Share

Bab 5

"Lepaskan dia!" teriak Leo dengan suara menggelegar yang seketika membuat suasana hening. Wajahnya tegang dan matanya menyala penuh amarah. Sandara, yang sebelumnya terpojok oleh para pria hidung belang, menoleh dan bernafas lega melihat sosok Leo berdiri di dekat pintu masuk.

Para pria hidung belang yang tadinya mengerumuni Sandara dengan tatapan penuh nafsu pun mundur teratur, mereka merasa takut dengan sosok Leo yang dikenal sebagai asisten Bima Aryasena, seorang pengusaha muda yang terkenal kejam dan tak segan untuk menutup perusahaan yang bermasalah dengannya. Mereka sadar bahwa mencoba melawan Leo hanya akan menimbulkan masalah yang lebih besar bagi diri mereka dan usaha mereka.

Sandara berlari menuju Leo, air mata mengalir deras di pipinya, "Om, tolong bawa Dara pergi dari tempat ini," pinta Sandara dengan suara gemetar, memohon perlindungan dari Leo.

Leo menatap tajam para pria yang semakin mundur, "Pergi kalian, atau usaha kalian akan gulung tikar!" ancam Leo dengan suara keras dan dingin. Para pria yang kebanyakan pemilik bisnis di sekitar sana langsung bergegas pergi, takut akan ancaman yang diucapkan oleh Leo.

Tanpa menunggu lama, Leo segera menggandeng tangan Sandara dan membawanya keluar dari tempat itu, menyelamatkannya dari bahaya yang mengancam. Sandara terus menangis, merasa bersyukur karena Leo datang tepat waktu untuk melindunginya.

"Saya akan mengantarkan Nona Sandara pulang," ucap Leo dengan nada dingin dan datar, tak ada emosi yang terpancar dari wajah tampannya. Mereka berjalan menuju ke mobil yang sudah diparkir di depan club itu. Sandara mengangguk, hatinya berdegup kencang saat mengikuti langkah Leo, asisten suaminya yang selama ini dikenal sebagai sosok yang misterius.

Di dalam mobil, suasana terasa sangat hening. Tak ada percakapan yang terjadi antara Sandara dan Leo. Sandara merasa canggung, tangannya bergerak gelisah di atas pahanya. Sementara itu, Leo terus fokus menyetir dengan ekspresi datar.

Beberapa saat kemudian, mereka pun tiba di apartemen yang ditempati Bima, suami kontrak Sandara. Leo membuka pintu mobil untuk Sandara, lalu berkata dengan nada serius, "Nona Sandara, ini sudah sampai. Hati-hati di dalam."

Sandara memasuki apartemen milik suami kontraknya dengan perasaan yang bercampur aduk. Ketika pintu terbuka, Bima sudah menunggu di ruang tamu dengan tatapan sinis yang menusuk. Sandara masih berdiri kaku di depan pintu, tidak berani melangkah lebih jauh lagi.

Bima menatap Sandara dengan sinis, matanya menyala kesal. "Urusan penting! Urusan penting apa yang ada di club malam!" ujarnya dengan nada tinggi, sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

Sandara mengepalkan tangan dan menggelengkan kepalanya. "Gue nggak ke sana, tapi gue dijebak! Gue nggak ada niat macam-macam, Om!" ujarnya dengan nada memelas.

"Di jebak! Omong kosong," sindir Bima dengan nada yang sangat merendahkan. "Pasti tiga puluh juta itu sudah habis buat bersenang-senang. Kamu pikir aku nggak tahu apa yang terjadi di club malam?" Tatapan Bima begitu mengejek Sandara, membuat gadis itu merasa terhina.

Sandara kembali menggelengkan kepalanya, tak mampu menahan air mata yang mulai menggenang di matanya. "Uang itu... uang itu buat bayar hutang keluarga gue, Om! Kalau Om nggak tau, nggak usah sok tau!" teriaknya dengan lantang, berusaha meyakinkan suaminya.

"Terserah, itu bukan urusan saya," balas Bima dengan nada dingin. "Jangan-jangan demi uang kamu juga menjebak saya agar saya menikah dengan kamu! Kamu kira saya nggak tahu siasatmu?"

Sandara terkejut mendengar perkataan Bima, tak menyangka kalau suaminya bisa berpikiran seperti itu. Dia merasa sangat terluka, namun tak ada cara lain selain terus berusaha membuktikan kalau yang terjadi bukanlah rencananya.

"Gue emang lagi butuh uang, tapi gue nggak ada pikiran buat jebak lo!" teriak Sandara emosi.

Bima, yang diliputi amarah, meninggalkan Sandara yang masih terpaku di ruang tamu. Dia menghempaskan pintu ruang kerjanya dan berteriak, "Aargh!" tanda kekesalan. Ia kemudian duduk di kursi kerjanya, mengusap wajah dengan tangan yang gemetar.

"Di jebak? Bilang saja kalau mau bersenang-senang, nggak usah cari alasan yang tak masuk akal!" gerutunya, teringat pesan Leo tentang perilaku Sandara yang sedang di kerubungi para lelaki hidung belang.

"Kalau nggak ada Leo yang mengawasi, entah apa yang sudah kamu lakukan, mungkin kamu sudah membuat malu keluargaku, Dara!" tambahnya sambil meremas dokumen di atas meja.

Sedangkan Sandara, di ruang tamu, mencoba menahan tangisnya. Tangannya gemetar dan air mata jatuh perlahan. Dia mencoba mencari kenyamanan dengan meringkuk di sofa sambil berisak kesedihan.

Keesokan harinya, Sandara berusaha bangkit dan mempersiapkan sarapan untuk Bima. "Om tampan, ayo sarapan. Gue udah masak nih buat Om," ujarnya sambil tersenyum, berusaha untuk menyembunyikan beban di hatinya.

Bima menatap Sandara dengan ekspresi datar. "Nggak usah sok peduli sama saya! Ingat, kamu menikah sama saya hanya karena uang!" ucapnya lalu bangkit dan pergi meninggalkan Sandara yang menahan perasaan sakit hati.

"Siapa juga yang mau nikah sama lo. awalnya gue juga udah nolak tapi lo yang maksa dan bayar gue!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status