Share

Beratnya Merindu

Author: Faiqa Eiliyah
last update Last Updated: 2021-04-21 09:33:46

"Maafkan aku, Kak! Aku tak bisa jauh darimu. Rindu dan cemburu kadang bagai ribuan perih yang datang menyengat hatiku! Aku tak bisa tanpamu!" lirih Karina disertai tangis, akhirnya.

"Sayang ... percayalah! Kakak akan segera kembali, begitu suaminya Rani tak lagi melaut!" janjinya yang hanya membuat Karina semakin terisak.

"Ya, sudahlah! Mungkin ini takdir yang harus kita jalani bersama! Apa pun yang akan terjadi di depannya. Mungkin itulah takdir-Nya!" ucap Karina pasrah.

"Makasih, Sayang, sudah mau mengerti. Doakan kakak baik-baik di sini!" pinta Raka.

"Akan kulakukan tanpa kakak memintanya!"

"Ya, sudah. Tidurlah! Mana Ayub?"

"Dia sudah tidur," jawab Karina, sambil mengelus wajah Ayub yang terlelap dengan menjadikan pangkuannya bantal yang nyaman untuk meringkuk.

"Kakak juga mau istirahat, tidurlah!" pintanya sebelum memutuskan sambungan telepon dan menutupnya dengan salam.

"Waalaikumussalaam ...." jawab Karina meletakkan HP dengan tak bersemangat.

Karina membangunkan badan Ayub sedikit, lalu menggendongnya ke kamar. Menidurkannya hati-hati lalu beranjak keluar kamar, mengecek semua pintu dan jendela. Sebelum akhirnya dia pun rebah di samping tubuh mungil putranya.

Karina menatap langit-langit kamar yang sudah gelap. Karena lampu sudah dimatikannya, sebelum ia naik ke tempat tidur tadi. Pikiran Karina melayang ke mana-mana, takut kalau kisahnya akan berakhir tragis seperti novel-novel yang kerap ia baca. Suami selingkuh karena adanya waktu dan kesempatan, sementara sekarang ... waktu dan kesempatan itu terbuka sangat lebar untuk suaminya.

Sebutir, dua butir air mata menggelinding keluar dari tepian bola matanya, hingga mengalir deras seperti air keran yang diputar full. Hhhhhh, betapa beratnya rindu itu menyiksa. 

Lamunannya tersentak takkala Ayub mengigau menyebut kata 'Ayah!' dalam tidurnya. Karina yang tadi tidur telentang, menatap langit-langit kamar. Menoleh ke arah malaikat kecil itu, membelai lembut wajah damainya yang begitu tenang.

'Ah, ibu iri padamu, Sayang, andai saja ibu bisa tidur senyenyak dirimu saat ini. Ibu benar-benar sangat mengantuk, tapi, mata ini enggan diajak kompromi,' lirih batinnya yang nelangsa di dalam sana.

                              ***

"Rindu itu seperti sebuah penyakit langka yang tak punya penawar atau obat untuk menyembuhkannya. Kecuali hadirnya sebuah pertemuan"

Faiqa Eiliyah

"Kak, rinduku memanggilmu, jawablah dengan hadirmu!" lirih batin Karina, sambil meremas udara kosong dalam kepal tangannya pagi itu.

Dia mengantar Kaisan ke TK yang tak jauh dari rumah mereka, meninggalkannya di sana bersama Guru-nya untuk belajar. Karina sengaja tak menjaganya karena ia tak mau, putranya tumbuh jadi anak yang manja. Setelah mengantar Ayub ke TK, Karina akan kembali ke rumah dengan segala rutinitas hariannya sebagai seorang Ibu.

Tepat setelah semua pekerjaan rumah selesai, Karina akan kembali ke TK untuk menjemput putranya. Begitulah kegiatannya setiap hari, kecuali hari Minggu dan hari libur lainnya.

"Eh, Nak Karin, jemput putranya, ya?" sapa Mak Idah', penjaga kantin di TK Anugrah tempat Ayub sekolah.

Sambil sibuk melap meja kantin dan menata botol kecap, saus, dan sambal di atas meja.

"Iya, Mak, tumben hari ini lama. Biasanya dia sudah menunggu di sini sebelum saya tiba," jawab Karina melirik wajah Mak Idah.

