~Aku adalah malam, dan kamu adalah bintang. Tanpamu, aku hanyalah kegelapan yang di benci kebanyakan orang♡
Pagi yang cerah kembali hadir menyapa para insan yang masih di berikan kesempatan untuk berbuat kebaikan.
Hari ini seperti biasanya, para siswa-siswi ASR High School mulai memasuki gerbang sekolah. Terlihat seorang siswa laki-laki dengan seragam putih abu-abunya memasuki kawasan ASR High School.
Dia Cornellio King Smart, laki-laki dengan sejuta kelebihan namun tertutup oleh satu kekurangan. Hanya karena dia tuli, dia kemudian di jauhi oleh semua temannya. Bahkan, dari beribu siswa di ASR High School, hanya ada dua orang siswa yang mampu menerima kekurangannya, siapa lagi kalau bukan Leo dan Vlo.
Cornell berjalan menuju kelasnya. Namun, saat melewati lapangan basket, ada bola yang mengenai tubuhnya.
Dukkk.
Bola itu tepat mengenai tubuhnya. Cornell melihat ke arah lapangan basket berusaha mencari orang yang sudah dengan sengaja melempar bola itu ke arahnya. Dan ternyata, pelempar bola itu tidak lain adalah Veronico Berliana Smith, atau yang kerap di panggil Vero.
"Hehh bocah tuli!! Bawa bolanya kesini!!" teriak Vero memerintah.
Cornell hanya diam tak berniat mengambil bola yang ada di dekatnya. Hal itu membuat Vero dan yang lainnya semakin geram. Kini, giliran Vano yang berteriak memaki Cornell.
"Woyy!! Lo nggak denger Vero ngomong apa? Siniin bolanya!!" teriak Vano.
Tiba-tiba, ada tangan seseorang yang mengambil bola basket itu. Hal itu sontak menjadi perhatian semua siswa yang melihatnya.
"Queen" lirih Cornell.
Yups, orang yang mengambil bola itu adalah Evlogia Queen Alister, siswa baru yang penuh dengan keberanian. Vlo kemudian menghampiri Cornell.
"Kenapa kamu hanya diam saat mereka menjelek-jelekan dirimu?" geram Vlo.
"Sudahlah Queen, aku baik-baik saja. Ayo pergi, lepaskan bola itu" ucap Cornell.
"Aku tidak akan pergi setelah melihatmu di bully. Mereka harus di beri pelajaran" tegas Vlo kemudian pergi ke tengah lapangan.
"Apa yang mau kamu lakukan? Jangan macam-macam dengan mereka Queen" ucap Cornell yang tidak di perdulikan oleh Vlo.
Mau tidak mau, Cornell harus mengejar Vlo. Kini, Vlo sudah ada di hadapan Vero dan Vano. Vlo menatap mereka dengan tatapan geram dan tajam.
"Veronico Berliana Smith, anak donator terbesar di ASR High School yang angkuh dan juga sombong. Apa aku benar?" ucap Vlo tepat di depan Vero.
Vero yang mendengar itu pun menahan amarahnya. Kemudian, Vlo beralih ke Vano yang ada di samping Vero.
"Dan kamu, Geovano Bio Greyson, anak donatur terbesar kedua setelah Vero?" ucap Vlo di depan Vano.
Cornell hanya diam melihat perlakuan Vlo. Dia tidak bisa menghentikan Vlo saat ini.
"Apa mau Lo?" tanya Vero geram.
"Tenang boy. Aku kesini hanya ingin mengembalikan bola yang tidak tau sopan ini" ucap Vlo enteng sambil mengangkat bola yang ada di tangannya.
"Bukankah ini yang kamu mau?" tanya Vlo.
"Siapa sih Lo? Nggak usah sok jadi pahlawan deh!" bentak Vano.
"Apa pentingnya siapa diriku? Orang seperti kalian tidak akan pernah bisa mengerti orang lain!" ucap Vlo dengan nada yang sedikit di tinggikan.
"Aku ingatkan kepada kalian! Jangan pernah mengganggu Cornell atau kalian akan tau akibatnya!!" bentak Vlo dengan nada mengancam.
Vlo kemudian melempar bola itu ke sembarang arah. Dia berbalik badan dan membawa Cornell pergi bersamanya.
