Aruna menggantung baju-baju yang akan dicobanya ke tempat yang sudah disediakan. Kemudian ia pun membuka jaket jeansnya lalu selanjutnya ia memegang ujung tanktop yang melekat erat di tubuh indahnya untuk segera dilepaskan. Baru saja ujung itu sampai di atas gundukan kenyal di tubuh bagian depannya. Terlihat sebuah kejanggalan dari cermin besar di depannya. Ia menatap gerakan kelambu yang terlihat seperti ada yang menyenggolnya dari luar.
"Siapa ya?" gumamnya mengira-ira. Aruna pun langsung menghentikan gerakannya. Ia mengembalikan posisi tanktop berwarna hitam itu seperti semula.Kemudian dengan jantung yang berdebar kencang. Ia berjalan pelan-pelan, nyaris tak bersuara ke arah kelambu itu. Dug. Dug. Dug. Jantungnya pun terasa ingin meloncat saat kedua tangannya dengan hati-hati menggenggam kelambu itu. 'Satu…. Dua….' Dia pun menghitung dalam hati. 'Tiga.' Hingga akhirnya….Srek! Kelambu pun ia buka dan menampakkan sosok Denada ada di depannya."Yah, elo. Gue kira siapa?" ucap Aruna sambil bernafas lega."Emang loe pikir siapa?" tanya Denada balik dengan kening berkerut sempurna."Nggak. Enggak. Ya, udah yuk, ah! Kita pulang saja!" ajak Aruna tiba-tiba. Sambil meraih baju-baju yang tadi sempat ia gantung di ruang coba itu lalu mengembalikannya di gantungan yang dilewatinya."Eh. Eh. Eh. Tunggu gue!" balas Denada setengah berteriak. Sambil melakukan hal yang sama dengan baju-baju yang belum sempat dicobanya itu.Dengan langkah tegap Aruna bergegas keluar dari pusat perbelanjaan itu. Ia tak lagi memperdulikan sahabatnya yang sedari tadi mengejarnya sambil mengomel tak jelas."Aruna, tunggu. Runa tunggu. Loe kenapa sih aneh banget deh," ujar Denada yang sama sekali tidak mendapat tanggapan dari Aruna.Wanita yang tingginya seratus tujuh puluh enam sentimeter tersebut terus menggerakkan kaki jenjangnya ke depan. Rok span jeans yang hanya sepanjang jengkal orang dewasa itu pun tak mampu menutupi gerakan paha mulus Aruna yang bergoyang kesana-kemari. Belum lagi tanktop hitam yang ia pakai memiliki belahan dada yang cukup lebar. Sehingga mau tak mau sepasang daging kenyal Aruna yang masih ranum itu terlihat menari-nari dari sela-selanya. Walaupun, Aruna sudah menutupi tanktop itu dengan jaket jeans belel yang sedang jadi trend fashion saat itu.Di sepanjang Aruna berjalan, puluhan pasang mata memperhatikannya. Mulai dari tatapan sinis para cewek yang iri, sampai mata jelalatan cowok-cowok mata keranjang yang tak mampu berkedip melihat kemulusan tubuh Aruna yang menggetarkan jiwa lelaki mereka. Aruna pun merasa risih juga dengan hal tersebut. Makanya ia melebarkan langkah agar cepat-cepat meninggalkan tempat ini. Hingga beberapa menit kemudian….Bruk!Aruna tak sengaja menabrak seseorang yang kebetulan tengah melintas di depannya. Sehingga semua barang belanjaannya pun berserakan."Sorry. Sorry. Sorry," ucap Aruna berulang sambil membenarkan letak kacamata hitamnya yang sedikit merosot. Ia pun segera berjongkok untuk membantu lelaki itu memunguti barang-barangnya."Iya, nggak papa. Lain kali hati-hati ya kalau…. Astaghfirullah hal 'adzim." Si lelaki pun langsung beristighfar saat tak sengaja melihat paha Aruna yang berjongkok di depannya."Kenapa? Gue ngelakuin kesalahan?" tanya Aruna bingung. Lelaki itu pun tak langsung menjawab. Ia segera beranjak. Lalu merogoh salah satu paper bag yang ada di tangannya."Pakai ini untuk menutupi auratmu!" ujar ai lelaki sambil menyerahkan sebuah bungkusan kepada Aruna. Aruna pun kaget dengan