"Oh, iya, Nak Karin, tadi pagi ada Dokter gigi. Hari ini sepertinya mereka sedang periksa gigi, jadi wajar kalau lama!" tuturnya menerangkan pada Karina yang memang tidak tau, kalau hari ini TK Ayub akan kedatangan Dokter gigi.

"Ough, gitu ya, Mak!" jawab Karina sambil berdiri dan mengintip ke dalam, tapi tak melihat apa pun karena semuanya tertutup tembok bangunan.

Karina terduduk dengan pandangan kosong ... sampai gemuruh suara anak-anak TK yang berhamburan keluar dari kelas membuyarkannya. Karina segera berdiri menatap ke arah ruangan belajar Ayub, menyapu tiap anak yang keluar dari sana dengan netranya. Sampai pandangannya tertumpu pada sosok kecil yang selalu dirindukannya, siapa lagi kalau bukan Ayub Raka Pratama. Putra semata wayangnya yang paling manis.

"Ibu ...!" panggilnya dengan lesu, seperti tak bertenaga sama sekali. Padahal tadi sebelum berangkat, Karina sudah memberinya sarapan roti gandum dan segelas susu coklat kesukaannya.

"Loh, jagoannya ibu kok, lemas, hem?" tanyanya sambil mendekap dan mencium pipi sang buah hati. Seketika Karina panik saat merasakan suhu tubuh Ayub yang sangat panas.

"Sayang, kamu demam?" tanyanya pada Ayub dengan ekspresi panik dan khawatir. Karina buru-buru menggendongnya dan meninggalkan area TK.

"Bu, Karin!" panggil seseorang yang membuat laju langkahnya tertahan. Ia menoleh ke arah sumber suara. Tampak di sana Bu Ningsih, Guru yang mengajar Ayub.

Karina tersenyum dan menunggunya yang dengan terengah, berjalan tergesa menghampiri.

"Iya, Bu, ada apa?" tanya Karina.

"Begini Bu, sepertinya Ayub kaget, Bu. Makanya tiba-tiba suhu badannya tinggi. Tadi begitu ada Dokter masuk ke kelas, wajahnya langsung pucat pasi. Mungkin berpikir kalau dia akan disuntik atau giginya akan dicabut! Padahal saya sudah jelaskan berkali-kali kalau gigi Ayub itu bersih dan sehat. Tidak seperti gigi teman-temannya yang lain, rusak karena kuat jajan coklat, permen, dan es crem!" tuturnya yang mungkin khawatir Karina marah.

"Mungkin memang saatnya demam, Bu," ucap Karina sambil tetap menggendong Ayub, "Ya, sudah, Bu Ningsih, aku harus pulang dan membawanya ke Klinik!" pamitnya pada Bu Ningsih dengan senyum tetap terulas di sudut bibir, meski di wajahnya telah dipenuhi oleh kecemasan yang berlebihan.

Karina menyetop angkot, begitu mereka tiba di jalan raya. Karina naik dengan menunduk, takut kepala Kaisan terantuk di bagian atas pintu angkot.

                              ***

Karina bergegas masuk klinik mengambil nomor antrian, lalu menunggu di kursi yang sudah disediakan. Memeluk Ayub yang suhu tubuhnya terasa semakin panas.

"Apa Ayub dingin?" tanyanya pada putranya yang dijawab dengan gelengan kepala, "Kepala Ayub, berat?" tanyanya sekali lagi.

"Iya," lirih Ayub, sambil semakin meringkuk memeluk perut Karina. Membuat naluri keibuannya terluka, sesak rasanya melihat buah hati terkasih terbaring lemah seperti itu. Wajahnya memerah karena suhu tubuhnya yang terus meningkat.

"Pasien Nomor antrian 102!" Panggil seorang Perawat di sudut pintu.

"Iya, Sus, itu kami!" jawabnya sambil menggendong putranya masuk menemui Dokter. 

Tampak seorang Dokter yang masih sangat muda, mungkin cuma selisih tipis dengan usianya. Sedang duduk santai di atas kursi kebesarannya, sembari menatap ke arah mereka berdua dengan tersenyum. Karina membalasnya dengan senyum dan duduk setelah ia dipersilahkan dengan isyarat tangan oleh sang Dokter.