"Aku akan menganggap tangan kalian masih berfungsi jika bisa mengambil bola itu sendiri" ucap Vlo sebelum akhirnya benar-benar pergi.
Semua siswa yang ada di situ melihat dengan tatapan bingung ke arah Vlo. Pasalnya, baru kali ini ada seorang siswa yang berani melawan Vero dan Vano yang notabennya adalah orang yang berpengaruh besar di sekolah.
"Siapa sebenarnya cewek itu?" gumam Vero.
"Siapapun dia, pasti bukan orang sembarangan" timpal Vano yang ternyata mendengar gumaman Vero.
Sedangkan di kelas, Cornell dan Felicya sudah duduk di bangku mereka. Cornell hanya diam tak berniat membuka suara. Sedangkah Vlo, dia masih geram dengan kejadian tadi.
"King!"
"King!"
Karena geram, Vlo kemudian duduk di atas meja dan menatap tajam Cornell. Cornell pun terkejut dengan tingkah Vlo yang tak terduga.
"Kenapa duduk di situ?" tanya Cornell heran.
"Kamu tidak mau menyaut saat aku memanggilmu barusan" jawab Vlo kesal.
"Apa kamu lupa? Aku memang tidak bisa mendengar" balas Cornell.
"Owh iya, kenapa kamu tidak memberitahuku dari tadi?"
"Sebentar, kamu tidak sedang sakit kan Queen?" tanya Cornell yang mendaoat pukulan dari Vlo.
"Kamu ini bicara apa sih?" kesal Vlo.
"Jadi, kamu benar-benar sakit? Apa parah? Ayo kita ke rumah sakit!" oceh Cornell dengan nada polosnya.
"KING!!" teriak Vlo. Semua pasang mata pun kini menuju padanya. Vlo hanya tersenyum kikuk dengan wajah yang malu, sangat malu.
"Turun dan pelankan suaramu!" perintah Cornell yang langsung di laksanakan oleh Vlo.
"Apa kamu ingin membuat semua orang tuli sepertiku?" tanya Cornell heran.
"Maaf, King. Kamu juga sih membuatku geram, jadinya yah kelepasan hehe" cengir Vlo.
"Kamu memang terlihat sakit hari ini. Buktinya, kamu nekat memarahi Vero dan Vano. Apa kamu tidak tau siapa mereka?" oceh Cornell.
"Ya, aku tau mereka siapa. Tapi, jangan mentang-mentang mereka anak donatur terbesar lalu mereka seenaknya menindas siswa dari kelas rendah King" jawab Vlo.
"Queen, dengarkan aku. Aku tau niatmu baik, aku juga tau kalau kamu berusaha melindungiku. Tapi, lain kali jangan seperti tadi. Aku tidak ingin terjadi apa-apa padamu. Tolong mengertilah" ucap Cornell lembut.
Ada perasaan senang di dalam hati Vlo saat Cornell mengkhawatirkan dirinya. Namun, dia harus tetap bersikap biasa saat ini.
"Oke, aku mengalah" ucap Vlo.
"Bukankah ratu memang harus menurut pada ucapan raja?" tanya Cornell menggoda.
"Iya raja Cornell" ucap Vlo pasrah.
"Namaku Cornell dulu baru King" bantah Cornell.
"Raja memang selalu benar" finish Vlo. Sedangkan Cornell, dia tersenyum kemenangan.
Mereka tidak berhenti bicara hingga bel masuk berbunyi. Keadaan kelas yang tadinya ricuh pun menjadi tenang seketika.
Satu jam berlalu, kini waktunya bagi para siswa mengisi perut mereka. Tak terkecuali Cornell dan Vlo. Kini, mereka berdua sudah ada di kantin dan sedang menyantap makanan mereka.
Mereka makan dengan nikmat dan tenang. Namun, seketika ketenangan mereka terganggu karena kedatangan Vero dan Vano yang mendekat ke arah mereka.
Bruakk.
Vero menggebrak meja makan milik Vlo dan Cornell. Seketika semua pasang mata menuju ke arah mereka berempat.
"Minggir Lo berdua!" ucap Vero keras.
Vlo pun geram melihat perlakuan Vero yang menurutnya semena-mena. Dia pun berdiri dan menatap tajam ke arah Vero.