tindakan si lelaki, tapi ia segera menggapai benda yang terlihat seperti kain itu. "Saya permisi. Assalamualaikum," lanjutnya kemudian pergi. Meninggalkan Aruna yang masih terdiam di tempatnya sambil memandangi bungkusan di tangannya."Woi!" kata Denada sambil menepuk pundak Aruna. Jelas saja Aruna langsung terlonjak kaget."Ih. Apaan sih loe? Ngagetin gue aja deh kerjaannya," protes Aruna mengomel."Hehe. Lagian elo gue panggil-panggil dari tadi juga. Nggak nyaut-nyaut. Oh, ya. Yang tadi siapa? Fans elo ya? Boleh liat nggak dia kasih apaan?" cerocos Denada sambil menaikkan sebelah alisnya. Aruna pun menoleh ke arah teman akrabnya itu."Wuuu. Dasar tukang kepo!" balas Aruna sambil memukul Denada dengan benda itu. "Udah, yuk! Pulang!" Aruna pun merangkul pundak Denada lalu menyeretnya pergi dari tempat itu."Eh. Eh. Tapi elo belum jawab pertanyaan gue tadi.""Udah. Kapan-kapan gue ceritain sama elo."****Di sebuah ruangan berukuran lima kali delapan meter. Andreas menatap gambar-gambar sexy Aruna dengan gaya yang semakin menggairahkan. Senyumnya pun mengembang mengingat tingkat penjualan tabloid berisi semua informasi tentang dunia orang dewasa itu semakin melejit akhir-akhir ini.'Nggak salah juga gue ngorbitin Aruna jadi top model Amazing Adult. Heh. Ternyata dia bisa meningkatkan penjualan melebihi ekspektasi gue,' ujar Andreas dalam hati.Tok. Tok. Tok. Tiba-tiba pintu ruangannya pun diketuk dari luar. Perhatian Andreas pun segera berpindah. Ia sudah bisa menebak siapa gerangan yang sudah berani mengusik ketentraman ruang kerjanya itu. Segera majalah yang sedari tadi dipegangnya ia lempar ke atas meja."Masuk!" ucapnya sambil membenarkan posisi duduknya.Cekrek! Bunyi decitan pintu ruang kerja Andreas yang dibuka dengan pelan-pelan."Selamat siang, Mas Andreas. Ehms…. Mas Andreas manggil gue?" kata Aruna dengan malu-malu. Sebenarnya ia memang memiliki perasaan lebih pada atasannya itu. Apalagi setelah semua perhatian yang Andreas berikan. Aruna benar-benar klepek-klepek rasanya. Namun, tentunya ia tak berani bertingkah lebih. Sebab, dia sadar diri jika umur karirnya di tempat ini masih seumur jagung."Oh, iya Aruna. Silahkan masuk!" Aruna pun langsung menuruti titah sang fotografer ganteng itu. "Silahkan duduk!" lanjut Andreas saat Aruna sudah berada di depannya."Terima kasih," sahut Aruna lirih. Sambil menurunkan tubuhnya hingga menyentuh kursi di belakangnya."Jadi, begini. Besok malam gue mau mengadakan acara spesial di hotel Bintang.""Oh, iya. Gue juga sudah dengar kalau Mas Andreas sekarang ulang tahun ke tiga puluh sembilan ya. Selamat ya Mas," sela Aruna sambil mengulurkan tangannya pada Andreas. Lelaki berlesung pipit itu pun tersenyum manis."Iya, terima kasih," timpalnya sambil membalas uluran tangan halus Aruna. "Untuk sebab itu…. Gue sudah mengundang semua rekan kerja gue semua.... Kecuali kamu," lanjut Andreas yang membuat Aruna langsung menundukkan kepalanya. Menutupi senyum kecutnya yang tak ingin dilihat oleh Andreas."Iy… iya. Gue pun merasa heran karena itu. Gue pikir Mas Andreas sudah lupa sama gue," ujar Aruna. Lalu ia menggigit bibir bawah. Andreas pun kembali tersenyum."Iya. Gue memang sengaja nggak mengundang elo," kata Andreas mantap. Aruna pun langsung mengangkat kepalanya. Tak percaya dengan apa yang barusan didengar telinganya."Tapi kenapa, Mas? Apa gue melakukan kesalahan?" tanya Aruna cepat."Nggak. Nggak. Nggak dong. Bukan karena itu. Tapi, karena…. Kedatangan loe adalah hadiah buat