Selama dua bulan berikutnya Rosemary sama sekali tak menghasilkan omzet asuransi. Dia merasa sangat tak nyaman memprospek nasabah dalam keadaan tubuh tidak sehat. Lidahnya masih terasa pahit dan perutnya mual setiap hari.
Perempuan itu sudah memeriksakan dirinya ke dokter spesialis penyakit dalam. Dia diberi obat pereda rasa mual dan suplemen untuk menjaga kesehatan lambung. Untuk mengatasi rasa pahit pada lidahnya, dokter memberinya obat kumur. Selain itu Rosemary juga dianjurkan agar tidak memforsir dirinya dalam bekerja.
Karena benar-benar ingin sembuh, dipatuhinya semua saran internis tersebut. Perempuan itu akhirnya hanya mengurus klaim-klaim nasabah dan mengikuti kegiatan-kegiatan pertemuan kantor saja.
Selang seminggu kemudian, tidak ada perubahan signifikan yang dirasakannya. Rosemary lalu melakukan kontrol ke dokter tersebut. Lagi-lagi dia diminta mengkonsumsi obat dan suplemen yang satu minggu lalu telah
Keesokan harinya Rosemary datang kembali ke kantor. Dia sengaja datang pagi-pagi sekali agar tak bertemu dengan Jeslyn. Wanita itu tahu bahwa manajer senior yang seangkatan dengannya itu jarang sekali datang ke kantor di pagi hari.Dan benarlah, sama sekali tak kelihatan batang hidung perempuan bawel itu di sana. Bahkan kantor termasuk sepi sekali. Hanya terlihat karyawan-karyawan bagian administrasi yang masuk. Agen maupun manajer asuransi sama sekali belum datang.Setelah bertemu dengan Indri dan mendiskusikan berbagai hal mengenai klaim-klaim nasabah seperti rawat inap, kondisi kritis, dan meninggal dunia, Rosemary beranjak hendak meninggalkan kantor tersebut. Dia ingin pergi ke toko buku yang baru buka di Surabaya Pusat.Tak dinyana di depan pintu utama perempuan itu berpapasan dengan Teresa. Big boss rupanya mempunyai hal penting yang harus diurus sehingga datang ke kantor pagi-pagi sekali.&nb
Kemudian Rosemary sampai pada satu kesadaran bahwa dirinya memang tidak berbakat menjadi pemimpin seperti Damian bahkan Teresa. Jiwanya tidak telaten dalam memotivasi agen untuk gigih meraih impiannya, mendengarkan keluh-kesah agen saat putus asa, membagi pengetahuan tentang asuransi dari nol sampai mahir, membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi agen dalam menghadapi nasabah, dan lain sebagainya.Perempuan itu merasa waktu dua puluh empat jam sehari sangat kurang baginya untuk menyejajarkan kepentingan pribadinya dengan kepentingan tim. Dia ingin keluarganya segera terangkat dari kemiskinan dan kembali hidup nyaman seperti dulu. Mengurusi agen secara mendalam benar-benar membuat waktunya tersita. Dia jadi kehilangan peluang untuk menutup transaksi-transaksi besar karena susah mengatur waktu bertemu dengan nasabah.Akhirnya Rosemary memilih jalan yang termudah baginya untuk cepat memperoleh uang dari bisnis ini. Yaitu single fighte
