Hal yang membuat Rebecca saat ini adalah ketika dia mendapatkan surat tuntutan dari pengacara Lucio. Dia dituntut atas pencemaran nama baik dan juga mengekspos dokumen pribadi.Rebecca dituntut dua tahun penjara dan denda uang sebanyak dua ratus lima puluh juta.Rebecca berteriak histeris ketika mendapatkan berita itu. Saat dia mencoba untuk mengelak, tapi semua bukti mengarah padanya. Dari alamat IP yang dia gunakan dan juga video rekaman CCTV yang memperlihatkan bahwa dia pernah masuk tanpa izin ke apartemen Lucio.**“Jadi sudah diurus oleh pengacara?” tanya Lucio.“Sudah,” jawab Khaleed. Dia merasa tidak nyaman ketika melihat beberapa kaleng bir yang kosong berserakan di atas meja ruang santai Lucio.“Kamu minum lagi?” tanya Khaleed. “Kamu minum banyak seperti itu tapi tidak makan,” kata Khaleed, menyingkirkan semua kaleng kaleng itu dan memasukkan ke dalam tempat sampah.Yang membuatnya semakin heran adalah saat dia melihat isi di dalam kulkas Lucio. Di mana di sana banyak sekali
Entah bagaimana Lucio dan Melisa bisa sampai di pantai hari itu. Meski terkesan mendadak, tapi Lucio mendapatkan ketenangan saat melihat pantai di depannya.Memang, pantai hanya akan mengingatkannya pada Delicia. Tapi pantai itu yang jelas bukan pantai di dekat kampung Delicia berada.“Bagaimana? Indah, bukan?” tanya Melisa dengan bangga pada Lucio. Seakan sudah berhasil memberikan sesuatu yang spesial pada Lucio.“Ya, bagus. Aku tidak tahu kalau pantai akan seindah ini ketika siang hari dan terasa panas menyengat,” katanya sarkas pada Lucio. Tapi dia tetap menikmatinya.Ombak yang berkejaran, aroma pantai yang menyegarkan dan juga pasir putih yang berada di bawah kakinya. Lucio melepaskan sepatunya setelah mendapatkan saran dari Melisa. Dia berjalan-jalan berdua dengan perempuan itu sampai berada di dekat ombak kecil yang sesekali menepi.Tak sadar, kadang Lucio tersenyum karena senang dengan hal yang remeh itu.Melisa yang melihatnya merasa senang dan lega karena Lucio dapat menikm
Khaleed berlari di lorong rumah sakit. Dia berhasil menemukan Melisa yang sedang duduk dengan cemas.“Bagaimana keadaan Lucio?” tanya Khaleed.“Sedanh dioperasi, belum ada kabar dari dokter,” kata Melisa.Khaleed langsung datang ke rumah sakit tempat Lucio dirawat setelah mendapatkan telepon dari Melisa. Dia terkejut dan terpaksa meninggalkan Karina karena mendapatkan kabar buruk dari Melisa.Khaleed ikut gusar. Dia tidak memberitahu Dolores apa yang saat ini sedang terjadi karena dia tak mau nenek Lucio itu sampai harus khawatir dan membuat kondisi tubuhnya drop lagi.“Harusnya aku tidak mengajak Lucio pergi ke pantai,” kata Melisa, dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. “Kalau tadi kami tidak ke sana, pasti Lucio tidak berada di sini.”Khaleed menatap Melisa tak kalah khawatir.“Tak apa apa, Lucio akan baik baik saja.”Khaleed sudah melaporkan masalah ini kepada polisi saat dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Dan saat ini polisi sedang memburu preman yang sudah menusuk Luc