"Putranya kenapa, Bu?" tanyanya dengan ramah.

"Tiba-tiba demam, Dok, padahal tadi pagi sebelum berangkat ke TK baik-baik saja!" adu Karina.

"Ough, iya, Bu, biasa penyakit memang begitu. Datang kadang tanpa permisi, tapi nggak mau pulang kalau nggak diusir," jawabnya dengan sedikit bercanda dan tersenyum lebar, menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi. Membuatnya terlihat makin cantik.

Dia mulai memeriksa Ayub, memintanya membuka mulut lebar-lebar lalu menyorotkan cahaya senter kecil entah untuk melihat apa di dalam sana. Lalu mengecek kelopak mata dan denyut jantungnya juga.

"Ini resep obatnya, ya, Bu. Ibu bisa bawa ke apotik depan, ingat! Kalau obatnya habis dan panasnya tidak turun, Ibu ke sini lagi. Biar kita cek darah!" terangnya, "Ough iya, kasih minum air putih yang banyak, kalau di sekitar rumah ada jambu biji yang daging buahnya warna merah. Itu bagus diblender buat jus, biar trombositnya naik!" sarannya.

"Iya, Dok, makasih, Assalamu alaikum!" Karina beranjak meninggalkan ruangan yang catnya didominasi dengan warna putih dan hijau itu. Menuju apotik yang letaknya persis di depan ruangan tadi.

Karina menaruh resep obat tadi, di atas keranjang mini yang sudah disiapkan di atas meja depan apotiknya. Lalu kembali duduk di kursi khusus, yang disiapkan untuk pasien yang sedang menunggu obat.

"Anaknya demam juga ya, Kak?" tanya seorang wanita muda yang sudah mengantri lebih dulu di sana.

"Iya, tiba-tiba badannya panas pas saya mau jemput pulang dari TK. Padahal pagi tadi saat aku antar ke TK, masih sehat-sehat saja," terang Karina.

"Anaknya cewek apa cowok?" tanya Karina sembari menatap ke arah bayi yang ada dalam pangkuan wanita muda itu.

"Cewek Kak, usianya baru 11 bulan. Mungkin rindu sama papanya jadi panas!" jawabnya sambil tersenyum.

"Memang papanya ke mana?"

"Berlayar, ke Kalimantan, Kak!" jawabnya antusias, seolah ada kebanggaan tersendiri terpancar di matanya saat menyebutkan kata 'berlayar' tadi.

"Memang rindu bisa bikin panas?" tanya Karina mengingat pengakuan pertama gadis muda yang ada di depannya itu.

"Kata Kakek Neneknya, seh, gitu Kak," ucapnya dengan tersenyum malu.

"Jangan-jangan yang rindu bukan anaknya, tapi mamanya!" goda Karina yang sontak membuatnya terkikik geli.

"Ah, Kakak ini ada-ada saja!"

"Pasien atas nama Mutiara Khalisa Anwar!"

"Eh, duluan, ya Kak, itu nama Anak saya!" pamitnya. Karina hanya mengangguk dan tersenyum simpul.

"Pasien atas nama Ayub Raka Pratama!"

"Ya, saya, Sus!" jawab Karina seraya beranjak mengambil obatnya, "makasih!" ucapnya sebelum keluar meninggalkan klinik.

                           ***

Ayub sudah tertidur setelah makan dan minum obat. Karina melanjutkan pekerjaan yang tadi tertunda karena harus segera menjemput Ayub dan membawanya ke klinik. Di sela-sela rutinitasnya, tiba-tiba HP-nya berdering.

"Halo, Assalamu alaikum!" sapa Karina sembari berjalan menuju kamar.

"Waalaaikumussalaam, bagaimana kabar kalian!" jawab Raka di ujung sana yang membuat Karina tak bisa berkata-kata. Dia merasa begitu merindukan dan membutuhkan suaminya saat ini.

"Sayang, kenapa diam? Kalian baik-baik saja kan?" tanya suaminya dengan nada khawatir.

"I-iya ... a-anu ... itu ... Ayub tiba-tiba demam, tapi sudah kubawa ke klinik, tadi." Karina tergagap karena gugup.