"Kamu lagi kamu lagi. Sepertinya aku sudah mulai bosan melihat wajahmu yang angkuh itu" oceh Vlo.
"Lo itu nggak tau apa-apa, jadi mending Lo diam aja sebelum gue bertindak kasar!" ancam Vero.
"Jangan pernah sentuh dia!" ucap Cornell tiba-tiba.
"Wah wah wah, udah mulai berani ya Lo ngelawan gue" sinis Vero.
"Cukup!!" bentak Vlo. Dia kemudian menatap marah ke arah Vero.
"Sudah aku peringatkan padamu, jangan pernah merusak ketenangan kami, atau kamu sendiri yang akan menyesal nanti!" ancam Vlo tepat di depan muka Vero.
"Ayo King" ucap Vlo kemudian pergi dengan membawa Cornell di sampingnya.
"Arghhh" teriak Vero frustasi.
"Ngapain Lo pada? Mau gue ambil tuh mata satu-satu?" bentak Vano dengan suara psychopat. Para siswa pun seketika bubar entah kemana.
"Pokoknya kita harus cari tau secepatnya siapa sebenarnya tuh cewek. Gue nggak bakal lepasin dia gitu aja" ucap Vero dengan suara seraknya.
"Lo tenang aja, masalah tuh cewek biar gue yang cari tau" timpal Vano. Mereka berdua pun tersenyum smirk.
"Permainan di mulai" batin Vero.
Part 5 selesai:)
Tinggalkan jejak kakak♡‿♡
~Tidak semua keluh perlu di kesahkan, tidak semua kebahagiaan perlu di bagikan, dan tidak semua perasaan perlu di utarakan♡Setelah pergi dari kantin, Vlo dan Cornell memutuskan untuk kembali ke kelas. Mereka duduk di bangku mereka. Dengan perasaan marah dan kesal, Vlo memukul-mukul meja yang ada di depannya."Queen, apa yang kamu lakukan?" ucap Cornell menghentikan tindakan Vlo yang menurutnya kekanak-kanakan.Vlo pun menghentikan tindakannya. Dia menghadap ke arah Cornell dengan tatapan sendu bercampur kesal."Aku tidak habis fikir dengan mereka, King. Kenapa mereka terus saja menghancurkan ketenangan kita? Apa dengan mengusik kita mereka menjadi senang? Cihh, sia-sia sekali hidup mereka!" kesal Vlo."Tenangkan dirimu, tidak ada gunanya mengurusi mereka. Dengarkan aku, kamu tidak mengenal mereka dengan baik, jadi jangan terus-terusan melawan mereka Queen" ucap Cornell berusaha menghentikan Vlo.
~Terkadang, tidak semua yang terlihat kuat di luar juga kuat di dalam. Karena ada yang kelihatan kuat namun sebenarnya rapuh♡"Cornellio King Smart? Sepertinya papa tidak asing dengan nama itu" ucap Bramando sambil berfikir keras."Papa tentu sudah nggak asing lagi dengannya, karena yang Vlo tau dia itu murid pintar di ASR High School. Dan yang membuat dia berbeda, dia itu tuli" jelas Vlo menimpali ucapan Bramando."Dia...tuli?" tanya Sekar tidak percaya."Iya ma. Tapi dia masih bisa mengerti ucapan orang lain dengan membaca mulutnya. Hebat kan ma?" ucap Vlo yang terlihat membanggakan Cornell."Tunggu, kenapa kamu seperti sudah sangat mengenalnya?" tanya Bramando penasaran."Ish papa, jelas dong Vlo kenal, secara kan dia itu teman satu bangku Vlo" gerutu Vlo."Tapi, kamu bilang tadi dia di bully? Kenapa dia nggak lapor sama pihak sekolah aja? Kenapa baru saat ini ka
~Menjadi orang tuli itu ada baiknya. Kamu tidak perlu mendengar apa yang seharusnya tidak kamu dengar♡Pagi ini, sama seperti biasanya, Cornell berjalan kaki untuk menuju ke sekolah. Jam masih menunjukkan pukul 06.30. Cornell memang terbiasa berangkat pagi, karena dia bukan tipe siswa yang suka terlambat.Saat sedang berjalan, Cornell merasa ada yang mengikuti langkahnya. Tapi dia berusaha untuk tetap tenang dan tidak cemas. Tiba-tiba, ada sebuah mobil yang berhenti tepat di sampingnya. Cornell pun menghentikan langkahnya.Keluarlah seorang laki-laki setengah baya dari mobil itu. Dia kemudian berjalan mendekat ke arah Cornell."Kamu pegawai restoran yang waktu itu ya?" tanya laki-laki itu."A-ah mungkin pak, saya tidak terlalu ingat" jawab Cornell ragu."Saya masih ingat wajah kamu. Ngomong-ngomong kamu mau berangkat sekolah? Dimana sekolahmu?" tanya laki-laki itu.
