Selesai ayahnya dimakamkan, Delicia kembali ke rumah ayahnya dan duduk di kursi yang biasa ayahnya duduki untuk waktu yang lama.Andres yang melihatnya tidak tega karena sejak Delicia datang ke sini, dia sama sekali belum makan.Yang jadi masalah adalah Delicia memiliki calon bayi yang harus dia beri makan. Dan Andres tak dapat membiarkannya begitu saja.Jadi, dia membeli makanan di sekitar sana. Kemudian kembali lagi setelah satu jam dan membawakan Delicia makanan.“Kamu harus makan, demi anak itu, bukan hanya kamu,” kata Andres.Delicia melirik nasi goreng dengan telur dadar di atasnya. Itu adalah makanan kesukaannya, tapi untuk saat ini dia sama sekali tak ingin nafsu makan.“Harus makan, harus dipaksakan kalau kamu tak mau sakit,” kata Andres.Delicia mengangguk. Ia mengusap air matanya, tangannya menarik bungkusan makanan itu lalu memasukkanya dengan tak ada gairah.Delicia mengusap air matanya lagi tiap kali dia memasukkan nasi ke dalam mulutnya.“Ini semua salahku, kalau saja s
Hal yang membuat Rebecca saat ini adalah ketika dia mendapatkan surat tuntutan dari pengacara Lucio. Dia dituntut atas pencemaran nama baik dan juga mengekspos dokumen pribadi.Rebecca dituntut dua tahun penjara dan denda uang sebanyak dua ratus lima puluh juta.Rebecca berteriak histeris ketika mendapatkan berita itu. Saat dia mencoba untuk mengelak, tapi semua bukti mengarah padanya. Dari alamat IP yang dia gunakan dan juga video rekaman CCTV yang memperlihatkan bahwa dia pernah masuk tanpa izin ke apartemen Lucio.**“Jadi sudah diurus oleh pengacara?” tanya Lucio.“Sudah,” jawab Khaleed. Dia merasa tidak nyaman ketika melihat beberapa kaleng bir yang kosong berserakan di atas meja ruang santai Lucio.“Kamu minum lagi?” tanya Khaleed. “Kamu minum banyak seperti itu tapi tidak makan,” kata Khaleed, menyingkirkan semua kaleng kaleng itu dan memasukkan ke dalam tempat sampah.Yang membuatnya semakin heran adalah saat dia melihat isi di dalam kulkas Lucio. Di mana di sana banyak sekali
Entah bagaimana Lucio dan Melisa bisa sampai di pantai hari itu. Meski terkesan mendadak, tapi Lucio mendapatkan ketenangan saat melihat pantai di depannya.Memang, pantai hanya akan mengingatkannya pada Delicia. Tapi pantai itu yang jelas bukan pantai di dekat kampung Delicia berada.“Bagaimana? Indah, bukan?” tanya Melisa dengan bangga pada Lucio. Seakan sudah berhasil memberikan sesuatu yang spesial pada Lucio.“Ya, bagus. Aku tidak tahu kalau pantai akan seindah ini ketika siang hari dan terasa panas menyengat,” katanya sarkas pada Lucio. Tapi dia tetap menikmatinya.Ombak yang berkejaran, aroma pantai yang menyegarkan dan juga pasir putih yang berada di bawah kakinya. Lucio melepaskan sepatunya setelah mendapatkan saran dari Melisa. Dia berjalan-jalan berdua dengan perempuan itu sampai berada di dekat ombak kecil yang sesekali menepi.Tak sadar, kadang Lucio tersenyum karena senang dengan hal yang remeh itu.Melisa yang melihatnya merasa senang dan lega karena Lucio dapat menikm
Khaleed berlari di lorong rumah sakit. Dia berhasil menemukan Melisa yang sedang duduk dengan cemas.“Bagaimana keadaan Lucio?” tanya Khaleed.“Sedanh dioperasi, belum ada kabar dari dokter,” kata Melisa.Khaleed langsung datang ke rumah sakit tempat Lucio dirawat setelah mendapatkan telepon dari Melisa. Dia terkejut dan terpaksa meninggalkan Karina karena mendapatkan kabar buruk dari Melisa.Khaleed ikut gusar. Dia tidak memberitahu Dolores apa yang saat ini sedang terjadi karena dia tak mau nenek Lucio itu sampai harus khawatir dan membuat kondisi tubuhnya drop lagi.“Harusnya aku tidak mengajak Lucio pergi ke pantai,” kata Melisa, dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. “Kalau tadi kami tidak ke sana, pasti Lucio tidak berada di sini.”Khaleed menatap Melisa tak kalah khawatir.“Tak apa apa, Lucio akan baik baik saja.”Khaleed sudah melaporkan masalah ini kepada polisi saat dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Dan saat ini polisi sedang memburu preman yang sudah menusuk Luc
