Wanita itu menghentikan kata-katanya. Ditatapnya penuh empati perempuan berjilbab yang matanya masih terlihat sembab itu. Rosemary tersenyum tulus. Dia telah mengambil keputusan yang tak terduga.
“Setelah surat itu beserta copy KTP dan cover rekening tabungan atas nama Bu Hanifah kami terima, maka…saya akan mentransfer selisih dua puluh dua juta tadi langsung ke rekening pribadi Ibu. Kemudian kekurangan tujuh puluh enam jutanya silakan ditunggu maksimal sepuluh hari kemudian. Dana itu akan ditransfer oleh kantor pusat Jakarta ke rekening Ibu.”
***
“What?!” seru Damian luar biasa kaget. “Kamu janji mau transfer dua puluh dua juta ke rekening nasabahmu tadi?”
“Yes,” jawab Rosemary mantap. “Tapi setelah surat kehilangan buku polisnya diterima Indri dan berkas-berkas lainnya dinyatakan lengkap untuk mengajukan penutupan polis.”
“Kamu gila, Rose. Benar-benar gila!”
&
Sore itu Rosemary berbaring dengan pandangan menerawang di ruang praktik Doker Mirna. Wanita itu mencurahkan segenap isi hatinya. Diceritakannya dengan terus terang goresan hitam kehidupannya di masa lalu. Bahwa dirinya pernah menjadi kekasih simpanan manajernya sendiri. Orang yang dipercayai ibunya untuk menjaga dan membimbingnya agar menjadi seorang agen asuransi yang sukses. Tak dinyana pria yang telah berkeluarga itu malah membuatnya jatuh cinta hingga menyerahkan kehormatannya sebagai wanita. Setelah menjalin hubungan secara diam-diam selama satu tahun lebih, terkuaklah bahwa laki-laki itu sama sekali tak mencintainya, melainkan hanya bermaksud memanfaatkan dirinya semata. Buah hasil dari hubungan terlarang mereka digugurkan Rosemary berdasarkan anjuran pria tak bertanggung jawab tersebut. Hal itu terpaksa dilakukannya karena hubungan mereka tak mempunyai masa depan dan dia tak sanggup mengecewakan keluarga yang te
Selanjutnya dia berkata, “Ternyata saya salah. Tuhan tidak tidur. Edward Fandi akhirnya kena batunya. Dia baru-baru ini terkena kasus prostitusi online yang melibatkan artis terkenal berinisial CA. Dokter pasti sudah mendengar berita yang viral di media sosial itu.”Sang psikiater mengangguk. Kasus itu memang masih bergulir hingga kini. Artis CA bahkan sudah ditetapkan sebagai tersangka di pengadilan. Namun kliennya entah mengapa menghilang bagaikan ditelan bumi.Dan seingatku pengguna jasa prostitusi itu berinisial EF. Dia merupakan seorang profesional di sebuah perusahaan asuransi, batin dokter tersebut. Rupanya orang itulah yang menjadi sumber gangguan psikosomatis yang dialami pasienku ini. Dunia benar-benar sempit.“Dokter,” ucap Rosemary lirih. “Apakah dosa-dosa saya dulu itu masih bisa diampuni Tuhan? Saya merasa diri ini begitu kotor dan hina dina. Sampai-sampai tak berani memohon ampun kepadaNya. Semenjak saya m
