“Baik, Dokter,” jawab pasiennya patuh. Dia lalu bangkit berdiri dan melangkah masuk ke dalam bilik yang sudah dibuka tirainya oleh perawat. Beberapa saat kemudian Dokter Chris menyusulnya dan melakukan pemeriksaan.
Dua belas menit kemudian dokter dan pasien tersebut duduk berhadapan kembali di meja kerja Dokter Chris. Pria beralis tebal dan bermata jernih itu menanyakan beberapa hal secara mendetil yang dijawab dengan apa adanya oleh pasiennya. Tampak dahi tenaga medis itu berkerut seperti sedang berpikir keras.
Mental Rosemary langsung down melihatnya. Dia lagi-lagi merasa sangsi dokter ini sanggup mengobati penyakitnya. Perasaan putus asa wanita itu terpancar jelas dari sorot matanya. Dokter Chris yang menyadarinya akhirnya tersenyum tenang.
“Nona Rosemary saya lihat terlalu cemas. Cobalah untuk rileks. Hal itu akan meringankan gejala-gejala tidak nyaman yang No
Karena ingin cepat sembuh, Rosemary menjalani terapi rutin seminggu dua kali di klinik Dokter Mirna. Satu bulan kemudian dia mulai merasakan hasilnya. Kerongkongannya memang masih panas, lidahnya masih terasa pahit, dan perutnya masih mual. Namun wanita itu telah dapat menerima keadaannya apa adanya.“Jangan dilawan semuanya itu, Rose,” nasihat psikiater senior itu selalu. “Terima saja dengan lapang dada sebagai bagian dari dirimu. Tetaplah makan dengan nikmat meskipun kamu belum dapat menikmati kelezatannya. Ucaplah syukur dalam hatimu setiap kali lidahmu menyentuh makanan. Telanlah dengan penuh sukacita saat makanan melewati kerongkonganmu. Jangan pedulikan rasa mualmu. Terimalah kondisi-kondisi itu dengan besar hati. Tak perlu dipermasalahkan. Ketahuilah, Rose. Hidup akan terasa lebih damai jika masalah kecil dianggap tidak ada dan masalah besar dijadikan persoalan kecil….”Rosemary b
Beberapa menit kemudian Rosemary sudah berada di ruangan itu kembali. Namun kali ini dia hanya berdua dengan Hanifah, nasabahnya yang tiba-tiba datang ke kantor mencarinya. Perempuan berkulit sawo matang dan berjilbab warna coklat muda itu rupanya hendak menutup polisnya.“Saya dan suami akan bercerai, Mbak Rosemary,” aku Hanifah terus terang. Matanya tampak berkaca-kaca. “Gugatan cerainya sudah saya ajukan ke pengadilan agama satu minggu yang lalu.”Agen asuransinya terkejut mendengar berita buruk itu. Ekspresi wajahnya tampak prihatin. Dia berkata dengan hati-hati, “Saya turut prihatin mendengarnya, Bu Hanifah.”Klien yang duduk di hadapannya itu mengangguk. “Sebenarnya HP saya nggak hilang, Mbak Rose. Tapi rusak dibanting suami saya,” akunya terus terang.Rosemary terperangah. Dia mendesah sedih. Kabar perpisahan dalam bentuk apapun selalu meng
Wanita itu menghentikan kata-katanya. Ditatapnya penuh empati perempuan berjilbab yang matanya masih terlihat sembab itu. Rosemary tersenyum tulus. Dia telah mengambil keputusan yang tak terduga. “Setelah surat itu beserta copy KTP dan cover rekening tabungan atas nama Bu Hanifah kami terima, maka…saya akan mentransfer selisih dua puluh dua juta tadi langsung ke rekening pribadi Ibu. Kemudian kekurangan tujuh puluh enam jutanya silakan ditunggu maksimal sepuluh hari kemudian. Dana itu akan ditransfer oleh kantor pusat Jakarta ke rekening Ibu.” *** “What?!” seru Damian luar biasa kaget. “Kamu janji mau transfer dua puluh dua juta ke rekening nasabahmu tadi?” “Yes,” jawab Rosemary mantap. “Tapi setelah surat kehilangan buku polisnya diterima Indri dan berkas-berkas lainnya dinyatakan lengkap untuk mengajukan penutupan polis.” “Kamu gila, Rose. Benar-benar gila!” &
Sore itu Rosemary berbaring dengan pandangan menerawang di ruang praktik Doker Mirna. Wanita itu mencurahkan segenap isi hatinya. Diceritakannya dengan terus terang goresan hitam kehidupannya di masa lalu. Bahwa dirinya pernah menjadi kekasih simpanan manajernya sendiri. Orang yang dipercayai ibunya untuk menjaga dan membimbingnya agar menjadi seorang agen asuransi yang sukses. Tak dinyana pria yang telah berkeluarga itu malah membuatnya jatuh cinta hingga menyerahkan kehormatannya sebagai wanita. Setelah menjalin hubungan secara diam-diam selama satu tahun lebih, terkuaklah bahwa laki-laki itu sama sekali tak mencintainya, melainkan hanya bermaksud memanfaatkan dirinya semata. Buah hasil dari hubungan terlarang mereka digugurkan Rosemary berdasarkan anjuran pria tak bertanggung jawab tersebut. Hal itu terpaksa dilakukannya karena hubungan mereka tak mempunyai masa depan dan dia tak sanggup mengecewakan keluarga yang te
Selanjutnya dia berkata, “Ternyata saya salah. Tuhan tidak tidur. Edward Fandi akhirnya kena batunya. Dia baru-baru ini terkena kasus prostitusi online yang melibatkan artis terkenal berinisial CA. Dokter pasti sudah mendengar berita yang viral di media sosial itu.”Sang psikiater mengangguk. Kasus itu memang masih bergulir hingga kini. Artis CA bahkan sudah ditetapkan sebagai tersangka di pengadilan. Namun kliennya entah mengapa menghilang bagaikan ditelan bumi.Dan seingatku pengguna jasa prostitusi itu berinisial EF. Dia merupakan seorang profesional di sebuah perusahaan asuransi, batin dokter tersebut. Rupanya orang itulah yang menjadi sumber gangguan psikosomatis yang dialami pasienku ini. Dunia benar-benar sempit.“Dokter,” ucap Rosemary lirih. “Apakah dosa-dosa saya dulu itu masih bisa diampuni Tuhan? Saya merasa diri ini begitu kotor dan hina dina. Sampai-sampai tak berani memohon ampun kepadaNya. Semenjak saya m
Selesai berdoa di gua Maria, Rosemary beranjak menuju ke pintu samping gereja. Didorongnya handle pintu berwarna coklat tua di depannya hingga terbuka. Ketika dia masuk ke dalam ruangan tempat ibadah yang terang benderang oleh pencahayaan warna kuning itu, Rosemary menghembuskan napas lega. Dirinya merasa takjub dengan pemandangan di hadapannya.Altar gereja yang megah seolah menyapa kehadirannya. Di bagian atas altar itu terdapat patung salib Tuhan Yesus. Posisi Isa Almasih yang tampak menderita disalib itu membuat hati Rosemary terenyuh.Tuhanku yang tidak berdosa saja bersedia menderita tanpa mengeluh, batinnya terharu. Sedangkan aku yang sudah berkali-kali melakukan kesalahan masih saja berani berkeluh-kesah. Ampuni aku, Tuhan. Ampuni aku….Disentuhkannya jari telunjuknya pada air suci yang terletak di dinding ruangan. Dibuatnya tanda salib pada dahi dan dadanya dengan air tersebut. Selanjutnya ia berjalan perlahan-lahan menuju ke bangku p
“Selamat pagi, Bu Farida. Saya Rosemary, pasien Dokter Mirna,” kata Rosemary memperkenalkan dirinya pada adik kandung psikiaternya itu ketika esok paginya dia datang mengunjungi panti asuhan anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) milik wanita itu.“Selamat pagi, Nona Rosemary,” jawab wanita berambut pendek dan bertubuh tinggi ramping itu sopan. “Saya sudah diberitahu kakak saya mengenai maksud Nona untuk sesekali bekerja membantu di panti ini secara sukarela. Terima kasih banyak sebelumnya. Akan tetapi sebaiknya saya perlihatkan terlebih dahulu kondisi tempat ini sebelum Nona memulai. Bagaimana?”Tamunya mengangguk penuh semangat. “Panggil saya Rosemary saja, Bu Farida. Tidak usah pakai sebutan Nona. Dokter Mirna juga memanggil saya begitu,” pintanya bersungguh-sungguh.Farida mengangguk setuju. Dia menyukai sikap rendah hati yang terpancar dari pembawaan perempuan muda ini. “Baiklah kalau begitu, Rosemary
Penjelasan Farida itu membuat Rosemary manggut-manggut. Dia merasa masih harus banyak belajar tentang ABK. Sejauh ini dirinya cukup antusias memperoleh pengetahuan tentang anak-anak spesial yang selama ini lebih banyak dilihatnya di televisi.Selanjutnya dia diajak melihat-lihat kelas SMP, SD, TK, dan kelompok bermain. Tingkat SMP sama halnya dengan SMA, terdiri dari satu kelas saja. Sedangkan level SD terdiri dari dua kelas. Lalu level TK maupun kelompok bermain sama-sama terdiri dari satu kelas.Tiap kelas tersebut jumlah muridnya tidak sampai sepuluh orang. Pun jumlah guru yang mengajar bisa berjumlah dua hingga tiga orang. Pada kelas kelompok bermain, Rosemary tertarik pada seorang anak laki-laki yang kakinya kecil dan kurus sekali. Dia duduk di atas matras di lantai.“Halo,” sapa wanita itu sambil tersenyum ramah. Ia berjongkok agar mudah bertatapan muka dengan bocah yang masih balita itu. “Namamu siapa, Nak?” tanyanya ingin ta