Aruna berjalan ke dalam kerumunan orang-orang yang sedang berdansa dengan pasangannya masing-masing. Sebagian besar dari mereka terlihat sudah mabuk berat. Sampai-sampai tak satu dua yang tengah melakukan hal-hal nyeleneh tanpa mereka sadari. Ada yang sedang bercinta, tertawa keras-keras sampai memekakkan telinga dan ada juga yang sedang menari-nari di depan semua orang sambil membuka satu per satu baju yang dia kenakan.
Aruna yang belum terlalu mabuk pun langsung menangkap sosok Denada diantara para penari Stiptis itu. 'Ih, apaan sih tuh anak. Lagunya aja melow gini. Eh, dia malah joget-joget kayak orang gila gitu,' batin Aruna sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali. Aruna pun menghembuskan nafas beratnya. Lalu bergegas mendekati sahabat sejak kecilnya itu."Ayo, Kita pulang!" ajak Aruna sambil menyeret Denada dari atas bangku yang ia gunakan untuk panggung menari-nari."Ih, apaan sih loe? Gue kan lagi seneng-seneng. Iya, nggak temen-temen? Hahaha," kata Denada ngelantur."Bener banget. Hahaha," balas anak-anak yang lain.Plak. Plak.Aruna pun menampar pipi Denada tak begitu keras. Namun, bisa terdengar suara saat kulit tangannya menempel di kulit wajah Denada."Den. Denada. Sadar dong. Loe hampir telanjang gini di depan semua orang.""Ih…. Kenapa sih loe? Udah sana loe main-main aja sama Andreas. Gue juga butuh cowok kali untuk jadi pacar gue. Hahahaha.""Tapi, kan. Nggak kayak gini juga Den caranya. Inget, orang tua di kampung Den. Ayo, pulang!" Aruna pun berusaha menyeret tubuh Denada lagi. Dan untuk kali ini Denada bisa diajaknya keluar dari kerumunan itu."Wuuuu…. Nggak asyik loe," teriak anak-anak lain menyoraki sikap Aruna yang mereka pandang berlebihan."Maaf ya semua. Maaf ya," kata Aruna sambil memapah Denada menjauh."Hoek! Hoek! Hoek!" Tiba-tiba Denada pun merasa sangat mual perutnya."Aduh loe kenapa sih? Pasti gara-gara loe banyak minum ini.""Kepala gue pusing banget, Run. Kita duduk situ dulu ya. Sumpah pusing banget gue," kata Denada sambil memegangi kepalanya yang terasa sangat berat."Ya, udah deh. Ayo, kita duduk di sana!" Aruna pun memapah Denada mendekati sofa yang tak jauh dari tempatnya berjalan. Bruk! Aruna membanting tubuh Denada yang terasa lebih berat dari nya itu. "Makan apa aja sih loe berat banget deh," kata Aruna. Ia pun kemudian memutar-mutar pundaknya yang terasa pegal."Aruna," panggil seseorang dari belakang pemilik nama asli Asri Runandi itu. Yap! Nama Aruna Jezima itu nama bikinan Andreas saat Aruna pertama kali gabung menjadi model di Amazing Adult. Biasalah nama Artis gitu. Kalau dia tetap pakai nama asli mah nggak akan ngejual.Kembali pada Aruna yang langsung menoleh. Hingga menatap salah satu pelayan tengah berjalan ke arahnya. "Aruna Jezima, kan?" tanya wanita itu setelah berada di depan Aruna."Iya. Ada apa ya?" tanya Aruna balik. Sambil mengerutkan keningnya bingung."Saya adalah fans berat kamu. Saya suka sekali dengan bentuk tubuh kamu yang sangat indah," pujinya."Terima kasih," balas Aruna sambil tersenyum malu-malu. Sebab, ini awal kalinya ia bertemu sama penggemar seperti ini."Saya sangat beruntung bisa bertemu dengan kamu disini. Makanya, saya membawakan minuman spesial. Maukah kamu minum bersama saya?" ajak wanita itu kemudian. Aruna pun tersenyum, lalu tanpa ragu ia meraih gelas ramping yang berkaki panjang dan berujung lebar sebagai tumpuan itu."Mau bersulang," ajak Aruna sambil mengangkat gelas itu tinggi-tinggi. Wanita berpakaian waitress itu pun