Ketika Delicia, Diego dan Andres sedang melewati jalanan di pinggir pantai menuju ke kota. Mereka melihat sebuah mobil ambulans melaju dari arah berlawanan.Delicia menoleh mobil ambulans itu. Tanpa sadar dia memikirkannya apa yang sudah terjadi pada seseorang yang ada di dalam ambulans itu.Apakah mobil sedang membawa seseorang yang sedang mengalami serangan jantung seperti ayahnya kemarin? Ataukah ada kecelakaan yang membuatnya harus dibawa ke rumah sakit? “Sedang memikirkan apa?” tanya Andres. Dia menoleh sekilas ke arah Delicia.“Tak apa apa,” jawab Delicia.Dia dan Diego sudah sepakat akan tinggal bersama. Diego juga akan bekerja di kota sekaligus menemani kakaknya di apartemen. Karena sangat berbahaya jika Delicia yang sedang hamil berada sendirian di dalam apartemen.Andres pun mundur perlahan, sejak Delicia menolak lamarannya. Perempuan itu jelas tidak ingin menikah dengannya. Jadi tak ada alasan lagi baginya untuk memaksa Delicia menikahinya.“Diego, jika sudah di kota, aku
Lima tahun kemudian …“Jose! Jangan berlarian nanti om dimarahi ibumu kalau kamu sampai jatuh seperti kemarin!” teriak Diego ketika dia sedang mengantar Jose berangkat ke taman kanak-kanak.Jarak antara TK dan apartemen Delicia hanya lima belas menit. Jaidi Diego selalu mengantar keponakannya itu dengan berjalan kaki.Jose pun berhenti, memandang omnya yang masih mengatur napasnya karena sudah mengejar Jose di pagi hari.“Nanti beli es kim ya, Om,” ajak Jose.“Jangan es krim terus, nanti kalau ibu kamu tahu, om dimarahi,” kata Diego sambil menggandeng lengan Jose.Jose mencebikkan bibirnya. “Kalau bulgel?”“Kemarin kan kita sudah makan itu, Jose. Hari ini kita makan nasi saja ya,” bujuknya. “Nasi dan ayam goreng. Kamu kan juga suka ayam, Jos.”Jose hanya mendelik. Dia berjalan dengan rasa kesal di dalam hatinya.Sementara itu Diego memandang keponakannya dengan bahagia. Dia tidak pernah menyangka jika dia dan Delicia mampu merawat Jose hingga menjadi anak kecil seperti ini.Seingat Di
Perasaan Diego jadi tak tenang semenjak guru Jose mengatakan masalah itu padanya. Dia terus merenung di sepanjang perjalanan menuju apartemen.Jose masih kecil untuk memendam perasaan seperti marah, kesal dan juga kecewa itu sendirian.“Harusnya Delicia bilang saja bahwa ayahnya adalah Lucio,” geram Diego.Sudah berkali-kali dia mengatakan pada Delicia, membujuknya agar mengatakan bahwa ayah Jose adalah seorang lelaki yang sangat kaya bahkan terkenal di dunia bisnis properti. Tapi Delicia selalu menolak ide dari Diego dengan alasan jika mereka dapat bahagia tanpa Lucio.Tapi sekarang apa? Jose malah mendapatkan perlakuan seperti itu sendirian.Ketika Delicia hamil pun, tidak sedikit orang yang mencibir Delicia karena memiliki anak tanpa seorang suami. Mereka membuat kabar burung jika Delicia dulunya adalah seorang pelacur.Namun Delicia selalu tenang dan mengatakan bahwa mereka yang mencibirnya tidak memiliki bukti apa-apa.Delicia sedang berjalan ke lobi saat Diego sudah tiba di apar
Diego melirik jam di dinding. Sudah jam sebelas malam dan waktunya Jose pulang sekolah. Dia melepas celemeknya dan keluar dari dapur. Ia berpamitan pada teman yang tak lain adalah partner-nya mengelola usaha restoran burger dengan tempat yang sangat minimalis.“Aku akan pergi menjemput Jose, lalu makan ayam goreng,” katanya.“Jangan lama-lama, biasanya anak sekolah datang jam dua belas untuk makan siang,” sahut temannya.Diego memberikan jempol pada temannya kemudian keluar dari restorannya. Ia menjemput Jose menggunakan sepeda kali ini sebab jarak restoran ke sekolah Jose cukup jauh.Diego mendapatkan dana untuk mendirikan restoran kecil itu tak lain uang dari Delicia. Dia tak mau bekerja di pabrik lagi dan memutuskan untuk membuka usaha.Meski pada awalnya restoran itu sepi, tapi lambat laun burgernya mulai dilirik oleh anak-anak sekolah ketika pulang sekolah atau sekadar beristiharat untuk membeli makan siang mereka.Dua puluh menit di jalanan, Diego sampai di depan sekolah Jose. B
