Suara tawa yang ceria mengisi kamar yang megah itu. Seorang makhluk kecil terlihat menggeliat antusias di atas tempat tidur. Sedang seorang perempuan mungil yang baru saja memakaikannya baju sedang tertawa gemas. Edrick termasuk bayi aktif untuk ukuran bayi yang lahir prematur. Ibunya sampai merasa sedikit kewalahan untuk memandikannya. Sebenarnya Riana ingin membantu adiknya yang masih dalam tahap pemulihan itu, tapi Rena menolak dan mengatakan jika ia merasa senang untuk mengurus putranya.
“Putra Mommy sudah tampan, sekarang kita akan menemui Aunty Riana. Edrick ingin bermain, bukan?” Rena menggendong tubuh ringan bayinya untuk ia titipkan pada Riana. Ia ingin bermain dengan putranya, tapi ia harus segera bersiap. Hari ini ia harus mengunjungi Hongli untuk memeriksakan bekas jahitan.
Rena mengecup pipi gembil putranya kembali lalu memilih untuk keluar kamar. Suasana rumah mereka benar-benar sepi meski Luke memiliki beberapa
Mobil berwarna hitam metalik melintasi jalan yang cukup ramai. Hari telah gelap karena gelombang jingga yang telah lewat tidak lama tadi. Mobil tersebut melaju dengan kecepatan sedang. Orang-orang di dalamnya memang tidak terburu-buru, sedikit menghabiskan waktu untuk satu sama lain, berdua dalam sunyi yang tidak mengganggu.Luke dan Rena, mereka baru saja kembali dari rumah sakit dengan keadaan hati yang baik. Rena akan segera membaik, itu yang Hongli katakan. Mungkin ia akan sembuh dalam 1 sampai 3 minggu lagi kalau kondisinya masih stabil seperti sekarang. Rena memiliki perkembangan yang baik mengingat tidak ada masalah berarti di luka jahitannya, hanya menunggu luka itu kering maka ia sudah sembuh. Luke juga mengambil peran dengan sangat baik. Ia memastikan Rena tidak terlalu kelelahan, tidak melakukan pekerjaan fisik berat dan tidak melakukan hubungan badan. Rahim Rena belum sembuh seperti semula sehingga itu sangat beresiko untuk menerima spermanya.
”Rena!” Amora berteriak dan berlari untuk memeluk Rena. Ia terlihat berbeda dari Amora yang biasanya. Menurut Rena ada sesuatu yang berbeda.“Amora? Ada sesuatu yang membuatmu kemari?” Rena merasa heran karena biasanya Amora menemuinya setelah lebih dulu membuat janji.“Apa aku tidak boleh menemui sahabatku?” Amora segera melepaskan pelukannya lalu menunjukkan wajah yang cemberut. Ia merajuk dan Rena menjadi lebih heran dengan sifat perajuk sahabatnya yang muncul tiba-tiba.“Bukan begitu, bukannya tidak boleh. Biasanya kamu akan menghubungiku jika ingin bertemu.” Rena segera menjelaskan karena Amora tiba-tiba saja terlihat seperti ingin menangis.“Aku sahabatmu, bukan hanya kenalanmu. Aku tidak perlu untuk selalu menghubungimu jika ingin bertemu. Atau jangan-jangan kamu tidak ingin bertemu denganku?” Amora semakin terlihat ingin menangis.“T-tidak, bukan seperti itu. Ak
“Amora terlihat bahagia hari ini.” Luke datang setelah memastikan Hendry dan Amora keluar dari pekarangan rumahnya dengan aman.“Seorang istri yang begitu mencintai suaminya akan merasa sangat bahagia saat tahu ia mengandung bayi dari orang yang dicintainya.” Rena meletakkan piring terakhir di wastafel lalu mencuci tangannya. Sejak ia melahirkan Edrick, Riana tidak memperbolehkannya mencuci piring. Riana mengatakan padanya kalau mengurus bayi terasa lebih melelahkan daripada mencuci piring dan kenyataannya itu benar.“Benarkah? Apa rasanya bahagia?” Luke mulai tertarik dengan bahan perbincangan mereka. Rena tidak banyak berbicara mengenai perasaannya saat dulu ia mengandung Edrick.“Sangat bahagia, seperti dunia sedang menyiramimu dengan cahaya. Rasanya seperti ingin meledak, bahagia dan haru bercampur menjadi satu. Angan-angan memeluk bayi yang lucu dan mungil tiba-tiba memenuhi mata. Bayangan masa d
Cahaya silau mengusik tidur perempuan mungil itu, suara tawa ceria dari seorang laki-laki dewasa dan bayi laki-laki membuatnya ingin terjaga. Ia masih lelah, tapi suara penuh kegembiraan itu membuatnya ingin bangun. Ia ingin melihat keindahan apa yang sedang menunggunya.“Oh, Mommy sudah bangun. Hai, Mommy!” Luke menggerakkan tangan putranya untuk melambai pada Rena yang tertawa kecil.“Edrick sudah mandi?” Rena bergumam dengan suara yang serak. Ia tahu Edrick sudah mandi dari bagaimana harum bedak bayi memenuhi kamarnya.“Sudah, putra kita sudah wangi dan tampan.” Luke mengecup lagi pipi gembil putranya untuk mendengar tawanya yang lucu. Rena juga ikut tertawa kecil melihat interakksi keduanya. Ia memiliki perasaan yang baik hari ini karena melihat Luke berinteraksi dengan putranya di pagi hari. Luke pernah memandikan Edrick beberapa kali, jika ia tidak bekerja atau bekerja di rumah.&ld