segera meraih gelas satunya lalu melakukan hal yang sama.Ting! Mereka berdua pun menyenggolkan kedua bibir gelas bersamaan. Gluk! Gluk! Gluk! Kemudian Aruna pun menenggak air dalam gelas itu sampai habis tak tersisa."Terima kasih ya. Saya senang kamu tidak sombong seperti yang lain. Saya permisi untuk kembali bekerja," ujar si waitress itu berpamitan."Iya, sama-sama," sahut Aruna sambil meletakkan gelas itu kembali ke atas nampan. Tak butuh waktu lama waitress itu pun segera menjauh dari Aruna dan kembali ke pekerjaan. Sedang Aruna kembali duduk di samping Denada yang malahan tertidur di sofa itu."Den. Denada. Kok loe malah tidur sih," kata Aruna sambil menggoyang-goyangkan tubuh sahabatnya itu. "Den. Dena. Ayo pulang!" tambah Aruna.Tiba-tiba kepalanya pun terasa sangat berat dan berputar-putar. Matanya pun berkunang-kunang tak jelas untuk memandang sekitar."Aduh. Gue kenapa nih. Kok jadi pusing gini sih," gumam Aruna tak jelas. Dan setelah ucapannya selesai. Ia pun tak ingat apa-apa lagi.****Pagi hari yang cerah. Sinar mentari pun menerobos masuk ke dalam salah satu kamar di hotel Bintang tanpa permisi. Dan dengan lancangnya cahaya itu berani mengusik tidur seorang wanita berparas cantik di atas tempat tidur berukuran king size yang terletak di salah satu sudut ruangan.Aruna sang wanita tadi pun mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum ia benar-benar membuka kedua kelopak mata itu lebar-lebar. Aruna pun merasa ada yang aneh. Ketika ia merasakan ada hembusan nafas di keningnya. Segera Aruna pun mengangkat kepalanya untuk menatap orang itu. Dan alangkah terkejutnya ia saat mendapati tubuh Andreas tengah memeluk tubuhnya yang tak menggunakan sehelai benang pun."Mas Andreas," pekiknya setengah tak percaya. Mendengar Aruna sudah bangun lebih dulu Andreas pun ikutan terjaga."Hei, loe udah bangun ya. Tidur lagi aja. Gue tau loe pasti masih capek kan?" kata Andreas sambil mempererat pelukannya."Mas. Kenapa kita….""Hust…. Udah nggak papa. Gue sayang banget sama elo. Dan gue yakin elo pun sayang sama gue kan. Makanya elo kasih hadiah terindah buat gue.""Hadiah terindah?" gumam Aruna. Ia pun berusaha mengingat kejadian tadi malam.Sayup-sayup Aruna mendengar suara musik yang kian melemah. Ia pun berusaha membuka matanya yang terasa sangat berat itu. Dan betapa ia terkejut saat mendapati seseorang tengah menggendongnya ke suatu tempat. Rasa ingin melawan Aruna pun segera diurungkan karena tenaganya yang sangat lemah saat itu.Bruk! Terasa tubuh Aruna diletakkan ke atas kasur dengan sedikit keras sampai-sampai ia sedikit terpental ke atas."Kamu bak bidadari sayang. Malam ini kami sungguh cantik," puji seorang lelaki tepat di depan telinganya. Aruna pun tak membalas ucapan lelaki itu. Namun, entah mendapat bisikan dari mana. Aruna merasa geli saat hembusan nafas hangat lelaki itu menyentuh kulit telinganya yang mulus. Senyum manis pun segera berkembang di bibir sensual Aruna.Sepersekian detik berikutnya. Lelaki itu pun sudah menindih tubuh rampingnya. Lalu bibir Aruna yang seksi langsung menjadi incaran bibirnya yang tak henti-henti melakukan permainan panas. Jiwa wanita Aruna pun langsung terbakar. Ada satu dorongan dalam jiwanya yang menuntut lelaki itu untuk melakukan lebih.Seakan tau apa yang diinginkan Aruna. Lelaki itu segera melampiaskan gejolak yang menggebu-gebu dalam jiwanya. Ia menciumi tubuh indah Aruna dari atas sampai bawah. Semua bagian sensitif Aruna tidak ada yang terlewat oleh