Ketika Delicia, Diego dan Andres sedang melewati jalanan di pinggir pantai menuju ke kota. Mereka melihat sebuah mobil ambulans melaju dari arah berlawanan.Delicia menoleh mobil ambulans itu. Tanpa sadar dia memikirkannya apa yang sudah terjadi pada seseorang yang ada di dalam ambulans itu.Apakah mobil sedang membawa seseorang yang sedang mengalami serangan jantung seperti ayahnya kemarin? Ataukah ada kecelakaan yang membuatnya harus dibawa ke rumah sakit? “Sedang memikirkan apa?” tanya Andres. Dia menoleh sekilas ke arah Delicia.“Tak apa apa,” jawab Delicia.Dia dan Diego sudah sepakat akan tinggal bersama. Diego juga akan bekerja di kota sekaligus menemani kakaknya di apartemen. Karena sangat berbahaya jika Delicia yang sedang hamil berada sendirian di dalam apartemen.Andres pun mundur perlahan, sejak Delicia menolak lamarannya. Perempuan itu jelas tidak ingin menikah dengannya. Jadi tak ada alasan lagi baginya untuk memaksa Delicia menikahinya.“Diego, jika sudah di kota, aku
Lima tahun kemudian …“Jose! Jangan berlarian nanti om dimarahi ibumu kalau kamu sampai jatuh seperti kemarin!” teriak Diego ketika dia sedang mengantar Jose berangkat ke taman kanak-kanak.Jarak antara TK dan apartemen Delicia hanya lima belas menit. Jaidi Diego selalu mengantar keponakannya itu dengan berjalan kaki.Jose pun berhenti, memandang omnya yang masih mengatur napasnya karena sudah mengejar Jose di pagi hari.“Nanti beli es kim ya, Om,” ajak Jose.“Jangan es krim terus, nanti kalau ibu kamu tahu, om dimarahi,” kata Diego sambil menggandeng lengan Jose.Jose mencebikkan bibirnya. “Kalau bulgel?”“Kemarin kan kita sudah makan itu, Jose. Hari ini kita makan nasi saja ya,” bujuknya. “Nasi dan ayam goreng. Kamu kan juga suka ayam, Jos.”Jose hanya mendelik. Dia berjalan dengan rasa kesal di dalam hatinya.Sementara itu Diego memandang keponakannya dengan bahagia. Dia tidak pernah menyangka jika dia dan Delicia mampu merawat Jose hingga menjadi anak kecil seperti ini.Seingat Di
Perasaan Diego jadi tak tenang semenjak guru Jose mengatakan masalah itu padanya. Dia terus merenung di sepanjang perjalanan menuju apartemen.Jose masih kecil untuk memendam perasaan seperti marah, kesal dan juga kecewa itu sendirian.“Harusnya Delicia bilang saja bahwa ayahnya adalah Lucio,” geram Diego.Sudah berkali-kali dia mengatakan pada Delicia, membujuknya agar mengatakan bahwa ayah Jose adalah seorang lelaki yang sangat kaya bahkan terkenal di dunia bisnis properti. Tapi Delicia selalu menolak ide dari Diego dengan alasan jika mereka dapat bahagia tanpa Lucio.Tapi sekarang apa? Jose malah mendapatkan perlakuan seperti itu sendirian.Ketika Delicia hamil pun, tidak sedikit orang yang mencibir Delicia karena memiliki anak tanpa seorang suami. Mereka membuat kabar burung jika Delicia dulunya adalah seorang pelacur.Namun Delicia selalu tenang dan mengatakan bahwa mereka yang mencibirnya tidak memiliki bukti apa-apa.Delicia sedang berjalan ke lobi saat Diego sudah tiba di apar
Diego melirik jam di dinding. Sudah jam sebelas malam dan waktunya Jose pulang sekolah. Dia melepas celemeknya dan keluar dari dapur. Ia berpamitan pada teman yang tak lain adalah partner-nya mengelola usaha restoran burger dengan tempat yang sangat minimalis.“Aku akan pergi menjemput Jose, lalu makan ayam goreng,” katanya.“Jangan lama-lama, biasanya anak sekolah datang jam dua belas untuk makan siang,” sahut temannya.Diego memberikan jempol pada temannya kemudian keluar dari restorannya. Ia menjemput Jose menggunakan sepeda kali ini sebab jarak restoran ke sekolah Jose cukup jauh.Diego mendapatkan dana untuk mendirikan restoran kecil itu tak lain uang dari Delicia. Dia tak mau bekerja di pabrik lagi dan memutuskan untuk membuka usaha.Meski pada awalnya restoran itu sepi, tapi lambat laun burgernya mulai dilirik oleh anak-anak sekolah ketika pulang sekolah atau sekadar beristiharat untuk membeli makan siang mereka.Dua puluh menit di jalanan, Diego sampai di depan sekolah Jose. B