Aruna terdiam di sofa Apartemennya. Di depannya terlihat Denada yang tengah berlutut sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Namun, Aruna bergeming. Ia malah lebih fokus dengan game online yang kini berada di tangannya. Tak memperdulikan sahabat sejak kecilnya itu."Run. Loe percaya kan sama gue? Gue beneran khilaf Run. Gue nggak ada maksud nikung loe di belakang. Saat itu kita bener-bener dalam keadaan mabuk berat," ujar Denada setengah memohon. Aruna pun tak menjawab. Ia malah memasang headphone di kedua telinga. Lalu meningkatkan volume dengan memencet salah satu tombol yang ada di sisi ponsel itu. Namun, tak lama kemudian seseorang menarik headphone itu dari belakang. Sehingga mau tak mau benda tersebut terlepas dari kepala Aruna. Aruna pun menoleh dan menangkap sosok Andreas lengkap dengan wajah tampannya muncul tepat di belakang Aruna."Ih, ngapain sih loe," ujar Aruna sewot sambil merebut kembali headphone yang kini berada di tangan Andreas. Ketika Aruna hendak memak
Blak!!!"Jangan bergerak!!!" ucap seorang lelaki berbadan tegap dengan memakai jaket kulit berwarna hitam. Di tangannya ia menodongkan sebuah pistol dengan kondisi siap menembak ke arah lawannya. Tentu saja ketiga manusia yang sedang asyik berindehoi itu langsung menghentikan gerakannya. Takut lelaki itu kalap dan melepaskan peluru yang masih tersimpan di dalam senapan itu.Denada yang sedang duduk membelakangi Andreas dengan senjata Andre yang menancap di goa kenikmatannya pun hanya mampu menoleh. Sementara Aruna yang berada di atas tubuh Andreas dengan posisi kedua kaki yang ia sampirkan di bahu kokoh lelaki itu. Sehingga liangnya menghadap lurus tepat di depan bibir Andreas yang dengan rakus melumat benda itu, bisa menatap dengan jelas lelaki yang tiba-tiba menerobos Apartemen tanpa permisi. Namun, karena hasratnya sudah berada di ujung dinding pertahanannya. Makanya dia menahan kepala Andreas agar tidak menoleh dan tetap melanjutkan permainannya. Andreas yang sudah sangat paham den
"Assalamualaikum," ucap Pak Kus di depan pintu rumah baru Al."Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh," sahut orang-orang yang sudah berada di dalam ruang tamu rumah itu sambil menoleh. "Pak Kus. Silahkan masuk, Pak. Silahkan!" ajak Al sambil berdiri untuk menyambut lelaki paruh baya itu. Pak Kus pun segera melakukan apa yang diminta Al tadi. Dengan sesekali berdecak kagum, ia melayangkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan."Wah. Wah. Wah. Nyamannya rumah ini. Kamu memang benar-benar tidak salah pilih hunian, Al," puji Pak Kus sambil menepuk pundak Al. Setelah langkahnya sampai di samping Al.Al pun tersenyum. Mendengar pujian Pak Kus tadi."Haha. Pak Kus bisa saja. Ini semua sudah menjadi garis takdir dari sang Maha Kuasa, Pak. Sebagai Hamba, saya hanya bisa menjalaninya saja," balas Al merendah."Iya. Iya. Kamu memang benar," balas Pak Kus sambil mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali."Kalau begitu silahkan duduk, Pak. Kita semua sudah menunggu kehadiran Bapak sejak t