"Jadi, bagaimana keadaannya sekarang?"

"Dia sudah tidur, usai minum obat."

"Kalau dia bangun nanti ... hubungi kakak lagi ya! Kakak harus kembali bekerja!" pamitnya.

"Iya," jawab Karina lemas karena merasa belum puas bicara dengannya.

Karina mengusap air mata yang tumpah, sembari menatapi HP di tangannya. Kembali ke dapur menyelesaikan kembali semua pekerjaan rumah, Salat Zuhur dan tidur, sambil terus menggenggam lembut tangan kecil yang sekarang menjadi tempatnya berpegang. 

Tempatnya membagi duka meski hanya dengan cara menyentuh ataupun memeluknya. Ternyata benar kata Dilan 'RINDU ITU BERAT.' Seberat rindu yang menggayuti jiwa dan hatinya saat ini.

Related chapters

  • Konspirasi Cinta Pertama   Misteri kucing anggora putih

    Sudah seminggu sejak Ayub sembuh, membuat semangat Karina untuk hidup, kembali. Jika kemarin-kemarin dia sempat gamang di setiap langkah, hari ini tidak lagi. Dia sudah menemukan tujuan, bertahan untuk Putranya. Apa pun yang akan terjadi nantinya, biarlah itu menjadi rahasia mutlak milik Sang Pengatur skenario hidup ini.Karina melangkah dengan mantap, meniti hari-hari tanpa sang belahan jiwa di sisinya. Bukankah hidup yang bermakna adalah hidup yang banyak memberi manfaat untuk orang lain? Karina pernah membaca quotes itu di suatu tempat, tapi ia lupa di mana tepatnya.Sejak saat itu Karina mulai giat belajar masalah Agama. Ilmu Agama ternyata seperti setetes embun yang berhasil menyejukkan hatinya. Dia menjalani hari-harinya yang kadang begitu dipenuhi oleh jejak-jejak rindu.Jarang Karina memposting masalah pribadi atau foto-foto, cuma sesekali kalau ada sesuatu dari ulah A

    Last Updated : 2021-04-22
  • Konspirasi Cinta Pertama   Kisah Mak Idah

    "Orang tua adalah ladang pahala bagi anak-anaknya, betapa rugi orang-orang yang orang tuanya masih lengkap. Namun, tak mendapatkan apa-apa untuk bekalnya di esok dari mereka.Faiqa EiliyahSeperti biasa, setiap habis nganterin Ayub ke TK. Karina pulang buat beres-beres rumah, masak buat makan siang dan nyuci pakaian. Nanti pukul sepuluh dia sudah harus jemput Ayub lagi. Jika terlambat dia bisa manyun sampai seminggu. (Mamanya banget kalau sudah ngambek.)Jadi sebisa mungkin Karina harus tiba di sana sebelum putranya pulang atau tiba di sana tak lama setelah dia keluar kelas.Karina kembali duduk di depan kantin Mak Idah. Menatap wanita tua yang seharusnya sudah rehat di rumah bermain dan bersantai bersama cucu-cucunya itu, tapi masih sibuk bergelut dengan rutinitas demi mencari beberapa lembar rupiah.Ya, beberapa lembar rupiah,

    Last Updated : 2021-04-22
  • Konspirasi Cinta Pertama   Pahitnya ketika rindu diabaikan

    "Jika merindu hanya menyakitimu, maka belajarlah mengikhlaskan."Faiqa EiliyahKarina duduk di halaman depan rumah Mama Ina, memanjakan mata dengan pesona bunga-bunga beraneka warna, yang selalu mampu menarik perhatiannya setiap kali ia berkunjung ke sana.Dulu sebelum punya rumah sendiri, beliau sering tanya-tanya tentang tanaman bunga, saat melihat Karina begitu bahagia merawat bunga-bunga itu."Apa untungnya sih Kar, tanam bunga? Daun dan bunganya nggak bisa di komsumsi dan nggak bisa jadi uang juga?" tanya Mama Ina waktu itu."Iya, Ma, tapi ini obat mujarab untuk mengobati hati yang sedang galau atau menghilangkan stress dan jenuh juga," jawab Karina."Masa seh?" tanyanya ragu saat itu."Ya, bagaimana Mama mau tau, kalau Mama nggak nyoba?" tantang Karina yang membuatnya tersenyum.Pernah sekali waktu saat libur. Karina dan Ayub berlibur ke sana di Sabtu so