~Tidak selamanya kehidupan berjalan dengan kebahagiaan. Ada kalanya kita harus merasa susah, agar kita tau arti kehidupan yang sebenarnya. Karena hidup bukan hanya tentang bahagia, tetapi juga luka♡Cornell tidak percaya dengan apa yang Devan katakan. Baginya, sulit untuk mempercayai Devan sebagai ayahnya. Terlebih karena Devan adalah ayah dari Vero, temannya yang selalu membully nya."Nak, bapak tidak sedang bercanda. Bapak bisa menjelaskan semuanya agar kamu percaya" ucap Devan."Jika memang bapak adalah ayah saya, kenapa bapak baru datang sekarang? Apakah untuk menemukan saya butuh waktu 18 tahun lamanya? Kemana saja bapak selama ini?" tanya Cornell dengan nada sendu."Bapak akan jelaskan semuanya, tapi tidak di sini"Devan kemudian membawa Cornell ke taman di sekolah itu. Mereka berdua duduk di salah satu kursi panjang yang ada di situ."Sekarang, apa bapak bisa menjelaskan semu
~Terkadang, tidak semua yang kita lihat adalah kebenaran yang sesungguhnya♡ By : Liliss354Matahari yang cerah menjadikan hari ini sebagai hari yang indah. Burung-burung bersiulan saling sahut-sahutan. Terdengar suara paruh baya dari rumah tetangga yang menyuruh anaknya bersiap untuk menjelajah dunia.Terlihat gadis cantik dengan paras yang apik sedang menyusuri jalanan kota Jakarta. Dengan seragam sekolah yang melekat di tubuhnya, menambah aura kecantikannya.Dia Evlogia Queen Alister, anak dari pengusaha kaya yang terkenal di seluruh Indonesia. Namun, dia tidak pernah menyombongkan statusnya. Baginya semua orang sama, yang membedakan adalah budi pekertinya.Disinilah dia, sekolah baru yang kini akan menjadi tempat belajarnya. Vlo berjalan menyusuri gedung sekolah. Saat sampai di lapangan basket, dia mendengar teriakan siswa yang
~Terkadang, kita harus menerima perbedaan. Karena dengan adanya perbedaan itulah tercipta sebuah persatuan♡‿♡Vlo kemudian pergi ke kantin untuk mengisi perutnya. Saat sampai di kantin, ada yang mengganggu matanya."Kenapa disitu sangat ramai? Sepertinya ada yang tidak beres" batin Vlo.Karena penasaran, Vlo mendekat ke arah kerumunan itu. Dia memaksa untuk masuk ke tengah agar bisa melihat dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi.Deg.Betapa terkejutnya dia saat melihat pembullyan yang terjadi di depan matanya. Dan yang membuatnya tidak percaya adalah, korban pembullyan itu adalah laki-laki aneh yang duduk satu meja dengannya."Nggak usah belagu deh Lo, orang miskin kaya Lo itu pantasnya di kolong jembatan!" bentak Veronico Berliana Smith, atau yang kerap di panggil Vero.Laki-laki itu hanya diam menerima perkataan pedas dari Vero. Dan ada bekas pukulan di wajahny
~Ketika telinga tak mampu menangkap suara, maka gunakanlah mata untuk menangkap kata♡Vlo menatap Cornell sendu, ada rasa kasihan dalam hatinya. Baru kali ini dia bertemu dengan seorang yang memiliki kekurangan fisik. Namun, Vlo berusaha untuk tetap tegar dan tersenyum di hadapan Cornell."Lalu, apa masalahnya jika kamu tuli? Aku tidak perduli, yang aku tau kamu adalah temanku" ucap Vlo antusias. Cornell yang melihat Vlo seperti itu menjadi tersenyum."Terimakasih""Untuk apa King?" tanya Vlo bingung. Pasalnya, dia tidak berbuat apapun pada Cornell."Untuk semua. Apa kamu tau, kamu adalah teman keduaku di dunia ini. Hanya kamu dan Leo" jawab Cornell jujur.Deg.Vlo seakan tertampar dengan kenyataan yang baru saja dia dengar. Dia merasa kurang bersyukur selama ini. Dia yang memiliki banyak teman, keluarga yang utuh, bahkan semua yang dia inginkan selalu dia dapatkan. Namun, ter