Sampai di tempat pemotretan Aruna langsung duduk di sofa lobi. Tangannya pun langsung meraih botol air mineral milik Denada yang sudah sampai tempat itu duluan. Gluk! Gluk! Gluk! Aruna pun menenggak air itu hingga tersisa setengah botol."Eh. Eh. Eh. Apa-apaan loe dateng-dateng langsung nyerobot minuman gue," protes Denada dengan mulut penuh. Ia pun menatap sebal sahabat itu sambil memakan donat krim coklat di tangannya. Sedang di meja depannya beberapa buah donut berbagai krim masih berdiam diri dalam kotak menunggu giliran untuk dimakan."Huh. Gila. Sumpah gila. Gue hampir aja dimainin sama cowok gila tau nggak?" balas Aruna sebal. Mendengar ucapan Aruna tadi, Denada pun tersedak. Saking kagetnya."Wah. Pantesan wajah loe merah padam kayak gitu. Jadi, loe abis seneng-seneng," ujar Denada sambil tersenyum geli. Ia pun melirik ke arah Viola yang duduk di sebelahnya dengan alis yang bergerak naik turun."Hahaha. Gila loe ya! Bukannya ngumpulin tenaga buat kerja. Loe malah ngumpulin tena
Malam harinya Aruna tengah mempersiapkan diri untuk berkencan dengan Andreas. Ia pun merias wajahnya secantik mungkin. Agar malam ini Andreas akan terpesona dengannya. 'Lalu Andreas tidak bisa ngelupain gue sedetikpun,' ujar Aruna dalam hati. Ia pun menatap pantulan wajahnya di cermin datar yang menempel di meja rias."Perfect," soraknya dengan wajah yang terlihat begitu bahagia.Aruna pun segera beranjak dari duduknya. Kini dia menggunakan long dress hitam berbahan dasar beludru ketat, sehingga menunjukkan setiap lekuk tubuhnya. Di dada bagian atasnya pun memang dibuat terbuka sampai-sampai menunjukkan kedua pundak dan belahan dadanya. Sedangkan di bagian bawahnya pun memiliki belahan dari ujung kaki sampai sebagian paha Aruna yang terlihat mulus.Aruna meraih tas wanita kecil berwarna coklat bata yang berhias permata murni. Dengan pegangan tangan yang terbuat dari emas dua puluh empat karat di atas meja rias. Gadis itu segera melangkahkan kakinya keluar Apartemen. Saat di pintu kelua
"Lepasin gue!!! Lepasin!!" ujar Aruna sambil terus berontak."Hahaha. Nikmati saja sayang. Aku bisa bermain lebih enak dari pada Andreas," ujar lelaki itu sambil menyerang Aruna dengan membabi buta. Aruna pun berusaha melepaskan diri. Hingga tak sengaja kuku-kukunya yang panjang mencakar kulit sawo matang lelaki itu. "Kurang ajar," gerutunya dengan penuh amarah. Lalu lelaki itu pun membanting tubuh Aruna ke atas sofa dengan cukup keras. Dan tanpa menunggu waktu lama ia segera menindih tubuh Aruna. Lelaki itu pun kembali menyerang Aruna. Mulai dari mencium bibir Aruna, meremas belahan dadanya dan berusaha menyibak dress bagian bawah Aruna. 'Andreas. Tolong…. Tolongin gue…. Hiks,' batin Aruna terus menerus. Air mata Aruna pun menetes di sudut kedua matanya. Hingga akhirnya….Bruk!!!Aruna menendang kemaluan lelaki itu hingga tersungkur ke belakang."Aw. Aw. Sialan loe," ucap lelaki itu mengumpat sambil memegangi area kemaluannya.Aruna pun tidak mau menyia-nyiakan momen ini. Dia segera
Aruna pun berlari dari tempat itu. Namun, tanpa sengaja ia menjatuhkan kalung pemberian Andreas kemarin. 'Brengsek. Biadap. Andreas keterlaluan. Bisa-bisanya dia cuma memanfaatkan gue untuk kesenangannya pribadi. Sialan. Dia memang sialan. Denada juga. Tega-teganya dia melakukan ini di belakang gue. Hiks…. Hiks…. Gue benci mereka semua. Gue benci,"' ujar Aruna dalam hati. Ia pun terus menyumpahi Andreas sambil terus berlari sekencang yang ia bisa. Air matanya pun mengalir deras. Seiring langkah kakinya yang dibuat selebar yang ia bisa, agar segera pergi dari tempat ini.Tak lama kemudian Aruna pun sampai di depan mobilnya yang tadi sempat mogok. Tanpa membuang waktu. Aruna pun masuk ke dalam mobil itu, lalu ia segera menghidupkan mesin mobil. Dan dengan ajaib. Mobil pun menyala. Tanpa pikir panjang Aruna pun menekan pedal gas dan segera melajukan mobil itu keluar area komplek perumahan mewah ini.Sepuluh menit berlalu, Aruna pun sudah sampai di Apartemennya. Ia pun langsung menuju kama
