Cahaya silau mengusik tidur perempuan mungil itu, suara tawa ceria dari seorang laki-laki dewasa dan bayi laki-laki membuatnya ingin terjaga. Ia masih lelah, tapi suara penuh kegembiraan itu membuatnya ingin bangun. Ia ingin melihat keindahan apa yang sedang menunggunya.
“Oh, Mommy sudah bangun. Hai, Mommy!” Luke menggerakkan tangan putranya untuk melambai pada Rena yang tertawa kecil.
“Edrick sudah mandi?” Rena bergumam dengan suara yang serak. Ia tahu Edrick sudah mandi dari bagaimana harum bedak bayi memenuhi kamarnya.
“Sudah, putra kita sudah wangi dan tampan.” Luke mengecup lagi pipi gembil putranya untuk mendengar tawanya yang lucu. Rena juga ikut tertawa kecil melihat interakksi keduanya. Ia memiliki perasaan yang baik hari ini karena melihat Luke berinteraksi dengan putranya di pagi hari. Luke pernah memandikan Edrick beberapa kali, jika ia tidak bekerja atau bekerja di rumah.
&ld
“Kenapa kamu tidak mengatakan hal itu padaku?” Rena kembali menuntutnya. Ia menangis keras tapi terlihat berusaha tegar di tengah rasa sedih. Ia yang seperti itu membuat ia semakin tampak menyedihkan. Tubuhnya yang ringkih seperti menyatu bersama kesengsaraan.“Aku ingin memberitahumu, tapi tidak sekarang. Tidak saat mentalmu belum siap, aku tidak mau untuk terus menyakitimu.” Luke berujar dengan pengendalian luar biasa untuk membuat suaranya tidak bergetar. Ia tidak ingin terlihat lemah di saat ia harus tegar untuk menghadapi kesedihan istrinya.“Tapi kapan? Kapan kamu akan mengatakannya? Apa harus saat aku sudah mati? Kamu merahasiakan hal penting ini dariku, Luke! Tidakkah kamu pikir kamu bahkan telah lebih dari sekedar menyakitiku? Kamu menghancurkanku!” Rena berteriak sekuat tenaga. Ia tidak pernah seperti ini, setidakterkendali ini. Terlebih pada suaminya, seseorang yang dulu ia takuti dan kini ia cintai.L
Hidung perempuan manis itu memerah karena menangis terlalu keras. Sekarang ia masih sesegukan tapi telah bisa mengendalikan dirinya. Pada akhirnya Rena tidak bisa membenci suaminya, hanya saja rasa kecewa itu masih ada.“Aku minta maaf jika terasa perih.” Suara Rena yang serak memecahkan kesunyian. Ia masih merasa berduka karena kebenaran itu, tapi ia masih merawat suaminya. Ia tidak bisa tinggal diam saat melihat darah dari luka di lengan Luke tidak juga berhenti mengalir.Luke hanya mengangguk dengan senyuman yang lebar, terlihat mencoba menghibur istrinya. Ia tahu Rena merasakan duka yang mendalam terutama saat mengetahui ia tidak lagi memiliki ibu dan ayahnya di dunia. Tapi ia tidak sampai terpuruk, tidak sampai tidak terkendali. Nyatanya Rena sangat kuat dan tegar dibalik sosoknya yang lemah lembut.Suasana diisi dengan hening. Rena terlalu berkonsentrasi membersihkan luka Luke. Sedangkan Luke menatap wajah istrinya dalam.&
“Kamu terlihat terlalu baik-baik saja untuk seorang suami yang baru saja dicampakkan oleh istrinya.” Celetukkan Jeffrey membuat Luke terkekeh singkat. Candaan itu benar-benar menyindirnya.Pagi ini Luke dan Rena bangun pagi-pagi sekali. Rena membawa barangnya dan Edrick dengan cukup banyak, mengingat mereka masih tidak membuat rencana untuk kembali. Sedangkan Luke hanya mengantarnya, melepaskannya dengan ciuman di kening dan ciuman di pipi gembul putranya.“Aku harus baik-baik saja. Meski jauh, kehidupan Rena dan Edrick masih aku topang. Penghasilan dari Perusahaan Martin adalah hak milik mereka. Oleh karena itu aku harus sangat baik agar dapat memastikan mereka tidak hidup menderita saat jauh dariku.” Luke menyahut dengan tenang. Ia sebenarnya merasa frustasi, tapi bayangan senyum Rena dan tawa Edrick menjadi penguatnya. Perusahaan Martin sekarang telah benar-benar miliknya sebagai suami Rena berkat gugatan yang ia ajukan agar per
“Ayah.” Luke menyapa ayahnya dengan suara yang terdengar tenang setelah ia sampai di depan ayahnya sendirian. Jeffrey berada di luar karena memang hanya dirinya saja yang diperintahkan untuk masuk. Ia dibesarkan dengan kekakuan, tidak ada kedekatan berarti di antara keduanya. Ayahnya sangat sering memandangnya tanpa senyum dan ia sudah terlalu terbiasa dengan itu. Sudah terbiasa untuk berlaku seperti bukan seorang putra.Ayahnya sedang duduk dengan ditemani secangkir kopi pahit di rumah masa kecilnya. Rumah yang menjadi saksi bisu dari kisah cinta pertamanya. Rumah ini, rumah yang dirindukan tapi juga ditakutinya. Banyak lukisan memori yang tergambar di dinding-dinding yang putih dan kokoh itu. Kisah manis saat berbagi tawa dan waktu yang panas. Kisah pahit saat kehilangan kepercayaan dan kekuatan untuk mencintai. Apapun yang terlukis di sana, itu adalah perpaduan sempurna dari mimpi indah yang dibumbui kopi hitam.“Akhirnya kamu datang.