kecupan-kecupan mesra yang membentuk bercak merah sesudahnya.Aruna pun menggeliat. Badannya terasa melayang-layang di angkasa raya. Namun, saat bagian tubuh yang selalu ia jaga terhantam sebuah benda tumpul. Aruna pun sedikit meringis. Menahan sakit yang tak bisa dia ungkap saat itu. Sampai-sampai tak terasa setetes air matanya mengalir dari kedua matanya yang tertutup rapat."Aargh…," desisnya lemah.Chiiit….. Mobil mewah Andreas berhenti di parkiran Apartemen tempat tinggal Aruna. Ia pun melirik ke arah sosok wanita yang kini duduk di sampingnya. Andreas mengulurkan tangannya untuk menyentuh dagu Aruna yang terus menunduk sejak masuk mobilnya tadi."Loe kenapa, Sayang? Kok lesu gitu sih?" tanya Andreas. Sambil mengangkat dagu Aruna agar menatap ke arahnya. Aruna pun tak menjawab. Jujur, ia masih merasa tak percaya dengan apa yang sudah dilakukannya semalam. 'Bagaimana aku mempertanggung jawabkan ini sama ayah dan ibu?' ujarnya dalam hati."Gue takut, Mas," balas Aruna lirih. Andreas pun tersenyum."Untuk apa loe takut. Kan ada gue di samping loe. Gue sayang banget sama elo, Run. Jadi, loe jangan khawatir ya," kata Andreas menenangkan. Senyumannya yang manis pun akhirnya berhasil meluluhkan kebimbangan di hati Aruna. Terbukti dengan senyuman Aruna yang tak kalah manis terukir di bibirnya. "Loe janji ya, Mas. Jangan tinggalin gue.""Janji, Sayang. Masak sih gue tinggalin orang yang
Trap. Trap. Trap. Bunyi suara langkah kaki itu yang terdengar semakin dekat. Aruna pun semakin panik. Ia membuka tas itu lebar-lebar lalu memandang isinya sambil terus ia acak-acak.Dada Aruna pun berdebar kencang. Kaki dan tangannya pun gemetaran tak karuan. Peluh di keningnya pun terus mengucur deras. Sedangkan kartu yang dipasang di tempat khusus sebelah pintu. Tak kunjung sesuai dengan apa yang diperintahkan layar kecil itu. Aruna pun memutar posisi kartu itu beberapa kali. Hingga akhirnya terdengar bunyi klik di pintu Apartemen Aruna. Tanda pintu itu sudah terbuka. Aruna pun langsung masuk dan segera menutupnya.Hosh. Hosh. Hosh. Nafas Aruna pun tersengal-sengal sambil terus menatap pintu yang sudah ditutup rapat itu. Kakinya yang masih gemetaran pun berjalan mundur. Hingga beberapa menit kemudian seseorang memegang pundak dari belakang."Aaargh…." teriak Aruna sekuat tenaga. Sambil menutup mata dan telinganya rapat-rapat."Kenapa sih loe teriak-teriak? Ini gue Denada!" ucap oran
"Hallo. Assalamualaikum," ucap Al pada seseorang di seberang sana. "Apa?!" ucap Al sambil menginjak pedal remnya seketika. Untung saja tidak ada mobil lain di belakangnya. Jadi, Al masih dilindungi oleh Tuhan yang Maha Esa dari hal buruk yang mungkin bisa saja menimpanya. "Kenapa bisa begitu?" tanya Al pada lawan bicaranya di telepon. "Oke. Kalau begitu saya kesana sekarang," lanjut Al sambil kembali mengemudikan mobilnya.Al menggigit bibir bawahnya. Sedang tangannya memegang setir mobil dengan gemetaran. Perasaannya pun menjadi kalut sekarang. Takut terjadi apa-apa pada perusahaannya yang baru saja ia rintis. Seketika sepenggal perdebatan dengan sang Papah muncul di benaknya."Papah senang kamu sudah lulus dari Kairo, Al. Itu artinya kamu siap masuk ke dalam perusahaan Papah, kan? Papah sudah mempersiapkan jabatan penting untuk kamu," ucap Papah Al beberapa hari yang lalu. Al pun mengurungkan niatnya untuk menyuapkan nasi terakhir yang ada di piring makannya."Tanpa mengurangi rasa h
