Share

Bab 86

Penulis: Norman Tjio
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-07 17:00:04

‘Tiga puluh tael emas, tidak lebih tidak kurang,’ jawab si penjual.

‘Eh, kenapa mahal sekali? Apa kelebihannya?’ tanya si saudagar.

‘Burung ini jika bernyanyi, suaranya merdu sekali.’ Sambil berkata begitu, si penjual membuat burungnya bernyanyi.”

“Dan memang suaranya indah sekali. Ada beberapa lagu kicauannya yang terdengar sangat indah. Seluruh orang yang ada di pasar mengagumi kicauannya. Akhirnya si saudagar langsung membeli burung itu tanpa tawar menawar. Setelah puas, ia melangkah pulang. Ketika sampai di pintu keluar, ia melihat burung dagangan Siauw Jin kita.”

“Karena merasa lucu ada orang menjual burung sejelek dan seburuk itu, si saudagar iseng-iseng bertanya, ‘Eh, burung ini dijual juga?’

‘Benar,’ jawab Siauw Jin kita mantap.

Sambil tertawa geli, si saudagar bertanya, ‘Memangnya mau kau jual berapa?’

‘Seratus tael emas! Tidak kurang tidak lebih!’ jawabnya mantap.

Si saudagar hampir pingsan karena kaget, ‘Mahal sekali… Memang apa kelebihannya? Apakah suaranya merdu dan bisa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 87

    “Baik, Tuan.” Para pekerja yang masih tersisa segera bergegas pergi makan.Begitu bayangan pekerja menghilang di balik pintu, pemilik suara itu lalu berkata, “Ah, Tianglo lama tidak berkunjung kesini? Ada kabar atau urusan apa yang bisa teecu (murid) bantu?”Suaranya sudah tidak berwibawa lagi, bahkan sekarang terkesan menjilat-jilat.“Sow Tan Li, aku memerintahkan kau untuk segera mengirimkan kabar di seluruh cabang bagian barat dan juga markas pusat. Aku membawa ‘buntalan’ penting. Setiap cabang harus bersiaga penuh. Jangan sampai bocor. Aku juga membutuhkan beberapa murid tingkat 2 atau 3 untuk membayangiku sepanjang perjalanan. Jangan terlalu dekat dan jangan terlalu jauh. Mereka harus sebisa mungkin tidak terlihat.”“Baik, Tianglo. Ada perintah lainnya?”“Tidak ada. ‘Buntalan’ ini adalah masakan kesukaan Ketua. Jika tidak sampai, atau sampai dalam keadaan ‘dingin’, maka Ketua akan marah sekali. Kita semua akan kena celaka.”“Teecu mengerti. Teecu akan turun tangan langsung menang

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-07
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 88

    Kini Cio San dan Bun Tek Thian berada di salah satu ‘cabang’ rahasia Ma Kauw. Cio San tidak menyangka kalau Ma Kauw mempunyai cabang rahasia di sebuah kantor pemerintahan!Memang ini hanya sebuah kota kecil. Walikotanya adalah anak buah Ma Kauw. Namanya Tong Sin Sat. Mereka sampai di kota kecil itu di sore hari, ketika kantor pemerintahan itu akan tutup. Setelah semua pegawai pulang, sang Walikota masih tetap tinggal untuk ‘menyelesaikan’ beberapa pekerjaan. Hanya pengawal pribadinya yang menunggu di ruang depan dekat pintu. Pastinya mereka juga anak buah Ma Kauw.Tong Sin Sat ini bertubuh tambun, dengan wajah kemerah-merahan. Seragamnya agak terlihat sempit. Raut mukanya cerah dan selalu tersenyum. Mereka bertiga sedang menikmati arak dan beberapa makanan kecil. Bun Tek Thian tidak memberikannya tugas apa-apa. Hanya sekedar mampir dan mengisi bekal.Bun Tek Thian juga tidak membicarakan hal-hal yang penting. Hanya sekedar bertanya-tanya tentang keluarga dan masalah pekerjaan sebagai

