Share

8. Too Much Information

Author: Estaruby
last update Last Updated: 2025-04-16 21:35:24

Langkah Arina terhenti begitu saja. Baru saja ia menekan tombol pada remote mobilnya, dan lampu hazard si putih miliknya itu berkedip menyala, dua sosok yang tak asing—dan sebenarnya paling ia hindari sekaligus sempat ia cari—muncul tepat di hadapannya.

Jefan dan Nindy.

Dua manusia yang dulu sempat menjadi bagian dari hidupnya. Satu sebagai cinta yang ia perjuangkan bertahun-tahun. Satu lagi sebagai teman yang dulu ia anggap saudara. 

Dan kini? Mereka berdiri bergandengan tangan, dengan senyum menyebalkan yang menempel di wajah mereka seperti topeng murahan.

“Arina,” sapa Nindy dengan nada dibuat-buat ramah. 

“Nggak nyangka kita ketemu di sini." Senyumnya dibuat terlalu lebar untuk terlihat tulus.

Arina hanya melirik Nindy dengan raut yang sudah pasti muak. Ia melirik sebelahnya, lelaki yang tujuh tahun belakangan mengisi hatinya. Kini justru membuang muka sembari memasukkan tangan ke dalam kantong. Seolah dia benar-benar sudah tak ingin lagi bertemu atau bahkan menjelaskan apapun pada Arina. Pengecut yang memutuskannya sepihak tanpa penjelasan dan bahkan memblokirnya.

Kalau saja hari itu Arina tidak mendengar semuanya, mungkin dia akan menangis darah mengemis penjelasan pada Jefan disini. 

Tapi, Arina bukan wanita tanpa harga diri. Jefan mau bermain pura-pura tidak kenal begitu? Baik! Akan Arina ladeni dengan sebaik mungkin. 

“Ya, dunia memang sempit ya,” jawab Arina dengan suara yang terdengar tanpa emosi. Berhasil membuat Jefan meliriknya sekilas. Mungkin berpikir bahwa Arina tidak memenuhi ekspektasinya itu. 

Nindy melirik Arina dan Jefan secara bergantian, tidak lupa membubuhkan senyuman misterius yang menyebalkan di wajahnya.

"Senang bertemu dengan kamu disini. Tapi.. kamu sedang apa disini? Blind date?" Terkaan Nindy jelas dia tujukan untuk mengusik atau sekaligus meledek Arina. Namun sayang seribu sayang, Arina tidak akan memakan umpannya sama sekali. 

Arina memiringkan kepala sedikit, menatap mereka seperti menatap dua karakter drama kelas rendah yang terlalu percaya diri memainkan peran.

Nindy tertawa pelan sembari menepuk manja lengan Jefan yang ia gelendoti, "Katanya coba-coba kencan buta adalah cara tercepat untuk move on. Tapi aku bercanda ya, Rin! Aku yakin kamu tidak akan ikut cara-cara seperti itu, lah! Kencan buta terlihat seperti bukan Arina sekali," Nindy sepertinya benar-benar hidup dalam imajinasinya sendiri. Tak cukup peka kah untuk melihat bahwa Arina bahkan sama sekali tidak peduli?

“Arina, aku harap apapun yang terjadi diantara kita tidak akan merenggangkan hubungan kita, ya. Kamu dan Jefan sudah lama berakhir. Apapun yang terjadi di masa lalu, biarlah berada disana," tambah Nindy yang sok bijak tapi jelas terdengar sangat menyebalkan.

Oh, ayolah! Siapa yang mau dia bohongi disini?!

Arina hanya mengangguk. Wanita itu bersiap untuk masuk ke dalam mobil, namun suara Nindy yang ditinggikan nampaknya berusaha mencegahnya pergi terlalu dini.

"Oh iya, Rin, kami disini sedang ada janji dengan vendor venue pernikahan." Nindy melirik Jefan yang sejak tadi hanya diam, "—apa ya namanya, sayang?" Tanyanya seolah setengah berpikir.

Jefan menggenggam tangan Nindy di lengannya, "Everlace Venue," jawabnya singkat.

Nindy mengangguk, "Nah iya, itu!  Mereka punya ballroom baru yang dreamy banget buat lamaran—full glass wall, view citylight. Aku sama  Jefan langsung jatuh cinta sama tempatnya.”