    Last Updated : 2021-04-23
  • Konspirasi Cinta Pertama   Mampukah doa menjaganya

    "Ketika tangan dan indra tak lagi mampu menjaga orang yang kau cintai, maka gunakanlah doa untuk menjaganya dari jauh. Jika itu masih belum berhasil, yakinlah rencana Allah jauh lebih baik dari apa yang kau rencanakan"Faiqa EiliyahKarina dan Kayra membersihkan piring kotor bekas makan tadi, setelah sekian lama akhirnya mereka bisa mengulang kegiatan ini bersama. Kegiatan yang dulu sering mereka lakukan saat mama mereka masih hidup di tengah-tengah mereka."Lama ya, baru bisa cuci piring bersama lagi?" ucap Karina memecah hening antara mereka."Iya, Kak, jadi ingat waktu Mama masih hidup," bisiknya, takut kedengaran Mama Ina. Padahal Mama Ina baik dan tak pernah melarang merekka membahas soal mama mereka.Bahkan, kadang dia sendiri yang bertanya- tanya tentang bagaimana mama mereka dan kesehariannya saat masih hidup. Hanya saja mereka berdua yang menjaga perasaan mama sambung mereka.

    Last Updated : 2021-04-24
  • Konspirasi Cinta Pertama   Terjebak di antara dua cinta

    "Selingkuh itu nikmat dan menyenangkan. Ia menjanjikan seribu kenikmatan dan kesenangan, tapi menyiapkan penyesalan dan penderitaan yang tak berkesudahan."Faiqa EiliyahRaka tak bisa tidur, kalimat demi kalimat pahit yang keluar dari bibir istrinya. Seperti peluru yang dibidikkan dan meledak tepat di kepalanya. Dia sudah lupa daratan, hanya karena desah manja dan pesona seorang wanita baru yang ditemuinya beberapa bulan lalu secara tidak sengaja di restoran mereka.Namanya Gadis, mata yang bulat dengan iris berwarna coklat terang. Bibir tipisnya yang menggoda mata setiap pria yang memandang. Ditambah hidung bangir dan kulit putihnya yang selicin porselen. Tentang tubuhnya, dia laksana model dengan tinggi semampai dan body yang aduhai.Lelaki mana yang tak akan meneguk saliva ketika Gadis sekedar lewat di hadapannya. Dia terlalu sempurna, seolah diciptakan bukan dari tanah, tapi dari sekumpulan batu mulia yang amat indah.

    Last Updated : 2021-04-25
  • Konspirasi Cinta Pertama   Bertemu teman kecil

    "Kehangatan dalam keluarga adalah kebahagiaan sederhana yang mahal harganya, bagi mereka yang terpisah jarak dan ruang. Namun, kebahagiaan sederhana yang murah bagi mereka yang saling berdekatan, baik jarak dan juga hatinya."Faiqa Eiliyah.Karina terjaga dengan pandangan berputar ... salat Subuh dengan keadaan tak stabil. Kepalanya sangat berat.Pagi ini Kayra sudah harus kembali ke Kota untuk kerja, Karina terus mewanti-wantinya agar bisa mawas diri. Jangan sampai terperosok dalam lembah zina."Inshaa Allah, siap Kanse!" ucapnya sembari menaikkan tangan menyentuh keningnya untuk hormat.Kanse (Kanda senior) adalah panggilan Kayra pada Karina sejak mereka beranjak remaja. Sebaliknya Dinjun (Dinda junior) adalah panggilan Karina pada Kayra, tapi setelah Ayub lahir, panggilan untuk Kayra bertambah jadi Bunjunnya Ayub (Bunda Junior).Ayub berlari dari dalam rumah, masih dengan muka b