gue. Jadi, mana mungkin gue undang hadiah gue ke acara ulang tahun gue sendiri. Siapa tau dia nggak mau dateng lagi," jawab Andreas yang langsung membuat Aruna tersipu malu. Aruna pun kembali menundukkan kepalanya dengan malu-malu. Menyembunyikan pipinya yang kini merona. "Jadi? Gimana? Loe mau dateng?" tanya Andreas pelan. Aruna pun langsung mengangguk dengan cepat. Tanda setuju.Bab. 3 Bikin Greget, Ah!Malam yang dinantikan Aruna pun datang juga. Dengan perasaan yang bahagia, ia pun memandangi refleksi bayangan yang terbentuk di cermin datar yang ada di depannya. Sesekali ia menautkan bibirnya atas dan bawah. Agar lipstik merah yang baru saja dioleskan ke permukaan bibirnya itu bisa menempel dengan rata. Lagi-lagi ia pun tersenyum setelah melihat gambarnya yang terlihat sempurna. Ketika Aruna tengah asyik mematut diri di depan meja riasnya, seseorang tiba-tiba memencet bel pintu Apartemen mewah itu.Ting. Tong.Bunyi pintu Apartemen Aruna yang berhasil merebut perhatian pemiliknya. Aruna pun meletakkan lipstick yang ada di tangannya, lalu ia segera berlari mendekati pintu ruangan mewah itu. Tanpa membuang waktu lebih lama, Aruna segera membuka pintu itu. Sehingga menampakkan sosok Denada lengkap dengan wajah tengil. "Eh, elo. Gue kirain siapa?" ujar Aruna terdengar sedikit kecewa."Emang loe mikirnya siapa?" tanya Denada balik sambil berusaha menahan senyumn
"Sebentar lagi dia juga datang," balas Andreas sambil tersenyum penuh kemenangan. Dan setelah menyelesaikan perkataannya. Tak sengaja mata Andreas menangkap sosok wanita yang sedari tadi ditunggunya. "Nah, Om. Itu dia datang," ucap Andreas sambil menggerakkan dagunya untuk menunjuk ke belakang lelaki yang tiga puluh tahun lebih tua darinya itu. Jelas saja lelaki itu segera membalikkan badannya dengan cepat. Dan ketika kedua matanya memandang sosok wanita yang baru saja keluar dari lift matanya pun langsung melotot sempurna."Wow. Legit banget!" gumam lelaki itu dengan mata yang hendak meloncat keluar. Tak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya sekarang.Andreas pun tersenyum sekilas. Lalu ia angkat tangannya ke udara. Lalu ia lambaikan ke arah wanita yang ia maksud dari tadi."Aruna!" panggil Andreas yang langsung membuat Aruna menoleh. Wanita itu pun membalas lambaian tangan Andreas sambil menarik Denada untuk mendekati lelaki itu.Dengan langkah yang cukup lebar Aruna menapakkan k
Perlahan Andreas memotong kue itu. Lalu memindah bagian yang sudah terpotong ke atas lepek yang sudah di sediakan di samping roti."Kira-kira ini untuk siapa ya?" tanya Andreas sambil mengangkat lepek berisi potongan roti itu tinggi-tinggi."Buat gue aja! Buat gue aja!" teriak para cewek-cewek saling berebutan."Aduh. Telinga kalian tuh dimana sih? Tadi kan Andreas sudah bilang itu untuk seseorang yang sangat spesial. Jadi, nggak usah terlalu berharap deh," sahut Toni tidak terima."Wuuu…. Sirik aja loe," balas para cewek-cewek itu. Beberapa diantaranya bahkan ada yang sampai hati menipuki laki-laki itu. "Eh. Eh. Udah ya kalian. Nggak usah halu. Orang yang dimaksud Andreas itu sudah pasti si Renata. Pacar Andreas. Iya, kan Re?" ucap Sonya sambil menoleh ke arah wanita berbadan langsing dengan rambut ikal yang dicat coklat. Wanita yang mengenakan lingerie berwarna hitam terawang yang menunjukkan bra dan g-string berwarna senada itu pun hanya manggut-manggut mantap. Tanda setuju dengan