Nama yang tidak terdengar asing. Arina hanya mengembangkan senyuman miring teramat sangat tipis saat mendengarnya. Jelas, Everlace adalah venue yang selalu disebut-sebut oleh Jefan setiap kali mereka bicara soal pernikahan. Rupanya dia masih ingin melakukannya disana, huh?!

“Next week kami ketemu tim Vivencellaa Wedding Organizer, mereka katanya spesialisin konsep intimate luxury. Pokoknya kita pengen konsep elegan tapi tetap warm, bukan yang terlalu pasaran gitu.”

Nindy benar-benar berusaha mengomporinya dengan beragam too much information yang terdengar sangat memuakkan. Arina hanya bisa memasang senyuman tipis dan secara perlahan membuka pintu mobilnya tanpa menjawab sepatah kata pun. Dia tidak punya energi untuk meladeni dua manusia itu. Hanya tatapan datar dan senyum tipis seolah mengatakan, “That’s cute. You think I care.”

“Kalau venue-nya cocok, kami mau pakai Auroria Garden, yang di pinggiran kota itu lho. Outdoor, banyak lampu gantung. Duh, kebayang nggak sih jalan di altar pas matahari terbenam?”

Arina hanya tersenyum tipis, menyesuaikan tali tas di bahunya. Namun sejujurnya, ada sedikit cubitan di hatinya. Seluruh konsep itu terdengar sangat familiar. Rupanya Jefan memang tidak terlalu kreatif. Atau justru selama ini konsep yang dia agung-agungkan itu memang ide dari Nindy sebelumnya? 

“Kebayang, tapi nggak penting," jawab Arina pada akhirnya. Jawaban tersebut membuat Jefan yang tadinya belagak cuek kini menatap Arina sinis secara terang-terangan. 

"Eh?!" Nindy memasang wajah memelasnya pada Jefan. 

"Rin, aku tahu kamu mungkin masih kesal atau bahkan iri pada perencanaan pesta pernikahan kami. Tapi aku sungguh gak mau hubungan kita jadi buruk. Aku harap, kamu bisa memberikan doa terbaik untuk perjalanan kami," ujarnya semakin tidak tahu malu. 

Mendengarnya, Arina justru tertawa pelan. Dia menutup mulutnya dengan sebelah tangan sebelum kembali tersenyum. "Jangan berpikir terlalu berat, Nindy! Santai saja! Aku turut bahagia dengan persiapan pernikahan kalian. Aku senang sekali lihat kamu semangat begini," balasnya. 

Dia melirik Jefan sebentar lalu langsung membuang muka acuh,  "Semoga Jefan nggak berubah pikiran lagi di tengah jalan.”

Nindy terdiam sejenak, senyum lebarnya menegang tipis.

"Sudah, kan? Kalau kalian memang berniat mengundangku dan pernikahannya jadi, kirim saja undangannya! Rancang sebaik mungkin agar bisa jadi pesta yang mewah dan berkesan. Jangan lupa ada ego, mata-mata netizen untuk konten, dan harga diri keluarga kaya yang akan kalian bawa disana," ujarnya dengan sedikit penekanan di beberapa kata akhir.

Ia lalu masuk ke dalam mobil, menutup pintu dengan lembut—nyaris tanpa suara, namun lebih nyaring dari teriakan.

Dari balik kemudi, ia menatap ke depan. Jefan dan Nindy masih berdiri di sana, mencoba mempertahankan wajah bahagia yang mulai retak. Tapi Arina? Ia hanya menyalakan mesin, menarik napas sejenak, dan melajukan mobilnya—melewati mereka seperti melewati dua bayangan masa lalu yang tak lagi punya kuasa atasnya.