Aruna pun terus berlari sekuat yang ia bisa. Sungguh, ia baru saja keluar dari kandang macan. Dan dia tidak ingin masuk ke dalam kandang singa. 'Apalagi singanya nggak hanya satu. Bisa habis badan gue digilir mereka,' ujar Aruna sambil terus berlari."Woi!!! Tunggu!!! Jangan kabur!!! Woi!!! Woi!!!" teriak kedua orang itu saling bersautan.Aruna pun berusaha semakin mempercepat laju lariannya. Walaupun sebenarnya ritme lariannya tetap sama. Maklumlah, dia belum makan sejak tadi siang. Sebab, dia pikir malam ini dia akan dinner romantis lalu asyik-asyik sama Andreas. Bukannya dijual pada lelaki yang tidak ia kenal dan begitu bernafsu ingin segera menggagahinya.Hosh. Hosh. Hosh. Nafas Aruna pun semakin tersengal-sengal. Rasanya pasokan oksigen dalam rongga paru-parunya sudah semakin menipis. Engsel di lututnya pun sudah terasa pegal dan ingin segera beristirahat. Untung saja ia memakai sandal jepit murahan yang ia bawa dari kampung juga. Coba kalau dia masih pakai high heels seperti tadi
Aruna celingukan di luar pagar rumah Al sambil menenteng plastik hitam besar berisi sampah. Ia sedang mencari tempat sampah tapi tak kunjung menemukannya."Aduh. Dimana gue harus buang sampah-sampah ini? Masak sih kawasan elit begini nggak ada tempat pembuangan sampahnya," gumam Aruna sambil terus celingukan ke area sekitar rumah Al. Ia begitu fokus dengan benda-benda di depannya. Sehingga Aruna tak sadar jika ada seorang wanita seusianya sedang mengawasi Aruna dari belakang."Sedang cari apa, Mbak?" tanya si wanita itu sambil menepuk pundak Aruna. Tentu saja gadis cantik itu langsung terlonjak kaget sambil memutar tubuhnya."Eh, ini saya mau cari tong sampah, Mbak? Tapi, nggak ketemu-ketemu. Kira-kira dimana ya biasanya kalau mau buang sampah?" tanya Aruna apda wanita itu."Oh, buang sampah toh. Itu ada di belakang komplek ini, Mbak. Nggak jauh kok dari sini. Tapi, kalau mau bareng saya aja. Saya juga ada sampah yang mau dibuang," tawar wanita ya
Al berjalan mantap keluar dari rumah sambil menatap layar ponselnya. Menuju sebuah mobil yang siap mengantarkan lelaki berpenampilan ala eksekutif muda itu ke tempat ia memulai karir. Al memencet smart key di tangannya yang lain. Sehingga mobil itu bergoyang dan mengeluarkan suara 'pip-pip' dibarengi dengan keempat lampu mobil yang berkedip secara bersamaan.Al segera masuk ke dalam mobil. Duduk di jok kemudinya. Namun, saat ia hendak menghidupkan mobil itu. Tak sengaja matanya menangkap sebuah paper bag ukuran sedang berada di luar kaca mobilnya. "Apaan tuh?" gumam Al sambil mengerutkan keningnya. Ia membuka kaca jendela di sampingnya. Lalu menjulurkan tangannya keluar untuk meraih benda itu. Al menarik secarik kertas yang tergantung di pegangan tangan benda itu."Sebagai ucapan terima kasih atas pertolongan Pak Al tadi. Aku sudah siapkan makanan spesial yang enak dimakan nanti siang. Asri," gumam Al membaca isi kertas itu. Kedua ujung bibir Al pun terangkat. "Mbak Asri. Udah siapin