“Menurutku, nggak perlulah sampai periksa ke dokter di Singapore, Ma,” kata perempuan itu terus terang. “Dokter-dokter di sini juga banyak yang bagus.”“Tapi buktinya kamu belum juga sembuh, Rose,” sergah Martha tak menyetujui pernyataannya barusan. “Bagaimana kamu bisa berbicara yang nyaman dengan klien kalau lidahmu masih terasa pahit? Hal itu bisa mempengaruhi kualitas percakapanmu dengan nasabah, kan?”Sang putri menatap ibunya serius. Aku harus memberanikan diri untuk berterus terang pada Mama, putusnya dalam hati. “Ma…,” ujarnya kemudian. “Rose mau mengundurkan diri sebagai agen asuransi.”Tak terdengar suara apapun. Akan tetapi sepasang mata ibunya yang terbelalak lebar telah memberikan jawaban. Perempuan setengah baya itu tak mampu berkata-kata saking kagetnya. Ini merupakan berita yang luar biasa baginya. Apalagi keluar dari mulut ana
“Masa kamu tidak sayang meninggalkan pekerjaan yang sudah mendarah-daging bagimu selama hampir sepuluh tahun ini, Rose?” tanya ibunya bersikeras.Sang putri berusaha menjelaskan, “Ma, kalau pekerjaan ini memang mendarah-daging bagiku, aku nggak akan merasa lelah, jenuh, dan bahkan tertekan seperti ini! Aku sudah bekerja secara maksimal di bisnis ini, Ma. Tapi masih dituntut lagi untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Aku jadi merasa diperlakukan bagai sapi perahan.”“Sapi perahan tidak menikmati apa yang dihasilkannya, Nak. Tapi kamu menikmati!”“Iya. Aku memang menikmati hasilnya, Ma. Tapi hanya sesaat. Tak ada artinya dibandingkan dengan kelelahan mental yang kurasakan. Aku benar-benar sudah maksimal di pekerjaanku ini, Mama. Aku butuh suasana baru, tantangan baru, dan orang-orang yang menghargai diriku apa adanya. Bukan mereka berbondong-bondong mendekati dan memujiku w
“Baik, Dokter,” jawab pasiennya patuh. Dia lalu bangkit berdiri dan melangkah masuk ke dalam bilik yang sudah dibuka tirainya oleh perawat. Beberapa saat kemudian Dokter Chris menyusulnya dan melakukan pemeriksaan.Dua belas menit kemudian dokter dan pasien tersebut duduk berhadapan kembali di meja kerja Dokter Chris. Pria beralis tebal dan bermata jernih itu menanyakan beberapa hal secara mendetil yang dijawab dengan apa adanya oleh pasiennya. Tampak dahi tenaga medis itu berkerut seperti sedang berpikir keras.Mental Rosemary langsung down melihatnya. Dia lagi-lagi merasa sangsi dokter ini sanggup mengobati penyakitnya. Perasaan putus asa wanita itu terpancar jelas dari sorot matanya. Dokter Chris yang menyadarinya akhirnya tersenyum tenang.“Nona Rosemary saya lihat terlalu cemas. Cobalah untuk rileks. Hal itu akan meringankan gejala-gejala tidak nyaman yang No
Karena ingin cepat sembuh, Rosemary menjalani terapi rutin seminggu dua kali di klinik Dokter Mirna. Satu bulan kemudian dia mulai merasakan hasilnya. Kerongkongannya memang masih panas, lidahnya masih terasa pahit, dan perutnya masih mual. Namun wanita itu telah dapat menerima keadaannya apa adanya.“Jangan dilawan semuanya itu, Rose,” nasihat psikiater senior itu selalu. “Terima saja dengan lapang dada sebagai bagian dari dirimu. Tetaplah makan dengan nikmat meskipun kamu belum dapat menikmati kelezatannya. Ucaplah syukur dalam hatimu setiap kali lidahmu menyentuh makanan. Telanlah dengan penuh sukacita saat makanan melewati kerongkonganmu. Jangan pedulikan rasa mualmu. Terimalah kondisi-kondisi itu dengan besar hati. Tak perlu dipermasalahkan. Ketahuilah, Rose. Hidup akan terasa lebih damai jika masalah kecil dianggap tidak ada dan masalah besar dijadikan persoalan kecil….”Rosemary b
