Share

Bab 45

Penulis: Norman Tjio
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-22 15:19:50

Cio San hanya bisa meneteskan air mata menghadapi kenyataan ini. Ia telah kehilangan sahabat baik untuk kali kedua. Dibunuh karena ketamakan manusia. Mendengar suara daging diiris-iris, serta tawa keenam orang itu, hati Cio San semakin sedih.

Bahkan mereka memasak dagingnya pun di situ. Sambil makan mereka mengobrol.

“Ah.., memang nikmat daging ini. Walaupun tipis, rasanya mungkin yang paling enak di dunia. Apalagi darahnya sudah dicampur dengan arak....Hmmm, lezaaaaatttt....”

“Iya, memang tak percuma jerih payah kita melacak jejak ular ini bertahun-tahun. Sulit sekali menangkapnya.”

“Eh, Yap-heng. Coba ceritakan apa saja khasiat ular ini...”

Orang yang dipanggil Yap-ko itu lalu berkata, “Khasiatnya banyak sekali. Dagingnya menambah kekuatan tubuh bagian luar (gwakang). Bagi orang seperti kita, gwakang ini berguna untuk meniduri perempuan.”

Terdengar suara tawa bergema.

Ia melanjutkan lagi, “Darahnya jika dicampur arak khusus yang kubawa ini, bisa untuk menyembuhkan segala penyakit. B
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nur Salim
mantap novelnya bos
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 46

    Cio San memutuskan untuk melihat isi bungkusan itu. Siapa tahu ada jati diri pelakunya di dalam. Segera Cio San membuka bungkusan itu dengan tangan kirinya, karena jari tangan kanannya telah tertempel padalapisan kulit itu.Ternyata bungkusan itu berisi sebuah surat dan satu stel pakaian. Cio San membuka surat itu, dan membacanya.Jika kau ingin menggunakan lapisan kulit itu sebagai topeng, gunakan tenaga api untuk membentuknya sesuai keinginan. Jika terkena daging makhluk hidup, maka lapisan itu akan menempel dengan kuat. Namun sifat lengketnya akan hilang jika kau menggunakan panas.Aku kirimkan juga sebuah pakaian yang pantas kau pakai. Selamat datang di dunia Kang Ouw.Salam.Hanya itu saja isi surat tersebut. Cio San yakin, pasti ada seorang sakti yang ingin menolongnya. Ia memutuskan untuk percaya saja kepada surat itu. Siapapun yang ingin menolongnya, pasti mempunyai maksud yang baik terhadapnya.Cio San akhirnya membuat api dengan menggunakan batu-batuan dan ranting kayu yang

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-22
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 47

    Cio San berjalan ke arah barat. Dari posisi bintang tadi malam, ia tahu sedang berada di timur. Entah bagaimana ia bisa sampai ke dalam terowongan itu tiga tahun yang lalu. Mungkin ia terjatuh di dalam pusaran air, yang membawanya jauh sampai ke dalam terowongan itu. Entahlah. Hanya Thian yang tahu.Dunia berputar, dan manusia terjebak dalam gelombangnya. Siapa yang mengikuti arus, pastilah sampai tujuan. Siapa melawan arus, pasti akan tenggelam oleh jaman. Kehidupan ini alurnya siapapun tiada yang tahu. Semua kejadian berhubungan dengan masa lalu dan masa depan.Nasib Cio San ini, jelas dia sendiri tidak menyangka. Dari sebuah keluarga yang bahagia yang tinggal di kaki gunung Go Bi-san, lalu menjadi sebatang kara, diangkat menjadi murid Bu Tong-pay. Lantas malah menjadi buronan Bu Tong-pay karena dianggap membantu pembunuhan gurunya, sehingga terdampar dan hidup di dalam perut bumi. Bertahan menghadapi keadaan hidup yang berat. Lalu berkelahi dengan ular, bahkan kemudian ular itu men

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-22
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 48

    Saat menjelang siang hari, akhirnya ia bisa keluar dari hutan itu. Tak lama berjalan, ia melihat sebuah rumah. Ternyata rumah seorang petani. Si petani itu baru saja selesai menggarap sawahnya dan kini sedang beristirahat. Petani itu sudah tua, namun tubuhnya masih terlihat segar dan kokoh. Hanya wajahnya saja yang sudah terlihat keriput-keriputnya.“Selamat siang, Lopek... Bolehkah saya menumpang istirahat sebentar? Saya tersesat beberapa hari di hutan,” kata Cio San dengan hormat.“Oh.., tersesat? Memangnya anak ini mau kemana dan dari mana?” tanya si petani itu ramah namun sedikit kaget juga.“Mmmm...., saya sedang berkelana, Lopek. Tapi karena tidak tahu jalan, saya tersesat..,” ujar Cio San sambil malu-malu.“Wah, ternyata anak ini dari kaum Bu Lim (persilatan) ya? Mari.. mari.. Silahkan istirahat disini...,” jawab si petani ramah.Jaman itu kaum persilatan memang dihormati dan dikagumi rakyat jelata, karena terbukti mampu membebaskan tanah air dari penjajah Mongol. Sehingga raky