Sudah lebih dari sebulan Luke hidup terpisah dengan istri dan anaknya. Ia tidak sakit, tidak juga terluka. Intinya ia tidak ceroboh dalam menjalani kehidupannya yang kini berisi kesedihan. Ia menjaga dirinya semampu yang ia bisa. Ia memakan makanan sehat yang Riana masak untuknya. Ia juga menjaga waktu istirahatnya meski beberapa kali harus mengonsumsi obat tidur yang ia dapat berkat resep Helena.Ia mengedarkan pandangan di sekitar kamar ia dan Rena. Kamar ini terasa dingin sekarang karena tanpa kehangatan Rena. Tempat ini seperti membeku, sama seperti memorinya yang membeku pada kenangan yang sama. Kecantikan Rena, keindahan dan keanggunannya selalu terbayang di pelupuk mata hitam bulat itu. Rena dengan pakaian serba putih pada hari pernikahan mereka selalu muncul di padang bunga daisy dalam tidurnya. Jika saja itu adalah mimpi indah, tapi nyatanya itu adalah mimpi buruk bagi Luke yang sedang belajar bersabar. Mimpi itu seakan memaksanya untuk menyeret istriny
“Kamu mengacaukan riasanku. Aku malah menangis karenamu sekarang.” Alexa terdengar marah dengan main-main, tinjunya mendarat ringan di bahu Luke yang kokoh. Sedangkan Luke menyahut itu dengan tawa, tahu bahwa Alexa telah merasa cukup baik.“Baiklah. Maafkan aku.” Luke menyahut di sela suara tawanya yang renyah.“Sudahlah, bukankah kamu katakan kamu ingin berbicara? Bicaralah, aku akan mendengarkanmu.” Alexa mengusap wajah penuh air matanya perlahan, berusaha benar untuk tidak merusak riasannya. Kemudian ia duduk dengan tubuh yang tegap, terlihat siap dibawa arus percakapan Luke.“Aku tidak membicarakan hal yang berat. Jadi kuharap kamu akan bersantai.” Luke mengatakannya untuk mencairkan suasana, ia tidak ingin jika nanti Alexa malah ikut terbebani.“Aku sedang bersantai. Bicara saja.” Alexa berhasil meyakinkannya kalau pembicaraannya tidak akan membebani pihak lain.&l
Rena tampak mengerutkan kening dengan wajah penuh permintaan maaf. Sekarang ia berada di rumah seorang sahabat Alexa untuk menginap. Alexa mengatakan padanya bahwa seorang pelanggan memanggilnya tiba-tiba sehingga ia harus bekerja. Sedangkan Rena ia titipkan kepada seorang teman agar ia merasa tenang saat bekerja. Rena sempat menolak, tapi Alexa terlalu keras kepala untuk ia sanggah. Alexa mengatakan kalau ia ingin Rena di tempat yang aman, terlebih temannya memang sudah beberapa kali menampung Rena karena permintaan Alexa.“Maaf jika aku dan Edrick mengganggumu saat malam sudah mulai larut.” Rena meraih secangkair teh yang orang itu berikan, bermaksud berbincang sedikit bersama teh dan cookies yang Rena bawa. Ecrick sudah ia tidurkan di kamar tempat ia biasa menginap.“Tidak masalah. Lagipula Kris tidak pulang malam ini, kehadiranmu dan Edrick membuatku tidak kesepian. Terlebih kamu adalah teman baik Alexa. Teman baik sahabatku
Cahaya bintang terlihat redup saat ditatap dari taman belakang yang berisi bunga-bunga yang ditanam seorang perempuan cantik belakangan hari saat ia masih mengandung. Udara mendinging dan suara menyepi. Hari telah berubah semakin larut tapi Luke masih terjaga. Rasa rindu pada Rena semakin tidak tertahankan sedangkan ia masih harus bertahan pada kesunyian yang sama demi meluluskan diri dari ujian kesabaran yang ia buat sendiri. Rena selalu pandai bersabar, maka ia juga harus bisa. Memiliki cinta seorang malaikat membuatnya harus merubah diri walau terasa menyakitkan.“Rena, bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu. Tidakkah kamu juga merasakan hal yang sama?” Tangan Luke terangkat untuk mencengkram dadanya sendiri. Ia telah sekarat karena rindu yang mulai berkarat.Rasa rindu teramat dalam ini seperti akan merenggut kewarasannya. Oh Tuhan, jika iblis sepertinya boleh memohon. Maka ia memohon jika saat waktu memaksa mereka untuk berpisah, ia ingin ia