Beberapa menit kemudian Rosemary sudah berada di ruangan itu kembali. Namun kali ini dia hanya berdua dengan Hanifah, nasabahnya yang tiba-tiba datang ke kantor mencarinya. Perempuan berkulit sawo matang dan berjilbab warna coklat muda itu rupanya hendak menutup polisnya.“Saya dan suami akan bercerai, Mbak Rosemary,” aku Hanifah terus terang. Matanya tampak berkaca-kaca. “Gugatan cerainya sudah saya ajukan ke pengadilan agama satu minggu yang lalu.”Agen asuransinya terkejut mendengar berita buruk itu. Ekspresi wajahnya tampak prihatin. Dia berkata dengan hati-hati, “Saya turut prihatin mendengarnya, Bu Hanifah.”Klien yang duduk di hadapannya itu mengangguk. “Sebenarnya HP saya nggak hilang, Mbak Rose. Tapi rusak dibanting suami saya,” akunya terus terang.Rosemary terperangah. Dia mendesah sedih. Kabar perpisahan dalam bentuk apapun selalu meng
Wanita itu menghentikan kata-katanya. Ditatapnya penuh empati perempuan berjilbab yang matanya masih terlihat sembab itu. Rosemary tersenyum tulus. Dia telah mengambil keputusan yang tak terduga. “Setelah surat itu beserta copy KTP dan cover rekening tabungan atas nama Bu Hanifah kami terima, maka…saya akan mentransfer selisih dua puluh dua juta tadi langsung ke rekening pribadi Ibu. Kemudian kekurangan tujuh puluh enam jutanya silakan ditunggu maksimal sepuluh hari kemudian. Dana itu akan ditransfer oleh kantor pusat Jakarta ke rekening Ibu.” *** “What?!” seru Damian luar biasa kaget. “Kamu janji mau transfer dua puluh dua juta ke rekening nasabahmu tadi?” “Yes,” jawab Rosemary mantap. “Tapi setelah surat kehilangan buku polisnya diterima Indri dan berkas-berkas lainnya dinyatakan lengkap untuk mengajukan penutupan polis.” “Kamu gila, Rose. Benar-benar gila!” &
Esok harinya Minggu pagi. Rosemary dikagetkan dengan kemunculan Martha di dalam kamar tidurnya. Dia kebetulan baru bangun tidur dan belum mandi.“Mama sudah pulang?” tanyanya keheranan. “Pagi sekali.”Diregangkannya kedua tangannya ke atas untuk melemaskan otot-otot tubuhnya. Martha mendekati putrinya. Raut wajahnya tampak sendu.“Maafkan Mama, Rosemary,” cetusnya seraya memeluk erat sang putri. “Selama ini Mama sudah bersikap tidak adil kepadamu. Menghakimimu dengan kejam seolah-olah Mama adalah orang yang suci dan tak pernah berbuat kesalahan. Kamu mau memaafkan Mama, Nak?”Putri sulungnya itu terkejut. Mama…Mama sudah mau berbaikan denganku, batinnya senang. Terima kasih, Tuhan Yesus. Ini merupakan hadiah kedua terindah untuk ulang tahunku!Martha lalu menceritakan pertemuannya dengan Tiara kemarin di makam Lukman. Juga percakapan mereka di rumah makan bubur ayam kesukaannya.