Sementara itu, pria tinggi bersandar dekat parkiran menyaksikan dan mendengar semuanya. Bibirnya tertarik untuk mengulas senyuman miring.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   9. Langkah Move On

    Pintu rumah tertutup pelan di belakang punggung Arina. Tak ada dentuman marah, hanya desahan napas panjang yang nyaris tak terdengar. Sepatu dilepas seadanya, tas disampirkan asal di sofa, lalu tubuhnya jatuh rebah di ranjang kamar yang selama ini jadi tempatnya mengobati lelah.Telinganya masih dipenuhi gema suara Nindy yang angkuh membicarakan pesta pernikahan impian, juga Jefan yang memanggilnya dengan sebutan sayang—seolah luka Arina tak pernah ada. Mereka berdiri berdampingan, menyusun rencana dengan pongah, seperti dua orang yang tak pernah mengkhianati atau menghancurkan hidup siapa pun.Tadi, dia tertawa sinis. Mengangkat dagu tinggi, melempar sindiran tajam, pura-pura tak peduli. Tapi di sini, saat hanya ada dia dan sepi, Arina tak bisa lagi membohongi dirinya sendiri.Air mata jatuh diam-diam, satu per satu, seperti kenangan yang tak mau pergi. Tetap saja, meskipun Jefan brengsek, tapi laki-laki itulah yang sempat menghiasi hatinya beberapa tahun terakhir—waktu yang sama se

    Last Updated : 2025-04-18
  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   1. Bad Kisser

    “Seberapa keras-pun aku berpikir, sepertinya memang nggak ada lagi yang bisa dilakukan selain putus. Kamu terlalu egois, aku nggak bisa lagi bertahan sama kamu.”Arina memijit kembali pelipisnya yang berdenyut sakit. Sebenarnya bukan hanya pelipis, bahkan seluruh bagian kepalanya sudah menjerit berat. Dadanya kini juga ikut-ikutan sesak setelah sekelebat kalimat sakti itu lagi dan lagi berteriak tanpa puas mendengung di telinganya. Bahkan kalimat itu tidak pernah diucapkan langsung secara lisan, tapi mengapa Arina seolah bisa mendengar semuanya dengan jelas?Sekitar lima jam yang lalu ketika pesan itu dia terima via whatsapp. Sebuah pesan yang sepertinya merupakan keputusan sepihak mengingat setelah pesan itu dia terima, Arina bahkan tidak bisa memberikan dan mendapatkan respon balik. Pesan balasan tak dibaca dan telepon pun tak diangkat. Dia benar-benar diputuskan secara sepihak tanpa penjelasan lanjutan dan bahkan hanya melalui chat saja? Oh astaga!Dia menyentuh pelan layar ponsel

    Last Updated : 2025-04-01
  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   2. Hobi Nabrak

    Kepalanya terasa berat, seakan ada palu godam yang terus-menerus menghantam pelipisnya. Arina mengerjapkan mata, menyadari dirinya terbangun di sofa. Cahaya matahari yang menembus tirai membuat matanya semakin berdenyut nyeri.Begitu kesadarannya setengah terkumpul, mual yang mendesak perutnya tak bisa lagi ditahan. Ia buru-buru bangkit, hampir tersandung meja di depannya, lalu setengah berlari ke kamar mandi. Suara air yang bergemuruh dari keran hampir tidak mampu menutupi suara muntahannya.“Astaga Arin! Berapa banyak yang kamu minum semalam?”Suara cempreng itu membuat Arina sedikit tenang. Dia tak perlu menoleh untuk memastikan bahwa itu adalah suara Silvia, sahabat karibnya. Setidaknya dia tidak bangun di ranjang laki-laki asing atau semacamnya. Semalam cukup gila, tapi Arina tidak cukup gila untuk bahkan menyerahkan tubuhnya pada lelaki manapun.Silvia yang sedari tadi terjaga langsung menyusul, berdiri di ambang pintu kamar mandi. Dengan wajah khawatir, ia menepuk punggung Arin

    Last Updated : 2025-04-01
  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   3. Life Must Go On