Semua murid di kelas Jose terdiam, ketika ada seorang anak baru datang dan diperkenalkan oleh guru mereka di depan kelas.Jose yang tadinya tidak tahu kenapa tiba-tiba kelasnya menjadi hening. Baru lah dia tertegun ketika melihat anak seumurannya yang masuk dan menebarkan senyum ke seluruh kelas.“Anak-anak, perkenalkan teman baru kalian. Namanya Martin, dan mulai hari ini dia akan belajar bersama dengan kalian. Jadi, ibu harap kalian bisa akur dengan Martin, mengerti?”“Ya, bu guru!” semuanya menyahut dengan serempak.Satu-satunya kursi yang kosong hanya di sebelah Jose. Jadi guru Jose meminta Martin untuk duduk di sebelah Jose.Jose yang sejak semula tidak mau terlalu akrab dengan orang lain, karena lama-lama mereka pasti akan mengejeknya. Jadi dia tidak terlalu menyambut kedatangan Martin.Akan tetapi, Martin yang pertama kali mengulurkan tangan pada Jose setelah meletakkan tas punggungnya.“Namaku Martin, namamu siapa?” tanya Martin.Jose melihat tangan Martin sejenak. Dia memiliki
Lordes mendengar pertengkaran antara ayah dan ibunya. Dan secara tidak langsung dia tahu bagaimana sifatnya selama ini yang memang kurang baik.Setengah jam berlalu, ibu Lordes membawa makanan bersama dengan pelayan di belakangnya.Ada banyak makanan yang terhidang hingga membuat Lordes bingung.“Kamu sebelumnya tidak mau makan selama lima hari, makanya ibu khawatir,” kata ibu Lordes.“Kenapa? Kenapa aku tidak mau makan?”Ibunya diam saja.“Sudahlah, itu sudah berlalu, yang penting kamu mau makan sekarang,” kata ibu Lordes.Lordes pun menelan makanannya pelan pelan, setiap sendok makanan yang masuk ke dalam mulutnya membuat ibu Lordes merasa tenang dan lega.“Ibu tidak makan?”“Tidak, melihatmu makan sudah membuat ibu kenyang.”Lordes tersenyum.“Bu, kenapa aku asing berada di kamar ini?” tanya Lordes.“Itu karena kamu kehilangan ingatan kamu, Lordes. Tapi kata dokter ingatan itu akan kembali, karena bukan amnesia permanen.”“Begitu?”“Setidaknya, kamu bisa melupakan hal yang menyakit
“Bagaimana dengan urusanmu? Sudah selesai?” tanya Lucio ketika melihat Khaleed menyusulnya ke kantin di kantor.“Sebentar lagi akan selesai,” desahnya kemudian duduk.“Kenapa wajahmu murung?”Khaleed menggeleng.“Harusnya yang murung sekarang bukan kamu tapi aku,” keluh Lucio.“Kenapa? Masalah Delicia bukankah sudah selesai? Dia sudah pulang dan kesehatannya semakin membaik.”“Bukan seperti itu.”Lucio kemudian menceritakan semuanya kepada Khaleed, bahwa sejak kecelakaan Delicia menjadi sedikit berbeda. Delicia seperti jauh dari anaknya tapi perasaan untuk dirinya sama saja.“Bukannya kamu bilang kalau dia mengalami hilang ingatan sebagian? Mungkin karena itu, kan?”“Tapi, kenapa sifatnya bisa berubah? Aku sempat memergokinya berteriak pada Jose. Apakah Delicia seperti itu sebelum menikah denganku? Aku bertanya pada Jose, dan Delicia tidak pernah membentaknya meskipun sangat marah.”“Apakah karena efek kecelakaan?” tanya Khaleed.“Aku tidak tahu, aku bingung,” jawab Lucio yang dia sen