“Terima kasih, terima kasih,” kata wanita itu pada orang-orang itu.Yang mengejutkan ketika Joseph dibimbing oleh Anita, gurunya, tiba-tiba berkata dengan terbata-bata, “Se…la…mat u…lang ta…hun, Bu.”Rosemary terperangah. Perasaannya terharu sekali mendengarkan anak penyandang cerebral palsy itu sanggup berbicara sepanjang itu. Biasanya dia jarang sekali berkata-kata. Kalaupun iya, paling cuma satu-dua patah kata. Ini sampai empat kata meskipun belum lancar.“Kami setiap hari beberapa kali bergantian mengajarinya, Bu,” kata Anita, sang guru, memberitahu. “Ini merupakan permintaan khusus dari Pak Chris. Katanya mau kasih kejutan buat Ibu.”Rosemary kaget mendengarnya. Dia langsung mengalihkan pandangannya pada sang mentor. Pria itu tersenyum sambil mengangguk. “Kamu kan pernah bilang ingin sekali mendengar Joseph bicara lebih panjang. Jadi kupikir akan menja
Sementara itu pada saat yang sama di Surabaya, Rosemary mengemudi mobil untuk menjemput Damian di rumahnya. Nelly ikut bersamanya. Mereka berniat pergi ke panti asuhan bertiga. Damian berkata sudah kangen dengan suasana tempat itu setelah satu bulan lebih tidak mengunjunginya. “Wah, keren banget kamu hari ini,” goda Rosemary begitu melihat sahabatnya keluar dari rumah dengan mengenakan celana pendek selutut berwarna putih, kaos polo pas badan motif garis-garis horizonthal kombinasi biru tua dan putih, serta sepatu casual tertutup berwarna biru tua. Pakaian yang dikenakan laki-laki itu membuat dadanya yang bidang dan perutnya yang rata tampak menonjol.“Ccck, ccck, ccck…. Perutmu kok tambah rata, Dam? Kalah deh, cewek. Rajin nge-gym, sih. Keren banget kan Mas-mu ini, Nel?” cetus Rosemary seraya menoleh ke jok belakang tempat adiknya duduk. Dia sendiri sudah pindah duduk di jok samping pengemudi. Karena seperti
“Kalau boleh tahu, mantan suamimu itu pergi ke mana?” pancing Martha ingin tahu. “Masa dia sama sekali nggak pernah datang mengunjungi anak-anaknya?”Tiara menggeleng pelan. “Dia menghilang begitu saja tanpa jejak, Mbak. Ada rumor dia dipenjara akibat tertangkap memakai narkoba. Juga ada yang bilang dia berhasil melarikan diri ke luar negeri. Entahlah, Mbak. Saya tidak tahu dan memang tidak mau tahu lagi. Begitu palu diketok hakim menandakan resminya perceraian kami secara hukum, saya mengambil keputusan untuk tidak berhubungan lagi dengannya. Tapi ternyata…ah, sayalah yang harus menanggung semua hutangnya pada Mas Rahmat.”“Kenapa kamu tidak melaporkan orang itu pada polisi?” tanya Martha curiga. Ia masih menyangsikan kebenaran cerita perempuan itu.Tiara tersenyum getir. “Saya terlalu takut pada ancamannya, Mbak. Saya tahu dia mempunyai kekuasaan yang besar. Lebih baik saya yang menderita daripada an
Perempuan cantik berusia pertengahan empat puluhan itu tampak gugup melihat kehadiran Martha. “Ma…maafkan saya, Mbak. Saya tidak tahu kalau Mbak berada di Balikpapan. Saya dengar Mbak sekeluarga sudah pindah ke Surabaya dan nggak pernah datang kemari lagi. Ja…jadi saya memberanikan diri mengunjungi makam Mas Lukman setahun belakangan ini…,” jelasnya dengan suara terbata-bata.Sorot matanya tampak ketakutan sekali. Keringat dingin mengalir deras dari pelipisnya. Dia sampai menyeka wajahnya dengan tisu.Sikap Martha menjadi semakin garang. Dipandanginya wanita itu dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. “Penampilanmu masih mewah seperti dulu. Cuma pakaianmu sudah jauh lebih tertutup sekarang. Kelihatannya kamu sudah mendapatkan mangsa baru. Begitu suamiku meninggal dunia, kamu menghilang bagaikan ditelan bumi! Siapa sangka sekarang kamu bisa muncul di sini. Rupanya masih punya hati nurani juga.”Tiba-tiba perempua
Pada suatu malam Nelly berkata pada Martha, “Ma, tiga hari lagi Kak Rosemary kan berulang tahun yang ke-35. Itu pas hari Sabtu. Aku, Mas Damian, sama Mas Chris berencana mengadakan perayaan kejutan di panti. Mama ikut, ya?”Ibunya itu mendelik. “Kamu meminta sesuatu yang sulit sekali Mama kabulkan, Nel,” cetusnya gusar. Tampak jelas dia sangat tidak menyukai ajakan anak bungsunya itu.Nelly berusaha menyabarkan dirinya. “Lalu sampai kapan Mama akan memusuhi Kak Rose? Kasihan dia, Ma. Gangguan psikosomatisnya nggak sembuh-sembuh kalau begini terus,” ucap gadis itu prihatin.“Memangnya Mama ini Tuhan, bisa menyembuhkan penyakit kakakmu? Itu semua terjadi akibat ulahnya sendiri, Nel. Salah siapa dia banyak berbuat dosa dulu? Sekarang juga berani-beraninya menentang Mama! Dasar anak durhaka!” maki Martha tak henti-hentinya. Aura kebencian tampak jelas membayang dari raut wajahnya.Nelly sampai
Satu bulan kemudian Rosemary diberi kesempatan untuk mengucapkan salam perpisahan pada segenap rekan-rekan kerjanya ketika sedang berlangsung pertemuan besar.Secara singkat dia bercerita bahwa memperoleh panggilan hati sebagai pekerja sosial di sebuah panti asuhan anak-anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu dengan berat hati terpaksa mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai agen asuransi.“Demikian saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan sekalian atas dukungannya selama ini. Semoga Anda semua semakin sukses dan diberkati oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.”Tak sedikit orang yang menyayangkan keputusan wanita itu meninggalkan karirnya yang cemerlang secepat ini. Beberapa orang mengangkat tangannya untuk mengajukan pertanyaan.Damian dengan sigap meraih mikrofon yang dipegang Rosemary dan berkata pada hadirin, “Mohon maaf sebelumnya. Ini adalah salam perpisahan dari rekan sejawat kita Rosemary Laurens. Jadi bukan
“Tumben kamu ngajak aku ngobrol di luar panti,” cetus Christopher pada Rosemary keesokan harinya. Siang itu Rosemary mengajaknya bertemu di sebuah kedai kopi yang tak jauh dari panti.“Nggak enak kalau kedengaran Bu Farida ataupun orang-orang di sana,” jawab lawan bicaranya terus terang. “Ada hal penting yang mau kutanyakan padamu, Chris.”“Apa itu?” tanya si dokter ingin tahu. Ditatapnya wanita yang duduk di hadapannya dengan mimic serius.Rosemary berdeham sejenak lalu berkata, “Kemarin malam kerongkonganku terserang rasa panas bagaikan terbakar lagi. Padahal akhir-akhir ini aku sudah bisa menerima kondisiku apa adanya. Perut mual, lidah pahit, dan kerongkongan panas sudah kuanggap merupakan bagian dari diriku dan kuterima dengan lapang dada. Tapi kejadian kemarin malam membuatku tersadar. Sampai kapan gangguan psikosomatis ini menggerogotiku? So, aku mau bertanya padamu bagaimana caranya kamu d
“Mama dengar kamu tadi mengajak adikmu pergi ke panti asuhan,” cetus Martha blak-blakan begitu tiba di kamar Rosemary.Anaknya itu mengangguk mengiyakan. “Betul, Ma. Nelly yang memintanya sendiri tempo hari. Dan aku juga sekalian mengajak Damian karena dia juga pernah bilang mau melihat-lihat panti….”Martha berdeham keras. Dia menatap tajam putri sulungnya itu. “Begini, Rose. Kalau kamu memang memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai agen asuransi demi melakukan pelayanan di tempat yang nggak penting itu, silakan. Tapi jangan pengaruhi adikmu untuk mengambil langkah yang sama denganmu. Bisa jadi gelandangan keluarga ini nanti kalau semua anggotanya bekerja cuma-cuma tanpa mendapatkan upah!” serunya berang. Kedua matanya melotot luar biasa saking marahnya.Rosemary menatap ibunya prihatin. Kok bisa-bisanya Mama berpikiran sejauh itu, batinnya pedih. Begitu pentingkah materi baginya? Padahal dia sudah pernah meras