    Last Updated : 2021-04-26
  • Konspirasi Cinta Pertama   Menyelami luka hatinya

    "Kesendirian adalah jalan terbaik untuk duka dan jenuh menghancurkanmu."Faiqa EiliyahAyub seru sendiri bermain di taman belakang. Bersama kedua robot yang dihadiahkan oleh kak Nadiranya, dua hari yang lalu sebelum kembali lagi ke Surabaya.Meskipun Ikshan dan Raka sama-sama di Surabaya, tapi jarak tempat Ikshan bekerja dengan restoran milik papa Pratama cukup jauh. Mereka baru sekali mampir di sana. Itu pun karena kebetulan lewat."Assalamualaikum!" Suara seorang wanita dari arah pintu depan, membuat fokus Karina dari pakaian yang dilipatnya teralihkan. Karina meninggalkan pekerjaannya dan bergegas menuju pintu."Waalaikumussalaam, eh, Mbak Nayra, silahkan masuk!" ajaknya ramah."Ayubnya mana, Mbak Karin?" tanyanya sambil celingak celinguk mencari Ayub, membuat Karina tanpa sadar terkikik geli melihat ulah tetangga barunya yang polos itu."Dia di taman belakang,

    Last Updated : 2021-04-27
  • Konspirasi Cinta Pertama   Mengenal Nayra lebih dekat

    "Sahabat baru terkadang bisa membawa suasana baru. Di saat jenuh terasa ingin mencekikmu."Faiqa EiliyahSeperti permintaan Nayra kemarin sore. Saat ini Karina dan Ayub sudah duduk manis di depan rumah Nayra. Berbeda dengan Karina yang lebih suka bunga yang benar-benar menampakkan bunga. Karina begitu gila pada jenis-jenis bunga itu. Karena mencintai aneka warna, bentuk bunga, kelopak, juga keharumannya. Sedang Nayra kelihatannya lebih menyukai tanaman hias daun yang beraneka corak dan bentuk. Berbagai jenis tanaman hias daun memenuhi teras dan halaman rumahnya."Eh, Ayub! Senang banget akhirnya kalian mau ke sini!" serunya, membuat Karina terlonjak kaget dari keasyikannya menyapu tanaman hias milik Nayra dengan tatapan liarnya."Eh, maaf!" ucap Karina tersipu malu, sementara Ayub ternyata sudah asyik sendiri melihati kolam ikan yang penuh dengan ikan-ikan cantik di bawah sana.

    Last Updated : 2021-04-30

Latest chapter

  • Konspirasi Cinta Pertama   Kembali Pada Cinta Yang Halal

    Karina duduk di sisi taman menerawang jauh ke masa lalu, masa di mana ketika dia masih berjuang. Bergelut dengan kehidupan, mencari makna dan kemana arah langkah yang akan ditempuh.Tak jauh dari tempatnya duduk, Raka dan Ayub terus berlari memperebutkan bola ke sana ke mari seolah tak pernah lelah. Mereka tertawa lepas, seolah duka tak pernah singgah pada raut wajah itu.Wajah-wajah yang pernah disinggahi rindu yang sangat menyiksa. Mata yang pernah dibanjiri oleh air mata kekecewaan dan penyesalan. Itulah hidup, sejatinya tak ada yang mudah. Semua butuh pengorbanan, perjuangan, dan kesabaran.Tak ada seorang pun manusia yang dilahirkan, bisa memilih jalan dan akhir dari hidupnya sendiri. Karena takdir selalu melenggang mengikuti kehendak SANG Pencipta. Sedang manusia hanya bisa berusaha semampu, sebisa mereka. Karena pinish-nya tetap urusan Allah.Karina pernah begitu mencintai Adnan. Pernah

  • Konspirasi Cinta Pertama   Badai Akhirnya Usai

    Raka dan Ayub tengah tertidur dengan saling memeluk satu sama lain. Mereka begitu damai dalam lelap mereka. Seulas senyum merekah di sudut bibir Karina menatap kedua prianya.'Makasih Tuhan, telah membuka mataku untuk dapat melihat semua kebenarannya sebelum terlambat. Jika tidak, mungkin aku akan jadi manusia yang paling menyesal karena telah salah menilai Kak Raka.' bisik hati Karina. Dia menutup mata merafal syukur pada Sang Pemilik segala dalam hati.Ponsel-nyq berdering, tepat saat akan merebahkan tubuh di samping sang suami. Dia membatalkan niat untuk tidur dan segera beranjak menjauh dari kedua orang yang tengah terlelap itu. Takut suaranya akan mengganggu atau bahkan bisa membangunkan mereka.Dengan perlahan membuka pintu kamar, lalu menutupnya kembali begitu sudah berada di luar. Melangkah menuju halaman belakang dan menjawab panggilan yang sudah berdering dari tadi.Karina menjawab panggila