    “Bu Arina!”Arina menoleh saat namanya disebut. Wanita itu baru saja hendak sedikit bersyukur saat mengetahui bahwa acara hari ini belum mulai karena katanya masih harus menunggu rektor yang masih menyambut tamu penting di kantornya. Tumben sekali Arina bersyukur atas adanya keterlambatan semacam ini. Biasanya dia yang akan paling sebal kalau acara tidak berjalan sesuai rundown.Tapi belum sempat benar-benar bersyukur, Arina harus kembali menarik wajahnya untuk tersenyum saat menemukan Wakil Ketua Prodi memanggilnya dengan wajah ketat.“Bu Arina baru sampai? Saya cari dari tadi nggak ketemu,” ujarnya jutek.Arina menunduk, “Iya bu, maaf. Ada sedikit hal yang harus saya urus tadi,” bohongnya.Wanita itu tahu bagaimana menyeramkannya Wakil Ketua Prodi satu ini.“Bu, tolong hari ini gantikan Bu Widya untuk menjadi moderator acara, ya! Bu Widya mendadak harus ikut acara di fakultas sebelah,” ujar Bu Indira, si Wakil Ketua Prodi yang dia pikir akan marah-marah padanya namun ternyata justru

    Last Updated : 2025-04-01
  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   4. Rencana Kerja Sama

    Setelah acara talkshow berakhir, para narasumber diarahkan menuju ruang makan eksklusif di dalam gedung rektorat. Rektor sendiri yang mengundang mereka untuk makan siang bersama sebagai bentuk apresiasi atas waktu dan wawasan yang telah dibagikan kepada para mahasiswa. Syukurnya, orang-orang sibuk tersebut masih menyanggupi dan mungkin tidak tengah terburu-buru untuk menghadiri kegiatan mereka yang lain.Arina bersama dengan beberapa rekan dosen lainnya turut mengiringi. Menjamu para undangan dengan baik sekaligus mendengarkan arahan selanjutnya dari rektor mengenai kelanjutan atau hasil yang diharapkan dari talkshow kali ini.Kegiatan bertajuk “Navigating the Future: Strategi Manajemen dan Konsultasi Bisnis di Era Digital" kali itu adalah sebuah talkshow nasional yang menjadi program dari fakultas manajemen. Menghadirkan narasumber ternama dari berbagai bidang terkait dan relevan sehingga bisa memberikan perspektif mereka dari berbagai sudut pandang.Di antara para narasumber, ada As

    Last Updated : 2025-04-01
  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   5. Deklarasi Si Pengkhianat

    “Jefan selingkuh sama Nindy, kan?”Arina hampir melotot saat tiba-tiba Silvia menelpon dan langsung menyambarnya dengan kalimat pembuka yang cukup pedas. Bukannya kaget tentang fakta tersebut, Arina jelas lebih kaget sebab Silvia mengetahui hal ini."Hah?!" Arina bingung membalas apa dan hanya bisa mengeluarkan sepatah kata dengan ragu.Terdengar helaan nafas di seberang panggilan, "Nggak usah ditutup-tutupin segala! Lonte satu itu sudah spill semuanya di instagram! Dia dengan bangga go public! Memposting carrousel menjijikkan tentang hubungannya dengan Jefan!" Terang Silvia.Arina yang juga sambil membuka whatsapp web di laptop lantas membuka link yang Silvia kirimkan. Menunjukkan foto di akun Instagram dengan username nindyasalsa_ yang menampakkan foto mesra antara dirinya dengan Jefano. Dilengkapi dengan caption menjijikkan seolah mendeklarasikan hubungan resmi dengan Jefan sekarang."Pantas saja kemarin mabuk sampai separah itu! Kenapa nggak ngomong kemarin, sih?!" Kesal Silvia l

    Last Updated : 2025-04-01
  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   6. Adegan Siapa?

    Usai mengajar, Arina memutuskan untuk langsung menuju hotel tempat acara bridal shower diadakan semalam. Berangkat menggunakan transportasi online, menjemput mobil kesayangan yang terpaksa bermalam sendirian di hotel sebab terpaksa dia tinggalkan akibat terlalu mabuk. Brio putih kesayangan yang berhasil dibeli lunas dua tahun lalu menggunakan tabungannya sejak SMA dari hasil menang lomba dan aneka pekerjaannya yang palugada ditambah hidup sedikit lebih berhemat. Arina lebih sering membawa bekal, tidak membeli es kopi premium setiap hari, dan tidak menghabiskan uangnya demi membuka table atau mentraktir teman-temannya. Arina juga jarang jalan-jalan ataupun belanja outift sehingga pakaiannya sekarang murni karena upaya kerasnya untuk mix and match pakaian basic yang dia miliki dengan baik.Arina duduk di kursi belakang dengan pandangan menerawang keluar jendela. Samar-samar, ia teringat tawa riuh, musik menggelegar, dan lampu-lampu temaram yang mengisi pesta semalam. Belum lagi minuman