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-22
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 49

    Pagi-pagi sekali Cio San sudah bangun. Ternyata si kakek sudah bangun lebih dulu. Setelah membantu si kakek membuat sarapan, Cio San pergi mandi. Selesai mandi, baru mereka berdua makan. Lalu Cio San berpamitan.Si kakek memberikan sepasang sepatu miliknya. Cio San sudah berkali-kali menolak, tetapi si kakek terus memaksa. Akhirnya agar tidak mengecewakan sang kakek, ia menerima juga sepatu itu. Ada rasa haru juga di hati Cio San ketika mereka berpisah. Padahal baru kenal sehari. Tapi Cio San memang orang yang halus hatinya.Ia kini berjalan menyusuri jalanan yang menuju kepada sebuah desa terdekat. Si kakek yang menunjukkan jalan itu kepadanya. Kata si kakek, jalan itu menuju desa terdekat. Jaraknya lumayan jauh, mungkin tengah hari baru sampai ke desa itu. Tapi di sepanjang jalan, Cio San bertemu dengan beberapa rumah penduduk. Nampaknya itu rumah para petani, karena di sekitar rumah itu pun terlihat banyak sawah. Cio San kadang berpapasan dengan orang. Mereka menyapa dengan ramah.

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-22
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 50

    Cio San beristirahat sejenak untuk menikmati keindahan alam desa yang asri dan indah itu. Berbasa-basi sebentar dengan penduduk disana. Cio San memperkenalkan dirinya sebagai Tan Liang San, seorang pemuda hijau yang sedang berkelana mengenal dunia.Sama seperti kakek petani yang pertama kali ditemui Cio San, penduduk desa itu pun menerima kehadiran Cio San dengan tangan terbuka. Bahkan ada beberapa yang menawarkan Cio San untuk menginap di rumah mereka. Dengan halus, Cio San menolak tawaran itu dan berkata bahwa ia harus buru-buru sampai di kota terdekat.Dari para penduduk, Cio San kemudian mengetahui arah jalan menuju kota Liu Ya. Kota ini termasuk kota besar di daerah Kanglam. Menuju kesana membutuhkan jalan kaki yang cukup lama, serta penyeberangan sungai menggunakan perahu.Setelah berpamitan dan memberi salam hormat, berangkatlah Cio San menuju kota Liu Ya. Perjalanan yang ditempuh dengan berjalan kaki cukup panjang. Dari tengah hari sampai hampir menjelang senja, baru Cio San t

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-22
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 51

    Warung bertambah ramai. Cio San tak lupa memperhatikan siapa saja yang ada di warung itu. Memperhatikan senjata mereka, gaya berpakaian mereka, dan lain-lain. Sejak kecil ia memang suka memperhatikan sesuatu. Banyak tamu yang pulang, tapi juga banyak tamu yang datang.Mengikuti obrolan itu, tahulah Cio San, siapa-siapa saja yang ada di situ. Orang yang disebut ‘Kakak Bhok’ itu bernama Bhok Gai Sun. Dia dijuluki Macan Barat. Makanya bajunya pun dari kulit macan. Bhok Gai Sun ini walaupun bukan termasuk pendekar kelas atas, namanya lumayan terkenal. Ia datang dari keluarga pemburu yang dikenal memiliki ilmu silat keluarga yang cukup baik. Tindak-tanduk keluarga ini pun juga tidak terlalu tercela, walaupun juga tidak terlalu terkenal.Teman-teman Bhok Gai Sun yang ada di warung itu pun juga adalah orang-orang kasta menengah di kalangan Bu Lim. Bukan pendekar-pendekar nomer satu, tapi juga bukan orang-orang lemah yang bisa dianggap enteng. Ada beberapa nama yang dikenal Cio San, seperti O

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-22
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 52

