Keesokan harinya Rosemary datang kembali ke kantor. Dia sengaja datang pagi-pagi sekali agar tak bertemu dengan Jeslyn. Wanita itu tahu bahwa manajer senior yang seangkatan dengannya itu jarang sekali datang ke kantor di pagi hari.
Dan benarlah, sama sekali tak kelihatan batang hidung perempuan bawel itu di sana. Bahkan kantor termasuk sepi sekali. Hanya terlihat karyawan-karyawan bagian administrasi yang masuk. Agen maupun manajer asuransi sama sekali belum datang.
Setelah bertemu dengan Indri dan mendiskusikan berbagai hal mengenai klaim-klaim nasabah seperti rawat inap, kondisi kritis, dan meninggal dunia, Rosemary beranjak hendak meninggalkan kantor tersebut. Dia ingin pergi ke toko buku yang baru buka di Surabaya Pusat.
Tak dinyana di depan pintu utama perempuan itu berpapasan dengan Teresa. Big boss rupanya mempunyai hal penting yang harus diurus sehingga datang ke kantor pagi-pagi sekali.
&nb
Kemudian Rosemary sampai pada satu kesadaran bahwa dirinya memang tidak berbakat menjadi pemimpin seperti Damian bahkan Teresa. Jiwanya tidak telaten dalam memotivasi agen untuk gigih meraih impiannya, mendengarkan keluh-kesah agen saat putus asa, membagi pengetahuan tentang asuransi dari nol sampai mahir, membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi agen dalam menghadapi nasabah, dan lain sebagainya.Perempuan itu merasa waktu dua puluh empat jam sehari sangat kurang baginya untuk menyejajarkan kepentingan pribadinya dengan kepentingan tim. Dia ingin keluarganya segera terangkat dari kemiskinan dan kembali hidup nyaman seperti dulu. Mengurusi agen secara mendalam benar-benar membuat waktunya tersita. Dia jadi kehilangan peluang untuk menutup transaksi-transaksi besar karena susah mengatur waktu bertemu dengan nasabah.Akhirnya Rosemary memilih jalan yang termudah baginya untuk cepat memperoleh uang dari bisnis ini. Yaitu single fighte
“Menurutku, nggak perlulah sampai periksa ke dokter di Singapore, Ma,” kata perempuan itu terus terang. “Dokter-dokter di sini juga banyak yang bagus.”“Tapi buktinya kamu belum juga sembuh, Rose,” sergah Martha tak menyetujui pernyataannya barusan. “Bagaimana kamu bisa berbicara yang nyaman dengan klien kalau lidahmu masih terasa pahit? Hal itu bisa mempengaruhi kualitas percakapanmu dengan nasabah, kan?”Sang putri menatap ibunya serius. Aku harus memberanikan diri untuk berterus terang pada Mama, putusnya dalam hati. “Ma…,” ujarnya kemudian. “Rose mau mengundurkan diri sebagai agen asuransi.”Tak terdengar suara apapun. Akan tetapi sepasang mata ibunya yang terbelalak lebar telah memberikan jawaban. Perempuan setengah baya itu tak mampu berkata-kata saking kagetnya. Ini merupakan berita yang luar biasa baginya. Apalagi keluar dari mulut ana
“Masa kamu tidak sayang meninggalkan pekerjaan yang sudah mendarah-daging bagimu selama hampir sepuluh tahun ini, Rose?” tanya ibunya bersikeras.Sang putri berusaha menjelaskan, “Ma, kalau pekerjaan ini memang mendarah-daging bagiku, aku nggak akan merasa lelah, jenuh, dan bahkan tertekan seperti ini! Aku sudah bekerja secara maksimal di bisnis ini, Ma. Tapi masih dituntut lagi untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Aku jadi merasa diperlakukan bagai sapi perahan.”“Sapi perahan tidak menikmati apa yang dihasilkannya, Nak. Tapi kamu menikmati!”“Iya. Aku memang menikmati hasilnya, Ma. Tapi hanya sesaat. Tak ada artinya dibandingkan dengan kelelahan mental yang kurasakan. Aku benar-benar sudah maksimal di pekerjaanku ini, Mama. Aku butuh suasana baru, tantangan baru, dan orang-orang yang menghargai diriku apa adanya. Bukan mereka berbondong-bondong mendekati dan memujiku w