    Last Updated : 2025-04-03
  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   7. Pertemuan Bisnis

    Restoran itu belum terlalu ramai saat Arina datang, tepat pukul delapan malam. Ia mengenakan blazer abu lembut dan celana panjang hitam, tampak rapi dan profesional meski sempat tergesa dari kampus. Sejenak ia melirik arlojinya, lalu matanya menangkap sosok pria yang duduk di meja pojok dekat jendela—Askara.Restoran itu temaram dan tenang, lampu gantung berpendar lembut di atas meja-meja kayu elegan yang tertata rapi. Askara sudah duduk sambil membuka proposal kerjasama dari Universitas. Saat melihat Arina mendekat, ia segera berdiri dan menyambutnya dengan senyum ramah.Sebenarnya, janji temu pada awalnya dijadwalkan pukul lima sore. Tapi Askara mendadak memindahkan waktunya sebab dia ada pertemuan penting yang mendadak dan tidak bisa ditinggalkan. Sembari menunggu waktu dan konfirmasi lokasi, Arina melanjutkan pekerjaannya di kampus.Pemilik perusahaan konsultan bisnis itu berdiri dan menyambutnya dengan sopan. Arina membalas dengan senyum ramah sebelum keduanya duduk. Di hadapan

    Last Updated : 2025-04-05

Latest chapter

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   9. Langkah Move On

    Pintu rumah tertutup pelan di belakang punggung Arina. Tak ada dentuman marah, hanya desahan napas panjang yang nyaris tak terdengar. Sepatu dilepas seadanya, tas disampirkan asal di sofa, lalu tubuhnya jatuh rebah di ranjang kamar yang selama ini jadi tempatnya mengobati lelah.Telinganya masih dipenuhi gema suara Nindy yang angkuh membicarakan pesta pernikahan impian, juga Jefan yang memanggilnya dengan sebutan sayang—seolah luka Arina tak pernah ada. Mereka berdiri berdampingan, menyusun rencana dengan pongah, seperti dua orang yang tak pernah mengkhianati atau menghancurkan hidup siapa pun.Tadi, dia tertawa sinis. Mengangkat dagu tinggi, melempar sindiran tajam, pura-pura tak peduli. Tapi di sini, saat hanya ada dia dan sepi, Arina tak bisa lagi membohongi dirinya sendiri.Air mata jatuh diam-diam, satu per satu, seperti kenangan yang tak mau pergi. Tetap saja, meskipun Jefan brengsek, tapi laki-laki itulah yang sempat menghiasi hatinya beberapa tahun terakhir—waktu yang sama se

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   8. Too Much Information

    Langkah Arina terhenti begitu saja. Baru saja ia menekan tombol pada remote mobilnya, dan lampu hazard si putih miliknya itu berkedip menyala, dua sosok yang tak asing—dan sebenarnya paling ia hindari sekaligus sempat ia cari—muncul tepat di hadapannya.Jefan dan Nindy.Dua manusia yang dulu sempat menjadi bagian dari hidupnya. Satu sebagai cinta yang ia perjuangkan bertahun-tahun. Satu lagi sebagai teman yang dulu ia anggap saudara. Dan kini? Mereka berdiri bergandengan tangan, dengan senyum menyebalkan yang menempel di wajah mereka seperti topeng murahan.“Arina,” sapa Nindy dengan nada dibuat-buat ramah. “Nggak nyangka kita ketemu di sini." Senyumnya dibuat terlalu lebar untuk terlihat tulus.Arina hanya melirik Nindy dengan raut yang sudah pasti muak. Ia melirik sebelahnya, lelaki yang tujuh tahun belakangan mengisi hatinya. Kini justru membuang muka sembari memasukkan tangan ke dalam kantong. Seolah dia benar-benar sudah tak ingin lagi bertemu atau bahkan menjelaskan apapun pad