Malam itu, Ballroom di hotel Permata Nusa dipenuhi oleh puluhan penggemar majalah Amazing Adult yang akan mengadakan jumpa fans dan launching edisi terbaru majalah dewasa tersebut. Tentu saja hal itu langsung menarik minat para fans untuk datang. Walaupun mereka harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkan kartu masuk dan sebuah majalah edisi terbaru itu.Sungguh, pintar sekali strategi bisnis Andreas untuk meningkatkan penjualan dan mendapatkan laba yang sangat besar. Bagaimana tidak? Dengan diadakan acara begini. Banyak lelaki hidung belang yang berbondong-bondong datang hanya untuk melihat tubuh seksi Aruna secara live. Sebab, biasanya mereka hanya bisa lihat di gambar majalah tersebut. Bahkan tanpa Aruna ketahui. Para lelaki itu pun meminta Andreas untuk melakukan pertunjukkan spektakuler dari si top model, Aruna. Agar mereka bisa memuaskan diri dengan melihat langsung tubuh semok Aruna di depan mata. Dan gilanya lagi, Andreas pun menyetujui permintaan itu begitu saja. Dengan
Tepat di tengah-tengah panggung langkah Aruna pun terhenti. Mata Aruna pun terpejam erat. Sedang detak jantungnya berdebar tak karuan. Lalu dengan tangan yang gemetaran. Ia memegang ikatan kain yang hanya dimasukkan salah satu ujungnya di bagian dada Aruna. Semua tamu undangan pun kicep. Terdiam serta menatap ke arah Aruna dengan tatapan tak sabar. Bahkan ada satu dua yang lebih memilih berdiri. Lalu mendekati panggung.Perlahan Aruna pun membuka ikatan kain itu. Sehingga perlahan menampakkan bagian tubuhnya yang aduhai. Sedikit demi sedikit. Para tamu pun melongo dengan mulut yang menganga lebar. Sedang salivanya pun seakan sangat sulit untuk ditelan. Hingga akhirnya….Plok!!! Plok!!! Plok!!! Tiba-tiba beberapa telur busuk melayang ke arah Aruna dan langsung pecah di badan seksi itu seketika. Tentu saja, benda lembek yang terlihat seperti lendir dengan bau yang sangat menyengat itu langsung melumuri badan Aruna.Reflek Aruna pun langsung menutup kembali kain yang sempat ia buka tad
Tepat pukul empat dini hari Aruna terbangun. Ia pun mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan jumlah cahaya yang berhasil menerobos masuk menuju retinanya. Setelah semalaman ini terpejam dengan rapat. Sehingga tidak ada cahaya yang bisa memasuki matanya sama sekali. Sesekali Aruna pun mengucek matanya sendiri saat menyadari plafon kamar ini berbeda dari plafon kamar di Apartemennya. 'Gue dimana?' ucapnya dalam hati dengan kening yang berkerut sempurna.Aruna pun menoleh ke arah samping. Dan matanya segera melotot saat menangkap sosok lelaki yang tengah tertidur pulas di sampingnya. Ia pun semakin terkejutnya saat menyadari lelaki itu tak memakai baju sedikitpun. Segera Aruna pun menyibakkan selimut yang menutupi badannya. Hingga menunjukkan seluruh bagian tubuhnya yang polos tanpa memakai selembar kainpun. Hanya tampak puluhan bercak-bercak merah yang menghiasi beberapa bagian sensitif di badannya."Apa yang sudah terjadi? Kenapa gue bisa tidur sama dia?" gumam Aruna bingu
Al duduk dengan gelisah di depan UGD yang sedang memeriksa keadaan Pak Kus. Beberapa kali ia pun berdiri lalu berjalan kesana-kemari kayak setrikaan. Masih jelas dalam ingatannya, saat Al seketika panik melihat lelaki setengah baya itu pingsan setelah melihat hidangan yang sudah Al pesan di restoran mewah itu.Sungguh, sejak ia kenal dengan Fadil, putranya. Tak sekalipun ia tahu jika Pak Kus mempunyai phobia dengan kepiting. Menurut cerita Fadil melalui sambungan telepon tadi. Sejak kecil, ayahnya memang takut dengan kepiting. Karena, kata teman SMA Al yang kini masih kuliah di Amsterdam itu. Dulu saat ia kecil anak kucing kesayangan Pak Kus mati terjepit capit kepiting. Dan kejadian itu terjadi tepat di depan matanya. Makanya sampai sekarang masih terbawa trauma."Ya Allah. Semoga nggak terjadi apa-apa sama Pak Kus. Gue jadi merasa sangat bersalah deh. Tau gini gue nggak akan pesen makanan itu," gumam Al dengan gelisah. Walau Fadil sudah memberitahunya jika keadaan Pak Kus akan seger