    Seluruh ruangan tertawa. Cio San pun ikut tertawa. Sekian lama bersama Beng Liong di Bu Tong-san dulu, memang tubuh Beng Liong sangat harum. Saat berkeringat, harumnya pun semakin bertambah. Dulu Cio San mengira Beng Liong memakai pewangi khusus, tahunya ternyata sejak kecil memang ada memakai ramuan khusus.“Jelas Beng Liong ini jadi pujaan hati perempuan. Kalo dibandingkan dengan ketua perkumpulan pengemis yang kotor dan bajunya penuh tambal, jelas menang kelaslah…. Hehe…. Eh, Kakak Bhok, bicara tentang perempuan, siapa dari golongan muda, yang merupakan pendekar perempuan kelas atas?” tanya Tio Tay Li.“Aha..! Kalo bicara perempuan, inilah kehebatanku, haha…. Menurutku, pendekar wanita paling mantap adalah Khu Ling Ling. Huaaaaa…dia cuantiiiiik sekaliiiiiii…….,” kata Bhok Gai Sun sambil membelalakkan mata dan menjilat liur di lidahnya.“Maksud Kakak Bhok, Khu Ling Ling dari keluarga Khu yang terkenal itu?”“Benar. Umurnya baru 19 tahun. Tindak-tanduknya pun gagah. Wajahnya cantik s

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-22
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 53

    Cio San keluar warung sederhana itu. Di luar masih ramai saja. Orang-orang disini berjualan sampai larut malam nampaknya. Sebuah ciri kota besar. Cio San berjalan tak tentu arah. Awalnya dia ingin mengikuti rombongan orang-orang tadi ke Rumah Teng Teng. Namun ia membatalkan niatnya. Sedikit-banyak, Cio San paham seperti apa Rumah Teng Teng itu. Ayahnya pernah bercerita bahwa ada sejenis rumah, yang isinya wanita-wanita cantik. Di situ banyak lelaki menghabiskan uang dan waktunya. Untuk bersenang-senang tentunya. Rumah Teng Teng ini mungkin merupakan salah satu dari jenis rumah tersebut.Ia berjalan dengan santai, sambil memperhatikan sekitarnya. Cio San pun mulai menghafal jalan. Daya ingatnya sejak kecil memang sangat baik. Sekali tahu, tidak akan lupa. Cio San mencoba mengatur pernafasan dan mengerahkan tenaga dalam. Walaupun belum pulih seluruhnya, setidaknya 8 dari sepuluh bagian tenaganya sudah pulih.Sambil menkmati pemandangan megah dan keramaian, ia mengingat-ingat tempat-temp

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-22

Bab terbaru

  • Kisah Para Penggetar Langit   Penutup Kisah - TAMAT

    PENUTUPCio San telah selesai menjura 3 kali di hadapan makam kedua orangtuanya. Ia lalu membersihkan makam itu. Sekuat mungkin ia menahan air matanya. Tak terasa, segala kejadian yang berlalu di dalam hidupnya ini terkenang kembali. Segala penderitaan, ketakutan, kesepian, dan kepedihan hatinya seakan tertumpahkan di hadapan makam kedua orangtuanya ini. Sejak sekian lama, baru kali ini ia berkunjung kesini.Sore telah datang. Warna lembayung langit mulai menghiasi angkasa.Ketika ia selesai membersihkan makam dan membalikkan tubuhnya, betapa kagetnya ia ketika di hadapannya sudah bediri seorang kakek dan seorang nenek. Sang kakek walaupun sudah tua sekali, namun ketampanannya masih terlihat sangat jelas. Tubuhnya pun masih tegap. Begitu pula dengan sang nenek, terlihat masih sangat cantik.Cio San tidak mengenal mereka. Tapi ia tahu mereka berdua tentu suami-istri. Dan ia paham pula, di dunia ini orang yang bisa menyelinap sedekat ini tanpa suara di belakangnya, kemungkinan belum per

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 253

    Cio San mengangguk membenarkan.“Gila!”“Mengapa Beng Liong ingin menghapus dirinya dari kecurigaan? Bukankah tanpa melakukan itu pun, tak ada orang yang akan curiga kepadanya?” tanya Ang Lin Hua.“Ia orang yang terlalu berhati-hati. Ia ingin semua sesempurna mungkin. Selain itu, dia memang ingin menghancurkan musuh-musuhnya,” jelas Cio San.“Karena ingin sempurna, malah terbongkar seluruhnya,” tukas Kao Ceng Lun.“Lanjutkan, Cio San.”“Nah, setelah aku bisa menemukan kunci rahasia itu, awalnya aku mengira Beng Liong hanyalah anak buah biasa. Mungkin ia terlibat karena terpaksa. Aku berpikir keras apa latar belakang semua ini? Pergerakan mereka terlalu rapi, sangat terencana, dan sukar ditebak. Jika hanya sekedar memperebutkan kitab sakti, aku merasa hal ini terlalu berlebihan. Lalu aku mengambil kesimpulan, mungkin semua ini berhubungan dengan perebutan Bu Lim Bengcu di puncak Thay San.”Ia melanjutkan,“Tapi kemudian aku ragu. Jika hanya memperebutkan Bu Lim Bengcu, mengapa orang-ora