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 89

    “Tentu saja… Tentu saja…” Mereka tertawa-tawa dan minum arak. Sayangnya Cio San harus disuapi oleh Bun Tek Thian, jika tidak, tentu ia akan ikut bersoja juga.Selanjutnya, Bun Tek Thian memerintahkan untuk mengambil pil racunnya. Tong Sin Sat pergi sebentar lalu kembali dengan membawa sebuah kotak besar. Isi kotak besar itu adalah bermacam-macam pil warna-warni. Bun Tek Thian mengambil sebuah pil dengan hati-hati karena tak ingin Cio San melihat ia mengambil pil yang mana. Lalu dengan sigap ia memasukkannya ke dalam mulut Cio San.Begitu Cio San menelannya, Bun Tek Thian langsung membuka totokannya.“Terima kasih. Boleh kutahu dimana jambannya, Tuan Walikota?” tanya Cio San.“Mari kuantarkan..,” tukas Tong Sin Sat.Mereka berdua pergi.Selang beberapa lama, mereka pun kembali ke ruang depan.“Sudah lega, Cio San?” tanya Bun Tek Thian sambil tertawa.“Bebas merdeka,” kata Cio San sambil mengelus-elus perutnya.Ia kembali duduk di tempat semula dan membiarkan Bun Tek Thian menotoknya. S

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 90

    Pedang tinggal sejengkal dari tubuhnya.Blaaaaarrrrrrr…!!!!!!Ombak dan gelombang pedang pun buyar. Kedelepan penyerang itu terlempar beberapa tombak ke belakang. Di hadapan mereka kini berdiri beberapa orang. Salah satunya adalah orang yang menangkis serangan mereka tadi. Tubuhnya kurus, namun sangat jangkung. Usianya sudah tua. Bajunya merah. Matanya yang tajam menusuk jantung manusia. Jika ada orang yang bisa membunuh hanya dengan pandangan seperti itu, mungkin dialah orang satu-satunya.“Hormat buat Kauwcu! Semoga panjang usia!” Bun Tek Thian sujud menyembah.Inilah dia Ma Kauw-kauwcu (Ketua Ma Kauw)!“Ang Soat!” seru kedelapan orang itu berbarengan menyebut nama sang Kauwcu. Mereka lalu berbarengan menyerang sang Kauwcu. Gerakan mereka kali ini sungguh sukar ditangkap mata dan dibayangkan. Begitu cepat, begitu lincah, begitu ganas. Masing-masing mengisi posisi yang menutupi gerak lawannya. Menghadapi serangan seperti ini, tidak ada satupun yang bisa kauperbuat selain mengharap d

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 91

    “Demi Tuhan, dan atas nama leluhur-leluhur saya, saya tidak pernah mengambil atau mencuri kitab apapun. Saya pun tidak membunuh guru saya,” jawab Cio San jujur.Lama sang Kauwcu menatap Cio San. Lalu ia berkata, “ Aku percaya padamu!”“Apakah Tuan Kauwcu ingin bertanya kepada saya tentang Kam Ki Hiang?” tanya Cio San tiba-tiba.“Darimana kautahu?” matanya membesar.“Saya kebetulan memiliki sedikit kemampuan membaca isi pikiran orang,” kata Cio San sambil tersenyum.“Aku tidak suka pada orang yang suka pamer! Darimana kautahu bahwa aku ingin tahu tentang Kam Ki Hiang?” tanyanya tegas.“Dengan ilmu sehebat Kauwcu, tentunya tidak mungkin Kauwcu ikut-ikut rebutan mencari kitab sakti segala. Di dunia ini, siapalah yang dapat menandingi ilmu Kauwcu. Jadi aku menduga, tentunya ada hal lain yang ingin engkau cari.”“Ketika tersiar kabar bahwa makam Kam Ki Hiang ternyata kosong, pasti banyak orang yang menyangka ia masih hidup. Dan karena banyak orang yang dendam padanya, tentulah urusan dan d

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 92

    Raut wajah sang Kauwcu berubah, ia segera mengerahkan tenaga dalam untuk menghalau racun. Wajahnya bahkan bertambah pucat, ia terbatuk-batuk.“Jangan mengerahkan tenaga dalam!” teriak Cio San. “Racunnya mungkin akan semakin menghebat jika kalian mengerahkan tenaga dalam.”Semua orang yang ada disitu terpana. Apa yang harus dilakukan jika tidak menggunakan tenaga dalam? Semua yang ada di sana jatuh terduduk di lantai. Murid-murid yang ilmunya lebih rendah semua berkelojotan. Yang ilmunya tinggi masih berusaha bertahan.“Hahahahahahahahha, akhirnya kalian mampus semua!” terdengar suara terbahak-bahak.“Kau!”Semua orang disitu tak menyangka siapa orangnya.Cio San menoleh, ternyata ia adalah salah satu Tianglo dari Ma Kauw-tianglo yang hadir. Yang ini adalah Tianglo kanan.“Po Che King! Apa maksudmu? Tak kusangka!” sang Kauwcu berteriak marah.“Aku sudah menunggu saat-saat kita berkumpul bersama seperti ini. Awalnya aku menunggu bulan depan saat perayaan ulang tahunmu. Tapi sekarang mal