“Kenapa kamu tidak mengatakan hal itu padaku?” Rena kembali menuntutnya. Ia menangis keras tapi terlihat berusaha tegar di tengah rasa sedih. Ia yang seperti itu membuat ia semakin tampak menyedihkan. Tubuhnya yang ringkih seperti menyatu bersama kesengsaraan.“Aku ingin memberitahumu, tapi tidak sekarang. Tidak saat mentalmu belum siap, aku tidak mau untuk terus menyakitimu.” Luke berujar dengan pengendalian luar biasa untuk membuat suaranya tidak bergetar. Ia tidak ingin terlihat lemah di saat ia harus tegar untuk menghadapi kesedihan istrinya.“Tapi kapan? Kapan kamu akan mengatakannya? Apa harus saat aku sudah mati? Kamu merahasiakan hal penting ini dariku, Luke! Tidakkah kamu pikir kamu bahkan telah lebih dari sekedar menyakitiku? Kamu menghancurkanku!” Rena berteriak sekuat tenaga. Ia tidak pernah seperti ini, setidakterkendali ini. Terlebih pada suaminya, seseorang yang dulu ia takuti dan kini ia cintai.L
Hidung perempuan manis itu memerah karena menangis terlalu keras. Sekarang ia masih sesegukan tapi telah bisa mengendalikan dirinya. Pada akhirnya Rena tidak bisa membenci suaminya, hanya saja rasa kecewa itu masih ada.“Aku minta maaf jika terasa perih.” Suara Rena yang serak memecahkan kesunyian. Ia masih merasa berduka karena kebenaran itu, tapi ia masih merawat suaminya. Ia tidak bisa tinggal diam saat melihat darah dari luka di lengan Luke tidak juga berhenti mengalir.Luke hanya mengangguk dengan senyuman yang lebar, terlihat mencoba menghibur istrinya. Ia tahu Rena merasakan duka yang mendalam terutama saat mengetahui ia tidak lagi memiliki ibu dan ayahnya di dunia. Tapi ia tidak sampai terpuruk, tidak sampai tidak terkendali. Nyatanya Rena sangat kuat dan tegar dibalik sosoknya yang lemah lembut.Suasana diisi dengan hening. Rena terlalu berkonsentrasi membersihkan luka Luke. Sedangkan Luke menatap wajah istrinya dalam.&
“Kamu terlihat terlalu baik-baik saja untuk seorang suami yang baru saja dicampakkan oleh istrinya.” Celetukkan Jeffrey membuat Luke terkekeh singkat. Candaan itu benar-benar menyindirnya.Pagi ini Luke dan Rena bangun pagi-pagi sekali. Rena membawa barangnya dan Edrick dengan cukup banyak, mengingat mereka masih tidak membuat rencana untuk kembali. Sedangkan Luke hanya mengantarnya, melepaskannya dengan ciuman di kening dan ciuman di pipi gembul putranya.“Aku harus baik-baik saja. Meski jauh, kehidupan Rena dan Edrick masih aku topang. Penghasilan dari Perusahaan Martin adalah hak milik mereka. Oleh karena itu aku harus sangat baik agar dapat memastikan mereka tidak hidup menderita saat jauh dariku.” Luke menyahut dengan tenang. Ia sebenarnya merasa frustasi, tapi bayangan senyum Rena dan tawa Edrick menjadi penguatnya. Perusahaan Martin sekarang telah benar-benar miliknya sebagai suami Rena berkat gugatan yang ia ajukan agar per
“Ayah.” Luke menyapa ayahnya dengan suara yang terdengar tenang setelah ia sampai di depan ayahnya sendirian. Jeffrey berada di luar karena memang hanya dirinya saja yang diperintahkan untuk masuk. Ia dibesarkan dengan kekakuan, tidak ada kedekatan berarti di antara keduanya. Ayahnya sangat sering memandangnya tanpa senyum dan ia sudah terlalu terbiasa dengan itu. Sudah terbiasa untuk berlaku seperti bukan seorang putra.Ayahnya sedang duduk dengan ditemani secangkir kopi pahit di rumah masa kecilnya. Rumah yang menjadi saksi bisu dari kisah cinta pertamanya. Rumah ini, rumah yang dirindukan tapi juga ditakutinya. Banyak lukisan memori yang tergambar di dinding-dinding yang putih dan kokoh itu. Kisah manis saat berbagi tawa dan waktu yang panas. Kisah pahit saat kehilangan kepercayaan dan kekuatan untuk mencintai. Apapun yang terlukis di sana, itu adalah perpaduan sempurna dari mimpi indah yang dibumbui kopi hitam.“Akhirnya kamu datang.