Aruna terdiam di sofa Apartemennya. Di depannya terlihat Denada yang tengah berlutut sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Namun, Aruna bergeming. Ia malah lebih fokus dengan game online yang kini berada di tangannya. Tak memperdulikan sahabat sejak kecilnya itu."Run. Loe percaya kan sama gue? Gue beneran khilaf Run. Gue nggak ada maksud nikung loe di belakang. Saat itu kita bener-bener dalam keadaan mabuk berat," ujar Denada setengah memohon. Aruna pun tak menjawab. Ia malah memasang headphone di kedua telinga. Lalu meningkatkan volume dengan memencet salah satu tombol yang ada di sisi ponsel itu. Namun, tak lama kemudian seseorang menarik headphone itu dari belakang. Sehingga mau tak mau benda tersebut terlepas dari kepala Aruna. Aruna pun menoleh dan menangkap sosok Andreas lengkap dengan wajah tampannya muncul tepat di belakang Aruna."Ih, ngapain sih loe," ujar Aruna sewot sambil merebut kembali headphone yang kini berada di tangan Andreas. Ketika Aruna hendak memak
Aruna celingukan di luar pagar rumah Al sambil menenteng plastik hitam besar berisi sampah. Ia sedang mencari tempat sampah tapi tak kunjung menemukannya."Aduh. Dimana gue harus buang sampah-sampah ini? Masak sih kawasan elit begini nggak ada tempat pembuangan sampahnya," gumam Aruna sambil terus celingukan ke area sekitar rumah Al. Ia begitu fokus dengan benda-benda di depannya. Sehingga Aruna tak sadar jika ada seorang wanita seusianya sedang mengawasi Aruna dari belakang."Sedang cari apa, Mbak?" tanya si wanita itu sambil menepuk pundak Aruna. Tentu saja gadis cantik itu langsung terlonjak kaget sambil memutar tubuhnya."Eh, ini saya mau cari tong sampah, Mbak? Tapi, nggak ketemu-ketemu. Kira-kira dimana ya biasanya kalau mau buang sampah?" tanya Aruna apda wanita itu."Oh, buang sampah toh. Itu ada di belakang komplek ini, Mbak. Nggak jauh kok dari sini. Tapi, kalau mau bareng saya aja. Saya juga ada sampah yang mau dibuang," tawar wanita ya
Al berjalan mantap keluar dari rumah sambil menatap layar ponselnya. Menuju sebuah mobil yang siap mengantarkan lelaki berpenampilan ala eksekutif muda itu ke tempat ia memulai karir. Al memencet smart key di tangannya yang lain. Sehingga mobil itu bergoyang dan mengeluarkan suara 'pip-pip' dibarengi dengan keempat lampu mobil yang berkedip secara bersamaan.Al segera masuk ke dalam mobil. Duduk di jok kemudinya. Namun, saat ia hendak menghidupkan mobil itu. Tak sengaja matanya menangkap sebuah paper bag ukuran sedang berada di luar kaca mobilnya. "Apaan tuh?" gumam Al sambil mengerutkan keningnya. Ia membuka kaca jendela di sampingnya. Lalu menjulurkan tangannya keluar untuk meraih benda itu. Al menarik secarik kertas yang tergantung di pegangan tangan benda itu."Sebagai ucapan terima kasih atas pertolongan Pak Al tadi. Aku sudah siapkan makanan spesial yang enak dimakan nanti siang. Asri," gumam Al membaca isi kertas itu. Kedua ujung bibir Al pun terangkat. "Mbak Asri. Udah siapin