Selesai berdoa di gua Maria, Rosemary beranjak menuju ke pintu samping gereja. Didorongnya handle pintu berwarna coklat tua di depannya hingga terbuka. Ketika dia masuk ke dalam ruangan tempat ibadah yang terang benderang oleh pencahayaan warna kuning itu, Rosemary menghembuskan napas lega. Dirinya merasa takjub dengan pemandangan di hadapannya.Altar gereja yang megah seolah menyapa kehadirannya. Di bagian atas altar itu terdapat patung salib Tuhan Yesus. Posisi Isa Almasih yang tampak menderita disalib itu membuat hati Rosemary terenyuh.Tuhanku yang tidak berdosa saja bersedia menderita tanpa mengeluh, batinnya terharu. Sedangkan aku yang sudah berkali-kali melakukan kesalahan masih saja berani berkeluh-kesah. Ampuni aku, Tuhan. Ampuni aku….Disentuhkannya jari telunjuknya pada air suci yang terletak di dinding ruangan. Dibuatnya tanda salib pada dahi dan dadanya dengan air tersebut. Selanjutnya ia berjalan perlahan-lahan menuju ke bangku p
“Selamat pagi, Bu Farida. Saya Rosemary, pasien Dokter Mirna,” kata Rosemary memperkenalkan dirinya pada adik kandung psikiaternya itu ketika esok paginya dia datang mengunjungi panti asuhan anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) milik wanita itu.“Selamat pagi, Nona Rosemary,” jawab wanita berambut pendek dan bertubuh tinggi ramping itu sopan. “Saya sudah diberitahu kakak saya mengenai maksud Nona untuk sesekali bekerja membantu di panti ini secara sukarela. Terima kasih banyak sebelumnya. Akan tetapi sebaiknya saya perlihatkan terlebih dahulu kondisi tempat ini sebelum Nona memulai. Bagaimana?”Tamunya mengangguk penuh semangat. “Panggil saya Rosemary saja, Bu Farida. Tidak usah pakai sebutan Nona. Dokter Mirna juga memanggil saya begitu,” pintanya bersungguh-sungguh.Farida mengangguk setuju. Dia menyukai sikap rendah hati yang terpancar dari pembawaan perempuan muda ini. “Baiklah kalau begitu, Rosemary
Penjelasan Farida itu membuat Rosemary manggut-manggut. Dia merasa masih harus banyak belajar tentang ABK. Sejauh ini dirinya cukup antusias memperoleh pengetahuan tentang anak-anak spesial yang selama ini lebih banyak dilihatnya di televisi.Selanjutnya dia diajak melihat-lihat kelas SMP, SD, TK, dan kelompok bermain. Tingkat SMP sama halnya dengan SMA, terdiri dari satu kelas saja. Sedangkan level SD terdiri dari dua kelas. Lalu level TK maupun kelompok bermain sama-sama terdiri dari satu kelas.Tiap kelas tersebut jumlah muridnya tidak sampai sepuluh orang. Pun jumlah guru yang mengajar bisa berjumlah dua hingga tiga orang. Pada kelas kelompok bermain, Rosemary tertarik pada seorang anak laki-laki yang kakinya kecil dan kurus sekali. Dia duduk di atas matras di lantai.“Halo,” sapa wanita itu sambil tersenyum ramah. Ia berjongkok agar mudah bertatapan muka dengan bocah yang masih balita itu. “Namamu siapa, Nak?” tanyanya ingin ta
“Di lantai tiga,” jawab Farida lugas. “Mari kita naik ke atas.”Kedua perempuan itu lalu menaiki tangga menuju ke lantai tertinggi dari panti asuhan tersebut. Di sana Rosemary diperlihatkan sebuah ruangan besar berisi berbagai peralatan untuk terapi Sensori Integrasi (SI). Terapi ini bertujuan meningkatkan kemampuan motorik kasar seperti berguling, berayun, melompat, berlari, memanjat, merayap, berjalan naik-turun, dan lain sebagainya.Peralatan yang tersedia antara lain matras, silinder besar yang terbuat dari bantalan, bola besar yang biasa dipakai orang untuk berlatih yoga, trampoline, ayunan, tiang-tiang dan tali-tali untuk memanjat, seluncuran, kolam pasir sintetik, kolam bola, dan lain sebagainya.“Alat-alat ini seperti yang biasa saya lihat di wahana bermain anak di mal, Bu Farida. Ternyata gunanya untuk terapi juga, ya,” komentar Rosemary.“Betul,” jawab lawan bicaranya sambil menga