  • Konspirasi Cinta Pertama   Kembali Menata Hati

    Adnan yang saat itu kebetulan keluar rumah mematung takkala mendapati sosok Karina dari kejauhan. Wanita itu tengah berjalan santai bersama suami dan putranya yang tampan. Mereka perlahan menjauh meninggalkan pekarangan rumah.Sudut bibir Adnan tersungging saat mengingat reaksi kedua Suami-Istri itu, saat tadi dia menggoda mereka tentang Furqon. Adnan begitu menikmati sekelebat kecemburuan yang berkilat di mata Raka setiap kali dia dengan sengaja menggoda Karina."Karin, aku mengikhlaskan kau bahagia dengannya. Bukan karena di hatiku tak ada lagi cintamu, tapi karena aku ingin kau bahagia. Cukup sudah derita kau pikul, cukup beban duka menghimpitmu. Kini saatnya kau tersenyum dan bahagia," bisiknya.Adnan menutup pintu, kembali ke dalam. Semua barang-barang yang akan dia bawa besok, sudah terkemas rapi dalam ransel besar berwarna hitam yang tergeletak di sudut ruangan. Raka terlentang dengan tatapan kosong menerawang jau

  • Konspirasi Cinta Pertama   Nafas Cinta

    Setelah salat Isya, Karina dan Raka kembali ke ayunan di taman belakang, tempat favorit mereka sejak pertama kali mereka berdua menempati rumah itu. Mengulang kembali setiap detik indah yang sempat terenggut paksa oleh jarak dan situasi.Berkali-kali Raka mendekap erat Karina dengan penuh cinta, melepaskan semua kerinduan yang selama ini mengendap di dasar jiwanya. Sama seperti Karina yang tak bisa lepas lagi. Mereka kembali menikmati kebersamaan yang indah di atas ayunan yang menjadi sejarah indah awal mula cinta antara mereka tumbuh.Karina tak lagi segan membiarkan Raka tenggelam dalam kisah Karina tentang Surabaya dan semua yang dia alami di sana. Beberapa kali kilatan amarah terlihat di mata Raka ketika Karina sampai pada kisah tentang Nathan.Karina sangat lega. Lewat sudah duka yang selama ini memayungi rumah tangga mereka. Kini saatnya membuka lembaran baru, menata kembali semua yang sempat terserak di anta

  • Konspirasi Cinta Pertama   Ketegangan Raka Dan Adnan

    Air mata menetes satu persatu luruh menindih ketegaran seorang Karina yang memang berhati selembut kapas, dia menatap Adnan yang juga mulai berkaca. Pria itu pasti sangat menyesal ... telah menyakiti Nayra selama ini meski mungkin tanpa menyadarinya."Aku akan ke Surabaya menyusul Nayra, dia pasti terpuruk sendiri di rumah sebesar itu. Ibu baru saja meninggal dan aku satu-satunya orang yang seharusnya menguatkan, justru menjadi manusia yang paling menyakiti," ucap Adnan penuh penyesalan."Kau tidak salah, Ad. Bukankah selama ini kau tidak tahu dengan perasaan Nayra yang sebenarnya?" ucap Karina berusaha menguatkan Adnan, tak ingin melihat pria itu rapuh di saat-saat seperti ini."Aku telah jadi teman berbagi kepahitan dengannya, tapi aku bahkan tak bisa peka untuk menyadari. Kepahitan yang justru aku sendirilah penyebab dari itu semua." Adnan mulai meracau menyalahkan diri sendiri."Ad, kapan kau aka