Aruna berjalan ke dalam kerumunan orang-orang yang sedang berdansa dengan pasangannya masing-masing. Sebagian besar dari mereka terlihat sudah mabuk berat. Sampai-sampai tak satu dua yang tengah melakukan hal-hal nyeleneh tanpa mereka sadari. Ada yang sedang bercinta, tertawa keras-keras sampai memekakkan telinga dan ada juga yang sedang menari-nari di depan semua orang sambil membuka satu per satu baju yang dia kenakan. Aruna yang belum terlalu mabuk pun langsung menangkap sosok Denada diantara para penari Stiptis itu. 'Ih, apaan sih tuh anak. Lagunya aja melow gini. Eh, dia malah joget-joget kayak orang gila gitu,' batin Aruna sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali. Aruna pun menghembuskan nafas beratnya. Lalu bergegas mendekati sahabat sejak kecilnya itu."Ayo, Kita pulang!" ajak Aruna sambil menyeret Denada dari atas bangku yang ia gunakan untuk panggung menari-nari."Ih, apaan sih loe? Gue kan lagi seneng-seneng. Iya, nggak temen-temen? Hahaha," kata Denada ngelantur."Bene
Chiiit….. Mobil mewah Andreas berhenti di parkiran Apartemen tempat tinggal Aruna. Ia pun melirik ke arah sosok wanita yang kini duduk di sampingnya. Andreas mengulurkan tangannya untuk menyentuh dagu Aruna yang terus menunduk sejak masuk mobilnya tadi."Loe kenapa, Sayang? Kok lesu gitu sih?" tanya Andreas. Sambil mengangkat dagu Aruna agar menatap ke arahnya. Aruna pun tak menjawab. Jujur, ia masih merasa tak percaya dengan apa yang sudah dilakukannya semalam. 'Bagaimana aku mempertanggung jawabkan ini sama ayah dan ibu?' ujarnya dalam hati."Gue takut, Mas," balas Aruna lirih. Andreas pun tersenyum."Untuk apa loe takut. Kan ada gue di samping loe. Gue sayang banget sama elo, Run. Jadi, loe jangan khawatir ya," kata Andreas menenangkan. Senyumannya yang manis pun akhirnya berhasil meluluhkan kebimbangan di hati Aruna. Terbukti dengan senyuman Aruna yang tak kalah manis terukir di bibirnya. "Loe janji ya, Mas. Jangan tinggalin gue.""Janji, Sayang. Masak sih gue tinggalin orang yang
Trap. Trap. Trap. Bunyi suara langkah kaki itu yang terdengar semakin dekat. Aruna pun semakin panik. Ia membuka tas itu lebar-lebar lalu memandang isinya sambil terus ia acak-acak.Dada Aruna pun berdebar kencang. Kaki dan tangannya pun gemetaran tak karuan. Peluh di keningnya pun terus mengucur deras. Sedangkan kartu yang dipasang di tempat khusus sebelah pintu. Tak kunjung sesuai dengan apa yang diperintahkan layar kecil itu. Aruna pun memutar posisi kartu itu beberapa kali. Hingga akhirnya terdengar bunyi klik di pintu Apartemen Aruna. Tanda pintu itu sudah terbuka. Aruna pun langsung masuk dan segera menutupnya.Hosh. Hosh. Hosh. Nafas Aruna pun tersengal-sengal sambil terus menatap pintu yang sudah ditutup rapat itu. Kakinya yang masih gemetaran pun berjalan mundur. Hingga beberapa menit kemudian seseorang memegang pundak dari belakang."Aaargh…." teriak Aruna sekuat tenaga. Sambil menutup mata dan telinganya rapat-rapat."Kenapa sih loe teriak-teriak? Ini gue Denada!" ucap oran
"Hallo. Assalamualaikum," ucap Al pada seseorang di seberang sana. "Apa?!" ucap Al sambil menginjak pedal remnya seketika. Untung saja tidak ada mobil lain di belakangnya. Jadi, Al masih dilindungi oleh Tuhan yang Maha Esa dari hal buruk yang mungkin bisa saja menimpanya. "Kenapa bisa begitu?" tanya Al pada lawan bicaranya di telepon. "Oke. Kalau begitu saya kesana sekarang," lanjut Al sambil kembali mengemudikan mobilnya.Al menggigit bibir bawahnya. Sedang tangannya memegang setir mobil dengan gemetaran. Perasaannya pun menjadi kalut sekarang. Takut terjadi apa-apa pada perusahaannya yang baru saja ia rintis. Seketika sepenggal perdebatan dengan sang Papah muncul di benaknya."Papah senang kamu sudah lulus dari Kairo, Al. Itu artinya kamu siap masuk ke dalam perusahaan Papah, kan? Papah sudah mempersiapkan jabatan penting untuk kamu," ucap Papah Al beberapa hari yang lalu. Al pun mengurungkan niatnya untuk menyuapkan nasi terakhir yang ada di piring makannya."Tanpa mengurangi rasa h