Sudah bermenit menit yang lalu, Nina hanya diam saja. Dia duduk di kursi sofa dengan tubuh menghadap ke arah jendela.Khaleed sudah memesan pizza, tapi sampai pizza itu dingin, Nina tak mau menyentuhnya sama sekali.“Aku sudah menghubungi ibumu, dan mengatakan untuk sementara kamu ada di sini,” kata Khaleed.Nina hanya mengangguk.“Kamu kenapa?”Khaleed duduk di sebelah Nina, tapi yang dia lihat hanyalah punggung Nina yang menyedihkan.Belum ada satu hari, Nina sudah berubah menjadi murung begitu.“Besok pagi, aku akan temani kamu ke kantor polisi,” kata Khaleed.“Pekerjaanmu bagaimana?”“Aku akan datang sedikit terlambat, aku sudah izin pada bosku.”Nina kemudian diam.“Kalau kamu diam, aku tidak tahu harus berkata apa lagi padamu. Aku tidak pandai menghibur, katakan padaku. Aku harus bagaimana?”“Terima kasih,” kata Nina pelan.Mata Khaleed melebar.“Karena sudah mau menolongku dan berkorban untuk gadis hina sepertiku.” Nina menenggelamkan wajahnya di antara kedua kakinya. “Aku malu
Khaleed berlari menuju rumah Nina, tahu bahwa pasti akan ada hal yang buruk akan terjadi.Dengan napas yang tersengal, Khaleed terus berlari agar tidak terlambat untuk menyelamatkan Nina.**Nina mendengar suara bel pintu berbunyi berkali-kali. Ia pikir Khaleed kembali karena ketinggalan barangnya.Akan tetapi, ketika Nina membuka pintu. Dia melihat suaminya sudah berada di depan pintu dengan senyum menyeringai.Nina mencoba untuk menutup pintu, tapi tenaganya tidak lebih besar daripada suaminya.“Biarkan aku masuk!” ujarnya dengan geram. “Kamu sudah membuatku menjadi bulan bulanan oleh rentenir!”Suami Nina masuk kemudian mendorong gadis itu sampai terjatuh di atas sofa.“Harusnya kamu menurutiku! Tak ada yang salah karena kamu membantu suamimu!”Suami Nina menamparnya membuat gadis itu takut gemetaran. Bayangan bayangan buruk itu telah terhempas sejak dia bersama dengan Khaleed. Sejak dia mengenal lelaki itu, dia merasa bahwa dirinya berharga.Namun, kini… saat dia bersama dengan su
Lima hari berlalu, Delicia yang tak lain adalah Lordes akhirnya bisa pulang ke rumah Lucio yang selama ini begitu dia inginkan.Pagi pagi sekali Lucio sudah menjemput istrinya dari rumah sakit.“Akhirnya aku bisa pulang,” kata Lordes dengan senang.“Pasti sangat membosankan di sini, kan?”Lordes mengangguk.“Oh ya, Lordes… dia sudah siuman. Tapi dia belum bisa banyak bergerak.”Bibir Lordes tiba tiba berkedut. Ia pikir Delicia akan koma untuk waktu yang lama agar dia bisa menikmati waktunya bersama dengan Lucio. Jika Delicia sadar, bagaimana jika wanita itu mengaku sebagai Delicia?Lucio yang melihat istrinya berhenti menoleh ke belakang.“Ada apa?”Lordes dengan tangan gemetar mencoba meraih tangan Lucio.“Aku tahu, kamu pasti takut dengan Lordes. Dia sangat nekat,” kata Lucio menambahkan.“Ya… ya.. aku sangat takut setelah tahu penyebab kecelakaanku adalah dia.”“Tak apa apa, ada aku di sini,” kata Lucio menenangkan.Ketika mereka melewati koridor. Tanpa sengaja melihat ibunya dari
Saat ini Lucio sedang berada di atas ranjang rumah sakit bersama dengan Delicia di mana jiwanya adalah milik Lordes. Lordes meminta Lucio agar menemaninya sampai dia pulang dari rumah sakit.“Bagaimana dengan anak anak tadi? Apakah mereka kecewa padaku?” tanya Lordes.“Tidak, mereka mengerti keadaanmu. Mereka mungkin masih kecil, tapi sifat mereka sudah dewasa,” jelas Lucio. “Jangan khawatir.” Lucio mengusap kepala Lordes dengan lembut.“Setelah keluar dari rumah sakit. Aku ingin kita berbulan madu,” ajak Lordes.Lucio diam.“Apa ada yang salah?”Lucio menggeleng. “Kamu kemarin menolak ajakanku berbulan madu karena ingin bersama dengan anak anak.”“Benarkah?”“Tapi kalau kamu ingin kita berbulan madu tak masalah.”“Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu.”Lucio tersenyum.“Aku akan mengaturnya nanti.”Lordes tidur memeluk Lucio. Dia merasa sangat bahagia karena setidaknya dia bersama dengan lelaki yang sangat dia inginkan selama ini.Meski berada di dalam tubuh Delicia, tapi dia