“Bolehkah aku memanggilmu Rosemary langsung tanpa embel-embel Nona? Karena kita akan sering bertemu di panti ini. Rasanya lebih enak kalau bersikap sebagai teman daripada dokter dengan pasien, kan?” cetus pria itu sembari menatap hangat wanita di hadapannya.Rosemary mengangguk mengiyakan. “Kalau begitu aku juga memanggilmu Christopher saja, ya?” tanyanya meminta persetujuan.“Chris saja,” sahut lawan bicaranya. “Lebih singkat dan praktis.”“Ok, Chris.”Sang dokter mengangguk senang. Dia lalu berkata, “Kamu masih ingat nggak, Rose? Waktu aku merekomendasikan Dokter Mirna dulu, aku sempat bilang bahwa ada seseorang yang pernah mengalami gangguan psikosomatis sama persis denganmu. Orang itu sembuh setelah beberapa bulan terapi dengan Dokter Mirna….”Rosemary mengangguk. “Iya, aku ingat,” jawabnya pendek.“Orang itu…aku sendiri,” aku Ch
Rosemary merenungkan kata-kata dokter tersebut. Dia menghela napas panjang. “Hanya Tuhan yang tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dari informasi yang terakhir kudengar, istri Edward masih setia mendampingi suaminya meskipun laki-laki itu sudah kehilangan pekerjaan dan nama baik. Alangkah mulianya hati wanita itu. Aku benar-benar merasa malu karena dulu telah menyakitinya. Entah dia menyadarinya atau tidak….”“Lalu apa gunanya kamu memikirkannya sekarang?” tukas Christopher tegas. “Nggak ada hal yang bisa kamu lakukan demi kebahagiaan wanita itu.”“Ada,” sela Rosemary sembari tersenyum lebar. “Kuikuti saja anjuranmu tadi untuk mendoakan kebahagiaannya. Hehehe….”Christopher menyeringai senang. “Kalau begitu, tunggu apa lagi?” cetusnya sembari bangkit berdiri. “Lupakan masa lalu yang tidak menyenangkan, Rosemary. Sekarang mari kutemani kamu beradaptasi dengan para ABK di sini
Esok harinya Minggu pagi. Rosemary dikagetkan dengan kemunculan Martha di dalam kamar tidurnya. Dia kebetulan baru bangun tidur dan belum mandi.“Mama sudah pulang?” tanyanya keheranan. “Pagi sekali.”Diregangkannya kedua tangannya ke atas untuk melemaskan otot-otot tubuhnya. Martha mendekati putrinya. Raut wajahnya tampak sendu.“Maafkan Mama, Rosemary,” cetusnya seraya memeluk erat sang putri. “Selama ini Mama sudah bersikap tidak adil kepadamu. Menghakimimu dengan kejam seolah-olah Mama adalah orang yang suci dan tak pernah berbuat kesalahan. Kamu mau memaafkan Mama, Nak?”Putri sulungnya itu terkejut. Mama…Mama sudah mau berbaikan denganku, batinnya senang. Terima kasih, Tuhan Yesus. Ini merupakan hadiah kedua terindah untuk ulang tahunku!Martha lalu menceritakan pertemuannya dengan Tiara kemarin di makam Lukman. Juga percakapan mereka di rumah makan bubur ayam kesukaannya.