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 252

    Entah sudah berapa lama kejadian itu lewat.Kejadian penuh darah di kotaraja.Tapi juga merupakan kejadian dimana keberanian, kesetiakawanan, dan kekuatan ditunjukkan.Mereka kini sedang duduk dengan tenang di atas menara. Menara tempat di mana Cio San berdiri sepanjang hari menatap pertempuran dahsyat itu. Saat itu, di puncak menara, ia telah mengambil keputusan. Tak ada lagi darah yang tertumpahkan oleh tangannya.Saat semua ini berakhir, ia ingin menghilang sejenak. Entah kemana. Entah berbuat apa. Sejenak menikmati kedamaian dunia.Di menara ini, adalah perjamuan sebelum perpisahan itu.Arak sudah mengalir, berbagai makanan pun sudah terhidang. Ada pula tulusnya persahabatan. Jika kau kebetulan mengalami keadaan seperti ini, kau harus terus bersyukur sepanjang masa.Cio San, Cukat Tong, Suma Sun, Luk Ping Hoo, dan Kao Ceng Lun.“Sebaiknya kau harus menceritakan semua ini dari awal,” kata Cukat Tong.Cio San menatap langit.“Awalnya sendiri aku tidak tahu. Cuma mungkin bisa kucerit

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 251

    Ang Lin Hua pun balas tersenyum.Senyum ini.Cio San baru sadar, betapa indahnya wajah Ang Lin Hua saat tersenyum.Ia juga baru sadar, ternyata ia merindukan senyuman ini.“Nona beristirahatlah.”“Baik, Kauwcu. Kauwcu sendiri mohon segera beristirahat.”“Segera,” jawab Cio San. Ia lalu kembali mengobati para korban.Tak terasa, matahari telah kembali menyapa dunia dengan cahayanya yang perlahan tapi pasti.Cio San akhirnya lega. Semua orang telah ditangani dengan baik. Tabib-tabib istana dan tabib-tabib yang ada di kotaraja semua bekerja keras mengobati para pemberani-pemberani ini.Sekali lagi, orang Han mampu mempertahankan tanah airnya dari penjajah Goan. Kegembiraan ini syahdu, karena diliputi oleh semangat kebangsaan yang tinggi, kebanggaan, dan juga kesedihan atas gugurnya para pahlawan. Semua perasaan ini melebur menjadi satu.Cio San keluar ruangan itu.Walaupun di luar udara masih berbau tak sedap karena bercampur amis mayat dan bakaran, tetap saja terasa lebih segar dibandin

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 250

    Cio San dan kawan-kawannya bergerak keluar tembok istana. Peperangan dahsyat sedang berlangsung. Walaupun berjalan dengan payah, Cio San masih memaksa untuk ikut bertarung. Melihat ia akan bergerak, Cukat Tong segera menahannya.“Kau duduk saja di sini,” kata Cukat Tong.“Benar. Dengan keadaanmu yang sekarang, kau tak akan mampu berbuat apa-apa,” tukas Suma Sun membenarkan.Berpikir sejenak, Cio San lalu berkata, “Baiklah. Tolong bawa aku ke puncak tembok benteng.”Sekali bergerak, mereka bertiga sudah tiba di atas puncaknya yang tinggi itu.Di atas tembok besar yang mengelilingi istana kaisar itu terdapat pasukan pemanah yang sibuk menghalau serangan.“Ah, selamat datang para Tayhiap,” kata seseorang.Cio San tidak mengenal siapa dia, tapi Cukat Tong segera menjawab, “Terima kasih, Goanswe (Jenderal). Hamba ingin menitipkan Cio-tayhiap di sini. Apa boleh?”“Tentu saja, Tayhiap.”Dengan sigap, ia mengeluarkan perintah. Dua orang bawahannya sudah datang memapah Cio San, dan seorang lag