Khaleed membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa sakit ketika dia mencoba untuk memegangnya.Kamar yang dia tempati tidak mirip seperti kamarnya. Apalagi ada sosok bayangan yang membuatnya terkejut.“Lucio? Kenapa kamu ada di sini?” tanya Khaleed bingung.“Harusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kamu ada di sini. Bukankah seharusnya kamu pulang ke rumah?”Khaleed diam.“Aku langsung datang ke sini waktu perawat menemukan nomor kontakku sebagai nomor darurat.”Khaleed tersenyum.“Jadi, siapa yang sudah membuatmu begini?” tanya Lucio.“Orang gila,” jawab Khaleed. “Dia memukulku dengan tongkat, di mana dia sekarang?”Lucio menaikkan bahunya. “Aku tidak tahu siapa yang kamu maksud. Tapi tadi di sini ada gadis yang menemanimu, saat aku datang dia langsung pergi. Dia siapa?”“Oh dia, dia istri dari laki laki yang memukulku.”Lucio membulatkan matanya. “Jangan berurusan dengan istri orang lagi, Khaleed. Aku sudah memperingatkanmu.”“Ini beda.”“Bagaimana jika kamu ditipu lagi?”“Sepertin
Suara ribut berasal dari bangsal yang dilewati oleh Khaleed. Awalnya dia ingin mengabaikannya dan terus berjalan saja. Akan tetapi dia tidak bisa diam saja ketika melihat seorang perempuan menjadi sandera seorang pasien menggunakan pisau buah.“Jangan mendekat atau kubunuh wanita ini!” ujarnya.Khaleed yang melihatnya menjadi jengkel. Apalagi lelaki itu hanya berani terhadap perempuan saja.“Jangan mendekat!” Bahkan petugas keamanan seakan tak mampu menangani preman tengik tersebut.Khaleed menggulung kemejanya sampai ke siku. Dia memutar jalan kemudian menjegal kaki lelaki tersebut hingga terjatuh. Pisau yang ia bawa terpental jauh darinya. Khaleed langsung meringkus lelaki yang ternyata tak ada apa apanya itu.Kepala dengan perban dan juga wajah penuh memar. Khaleed yakin jika lelaki itu bisa jadi baru saja dipukuli oleh orang orang yang membencinya.“Siapa kamu!” bentaknya sambil berusaha melarikan diri.“Aku? Aku manusia yang membenci laki laki sepertimu.”“Sialan! Lepaskan!”“Co
Delicia benar benar tidak senang melihat kedatangan Martin dan Jose. Karena dia sendiri bukanlah Delicia yang asli. Diam diam Lordes memikirkan cara bagaimana caranya agar tidak mengurus anak anak itu. Karena baginya yang terpenting adalah bersama dengan Lucio.“Sapa mama kalian,” kata Lucio.Martin dan Jose langsung menghampiri Delicia kemudian memeluknya.“Mama gak apa apa kan Pa?” tanya Martin.“Mama kapan bisa pulang?” kali ini Jose yang bertanya.Lucio pun menjelaskan pada mereka berdua bahwa mama mereka akan berada di sana selama lima hari.Lordes hanya diam saja, merasa asing dengan pemandangan itu. Dia benar benar tidak memikirkan jauh ke belakang bahwa Lucio dan Delicia sudah memiliki anak.“Mama masih sakit?” tanya Martin.Lordes memandang Lucio seakan meminta bantuan pada lelaki itu.“Apa kamu tidak ingat siapa mereka, Delicia?Lordes menggeleng pelan. Lucio terkejut.“Dia adalah Martin, dan sebelah Martin Jose. Kamu lupa?”Lordes tanpa ragu mengingat.“Tapi kamu ingat aku?