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   7. Pertemuan Bisnis

    Restoran itu belum terlalu ramai saat Arina datang, tepat pukul delapan malam. Ia mengenakan blazer abu lembut dan celana panjang hitam, tampak rapi dan profesional meski sempat tergesa dari kampus. Sejenak ia melirik arlojinya, lalu matanya menangkap sosok pria yang duduk di meja pojok dekat jendela—Askara.Restoran itu temaram dan tenang, lampu gantung berpendar lembut di atas meja-meja kayu elegan yang tertata rapi. Askara sudah duduk sambil membuka proposal kerjasama dari Universitas. Saat melihat Arina mendekat, ia segera berdiri dan menyambutnya dengan senyum ramah.Sebenarnya, janji temu pada awalnya dijadwalkan pukul lima sore. Tapi Askara mendadak memindahkan waktunya sebab dia ada pertemuan penting yang mendadak dan tidak bisa ditinggalkan. Sembari menunggu waktu dan konfirmasi lokasi, Arina melanjutkan pekerjaannya di kampus.Pemilik perusahaan konsultan bisnis itu berdiri dan menyambutnya dengan sopan. Arina membalas dengan senyum ramah sebelum keduanya duduk. Di hadapan

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   6. Adegan Siapa?

    Usai mengajar, Arina memutuskan untuk langsung menuju hotel tempat acara bridal shower diadakan semalam. Berangkat menggunakan transportasi online, menjemput mobil kesayangan yang terpaksa bermalam sendirian di hotel sebab terpaksa dia tinggalkan akibat terlalu mabuk. Brio putih kesayangan yang berhasil dibeli lunas dua tahun lalu menggunakan tabungannya sejak SMA dari hasil menang lomba dan aneka pekerjaannya yang palugada ditambah hidup sedikit lebih berhemat. Arina lebih sering membawa bekal, tidak membeli es kopi premium setiap hari, dan tidak menghabiskan uangnya demi membuka table atau mentraktir teman-temannya. Arina juga jarang jalan-jalan ataupun belanja outift sehingga pakaiannya sekarang murni karena upaya kerasnya untuk mix and match pakaian basic yang dia miliki dengan baik.Arina duduk di kursi belakang dengan pandangan menerawang keluar jendela. Samar-samar, ia teringat tawa riuh, musik menggelegar, dan lampu-lampu temaram yang mengisi pesta semalam. Belum lagi minuman

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   5. Deklarasi Si Pengkhianat

    “Jefan selingkuh sama Nindy, kan?”Arina hampir melotot saat tiba-tiba Silvia menelpon dan langsung menyambarnya dengan kalimat pembuka yang cukup pedas. Bukannya kaget tentang fakta tersebut, Arina jelas lebih kaget sebab Silvia mengetahui hal ini."Hah?!" Arina bingung membalas apa dan hanya bisa mengeluarkan sepatah kata dengan ragu.Terdengar helaan nafas di seberang panggilan, "Nggak usah ditutup-tutupin segala! Lonte satu itu sudah spill semuanya di instagram! Dia dengan bangga go public! Memposting carrousel menjijikkan tentang hubungannya dengan Jefan!" Terang Silvia.Arina yang juga sambil membuka whatsapp web di laptop lantas membuka link yang Silvia kirimkan. Menunjukkan foto di akun Instagram dengan username nindyasalsa_ yang menampakkan foto mesra antara dirinya dengan Jefano. Dilengkapi dengan caption menjijikkan seolah mendeklarasikan hubungan resmi dengan Jefan sekarang."Pantas saja kemarin mabuk sampai separah itu! Kenapa nggak ngomong kemarin, sih?!" Kesal Silvia l

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   4. Rencana Kerja Sama

    Setelah acara talkshow berakhir, para narasumber diarahkan menuju ruang makan eksklusif di dalam gedung rektorat. Rektor sendiri yang mengundang mereka untuk makan siang bersama sebagai bentuk apresiasi atas waktu dan wawasan yang telah dibagikan kepada para mahasiswa. Syukurnya, orang-orang sibuk tersebut masih menyanggupi dan mungkin tidak tengah terburu-buru untuk menghadiri kegiatan mereka yang lain.Arina bersama dengan beberapa rekan dosen lainnya turut mengiringi. Menjamu para undangan dengan baik sekaligus mendengarkan arahan selanjutnya dari rektor mengenai kelanjutan atau hasil yang diharapkan dari talkshow kali ini.Kegiatan bertajuk “Navigating the Future: Strategi Manajemen dan Konsultasi Bisnis di Era Digital" kali itu adalah sebuah talkshow nasional yang menjadi program dari fakultas manajemen. Menghadirkan narasumber ternama dari berbagai bidang terkait dan relevan sehingga bisa memberikan perspektif mereka dari berbagai sudut pandang.Di antara para narasumber, ada As