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 93

    Bun Tek Thian tidak habis pikir. Ada orang di dunia ini yang seperti Cio San.“Jadi selama ini, kau menikmati kugendong-gendong dan kusuapi?” tanyanya.“’Kan sudah pernah kubilang, jika aku bercerita kepada orang-orang, pasti tak satu pun yang percaya aku digendong-gendong dan disuapi makan oleh salah seorang Tianglo Mo Kauw,” jawab Cio San. “Eh tapi Kakek yang baik, jangan bergerak dan berbicara dulu. Keadaan tubuhmu masih berbahaya. Obat yang kuberikan tadi hanya untuk membantu menahan serangan racun, sama sekali tidak menyembuhkan.”“Cio San, bukankah kau juga minum arak dan makan makanan yang sama, kenapa kau tidak keracunan?” tanya sang Kauwcu.“Saya juga tidak mengerti, Kauwcu. Racun itu memang membuat saya lambat bergerak, sehingga ada saudara-saudara Ma Kauw yang tidak sempat tertolong. Saya harus mencoba mengerahkan tenaga dalam say

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 94

    “Dia tabib ahli pengobatan yang dimiliki Ma Kauw. Semua obat dan racun, dia yang buat.”“Apakah dia juga ahli silat?” tanya Cio San lagi.“Dia sama sekali tidak bisa silat,” tukas Ang Soat-kauwcu.“Berarti dia sudah mati, Kauwcu,” kata Cio San sambil menggeleng-geleng kepala.“Bagaimana kau tahu?”“Jika ada orang yang bisa menciptakan racun yang tanpa bau, tanpa rasa, dan bisa berakibat sehebat tadi, maka orang ini adalah orang yang sangat berbahaya. Begitu dia berhasil membuat racun itu, orang lain pasti berharap dia akan menyimpan rahasia itu rapat-rapat, sehingga tak ada orang lain lagi yang tahu. Dan hanya orang matilah, yang bisa menyembunyikan rahasianya rapat-rapat. Tadi pun Po Che King menyebut nama Keh-losiansing. Berarti dia tahu, dia tak perlu takut Keh-losiansing akan membuka rahasia, karena Keh-losians

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15

Bab terbaru

  • Kisah Para Penggetar Langit   Penutup Kisah - TAMAT

    PENUTUPCio San telah selesai menjura 3 kali di hadapan makam kedua orangtuanya. Ia lalu membersihkan makam itu. Sekuat mungkin ia menahan air matanya. Tak terasa, segala kejadian yang berlalu di dalam hidupnya ini terkenang kembali. Segala penderitaan, ketakutan, kesepian, dan kepedihan hatinya seakan tertumpahkan di hadapan makam kedua orangtuanya ini. Sejak sekian lama, baru kali ini ia berkunjung kesini.Sore telah datang. Warna lembayung langit mulai menghiasi angkasa.Ketika ia selesai membersihkan makam dan membalikkan tubuhnya, betapa kagetnya ia ketika di hadapannya sudah bediri seorang kakek dan seorang nenek. Sang kakek walaupun sudah tua sekali, namun ketampanannya masih terlihat sangat jelas. Tubuhnya pun masih tegap. Begitu pula dengan sang nenek, terlihat masih sangat cantik.Cio San tidak mengenal mereka. Tapi ia tahu mereka berdua tentu suami-istri. Dan ia paham pula, di dunia ini orang yang bisa menyelinap sedekat ini tanpa suara di belakangnya, kemungkinan belum per

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 253

    Cio San mengangguk membenarkan.“Gila!”“Mengapa Beng Liong ingin menghapus dirinya dari kecurigaan? Bukankah tanpa melakukan itu pun, tak ada orang yang akan curiga kepadanya?” tanya Ang Lin Hua.“Ia orang yang terlalu berhati-hati. Ia ingin semua sesempurna mungkin. Selain itu, dia memang ingin menghancurkan musuh-musuhnya,” jelas Cio San.“Karena ingin sempurna, malah terbongkar seluruhnya,” tukas Kao Ceng Lun.“Lanjutkan, Cio San.”“Nah, setelah aku bisa menemukan kunci rahasia itu, awalnya aku mengira Beng Liong hanyalah anak buah biasa. Mungkin ia terlibat karena terpaksa. Aku berpikir keras apa latar belakang semua ini? Pergerakan mereka terlalu rapi, sangat terencana, dan sukar ditebak. Jika hanya sekedar memperebutkan kitab sakti, aku merasa hal ini terlalu berlebihan. Lalu aku mengambil kesimpulan, mungkin semua ini berhubungan dengan perebutan Bu Lim Bengcu di puncak Thay San.”Ia melanjutkan,“Tapi kemudian aku ragu. Jika hanya memperebutkan Bu Lim Bengcu, mengapa orang-ora