Keesokan harinya Aruna menatap baju-baju yang dibelikan Al kemarin. Ternyata isi kantong belanjaan yang dibawa Al dari dalam toko baju itu berisi beberapa baju daster lain untuk Aruna."Huh. Panas banget sih pakai baju ginian. Mana harus pakai kerudung lagi," gerutu Aruna dengan kesal. "Tapi, tenang Aruna. Tenang. Ingat! Ini cuma sementara. Loe akan segera pergi dari sini kalau semuanya sudah aman. Loe harus bertahan. Daripada loe tertangkap lagi sama Andreas yang gila duit itu." Ia kembali mengingatkan dirinya sendiri. "Tapi, sumpah sih ini baju bikin ribet. Seharian make aja. Entah berapa kali gue harus megangin ujungnya biar nggak kena air ataupun debu," tambahnya masih menggerutu. Tiba-tiba sebuah ide brilian melintasi pikirannya. "Aha! Gue punya ide!"Aruna mencari gunting di dapur. Tempat ia meletakkannya kemarin. Setelah itu ia kembali ke kamar untuk memotong bagian lengan dan bawahnya hingga sebatas lutut."Nah! Kalau gini kan lebih enak dipakai. Lagian yang dipermasalahkan san
"Pak Al!" panggil Aruna yang membuat Al langsung balik badan. Setelah lelaki itu menoleh. Matanya pun langsung terpaku dengan pemandangan di depannya. Aruna terlihat menawan meskipun hanya memakai daster rumahan lengan panjang yang cukup longgar di badannya. Kulit putihnya tampak semakin terang dipadu dengan warna coklat dari kain batik itu. Dan yang membuatnya tak bisa berkedip sedetikpun, adalah jilbab senada yang menutupi kepala Aruna. Benda itu menampilkan kecantikan yang nyata pada wajah gadis itu. Ini memang rekomendasi dari pelayan toko. Ia menyarankan Aruna untuk memakai jilbab karena mendengar cerita Aruna yang bingung dengan sikap aneh Al."Astaghfirullah hal'adzim," gumam Al sambil memutar tubuhnya lagi. Ia merasa berdosa karena sudah terpesona dengan kecantikan wanita yang hanya berstatus sebagai pembantunya itu. Aruna bingung dengan reaksi Al."Pak Al tidak suka ya? Atau saya ganti baju saya lagi aja?" tanyanya bingung. "Jangan-jangan. Jangan. Pakai itu saja. Baju itu… t
Mulai hari ini Aruna sudah resmi menjadi ART di rumah Al. Makanya pagi-pagi sekali ia sudah bangun. Sebenarnya dia tipe anak yang rajin dulu saat di kampung. Dulu ia sering membantu ibunya bersih-bersih dan juga masak. Jadi, dia tak begitu kaget dengan kegiatan itu sekarang. Hanya saja, Aruna masih merasa kebingungan. Sebab, ia tak menemukan peralatan yang biasa dipakainya saat ini. Saat Aruna hendak masak. Ia tak menemukan satu alat masak pun, sedang saat ia hendak bersih-bersih. Ia juga tidak menemukan sapu atau kemoceng dimanapun. Padahal, kini ia sudah mencari di kolong-kolong. Berpikir jika mungkin benda-benda itu terjatuh di sana."Mbak Asri. Sedang apa?" tanya Al heran yang ternyata sudah berdiri di belakang Aruna.Dug!"Aw!" pekik Aruna yang kaget dan langsung membentur kolong meja makan. "Aduh," rintih Aruna sambil keluar dari kolong itu dan mengelus ujung kepalanya."Astaghfirullah hal'adzim," gumam Al sembari balik badan seketika. Sebab, kaos yang digunakan Aruna begitu ke
"Ini rumah saya, Mbak. Semoga Mbak Asri bisa betah tinggal di rumah saya," ujar Al sambil membukakan pintu rumahnya lebar-lebar.Aruna yang berjalan di belakang Al pun mengikuti gerakan Al untuk masuk ke dalam rumah itu. Ia pun langsung mengedarkan pandangan setelah kakinya melangkah masuk. Rumah ini tak semewah Apartemennya memang, tapi entah kenapa baru masuk saja hatinya merasa adem. 'Apa mungkin karena cat dindingnya yang berwarna putih bersih ya?' batin Aruna bingung. Ia pun terus melangkahkan kakinya sambil menatap keindahan tata ruangan ini yang benar-benar menakjubkan. Mulai dari hiasan bergambar ka'bah dan tulisan kaligrafi, rak buku kekinian yang menjadi pembatas dengan ruangan lain serta penataan sofa berwarna abu-abu yang terlihat sangat kontras dengan warna dinding rumah itu."Mbak," panggil Al yang langsung membuyarkan lamunan Aruna."Iy… iya," balas Aruna terbata. Sambil mengalihkan perhatiannya ke arah sosok Al yang sudah berada di ambang pintu ruang berikutnya."Mari i