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   3. Life Must Go On

    “Bu Arina!”Arina menoleh saat namanya disebut. Wanita itu baru saja hendak sedikit bersyukur saat mengetahui bahwa acara hari ini belum mulai karena katanya masih harus menunggu rektor yang masih menyambut tamu penting di kantornya. Tumben sekali Arina bersyukur atas adanya keterlambatan semacam ini. Biasanya dia yang akan paling sebal kalau acara tidak berjalan sesuai rundown.Tapi belum sempat benar-benar bersyukur, Arina harus kembali menarik wajahnya untuk tersenyum saat menemukan Wakil Ketua Prodi memanggilnya dengan wajah ketat.“Bu Arina baru sampai? Saya cari dari tadi nggak ketemu,” ujarnya jutek.Arina menunduk, “Iya bu, maaf. Ada sedikit hal yang harus saya urus tadi,” bohongnya.Wanita itu tahu bagaimana menyeramkannya Wakil Ketua Prodi satu ini.“Bu, tolong hari ini gantikan Bu Widya untuk menjadi moderator acara, ya! Bu Widya mendadak harus ikut acara di fakultas sebelah,” ujar Bu Indira, si Wakil Ketua Prodi yang dia pikir akan marah-marah padanya namun ternyata justru

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   2. Hobi Nabrak

    Kepalanya terasa berat, seakan ada palu godam yang terus-menerus menghantam pelipisnya. Arina mengerjapkan mata, menyadari dirinya terbangun di sofa. Cahaya matahari yang menembus tirai membuat matanya semakin berdenyut nyeri.Begitu kesadarannya setengah terkumpul, mual yang mendesak perutnya tak bisa lagi ditahan. Ia buru-buru bangkit, hampir tersandung meja di depannya, lalu setengah berlari ke kamar mandi. Suara air yang bergemuruh dari keran hampir tidak mampu menutupi suara muntahannya.“Astaga Arin! Berapa banyak yang kamu minum semalam?”Suara cempreng itu membuat Arina sedikit tenang. Dia tak perlu menoleh untuk memastikan bahwa itu adalah suara Silvia, sahabat karibnya. Setidaknya dia tidak bangun di ranjang laki-laki asing atau semacamnya. Semalam cukup gila, tapi Arina tidak cukup gila untuk bahkan menyerahkan tubuhnya pada lelaki manapun.Silvia yang sedari tadi terjaga langsung menyusul, berdiri di ambang pintu kamar mandi. Dengan wajah khawatir, ia menepuk punggung Arin

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   1. Bad Kisser

    “Seberapa keras-pun aku berpikir, sepertinya memang nggak ada lagi yang bisa dilakukan selain putus. Kamu terlalu egois, aku nggak bisa lagi bertahan sama kamu.”Arina memijit kembali pelipisnya yang berdenyut sakit. Sebenarnya bukan hanya pelipis, bahkan seluruh bagian kepalanya sudah menjerit berat. Dadanya kini juga ikut-ikutan sesak setelah sekelebat kalimat sakti itu lagi dan lagi berteriak tanpa puas mendengung di telinganya. Bahkan kalimat itu tidak pernah diucapkan langsung secara lisan, tapi mengapa Arina seolah bisa mendengar semuanya dengan jelas?Sekitar lima jam yang lalu ketika pesan itu dia terima via whatsapp. Sebuah pesan yang sepertinya merupakan keputusan sepihak mengingat setelah pesan itu dia terima, Arina bahkan tidak bisa memberikan dan mendapatkan respon balik. Pesan balasan tak dibaca dan telepon pun tak diangkat. Dia benar-benar diputuskan secara sepihak tanpa penjelasan lanjutan dan bahkan hanya melalui chat saja? Oh astaga!Dia menyentuh pelan layar ponsel

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status