  • Konspirasi Cinta Pertama   Konspirasi Nayra

    Sudah sebulan lebih sepasang suami istri itu dilanda perang dingin. Mereka hanya bicara satu sama lain ketika ada Ayub di tengah-tengah mereka atau saat ada orang luar yang datang bertamu.Seperti saat ini, mereka hanya diam dalam sekat ruang yang sama. Karina dengan novel tebal di tangan dan Raka dengan game di Hp-nya. Mereka laksana sepasang merpati terbang rendah yang tak saling menyapa.Suara ketukan dari arah pintu membuat Karina dan Raka yang tengah duduk berjauhan di ruang tamu seketika kompak menatap ke arah yang sama. Karina bangkit membuka pintu, untuk sejenak dia mencoba berdiskusi dengan akal sehatnya. Melihat Adnan berdiri mematung di ambang pintu membuat otak Karina bleng."Adnan, ka, kau ...?" tanya Karina dengan separuh nyawa yang tak lagi menetap.Wanita yang kini tengah mengenakan hijab hijau lemon itu panik bukan main, dia bisa mati berdiri kalau kedua pria ini bertemu. Raka

  • Konspirasi Cinta Pertama   Pertengkaran

    Usai makan malam bersama semua anggota keluarga mertuanya, Raka memboyong istri dan anaknya pulang. Ayub sudah keburu tidur di atas motor ketika mereka sampai. Raka mengambil alih putranya dari pangkuan Karina dan menggendong bocah itu hati-hati takut dia terbangun.Karina bergegas membuka pintu pagar dan pintu rumah, membiarkan Raka masuk lebih dulu. Tak ada percakapan ataupun gelak canda tawa romantis, seperti yang selalu tercipta di keluarga kecil mereka dulu. Hanya ada kebungkaman satu sama lain. Ada jarak tak kasat mata di antara mereka.Tepat saat tangan Karina sudah menyentuh stang motor, Raka muncul di ambang pintu, memintanya turun. Karina yang memang malas berdebat langsung patuh, dia memutar tubuh untuk menutup pintu gerbang.Tatapan mata mereka bertabrakan ketika Karina kembali masuk ke dalam ruang tamu. Raka sudah duduk di sana menatap tajam dengan tangan ditepuk-tepukkan pada paha. Karina membuang muka hend

  • Konspirasi Cinta Pertama   Air Mata Papa

    Karina bergegas turun dari motor ketika Kayra sudah berdiri menatap di ambang pintu dengan tatapan seolah melihat setan. Karina melangkah ragu menghampirinya pun saat tiba-tiba adiknya itu menghambur memeluknya dengan terisak."Kak, aku pikir aku akan kehilangan Kakak untuk selama-lamanya. Aku pikir aku akan kehilangan Kanseku!" ucapnya dengan bahu terguncang dalam pelukan Karina, membuat air mata Karina ikut luruh."Karin, Kau!?" pekik papanya dari dalam membuat Karina mengangkat wajah menatap pria tua itu dengan tubuh gemetar ketakutan.Pria tua itu melangkah maju menyingkirkan Kayra dari pelukan Karina dan memeluk putri sulungnya dengan erat, seolah Karina akan pergi jauh dari kehidupan mereka selamanya. Karina kaget dengan perlakuan papa yang tadinya dia pikir dirinya akan diamuk dan dimarahi habis-habisan, tapi justru diperlakukan sehangat ini."Jangan pernah pergi lagi, Nak! Kau bisa memb

  • Konspirasi Cinta Pertama   Amarah

    Karina melangkah ragu melintasi pagar, berdiri mematung di ambang pintu rumah sendiri. Menghela napas panjang dan menghembuskannya kasar. Sebelum dia memutuskan untuk masuk rumah menyeret koper dengan malas.Tepat saat akan masuk rumah, Raka dengan hanya menggunakan celana bokser pendek warna merah dengan baju kaos longgar berwarna putih, mendongak padanya. Pria itu tengah sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk. Melihat wanita yang begitu dia rindui itu membuat Raka berdiri mematung menatap Karina. Lama mereka terpaku satu sama lain.Raka menatap wanitanya penuh rindu, tapi tidak dengan Karina. Dia menatap Raka dengan amarah yang berkecamuk dalam dada. Wanita itu tidak bergerak karena pikirannya tengah sibuk mencerna untuk apa suaminya ada di sini, bukankah seharusnya saat ini dia di Surabaya mengangkangi wanitanya yang sangat cantik itu.Setelah Karina bisa menguasai situasi, dia berjalan masuk ke

DMCA.com Protection Status