Penjelasan Farida itu membuat Rosemary manggut-manggut. Dia merasa masih harus banyak belajar tentang ABK. Sejauh ini dirinya cukup antusias memperoleh pengetahuan tentang anak-anak spesial yang selama ini lebih banyak dilihatnya di televisi.
Selanjutnya dia diajak melihat-lihat kelas SMP, SD, TK, dan kelompok bermain. Tingkat SMP sama halnya dengan SMA, terdiri dari satu kelas saja. Sedangkan level SD terdiri dari dua kelas. Lalu level TK maupun kelompok bermain sama-sama terdiri dari satu kelas.
Tiap kelas tersebut jumlah muridnya tidak sampai sepuluh orang. Pun jumlah guru yang mengajar bisa berjumlah dua hingga tiga orang. Pada kelas kelompok bermain, Rosemary tertarik pada seorang anak laki-laki yang kakinya kecil dan kurus sekali. Dia duduk di atas matras di lantai.
“Halo,” sapa wanita itu sambil tersenyum ramah. Ia berjongkok agar mudah bertatapan muka dengan bocah yang masih balita itu. “Namamu siapa, Nak?” tanyanya ingin ta
“Di lantai tiga,” jawab Farida lugas. “Mari kita naik ke atas.”Kedua perempuan itu lalu menaiki tangga menuju ke lantai tertinggi dari panti asuhan tersebut. Di sana Rosemary diperlihatkan sebuah ruangan besar berisi berbagai peralatan untuk terapi Sensori Integrasi (SI). Terapi ini bertujuan meningkatkan kemampuan motorik kasar seperti berguling, berayun, melompat, berlari, memanjat, merayap, berjalan naik-turun, dan lain sebagainya.Peralatan yang tersedia antara lain matras, silinder besar yang terbuat dari bantalan, bola besar yang biasa dipakai orang untuk berlatih yoga, trampoline, ayunan, tiang-tiang dan tali-tali untuk memanjat, seluncuran, kolam pasir sintetik, kolam bola, dan lain sebagainya.“Alat-alat ini seperti yang biasa saya lihat di wahana bermain anak di mal, Bu Farida. Ternyata gunanya untuk terapi juga, ya,” komentar Rosemary.“Betul,” jawab lawan bicaranya sambil menga
“Bolehkah aku memanggilmu Rosemary langsung tanpa embel-embel Nona? Karena kita akan sering bertemu di panti ini. Rasanya lebih enak kalau bersikap sebagai teman daripada dokter dengan pasien, kan?” cetus pria itu sembari menatap hangat wanita di hadapannya.Rosemary mengangguk mengiyakan. “Kalau begitu aku juga memanggilmu Christopher saja, ya?” tanyanya meminta persetujuan.“Chris saja,” sahut lawan bicaranya. “Lebih singkat dan praktis.”“Ok, Chris.”Sang dokter mengangguk senang. Dia lalu berkata, “Kamu masih ingat nggak, Rose? Waktu aku merekomendasikan Dokter Mirna dulu, aku sempat bilang bahwa ada seseorang yang pernah mengalami gangguan psikosomatis sama persis denganmu. Orang itu sembuh setelah beberapa bulan terapi dengan Dokter Mirna….”Rosemary mengangguk. “Iya, aku ingat,” jawabnya pendek.“Orang itu…aku sendiri,” aku Ch
Rosemary merenungkan kata-kata dokter tersebut. Dia menghela napas panjang. “Hanya Tuhan yang tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dari informasi yang terakhir kudengar, istri Edward masih setia mendampingi suaminya meskipun laki-laki itu sudah kehilangan pekerjaan dan nama baik. Alangkah mulianya hati wanita itu. Aku benar-benar merasa malu karena dulu telah menyakitinya. Entah dia menyadarinya atau tidak….”“Lalu apa gunanya kamu memikirkannya sekarang?” tukas Christopher tegas. “Nggak ada hal yang bisa kamu lakukan demi kebahagiaan wanita itu.”“Ada,” sela Rosemary sembari tersenyum lebar. “Kuikuti saja anjuranmu tadi untuk mendoakan kebahagiaannya. Hehehe….”Christopher menyeringai senang. “Kalau begitu, tunggu apa lagi?” cetusnya sembari bangkit berdiri. “Lupakan masa lalu yang tidak menyenangkan, Rosemary. Sekarang mari kutemani kamu beradaptasi dengan para ABK di sini