Keesokan harinya Aruna menatap baju-baju yang dibelikan Al kemarin. Ternyata isi kantong belanjaan yang dibawa Al dari dalam toko baju itu berisi beberapa baju daster lain untuk Aruna."Huh. Panas banget sih pakai baju ginian. Mana harus pakai kerudung lagi," gerutu Aruna dengan kesal. "Tapi, tenang Aruna. Tenang. Ingat! Ini cuma sementara. Loe akan segera pergi dari sini kalau semuanya sudah aman. Loe harus bertahan. Daripada loe tertangkap lagi sama Andreas yang gila duit itu." Ia kembali mengingatkan dirinya sendiri. "Tapi, sumpah sih ini baju bikin ribet. Seharian make aja. Entah berapa kali gue harus megangin ujungnya biar nggak kena air ataupun debu," tambahnya masih menggerutu. Tiba-tiba sebuah ide brilian melintasi pikirannya. "Aha! Gue punya ide!"Aruna mencari gunting di dapur. Tempat ia meletakkannya kemarin. Setelah itu ia kembali ke kamar untuk memotong bagian lengan dan bawahnya hingga sebatas lutut."Nah! Kalau gini kan lebih enak dipakai. Lagian yang dipermasalahkan san
"Pak Al!" panggil Aruna yang membuat Al langsung balik badan. Setelah lelaki itu menoleh. Matanya pun langsung terpaku dengan pemandangan di depannya. Aruna terlihat menawan meskipun hanya memakai daster rumahan lengan panjang yang cukup longgar di badannya. Kulit putihnya tampak semakin terang dipadu dengan warna coklat dari kain batik itu. Dan yang membuatnya tak bisa berkedip sedetikpun, adalah jilbab senada yang menutupi kepala Aruna. Benda itu menampilkan kecantikan yang nyata pada wajah gadis itu. Ini memang rekomendasi dari pelayan toko. Ia menyarankan Aruna untuk memakai jilbab karena mendengar cerita Aruna yang bingung dengan sikap aneh Al."Astaghfirullah hal'adzim," gumam Al sambil memutar tubuhnya lagi. Ia merasa berdosa karena sudah terpesona dengan kecantikan wanita yang hanya berstatus sebagai pembantunya itu. Aruna bingung dengan reaksi Al."Pak Al tidak suka ya? Atau saya ganti baju saya lagi aja?" tanyanya bingung. "Jangan-jangan. Jangan. Pakai itu saja. Baju itu… t
Mulai hari ini Aruna sudah resmi menjadi ART di rumah Al. Makanya pagi-pagi sekali ia sudah bangun. Sebenarnya dia tipe anak yang rajin dulu saat di kampung. Dulu ia sering membantu ibunya bersih-bersih dan juga masak. Jadi, dia tak begitu kaget dengan kegiatan itu sekarang. Hanya saja, Aruna masih merasa kebingungan. Sebab, ia tak menemukan peralatan yang biasa dipakainya saat ini. Saat Aruna hendak masak. Ia tak menemukan satu alat masak pun, sedang saat ia hendak bersih-bersih. Ia juga tidak menemukan sapu atau kemoceng dimanapun. Padahal, kini ia sudah mencari di kolong-kolong. Berpikir jika mungkin benda-benda itu terjatuh di sana."Mbak Asri. Sedang apa?" tanya Al heran yang ternyata sudah berdiri di belakang Aruna.Dug!"Aw!" pekik Aruna yang kaget dan langsung membentur kolong meja makan. "Aduh," rintih Aruna sambil keluar dari kolong itu dan mengelus ujung kepalanya."Astaghfirullah hal'adzim," gumam Al sembari balik badan seketika. Sebab, kaos yang digunakan Aruna begitu ke
"Ini rumah saya, Mbak. Semoga Mbak Asri bisa betah tinggal di rumah saya," ujar Al sambil membukakan pintu rumahnya lebar-lebar.Aruna yang berjalan di belakang Al pun mengikuti gerakan Al untuk masuk ke dalam rumah itu. Ia pun langsung mengedarkan pandangan setelah kakinya melangkah masuk. Rumah ini tak semewah Apartemennya memang, tapi entah kenapa baru masuk saja hatinya merasa adem. 'Apa mungkin karena cat dindingnya yang berwarna putih bersih ya?' batin Aruna bingung. Ia pun terus melangkahkan kakinya sambil menatap keindahan tata ruangan ini yang benar-benar menakjubkan. Mulai dari hiasan bergambar ka'bah dan tulisan kaligrafi, rak buku kekinian yang menjadi pembatas dengan ruangan lain serta penataan sofa berwarna abu-abu yang terlihat sangat kontras dengan warna dinding rumah itu."Mbak," panggil Al yang langsung membuyarkan lamunan Aruna."Iy… iya," balas Aruna terbata. Sambil mengalihkan perhatiannya ke arah sosok Al yang sudah berada di ambang pintu ruang berikutnya."Mari i