“Baik, Dokter,” jawab pasiennya patuh. Dia lalu bangkit berdiri dan melangkah masuk ke dalam bilik yang sudah dibuka tirainya oleh perawat. Beberapa saat kemudian Dokter Chris menyusulnya dan melakukan pemeriksaan.Dua belas menit kemudian dokter dan pasien tersebut duduk berhadapan kembali di meja kerja Dokter Chris. Pria beralis tebal dan bermata jernih itu menanyakan beberapa hal secara mendetil yang dijawab dengan apa adanya oleh pasiennya. Tampak dahi tenaga medis itu berkerut seperti sedang berpikir keras.Mental Rosemary langsung down melihatnya. Dia lagi-lagi merasa sangsi dokter ini sanggup mengobati penyakitnya. Perasaan putus asa wanita itu terpancar jelas dari sorot matanya. Dokter Chris yang menyadarinya akhirnya tersenyum tenang.“Nona Rosemary saya lihat terlalu cemas. Cobalah untuk rileks. Hal itu akan meringankan gejala-gejala tidak nyaman yang No
Karena ingin cepat sembuh, Rosemary menjalani terapi rutin seminggu dua kali di klinik Dokter Mirna. Satu bulan kemudian dia mulai merasakan hasilnya. Kerongkongannya memang masih panas, lidahnya masih terasa pahit, dan perutnya masih mual. Namun wanita itu telah dapat menerima keadaannya apa adanya.“Jangan dilawan semuanya itu, Rose,” nasihat psikiater senior itu selalu. “Terima saja dengan lapang dada sebagai bagian dari dirimu. Tetaplah makan dengan nikmat meskipun kamu belum dapat menikmati kelezatannya. Ucaplah syukur dalam hatimu setiap kali lidahmu menyentuh makanan. Telanlah dengan penuh sukacita saat makanan melewati kerongkonganmu. Jangan pedulikan rasa mualmu. Terimalah kondisi-kondisi itu dengan besar hati. Tak perlu dipermasalahkan. Ketahuilah, Rose. Hidup akan terasa lebih damai jika masalah kecil dianggap tidak ada dan masalah besar dijadikan persoalan kecil….”Rosemary b
Beberapa menit kemudian Rosemary sudah berada di ruangan itu kembali. Namun kali ini dia hanya berdua dengan Hanifah, nasabahnya yang tiba-tiba datang ke kantor mencarinya. Perempuan berkulit sawo matang dan berjilbab warna coklat muda itu rupanya hendak menutup polisnya.“Saya dan suami akan bercerai, Mbak Rosemary,” aku Hanifah terus terang. Matanya tampak berkaca-kaca. “Gugatan cerainya sudah saya ajukan ke pengadilan agama satu minggu yang lalu.”Agen asuransinya terkejut mendengar berita buruk itu. Ekspresi wajahnya tampak prihatin. Dia berkata dengan hati-hati, “Saya turut prihatin mendengarnya, Bu Hanifah.”Klien yang duduk di hadapannya itu mengangguk. “Sebenarnya HP saya nggak hilang, Mbak Rose. Tapi rusak dibanting suami saya,” akunya terus terang.Rosemary terperangah. Dia mendesah sedih. Kabar perpisahan dalam bentuk apapun selalu meng
Wanita itu menghentikan kata-katanya. Ditatapnya penuh empati perempuan berjilbab yang matanya masih terlihat sembab itu. Rosemary tersenyum tulus. Dia telah mengambil keputusan yang tak terduga. “Setelah surat itu beserta copy KTP dan cover rekening tabungan atas nama Bu Hanifah kami terima, maka…saya akan mentransfer selisih dua puluh dua juta tadi langsung ke rekening pribadi Ibu. Kemudian kekurangan tujuh puluh enam jutanya silakan ditunggu maksimal sepuluh hari kemudian. Dana itu akan ditransfer oleh kantor pusat Jakarta ke rekening Ibu.” *** “What?!” seru Damian luar biasa kaget. “Kamu janji mau transfer dua puluh dua juta ke rekening nasabahmu tadi?” “Yes,” jawab Rosemary mantap. “Tapi setelah surat kehilangan buku polisnya diterima Indri dan berkas-berkas lainnya dinyatakan lengkap untuk mengajukan penutupan polis.” “Kamu gila, Rose. Benar-benar gila!” &
Sore itu Rosemary berbaring dengan pandangan menerawang di ruang praktik Doker Mirna. Wanita itu mencurahkan segenap isi hatinya. Diceritakannya dengan terus terang goresan hitam kehidupannya di masa lalu. Bahwa dirinya pernah menjadi kekasih simpanan manajernya sendiri. Orang yang dipercayai ibunya untuk menjaga dan membimbingnya agar menjadi seorang agen asuransi yang sukses. Tak dinyana pria yang telah berkeluarga itu malah membuatnya jatuh cinta hingga menyerahkan kehormatannya sebagai wanita. Setelah menjalin hubungan secara diam-diam selama satu tahun lebih, terkuaklah bahwa laki-laki itu sama sekali tak mencintainya, melainkan hanya bermaksud memanfaatkan dirinya semata. Buah hasil dari hubungan terlarang mereka digugurkan Rosemary berdasarkan anjuran pria tak bertanggung jawab tersebut. Hal itu terpaksa dilakukannya karena hubungan mereka tak mempunyai masa depan dan dia tak sanggup mengecewakan keluarga yang te