“Terima kasih, terima kasih,” kata wanita itu pada orang-orang itu.Yang mengejutkan ketika Joseph dibimbing oleh Anita, gurunya, tiba-tiba berkata dengan terbata-bata, “Se…la…mat u…lang ta…hun, Bu.”Rosemary terperangah. Perasaannya terharu sekali mendengarkan anak penyandang cerebral palsy itu sanggup berbicara sepanjang itu. Biasanya dia jarang sekali berkata-kata. Kalaupun iya, paling cuma satu-dua patah kata. Ini sampai empat kata meskipun belum lancar.“Kami setiap hari beberapa kali bergantian mengajarinya, Bu,” kata Anita, sang guru, memberitahu. “Ini merupakan permintaan khusus dari Pak Chris. Katanya mau kasih kejutan buat Ibu.”Rosemary kaget mendengarnya. Dia langsung mengalihkan pandangannya pada sang mentor. Pria itu tersenyum sambil mengangguk. “Kamu kan pernah bilang ingin sekali mendengar Joseph bicara lebih panjang. Jadi kupikir akan menja
Sementara itu pada saat yang sama di Surabaya, Rosemary mengemudi mobil untuk menjemput Damian di rumahnya. Nelly ikut bersamanya. Mereka berniat pergi ke panti asuhan bertiga. Damian berkata sudah kangen dengan suasana tempat itu setelah satu bulan lebih tidak mengunjunginya. “Wah, keren banget kamu hari ini,” goda Rosemary begitu melihat sahabatnya keluar dari rumah dengan mengenakan celana pendek selutut berwarna putih, kaos polo pas badan motif garis-garis horizonthal kombinasi biru tua dan putih, serta sepatu casual tertutup berwarna biru tua. Pakaian yang dikenakan laki-laki itu membuat dadanya yang bidang dan perutnya yang rata tampak menonjol.“Ccck, ccck, ccck…. Perutmu kok tambah rata, Dam? Kalah deh, cewek. Rajin nge-gym, sih. Keren banget kan Mas-mu ini, Nel?” cetus Rosemary seraya menoleh ke jok belakang tempat adiknya duduk. Dia sendiri sudah pindah duduk di jok samping pengemudi. Karena seperti
“Kalau boleh tahu, mantan suamimu itu pergi ke mana?” pancing Martha ingin tahu. “Masa dia sama sekali nggak pernah datang mengunjungi anak-anaknya?”Tiara menggeleng pelan. “Dia menghilang begitu saja tanpa jejak, Mbak. Ada rumor dia dipenjara akibat tertangkap memakai narkoba. Juga ada yang bilang dia berhasil melarikan diri ke luar negeri. Entahlah, Mbak. Saya tidak tahu dan memang tidak mau tahu lagi. Begitu palu diketok hakim menandakan resminya perceraian kami secara hukum, saya mengambil keputusan untuk tidak berhubungan lagi dengannya. Tapi ternyata…ah, sayalah yang harus menanggung semua hutangnya pada Mas Rahmat.”“Kenapa kamu tidak melaporkan orang itu pada polisi?” tanya Martha curiga. Ia masih menyangsikan kebenaran cerita perempuan itu.Tiara tersenyum getir. “Saya terlalu takut pada ancamannya, Mbak. Saya tahu dia mempunyai kekuasaan yang besar. Lebih baik saya yang menderita daripada an
Perempuan cantik berusia pertengahan empat puluhan itu tampak gugup melihat kehadiran Martha. “Ma…maafkan saya, Mbak. Saya tidak tahu kalau Mbak berada di Balikpapan. Saya dengar Mbak sekeluarga sudah pindah ke Surabaya dan nggak pernah datang kemari lagi. Ja…jadi saya memberanikan diri mengunjungi makam Mas Lukman setahun belakangan ini…,” jelasnya dengan suara terbata-bata.Sorot matanya tampak ketakutan sekali. Keringat dingin mengalir deras dari pelipisnya. Dia sampai menyeka wajahnya dengan tisu.Sikap Martha menjadi semakin garang. Dipandanginya wanita itu dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. “Penampilanmu masih mewah seperti dulu. Cuma pakaianmu sudah jauh lebih tertutup sekarang. Kelihatannya kamu sudah mendapatkan mangsa baru. Begitu suamiku meninggal dunia, kamu menghilang bagaikan ditelan bumi! Siapa sangka sekarang kamu bisa muncul di sini. Rupanya masih punya hati nurani juga.”Tiba-tiba perempua