“Sudah pernah kukatakan pada mamaku tempo hari, Dam. Supaya beliau bisa mengatur pengeluaran dengan lebih bijak.”“Lalu tanggapannya gimana?”Rosemary menghela napas panjang. “Yah, Mama kaget, sih. Apalagi waktu aku bilang mau berhenti dari pekerjaanku sebagai agen asuransi,” jawabnya terus terang.Damian tersenyum penuh kemenangan. “Apa kataku? Semua orang pasti menyayangkan keputusanmu itu, Rose.”“Tapi sampai kapan aku melakukan segala sesuatu demi menyenangkan hati orang lain? Ini kan hidupku, Dam. Akulah yang berhak memutuskan apa yang mau dan tak mau kulakukan.”“Kamu keras kepala sekali, Rosemary Laurens!”“Makanya cuma kamu yang sanggup bertahan menjadi sahabat baikku!”Kedua insan berlainan jenis itu berpandang-pandangan. Sesaat kemudian tawa mereka terdengar membahana memenuhi ruangan.Damian lalu mendekatkan kursinya pada Rosema
Laki-laki di hadapannya bertepuk tangan. “Hebat sekali, Rosemary Laurens. Baru dua minggu melakukan pelayanan, tapi pengetahuannya tentang ABK sudah begitu mendalam,” pujinya.Rosemary langsung menanggapi, “Itu belum seberapa, Dam. Kamu belum pernah mendengar tentang usus berpori atau bocor….”“Sudah, sudah,” sela Damian sambil menutup kedua telinganya. “Stop bicara hal-hal yang mengerikan tentang ABK. Kamu ajak aja aku langsung ke sana.”“Ok. Nanti kukabari ya bisanya kapan. Aku mesti bikin janji dulu sama Chris….”“Chris? Si dokter internis itu maksudmu?”“He-eh.”“Kenapa mesti nunggu dia? Kamu aja kan udah cukup buat nemenin aku.”“Yaaa…supaya kamu bisa sekalian kenalan sama dia. Orangnya baik, kok. Enak diajak ngobrol.”“Ya kuprospek asuransi aja kalau gitu. Siapa tahu nembus. Bisa buka poli
Rosemary terperangah. Jadi itulah alasannya big boss masih bertahan di bisnis ini? Karena tak punya pegangan lain dalam hidupnya saat ibu kandungnya tiada nanti? Sungguh sebuah pernyataan tak terduga dari seorang pemilik kantor asuransi yang begitu besar dan dipuja-puja banyak orang.Ekspresi prihatin wanita itu tak luput dari perhatian Teresa. Pemimpin yang selalu tampak berwibawa itu tersenyum getir. “Aku juga tak mengira bisa sesukses sekarang, Rosemary,” katanya melanjutkan. “Dulu aku hanya berjuang semaksimal yang kubisa. Demi membuktikan pada orang-orang yang merendahkanku bahwa diriku mampu sukses dengan jerih payah sendiri. Tak disangka kerja kerasku membuahkan hasil yang luar biasa. Akan tetapi harga yang harus dibayar juga sangat mahal, yaitu kegagalan rumah tanggaku. Yah, laki-laki mana yang tahan mempunyai istri yang meluangkan waktunya jauh lebih banyak dengan nasabah, agen, rekan-rekan sejawat, dan pejabat-pejabat penting asuransi dibandi
“Sebenarnya selama ini Rosemary tidak sepenuhnya baik-baik saja menjalani pekerjaan ini, Ma,” ucapnya lirih. “Ada berbagai kendala yang sulit sekali dihadapi di lapangan….”“Dan kamu selalu berhasil mengatasinya, Nak!” sela Martha memotong kalimat putrinya. “Bukankah itu pertanda bahwa kamu memang berjodoh dengan pekerjaanmu dan layak untuk diperjuangkan selamanya?”Rosemary menggeleng berkali-kali. “Selama ini Rose mempertahankan pekerjaan ini demi mencari nafkah sebanyak mungkin agar bisa menyenangkan hati Mama dan adik-adik! Agar kita sekeluarga bisa hidup nyaman dan tidak dihina orang lagi. Impian itu sudah tercapai sekarang. Boleh kan, aku sekarang hidup tenang dan tidak ngoyo bekerja mati-matian lagi? Boleh kan, aku bekerja sesuai dengan minat baruku untuk melayani orang lain tanpa mengejar materi? Apalagi Mama sesungguhnya tidak pernah tahu betul kepahitan apa saja yang sudah aku alami selama menjalani
“Kakakmu itu sudah sangat mengecewakan Mama, Nelly. Mama merasa dikhianati! Bisa-bisanya dia berperilaku murahan seperti itu. Padahal Mama selama ini tak pernah mengajarinya untuk menjadi pelakor!”Nelly terkejut sekali mendengar kata-kata mencemooh yang keluar dari mulut ibunya itu. “Cukup, Ma,” tegurnya tegas. “Kak Rosemary itu anak kandung Mama sendiri. Tak seharusnya Mama mencaci-makinya seperti itu. Itu kejam sekali, Ma!”Emosi Martha semakin memuncak. “Jadi tujuanmu mengajak Mama kemari untuk membujuk Mama agar memaafkan kakakmu itu? Ayo bilang sama Mama, Nelly. Rosemary-kah yang memintamu melakukannya? Dia sudah berdosa besar terhadap keluarga kita, Nak. Perbuatannya sungguh merendahkan martabat Mama, Oliv, dan kamu….”“Mama…,” ucap Nelly berusaha menahan diri. “Di dunia ini nggak ada orang yang sempurna. Termasuk Kak Rosemary. Dia sudah menceritakan semuanya. Kak Rose mengaku