~Jangan kamu jadikan kekurangan sebagai alasan. Karena dari kekurangan itulah kamu belajar bahwa kelebihan hanya akan membawa pada kebohongan♡Cornell terus berjalan menyusuri jalanan kota yang ramai. Dia berjalan di pinggir-pinggir jalanan. Mulutnya terus bergumam seakan sedang bernyanyi.Dia terus melangkahkan kakinya yang panjang dan ramping. Hingga sampailah dia di sebuah rumah kecil yang biasa di sebut kos-kosan.Cornell membuka pintu rumah itu kemudian masuk ke dalamnya. Tak lupa dia menutup kembali pintunya. Dia masuk ke dalam kamar dan mengganti seragamnya dengan pakaian kerja.Yups. Cornell memang bekerja di sebuah restoran yang tidak terlalu besar. Gajinya pun hanya bisa dia gunakan untuk membiayai sekolah dan membayar kos-kosan.Cornell kemudian langsung pergi ke restoran tempat dia bekerja. Jarak restoran dan tempat tinggalnya tidak terlalu jauh. Hanya dengan sepuh menit berjalan, Cornel
~Tidak selamanya kehidupan berjalan dengan kebahagiaan. Ada kalanya kita harus merasa susah, agar kita tau arti kehidupan yang sebenarnya. Karena hidup bukan hanya tentang bahagia, tetapi juga luka♡Cornell tidak percaya dengan apa yang Devan katakan. Baginya, sulit untuk mempercayai Devan sebagai ayahnya. Terlebih karena Devan adalah ayah dari Vero, temannya yang selalu membully nya."Nak, bapak tidak sedang bercanda. Bapak bisa menjelaskan semuanya agar kamu percaya" ucap Devan."Jika memang bapak adalah ayah saya, kenapa bapak baru datang sekarang? Apakah untuk menemukan saya butuh waktu 18 tahun lamanya? Kemana saja bapak selama ini?" tanya Cornell dengan nada sendu."Bapak akan jelaskan semuanya, tapi tidak di sini"Devan kemudian membawa Cornell ke taman di sekolah itu. Mereka berdua duduk di salah satu kursi panjang yang ada di situ."Sekarang, apa bapak bisa menjelaskan semu
~Menjadi orang tuli itu ada baiknya. Kamu tidak perlu mendengar apa yang seharusnya tidak kamu dengar♡Pagi ini, sama seperti biasanya, Cornell berjalan kaki untuk menuju ke sekolah. Jam masih menunjukkan pukul 06.30. Cornell memang terbiasa berangkat pagi, karena dia bukan tipe siswa yang suka terlambat.Saat sedang berjalan, Cornell merasa ada yang mengikuti langkahnya. Tapi dia berusaha untuk tetap tenang dan tidak cemas. Tiba-tiba, ada sebuah mobil yang berhenti tepat di sampingnya. Cornell pun menghentikan langkahnya.Keluarlah seorang laki-laki setengah baya dari mobil itu. Dia kemudian berjalan mendekat ke arah Cornell."Kamu pegawai restoran yang waktu itu ya?" tanya laki-laki itu."A-ah mungkin pak, saya tidak terlalu ingat" jawab Cornell ragu."Saya masih ingat wajah kamu. Ngomong-ngomong kamu mau berangkat sekolah? Dimana sekolahmu?" tanya laki-laki itu.