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 252

    Entah sudah berapa lama kejadian itu lewat.Kejadian penuh darah di kotaraja.Tapi juga merupakan kejadian dimana keberanian, kesetiakawanan, dan kekuatan ditunjukkan.Mereka kini sedang duduk dengan tenang di atas menara. Menara tempat di mana Cio San berdiri sepanjang hari menatap pertempuran dahsyat itu. Saat itu, di puncak menara, ia telah mengambil keputusan. Tak ada lagi darah yang tertumpahkan oleh tangannya.Saat semua ini berakhir, ia ingin menghilang sejenak. Entah kemana. Entah berbuat apa. Sejenak menikmati kedamaian dunia.Di menara ini, adalah perjamuan sebelum perpisahan itu.Arak sudah mengalir, berbagai makanan pun sudah terhidang. Ada pula tulusnya persahabatan. Jika kau kebetulan mengalami keadaan seperti ini, kau harus terus bersyukur sepanjang masa.Cio San, Cukat Tong, Suma Sun, Luk Ping Hoo, dan Kao Ceng Lun.“Sebaiknya kau harus menceritakan semua ini dari awal,” kata Cukat Tong.Cio San menatap langit.“Awalnya sendiri aku tidak tahu. Cuma mungkin bisa kucerit

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 251

    Ang Lin Hua pun balas tersenyum.Senyum ini.Cio San baru sadar, betapa indahnya wajah Ang Lin Hua saat tersenyum.Ia juga baru sadar, ternyata ia merindukan senyuman ini.“Nona beristirahatlah.”“Baik, Kauwcu. Kauwcu sendiri mohon segera beristirahat.”“Segera,” jawab Cio San. Ia lalu kembali mengobati para korban.Tak terasa, matahari telah kembali menyapa dunia dengan cahayanya yang perlahan tapi pasti.Cio San akhirnya lega. Semua orang telah ditangani dengan baik. Tabib-tabib istana dan tabib-tabib yang ada di kotaraja semua bekerja keras mengobati para pemberani-pemberani ini.Sekali lagi, orang Han mampu mempertahankan tanah airnya dari penjajah Goan. Kegembiraan ini syahdu, karena diliputi oleh semangat kebangsaan yang tinggi, kebanggaan, dan juga kesedihan atas gugurnya para pahlawan. Semua perasaan ini melebur menjadi satu.Cio San keluar ruangan itu.Walaupun di luar udara masih berbau tak sedap karena bercampur amis mayat dan bakaran, tetap saja terasa lebih segar dibandin

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 250

    Cio San dan kawan-kawannya bergerak keluar tembok istana. Peperangan dahsyat sedang berlangsung. Walaupun berjalan dengan payah, Cio San masih memaksa untuk ikut bertarung. Melihat ia akan bergerak, Cukat Tong segera menahannya.“Kau duduk saja di sini,” kata Cukat Tong.“Benar. Dengan keadaanmu yang sekarang, kau tak akan mampu berbuat apa-apa,” tukas Suma Sun membenarkan.Berpikir sejenak, Cio San lalu berkata, “Baiklah. Tolong bawa aku ke puncak tembok benteng.”Sekali bergerak, mereka bertiga sudah tiba di atas puncaknya yang tinggi itu.Di atas tembok besar yang mengelilingi istana kaisar itu terdapat pasukan pemanah yang sibuk menghalau serangan.“Ah, selamat datang para Tayhiap,” kata seseorang.Cio San tidak mengenal siapa dia, tapi Cukat Tong segera menjawab, “Terima kasih, Goanswe (Jenderal). Hamba ingin menitipkan Cio-tayhiap di sini. Apa boleh?”“Tentu saja, Tayhiap.”Dengan sigap, ia mengeluarkan perintah. Dua orang bawahannya sudah datang memapah Cio San, dan seorang lag

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 249

    Apa yang dituliskan di buku menjadi lebih efektif, karena semua yang tidak diperlukan, tidak perlu dituliskan. Karena itu serangan-serangan Beng Liong terlihat lebih dahsyat dan mengagumkan.Sebaliknya, di dalam pemahaman yang dimiliki Cio San, segala hal menjadi bisa, dan segala hal bisa saja menjadi tidak bisa. Ada proses memilih bisa atau tidak bisa, yang membuat gerakannya menjadi sedikit berkurang kedahsyatannya jika dibanding dengan gerakan Beng Liong.Dari tangan kanannya, Beng Liong mengeluarkan jurus-jurus terakhir 18 Tapak Naga. Dari tangan kirinya, ia mengeluarkan ilmu Inti Es yang membuat siapapun yang terkena pukulan itu menjadi es batu. Langkah kakinya lincah seperti langkah-langkah perawan Go Bi-pay yang gemulai namun tak tertangkap mata.Seolah-olah, segala ilmu di dunia ini telah dipelajarinya dengan sangat baik.Seolah-olah, sejak lahir ia memang telah memahami seluruh ilmu itu satu persatu.Ia menggunakannya dengan luwes dan tanpa kecanggungan.Cio San pun menanding

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 248

    Pedang masih di tangan Bwee Hua. Padahal saat mereka masuk tadi, tak seorang pun yang diperbolehkan membawa senjata.Pedang itu terhunus ke depan.Tapi gadis itu tidak bergerak.Begitu pula ibunya yang berdiri membelakanginya. Di hadapan sang ibu, berdiri seorang laki-laki gagah dengan rambut riap-riap. Tangan laki-laki itu buntung sebelah.“Kau akan melawanku dengan keadaan seperti itu?” tanya perempuan tua itu.“Aku telah menanti sejak puluhan tahun yang lalu,” jawab laki-laki itu.“Bagus. Keturunan Suma memang tidak memalukan.”Lalu perempuan tua itu bergerak.Kecepatan yang tak mungkin diikuti dengan mata manusia biasa.Tapi pemuda bermarga Suma itu bukan manusia biasa. Orang mengenalnya sebagai ‘Dewa Pedang Berambut Merah’, Ang Hoat Kiam Sian.Dan ‘dewa’ adalah ‘dewa’.Ia hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan sudah cukup.Jika kau adalah ‘Dewa Pedang’ maka kau hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan yang tidak mungkin seorang pun mau percaya jika diceritakan.Tidak ad

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 247

    Apa yang terjadi di puncak Thay San telah tersiar ke seluruh dunia. Beng Liong, pemuda belia dari Bu Tong-pay keluar sebagai pemenangnya. Semua orang mengakui, walaupun masih sangat muda, ia sangat pantas memikul tanggung jawab sebagai Ketua Dunia Persilatan.Selama ini, Bu Lim Bengcu selalu dijabat oleh kalangan sepuh. Baru 2 kali, jabatan ini dipegang oleh anak muda. Pertama kali sekitar 50an tahun yang lalu. Hebatnya lagi, kedua-duanya adalah pemuda Bu Tong-pay.Harapan besar kini berada di pundak Beng Liong. Ia diharapkan mampu menuntaskan tugas-tugas berat yang cukup rumit. Salah satunya adalah tugas melawan gangguan dan serangan tentara Mongol di ujung perbatasan. Belum lagi urusan pembunuhan-pembunuhan yang harus ia selesaikan setuntas-tuntasnya. Orang-orang butuh kejelasan, apakah memang Cio San berada di balik semua ini.Hari ini, tepat 30 hari sejak pertandingan di puncak Thay San. Kotaraja ramai dan penuh sesak manusia. Hari ini adalah hari pelantikan Bu Lim Bengcu. Hampir

  • Kisah Para Penggetar Langit   246

    Segala kemegahan dan keramaian itu pun berangsur-angsur memudar. Bu Lim Beng Cu telah terpilih, banyak orang menunjukan wajah puas. Sebagian lagi belum bisa melupakan kejadian dahsyat saat Cio San menghadapi ribuan orang di atas gunung itu.Masing-masing kemudian kembali pulang. Ada yang bersedih karena kehilangan saudara dan teman di gunung ini. Ada yang bahagia karena hasilnya memuaskan. Ada pula yang semakin bersemangat untuk memperdalam ilmu silatnya. Satu hal yang pasti, tidak ada satu pun yang bisa melupakan kejadian dahsyat di gunung itu.Beng Liong tentu saja tidak lupa. Walaupun hatinya gembira telah menyelesaikan tugas ini, tentu saja ia bersedih pula atas semua kejadian yang telah berlangsung. Segera setelah pertandingan selesai dan ia memulihkan tenaganya, ia bersama rombongan Bu Tong-pay segera mencari jalan menuju ke dasar jurang. Di tengah jalan pun mereka bertemu dengan dengan rombongan Siau Lim-pay dan Go Bi-pay yang rupanya memiliki maksud dan tujuan yang sama: menge

DMCA.com Protection Status