Pada suatu malam Nelly berkata pada Martha, “Ma, tiga hari lagi Kak Rosemary kan berulang tahun yang ke-35. Itu pas hari Sabtu. Aku, Mas Damian, sama Mas Chris berencana mengadakan perayaan kejutan di panti. Mama ikut, ya?”Ibunya itu mendelik. “Kamu meminta sesuatu yang sulit sekali Mama kabulkan, Nel,” cetusnya gusar. Tampak jelas dia sangat tidak menyukai ajakan anak bungsunya itu.Nelly berusaha menyabarkan dirinya. “Lalu sampai kapan Mama akan memusuhi Kak Rose? Kasihan dia, Ma. Gangguan psikosomatisnya nggak sembuh-sembuh kalau begini terus,” ucap gadis itu prihatin.“Memangnya Mama ini Tuhan, bisa menyembuhkan penyakit kakakmu? Itu semua terjadi akibat ulahnya sendiri, Nel. Salah siapa dia banyak berbuat dosa dulu? Sekarang juga berani-beraninya menentang Mama! Dasar anak durhaka!” maki Martha tak henti-hentinya. Aura kebencian tampak jelas membayang dari raut wajahnya.Nelly sampai
Satu bulan kemudian Rosemary diberi kesempatan untuk mengucapkan salam perpisahan pada segenap rekan-rekan kerjanya ketika sedang berlangsung pertemuan besar.Secara singkat dia bercerita bahwa memperoleh panggilan hati sebagai pekerja sosial di sebuah panti asuhan anak-anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu dengan berat hati terpaksa mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai agen asuransi.“Demikian saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan sekalian atas dukungannya selama ini. Semoga Anda semua semakin sukses dan diberkati oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.”Tak sedikit orang yang menyayangkan keputusan wanita itu meninggalkan karirnya yang cemerlang secepat ini. Beberapa orang mengangkat tangannya untuk mengajukan pertanyaan.Damian dengan sigap meraih mikrofon yang dipegang Rosemary dan berkata pada hadirin, “Mohon maaf sebelumnya. Ini adalah salam perpisahan dari rekan sejawat kita Rosemary Laurens. Jadi bukan
“Tumben kamu ngajak aku ngobrol di luar panti,” cetus Christopher pada Rosemary keesokan harinya. Siang itu Rosemary mengajaknya bertemu di sebuah kedai kopi yang tak jauh dari panti.“Nggak enak kalau kedengaran Bu Farida ataupun orang-orang di sana,” jawab lawan bicaranya terus terang. “Ada hal penting yang mau kutanyakan padamu, Chris.”“Apa itu?” tanya si dokter ingin tahu. Ditatapnya wanita yang duduk di hadapannya dengan mimic serius.Rosemary berdeham sejenak lalu berkata, “Kemarin malam kerongkonganku terserang rasa panas bagaikan terbakar lagi. Padahal akhir-akhir ini aku sudah bisa menerima kondisiku apa adanya. Perut mual, lidah pahit, dan kerongkongan panas sudah kuanggap merupakan bagian dari diriku dan kuterima dengan lapang dada. Tapi kejadian kemarin malam membuatku tersadar. Sampai kapan gangguan psikosomatis ini menggerogotiku? So, aku mau bertanya padamu bagaimana caranya kamu d
“Mama dengar kamu tadi mengajak adikmu pergi ke panti asuhan,” cetus Martha blak-blakan begitu tiba di kamar Rosemary.Anaknya itu mengangguk mengiyakan. “Betul, Ma. Nelly yang memintanya sendiri tempo hari. Dan aku juga sekalian mengajak Damian karena dia juga pernah bilang mau melihat-lihat panti….”Martha berdeham keras. Dia menatap tajam putri sulungnya itu. “Begini, Rose. Kalau kamu memang memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai agen asuransi demi melakukan pelayanan di tempat yang nggak penting itu, silakan. Tapi jangan pengaruhi adikmu untuk mengambil langkah yang sama denganmu. Bisa jadi gelandangan keluarga ini nanti kalau semua anggotanya bekerja cuma-cuma tanpa mendapatkan upah!” serunya berang. Kedua matanya melotot luar biasa saking marahnya.Rosemary menatap ibunya prihatin. Kok bisa-bisanya Mama berpikiran sejauh itu, batinnya pedih. Begitu pentingkah materi baginya? Padahal dia sudah pernah meras