Malam itu, Ballroom di hotel Permata Nusa dipenuhi oleh puluhan penggemar majalah Amazing Adult yang akan mengadakan jumpa fans dan launching edisi terbaru majalah dewasa tersebut. Tentu saja hal itu langsung menarik minat para fans untuk datang. Walaupun mereka harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkan kartu masuk dan sebuah majalah edisi terbaru itu.Sungguh, pintar sekali strategi bisnis Andreas untuk meningkatkan penjualan dan mendapatkan laba yang sangat besar. Bagaimana tidak? Dengan diadakan acara begini. Banyak lelaki hidung belang yang berbondong-bondong datang hanya untuk melihat tubuh seksi Aruna secara live. Sebab, biasanya mereka hanya bisa lihat di gambar majalah tersebut. Bahkan tanpa Aruna ketahui. Para lelaki itu pun meminta Andreas untuk melakukan pertunjukkan spektakuler dari si top model, Aruna. Agar mereka bisa memuaskan diri dengan melihat langsung tubuh semok Aruna di depan mata. Dan gilanya lagi, Andreas pun menyetujui permintaan itu begitu saja. Dengan
Aruna celingukan di luar pagar rumah Al sambil menenteng plastik hitam besar berisi sampah. Ia sedang mencari tempat sampah tapi tak kunjung menemukannya."Aduh. Dimana gue harus buang sampah-sampah ini? Masak sih kawasan elit begini nggak ada tempat pembuangan sampahnya," gumam Aruna sambil terus celingukan ke area sekitar rumah Al. Ia begitu fokus dengan benda-benda di depannya. Sehingga Aruna tak sadar jika ada seorang wanita seusianya sedang mengawasi Aruna dari belakang."Sedang cari apa, Mbak?" tanya si wanita itu sambil menepuk pundak Aruna. Tentu saja gadis cantik itu langsung terlonjak kaget sambil memutar tubuhnya."Eh, ini saya mau cari tong sampah, Mbak? Tapi, nggak ketemu-ketemu. Kira-kira dimana ya biasanya kalau mau buang sampah?" tanya Aruna apda wanita itu."Oh, buang sampah toh. Itu ada di belakang komplek ini, Mbak. Nggak jauh kok dari sini. Tapi, kalau mau bareng saya aja. Saya juga ada sampah yang mau dibuang," tawar wanita ya
Al berjalan mantap keluar dari rumah sambil menatap layar ponselnya. Menuju sebuah mobil yang siap mengantarkan lelaki berpenampilan ala eksekutif muda itu ke tempat ia memulai karir. Al memencet smart key di tangannya yang lain. Sehingga mobil itu bergoyang dan mengeluarkan suara 'pip-pip' dibarengi dengan keempat lampu mobil yang berkedip secara bersamaan.Al segera masuk ke dalam mobil. Duduk di jok kemudinya. Namun, saat ia hendak menghidupkan mobil itu. Tak sengaja matanya menangkap sebuah paper bag ukuran sedang berada di luar kaca mobilnya. "Apaan tuh?" gumam Al sambil mengerutkan keningnya. Ia membuka kaca jendela di sampingnya. Lalu menjulurkan tangannya keluar untuk meraih benda itu. Al menarik secarik kertas yang tergantung di pegangan tangan benda itu."Sebagai ucapan terima kasih atas pertolongan Pak Al tadi. Aku sudah siapkan makanan spesial yang enak dimakan nanti siang. Asri," gumam Al membaca isi kertas itu. Kedua ujung bibir Al pun terangkat. "Mbak Asri. Udah siapin
Keesokan harinya Aruna menatap baju-baju yang dibelikan Al kemarin. Ternyata isi kantong belanjaan yang dibawa Al dari dalam toko baju itu berisi beberapa baju daster lain untuk Aruna."Huh. Panas banget sih pakai baju ginian. Mana harus pakai kerudung lagi," gerutu Aruna dengan kesal. "Tapi, tenang Aruna. Tenang. Ingat! Ini cuma sementara. Loe akan segera pergi dari sini kalau semuanya sudah aman. Loe harus bertahan. Daripada loe tertangkap lagi sama Andreas yang gila duit itu." Ia kembali mengingatkan dirinya sendiri. "Tapi, sumpah sih ini baju bikin ribet. Seharian make aja. Entah berapa kali gue harus megangin ujungnya biar nggak kena air ataupun debu," tambahnya masih menggerutu. Tiba-tiba sebuah ide brilian melintasi pikirannya. "Aha! Gue punya ide!"Aruna mencari gunting di dapur. Tempat ia meletakkannya kemarin. Setelah itu ia kembali ke kamar untuk memotong bagian lengan dan bawahnya hingga sebatas lutut."Nah! Kalau gini kan lebih enak dipakai. Lagian yang dipermasalahkan san
"Pak Al!" panggil Aruna yang membuat Al langsung balik badan. Setelah lelaki itu menoleh. Matanya pun langsung terpaku dengan pemandangan di depannya. Aruna terlihat menawan meskipun hanya memakai daster rumahan lengan panjang yang cukup longgar di badannya. Kulit putihnya tampak semakin terang dipadu dengan warna coklat dari kain batik itu. Dan yang membuatnya tak bisa berkedip sedetikpun, adalah jilbab senada yang menutupi kepala Aruna. Benda itu menampilkan kecantikan yang nyata pada wajah gadis itu. Ini memang rekomendasi dari pelayan toko. Ia menyarankan Aruna untuk memakai jilbab karena mendengar cerita Aruna yang bingung dengan sikap aneh Al."Astaghfirullah hal'adzim," gumam Al sambil memutar tubuhnya lagi. Ia merasa berdosa karena sudah terpesona dengan kecantikan wanita yang hanya berstatus sebagai pembantunya itu. Aruna bingung dengan reaksi Al."Pak Al tidak suka ya? Atau saya ganti baju saya lagi aja?" tanyanya bingung. "Jangan-jangan. Jangan. Pakai itu saja. Baju itu… t
Mulai hari ini Aruna sudah resmi menjadi ART di rumah Al. Makanya pagi-pagi sekali ia sudah bangun. Sebenarnya dia tipe anak yang rajin dulu saat di kampung. Dulu ia sering membantu ibunya bersih-bersih dan juga masak. Jadi, dia tak begitu kaget dengan kegiatan itu sekarang. Hanya saja, Aruna masih merasa kebingungan. Sebab, ia tak menemukan peralatan yang biasa dipakainya saat ini. Saat Aruna hendak masak. Ia tak menemukan satu alat masak pun, sedang saat ia hendak bersih-bersih. Ia juga tidak menemukan sapu atau kemoceng dimanapun. Padahal, kini ia sudah mencari di kolong-kolong. Berpikir jika mungkin benda-benda itu terjatuh di sana."Mbak Asri. Sedang apa?" tanya Al heran yang ternyata sudah berdiri di belakang Aruna.Dug!"Aw!" pekik Aruna yang kaget dan langsung membentur kolong meja makan. "Aduh," rintih Aruna sambil keluar dari kolong itu dan mengelus ujung kepalanya."Astaghfirullah hal'adzim," gumam Al sembari balik badan seketika. Sebab, kaos yang digunakan Aruna begitu ke
"Ini rumah saya, Mbak. Semoga Mbak Asri bisa betah tinggal di rumah saya," ujar Al sambil membukakan pintu rumahnya lebar-lebar.Aruna yang berjalan di belakang Al pun mengikuti gerakan Al untuk masuk ke dalam rumah itu. Ia pun langsung mengedarkan pandangan setelah kakinya melangkah masuk. Rumah ini tak semewah Apartemennya memang, tapi entah kenapa baru masuk saja hatinya merasa adem. 'Apa mungkin karena cat dindingnya yang berwarna putih bersih ya?' batin Aruna bingung. Ia pun terus melangkahkan kakinya sambil menatap keindahan tata ruangan ini yang benar-benar menakjubkan. Mulai dari hiasan bergambar ka'bah dan tulisan kaligrafi, rak buku kekinian yang menjadi pembatas dengan ruangan lain serta penataan sofa berwarna abu-abu yang terlihat sangat kontras dengan warna dinding rumah itu."Mbak," panggil Al yang langsung membuyarkan lamunan Aruna."Iy… iya," balas Aruna terbata. Sambil mengalihkan perhatiannya ke arah sosok Al yang sudah berada di ambang pintu ruang berikutnya."Mari i
Sudah satu setengah hari ini Aruna belum sadarkan diri. Matanya masih saja terpejam dengan beberapa bagian tubuh yang tertutup perban. Dia memang tidak memiliki luka dalam yang cukup serius, tapi menurut dokter Aruna sudah mengalami dehidrasi akut dan tenaganya ngedrop."Kenapa bisa begitu, Dok?" tanya Al saat Dokter menjelaskan tentang hal tersebut beberapa saat yang lalu."Saya juga kurang tau pasti. Hanya saja, sepertinya dia baru saja berlari cukup lama. Tapi, dia juga belum minum sama sekali. Jadi, sebagian besar cairan di tubuhnya itu sudah dikeluarkan lewat air keringat dan juga dibakar untuk menghasilkan tenaga. Makanya, sekarang dia sedang dalam proses recovery energy," jelas Dokter yang menangani Aruna."Oh, begitu ya, Dok. Pantas saja saat itu dia tiba-tiba muncul di depan mobil saya. Sepertinya dia sedang dikejar seseorang pada saat itu," ujar Al menyimpulkan. Dokter itu pun mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali."Mungkin saja seperti itu. Tapi, untuk lebih jelasnya
Aruna pun terus berlari sekuat yang ia bisa. Sungguh, ia baru saja keluar dari kandang macan. Dan dia tidak ingin masuk ke dalam kandang singa. 'Apalagi singanya nggak hanya satu. Bisa habis badan gue digilir mereka,' ujar Aruna sambil terus berlari."Woi!!! Tunggu!!! Jangan kabur!!! Woi!!! Woi!!!" teriak kedua orang itu saling bersautan.Aruna pun berusaha semakin mempercepat laju lariannya. Walaupun sebenarnya ritme lariannya tetap sama. Maklumlah, dia belum makan sejak tadi siang. Sebab, dia pikir malam ini dia akan dinner romantis lalu asyik-asyik sama Andreas. Bukannya dijual pada lelaki yang tidak ia kenal dan begitu bernafsu ingin segera menggagahinya.Hosh. Hosh. Hosh. Nafas Aruna pun semakin tersengal-sengal. Rasanya pasokan oksigen dalam rongga paru-parunya sudah semakin menipis. Engsel di lututnya pun sudah terasa pegal dan ingin segera beristirahat. Untung saja ia memakai sandal jepit murahan yang ia bawa dari kampung juga. Coba kalau dia masih pakai high heels seperti tadi
Aruna pun berlari dari tempat itu. Namun, tanpa sengaja ia menjatuhkan kalung pemberian Andreas kemarin. 'Brengsek. Biadap. Andreas keterlaluan. Bisa-bisanya dia cuma memanfaatkan gue untuk kesenangannya pribadi. Sialan. Dia memang sialan. Denada juga. Tega-teganya dia melakukan ini di belakang gue. Hiks…. Hiks…. Gue benci mereka semua. Gue benci,"' ujar Aruna dalam hati. Ia pun terus menyumpahi Andreas sambil terus berlari sekencang yang ia bisa. Air matanya pun mengalir deras. Seiring langkah kakinya yang dibuat selebar yang ia bisa, agar segera pergi dari tempat ini.Tak lama kemudian Aruna pun sampai di depan mobilnya yang tadi sempat mogok. Tanpa membuang waktu. Aruna pun masuk ke dalam mobil itu, lalu ia segera menghidupkan mesin mobil. Dan dengan ajaib. Mobil pun menyala. Tanpa pikir panjang Aruna pun menekan pedal gas dan segera melajukan mobil itu keluar area komplek perumahan mewah ini.Sepuluh menit berlalu, Aruna pun sudah sampai di Apartemennya. Ia pun langsung menuju kama