Sudah satu setengah hari ini Aruna belum sadarkan diri. Matanya masih saja terpejam dengan beberapa bagian tubuh yang tertutup perban. Dia memang tidak memiliki luka dalam yang cukup serius, tapi menurut dokter Aruna sudah mengalami dehidrasi akut dan tenaganya ngedrop."Kenapa bisa begitu, Dok?" tanya Al saat Dokter menjelaskan tentang hal tersebut beberapa saat yang lalu."Saya juga kurang tau pasti. Hanya saja, sepertinya dia baru saja berlari cukup lama. Tapi, dia juga belum minum sama sekali. Jadi, sebagian besar cairan di tubuhnya itu sudah dikeluarkan lewat air keringat dan juga dibakar untuk menghasilkan tenaga. Makanya, sekarang dia sedang dalam proses recovery energy," jelas Dokter yang menangani Aruna."Oh, begitu ya, Dok. Pantas saja saat itu dia tiba-tiba muncul di depan mobil saya. Sepertinya dia sedang dikejar seseorang pada saat itu," ujar Al menyimpulkan. Dokter itu pun mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali."Mungkin saja seperti itu. Tapi, untuk lebih jelasnya
Aruna pun terus berlari sekuat yang ia bisa. Sungguh, ia baru saja keluar dari kandang macan. Dan dia tidak ingin masuk ke dalam kandang singa. 'Apalagi singanya nggak hanya satu. Bisa habis badan gue digilir mereka,' ujar Aruna sambil terus berlari."Woi!!! Tunggu!!! Jangan kabur!!! Woi!!! Woi!!!" teriak kedua orang itu saling bersautan.Aruna pun berusaha semakin mempercepat laju lariannya. Walaupun sebenarnya ritme lariannya tetap sama. Maklumlah, dia belum makan sejak tadi siang. Sebab, dia pikir malam ini dia akan dinner romantis lalu asyik-asyik sama Andreas. Bukannya dijual pada lelaki yang tidak ia kenal dan begitu bernafsu ingin segera menggagahinya.Hosh. Hosh. Hosh. Nafas Aruna pun semakin tersengal-sengal. Rasanya pasokan oksigen dalam rongga paru-parunya sudah semakin menipis. Engsel di lututnya pun sudah terasa pegal dan ingin segera beristirahat. Untung saja ia memakai sandal jepit murahan yang ia bawa dari kampung juga. Coba kalau dia masih pakai high heels seperti tadi
Aruna pun berlari dari tempat itu. Namun, tanpa sengaja ia menjatuhkan kalung pemberian Andreas kemarin. 'Brengsek. Biadap. Andreas keterlaluan. Bisa-bisanya dia cuma memanfaatkan gue untuk kesenangannya pribadi. Sialan. Dia memang sialan. Denada juga. Tega-teganya dia melakukan ini di belakang gue. Hiks…. Hiks…. Gue benci mereka semua. Gue benci,"' ujar Aruna dalam hati. Ia pun terus menyumpahi Andreas sambil terus berlari sekencang yang ia bisa. Air matanya pun mengalir deras. Seiring langkah kakinya yang dibuat selebar yang ia bisa, agar segera pergi dari tempat ini.Tak lama kemudian Aruna pun sampai di depan mobilnya yang tadi sempat mogok. Tanpa membuang waktu. Aruna pun masuk ke dalam mobil itu, lalu ia segera menghidupkan mesin mobil. Dan dengan ajaib. Mobil pun menyala. Tanpa pikir panjang Aruna pun menekan pedal gas dan segera melajukan mobil itu keluar area komplek perumahan mewah ini.Sepuluh menit berlalu, Aruna pun sudah sampai di Apartemennya. Ia pun langsung menuju kama