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 249

    Apa yang dituliskan di buku menjadi lebih efektif, karena semua yang tidak diperlukan, tidak perlu dituliskan. Karena itu serangan-serangan Beng Liong terlihat lebih dahsyat dan mengagumkan.Sebaliknya, di dalam pemahaman yang dimiliki Cio San, segala hal menjadi bisa, dan segala hal bisa saja menjadi tidak bisa. Ada proses memilih bisa atau tidak bisa, yang membuat gerakannya menjadi sedikit berkurang kedahsyatannya jika dibanding dengan gerakan Beng Liong.Dari tangan kanannya, Beng Liong mengeluarkan jurus-jurus terakhir 18 Tapak Naga. Dari tangan kirinya, ia mengeluarkan ilmu Inti Es yang membuat siapapun yang terkena pukulan itu menjadi es batu. Langkah kakinya lincah seperti langkah-langkah perawan Go Bi-pay yang gemulai namun tak tertangkap mata.Seolah-olah, segala ilmu di dunia ini telah dipelajarinya dengan sangat baik.Seolah-olah, sejak lahir ia memang telah memahami seluruh ilmu itu satu persatu.Ia menggunakannya dengan luwes dan tanpa kecanggungan.Cio San pun menanding

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 248

    Pedang masih di tangan Bwee Hua. Padahal saat mereka masuk tadi, tak seorang pun yang diperbolehkan membawa senjata.Pedang itu terhunus ke depan.Tapi gadis itu tidak bergerak.Begitu pula ibunya yang berdiri membelakanginya. Di hadapan sang ibu, berdiri seorang laki-laki gagah dengan rambut riap-riap. Tangan laki-laki itu buntung sebelah.“Kau akan melawanku dengan keadaan seperti itu?” tanya perempuan tua itu.“Aku telah menanti sejak puluhan tahun yang lalu,” jawab laki-laki itu.“Bagus. Keturunan Suma memang tidak memalukan.”Lalu perempuan tua itu bergerak.Kecepatan yang tak mungkin diikuti dengan mata manusia biasa.Tapi pemuda bermarga Suma itu bukan manusia biasa. Orang mengenalnya sebagai ‘Dewa Pedang Berambut Merah’, Ang Hoat Kiam Sian.Dan ‘dewa’ adalah ‘dewa’.Ia hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan sudah cukup.Jika kau adalah ‘Dewa Pedang’ maka kau hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan yang tidak mungkin seorang pun mau percaya jika diceritakan.Tidak ad

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 247

    Apa yang terjadi di puncak Thay San telah tersiar ke seluruh dunia. Beng Liong, pemuda belia dari Bu Tong-pay keluar sebagai pemenangnya. Semua orang mengakui, walaupun masih sangat muda, ia sangat pantas memikul tanggung jawab sebagai Ketua Dunia Persilatan.Selama ini, Bu Lim Bengcu selalu dijabat oleh kalangan sepuh. Baru 2 kali, jabatan ini dipegang oleh anak muda. Pertama kali sekitar 50an tahun yang lalu. Hebatnya lagi, kedua-duanya adalah pemuda Bu Tong-pay.Harapan besar kini berada di pundak Beng Liong. Ia diharapkan mampu menuntaskan tugas-tugas berat yang cukup rumit. Salah satunya adalah tugas melawan gangguan dan serangan tentara Mongol di ujung perbatasan. Belum lagi urusan pembunuhan-pembunuhan yang harus ia selesaikan setuntas-tuntasnya. Orang-orang butuh kejelasan, apakah memang Cio San berada di balik semua ini.Hari ini, tepat 30 hari sejak pertandingan di puncak Thay San. Kotaraja ramai dan penuh sesak manusia. Hari ini adalah hari pelantikan Bu Lim Bengcu. Hampir

  • Kisah Para Penggetar Langit   246

    Segala kemegahan dan keramaian itu pun berangsur-angsur memudar. Bu Lim Beng Cu telah terpilih, banyak orang menunjukan wajah puas. Sebagian lagi belum bisa melupakan kejadian dahsyat saat Cio San menghadapi ribuan orang di atas gunung itu.Masing-masing kemudian kembali pulang. Ada yang bersedih karena kehilangan saudara dan teman di gunung ini. Ada yang bahagia karena hasilnya memuaskan. Ada pula yang semakin bersemangat untuk memperdalam ilmu silatnya. Satu hal yang pasti, tidak ada satu pun yang bisa melupakan kejadian dahsyat di gunung itu.Beng Liong tentu saja tidak lupa. Walaupun hatinya gembira telah menyelesaikan tugas ini, tentu saja ia bersedih pula atas semua kejadian yang telah berlangsung. Segera setelah pertandingan selesai dan ia memulihkan tenaganya, ia bersama rombongan Bu Tong-pay segera mencari jalan menuju ke dasar jurang. Di tengah jalan pun mereka bertemu dengan dengan rombongan Siau Lim-pay dan Go Bi-pay yang rupanya memiliki maksud dan tujuan yang sama: menge

DMCA.com Protection Status