~Terkadang, tidak semua yang terlihat kuat di luar juga kuat di dalam. Karena ada yang kelihatan kuat namun sebenarnya rapuh♡"Cornellio King Smart? Sepertinya papa tidak asing dengan nama itu" ucap Bramando sambil berfikir keras."Papa tentu sudah nggak asing lagi dengannya, karena yang Vlo tau dia itu murid pintar di ASR High School. Dan yang membuat dia berbeda, dia itu tuli" jelas Vlo menimpali ucapan Bramando."Dia...tuli?" tanya Sekar tidak percaya."Iya ma. Tapi dia masih bisa mengerti ucapan orang lain dengan membaca mulutnya. Hebat kan ma?" ucap Vlo yang terlihat membanggakan Cornell."Tunggu, kenapa kamu seperti sudah sangat mengenalnya?" tanya Bramando penasaran."Ish papa, jelas dong Vlo kenal, secara kan dia itu teman satu bangku Vlo" gerutu Vlo."Tapi, kamu bilang tadi dia di bully? Kenapa dia nggak lapor sama pihak sekolah aja? Kenapa baru saat ini ka
~Tidak semua keluh perlu di kesahkan, tidak semua kebahagiaan perlu di bagikan, dan tidak semua perasaan perlu di utarakan♡Setelah pergi dari kantin, Vlo dan Cornell memutuskan untuk kembali ke kelas. Mereka duduk di bangku mereka. Dengan perasaan marah dan kesal, Vlo memukul-mukul meja yang ada di depannya."Queen, apa yang kamu lakukan?" ucap Cornell menghentikan tindakan Vlo yang menurutnya kekanak-kanakan.Vlo pun menghentikan tindakannya. Dia menghadap ke arah Cornell dengan tatapan sendu bercampur kesal."Aku tidak habis fikir dengan mereka, King. Kenapa mereka terus saja menghancurkan ketenangan kita? Apa dengan mengusik kita mereka menjadi senang? Cihh, sia-sia sekali hidup mereka!" kesal Vlo."Tenangkan dirimu, tidak ada gunanya mengurusi mereka. Dengarkan aku, kamu tidak mengenal mereka dengan baik, jadi jangan terus-terusan melawan mereka Queen" ucap Cornell berusaha menghentikan Vlo.
~Aku adalah malam, dan kamu adalah bintang. Tanpamu, aku hanyalah kegelapan yang di benci kebanyakan orang♡Pagi yang cerah kembali hadir menyapa para insan yang masih di berikan kesempatan untuk berbuat kebaikan.Hari ini seperti biasanya, para siswa-siswi ASR High School mulai memasuki gerbang sekolah. Terlihat seorang siswa laki-laki dengan seragam putih abu-abunya memasuki kawasan ASR High School.Dia Cornellio King Smart, laki-laki dengan sejuta kelebihan namun tertutup oleh satu kekurangan. Hanya karena dia tuli, dia kemudian di jauhi oleh semua temannya. Bahkan, dari beribu siswa di ASR High School, hanya ada dua orang siswa yang mampu menerima kekurangannya, siapa lagi kalau bukan Leo dan Vlo.Cornell berjalan menuju kelasnya. Namun, saat melewati lapangan basket, ada bola yang mengenai tubuhnya.Dukkk.Bola itu tepat mengenai tubuhnya. Cornell melihat ke arah lapangan basket berusaha
~Jangan kamu jadikan kekurangan sebagai alasan. Karena dari kekurangan itulah kamu belajar bahwa kelebihan hanya akan membawa pada kebohongan♡Cornell terus berjalan menyusuri jalanan kota yang ramai. Dia berjalan di pinggir-pinggir jalanan. Mulutnya terus bergumam seakan sedang bernyanyi.Dia terus melangkahkan kakinya yang panjang dan ramping. Hingga sampailah dia di sebuah rumah kecil yang biasa di sebut kos-kosan.Cornell membuka pintu rumah itu kemudian masuk ke dalamnya. Tak lupa dia menutup kembali pintunya. Dia masuk ke dalam kamar dan mengganti seragamnya dengan pakaian kerja.Yups. Cornell memang bekerja di sebuah restoran yang tidak terlalu besar. Gajinya pun hanya bisa dia gunakan untuk membiayai sekolah dan membayar kos-kosan.Cornell kemudian langsung pergi ke restoran tempat dia bekerja. Jarak restoran dan tempat tinggalnya tidak terlalu jauh. Hanya dengan sepuh menit berjalan, Cornel
~Ketika telinga tak mampu menangkap suara, maka gunakanlah mata untuk menangkap kata♡Vlo menatap Cornell sendu, ada rasa kasihan dalam hatinya. