannya itu. Yac
Azka mulai menscroll-scroll layar ponsel yang selalu di tangannya. Ia mencoba menghubungi kanaya dan memastikan keberadaannya. Tapi, niatnya terhenti saat suara khas yang tak asing baginya berbicara dengannya."Maaf, sudah membuat anda menunggu lama!" kata Alen terkejut melihat orang yang menolong istrinya adalah sahabatnya sendiri."Alen!" Azka seketika berdiri menatap sahabatnya yang meletakkan koper di atas meja yang tersedia.Jadi, orang itu azka! kata batin alen menegak salivanya dengan paksa."Alen, kamu ngapain di sini? Apa kamu meeting dengan klien? Di meja mana?" tanya Azka berputar menatap sekelilingnya yang sepi dari pengunjung. Alen menghela nafas panjang. Dengan santai, ia menopangkan kedua tangan di dada sembari menyilangkan kedua kakinya."Kamu ngapain di sini? Pergilah! Sebentar lagi wanitaku akan datang!" usir Azka menarik tangan alen agar pindah ke tempat lain.Wanitaku? Bisa-bisanya bilang istriku sebagai wanitanya! kata batin Alen tersenyum sinis mendengar perkata
"Mas, kita tak mungkin melawan mereka!" kata Diego yang mendempetkan punggung tepat di punggung Alen.Sial! Bisa-bisanya jumlah mereka melebihi kemampuanku! kata batin Alen dengan keringat yang membasahi dirinya.Alen mengernyit. Kedua matanya tak berhenti menatap ke arah salah satu orang bermasker yang berjalan menghampiri dirinya."Tanda tanganilah dokumen ini! Setelah itu, anda bisa pulang dengan selamat," kata orang tersebut seraya menyodorkan selembar kertas pada Alen.Alen mengernyip. Sudut matanya mengerut melihat sebuah dokumen yang terlihat samar olehnya.Sesaat, ia mendongak dan melempar kertas tersebut tepat di hadapan orang yang memakai baju serba hitam itu."Siapa yang menyuruhmu? Jika dia ingin tanda tangan dariku, suruh dia menemuiku secara langsung!" ucap Alen dengan berani."Tak seharusnya anda mempersulit kami! Hajar, mereka!" seru orang tersebut pada anak buahnya yang siap menghajar Alen dan Diego.Perkelahian pun tak terhindarkan. Sekuat tenaga dan kemampuan, Alen
Senyum Azka memudar seketika melihat istri sahabatnya adalah wanita yang ia dambakan."Naya!" kata Azka seakan tak percaya.Alen menyeringai dan terlihat senang melihat ekspresi sahabatnya yang syok dengan kenyataan yang ada."Senang bertemu denganmu lagi. Jujur! Aku tak menyangka jika kamu adalah sahabat dekat suamiku!" tutur Naya yang seketika membuat hati azka hancur berkeping-keping. Padahal, baru saja ia berharap kalo ia salah paham dengan apa yang ia lihat.Suamiku? Jadi, benar dia istrinya Alen? tanya batin Azka seraya menegak salivanya sendiri dengan paksa."Sayang, tolong bilang sama Diego untuk istirahat di rumah!" pinta Alen yang sengaja memperlihatkan kemesraannya di depan Azka."Iya!" kata Naya pergi meninggalkan mereka berdua.Azka melirik ke arah ponsel naya yang ada di pangkuan sahabatnya itu. Tatapan mata Alen seakan menyimpan luka yang mendalam terhadapnya.Jaga mata dan hati kamu jika berhadapan dengan istriku!" Perkataan Alen yang terlintas kembali dalam benak azka
"Laura, ngapain dia di sini? Dan kenapa dia terlihat begitu bahagia? Tumben banget ekspresi wajahnya seperti itu padaku. Apa jangan-jangan dia ingin uang dariku lagi?" tebak Arga dalam hati.Sejenak, kedua bola mata Arga terbelalak kaget saat Laura tiba-tiba memeluk dirinya layaknya seorang kekasih hati."Akhirnya aku menemukanmu, Kak!" kata Laura melepas pelukannya dan tersenyum senang menatap Arga yang masih syok akan tingkah lakunya."Why? Kenapa kakak menatapku seperti itu?" tanya Laura sembari memanyunkan bibir tipisnya itu. Jari jemari tangannya dengan aktif meraih tangan kekar yang dimiliki Arga.Arga menghela nafas panjang. Bibirnya merapat seraya melepas tangan Laura yang membuatnya begitu risi."Kenapa? Justru aku yang bertanya. Ada apa denganmu? Kenapa tingkah kamu seperti ini kepadaku?" tanya Arga menopangkan kedua tangan di dada. Wajahnya yang hitam manis mulai memancarkan emosi.Laura menghela nafas panjang, perlahan jemari tangannya dengan cepat melingkar di pinggang si
"Terserah kamu mengataiku lelaki brengsek, lelaki bejat atau apalah. Yang jelas, aku tak mau mempertanggungjawabkan anak yang kamu kandung. Iya kalo itu anakku tapi kalo bukan? Sudahlah! Aku tak mau memikirkannya lagi!" kata Arga berbalik dan terkejut saat mamanya berdiri tepat di hadapannya."Anak?" tanya mama Ana Towsar yang membuat Arga seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Ma-ma, sejak kapan mama berdiri di situ?" tanya Arga melangkah menghampiri sang mama tercinta."Lima menit yang lalu," jawab mama Ana dengan tatapan yang begitu serius."Lima menit yang lalu? Berarti, mama mendengarkan aku ...," kata Arga terhenti."Yach, tentu saja! Mama mendengarkan kalian bicara.Sekarang jelaskan, apa maksud pembicaraanmu dengan wanita itu?" tanya Mama yang membuat Arga terdiam dan tak mampu berkutik lagi.Di rumah sakit, Alen terus saja menatap Naya yang sedari tadi sibuk dengan buku dan pensil yang tak lepas dari tangannya. Hampir dua jam lamanya, Alen merasa tak di anggap ada.Sampa
Sial! Padahal, tujuanku curhat sama mama agar mama mau membantuku menyingkirkan Laura. Tapi, kenapa ini malah sebaliknya? Padahal, mama belum bertemu dengan Laura! kata batin Arga menggerutu.Di rumah, Laura terdiam seorang diri. Kedua bola matanya berputar menatap sekeliling kamar miliknya yang penuh dengan poster Alen Towsar."Bodoh, bodoh dan bodoh! Bagaimana bisa aku hamil dengan sepupu idolaku sendiri. Seharusnya, aku mengandung anak dari Alen Towsar, seorang pembalap terkenal," sesal Laura meraih minuman kaleng dan meneguknya secara perlahan. Glek glek glek ahhhhhh"Berani-beraninya dia bilang kalo anak ini bukan anaknya. Dia kira aku lupa apa tentang kejadian malam itu. Jelas-jelas dia bilang kalo dia sangat beruntung mendapatkan keperawananku. Dasar lelaki plin plan. Lihat saja! Aku akan datang ke rumahnya dan bilang apa yang sebenarnya terjadi. Jika dia masih mengelak, kita akan buktikan dengan tes DNA," gerutu Laura mendesah sebal. Sesaat, sudut matanya mengerut melihat pon