Sudah satu setengah hari ini Aruna belum sadarkan diri. Matanya masih saja terpejam dengan beberapa bagian tubuh yang tertutup perban. Dia memang tidak memiliki luka dalam yang cukup serius, tapi menurut dokter Aruna sudah mengalami dehidrasi akut dan tenaganya ngedrop."Kenapa bisa begitu, Dok?" tanya Al saat Dokter menjelaskan tentang hal tersebut beberapa saat yang lalu."Saya juga kurang tau pasti. Hanya saja, sepertinya dia baru saja berlari cukup lama. Tapi, dia juga belum minum sama sekali. Jadi, sebagian besar cairan di tubuhnya itu sudah dikeluarkan lewat air keringat dan juga dibakar untuk menghasilkan tenaga. Makanya, sekarang dia sedang dalam proses recovery energy," jelas Dokter yang menangani Aruna."Oh, begitu ya, Dok. Pantas saja saat itu dia tiba-tiba muncul di depan mobil saya. Sepertinya dia sedang dikejar seseorang pada saat itu," ujar Al menyimpulkan. Dokter itu pun mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali."Mungkin saja seperti itu. Tapi, untuk lebih jelasnya
Aruna pun terus berlari sekuat yang ia bisa. Sungguh, ia baru saja keluar dari kandang macan. Dan dia tidak ingin masuk ke dalam kandang singa. 'Apalagi singanya nggak hanya satu. Bisa habis badan gue digilir mereka,' ujar Aruna sambil terus berlari."Woi!!! Tunggu!!! Jangan kabur!!! Woi!!! Woi!!!" teriak kedua orang itu saling bersautan.Aruna pun berusaha semakin mempercepat laju lariannya. Walaupun sebenarnya ritme lariannya tetap sama. Maklumlah, dia belum makan sejak tadi siang. Sebab, dia pikir malam ini dia akan dinner romantis lalu asyik-asyik sama Andreas. Bukannya dijual pada lelaki yang tidak ia kenal dan begitu bernafsu ingin segera menggagahinya.Hosh. Hosh. Hosh. Nafas Aruna pun semakin tersengal-sengal. Rasanya pasokan oksigen dalam rongga paru-parunya sudah semakin menipis. Engsel di lututnya pun sudah terasa pegal dan ingin segera beristirahat. Untung saja ia memakai sandal jepit murahan yang ia bawa dari kampung juga. Coba kalau dia masih pakai high heels seperti tadi
Aruna pun berlari dari tempat itu. Namun, tanpa sengaja ia menjatuhkan kalung pemberian Andreas kemarin. 'Brengsek. Biadap. Andreas keterlaluan. Bisa-bisanya dia cuma memanfaatkan gue untuk kesenangannya pribadi. Sialan. Dia memang sialan. Denada juga. Tega-teganya dia melakukan ini di belakang gue. Hiks…. Hiks…. Gue benci mereka semua. Gue benci,"' ujar Aruna dalam hati. Ia pun terus menyumpahi Andreas sambil terus berlari sekencang yang ia bisa. Air matanya pun mengalir deras. Seiring langkah kakinya yang dibuat selebar yang ia bisa, agar segera pergi dari tempat ini.Tak lama kemudian Aruna pun sampai di depan mobilnya yang tadi sempat mogok. Tanpa membuang waktu. Aruna pun masuk ke dalam mobil itu, lalu ia segera menghidupkan mesin mobil. Dan dengan ajaib. Mobil pun menyala. Tanpa pikir panjang Aruna pun menekan pedal gas dan segera melajukan mobil itu keluar area komplek perumahan mewah ini.Sepuluh menit berlalu, Aruna pun sudah sampai di Apartemennya. Ia pun langsung menuju kama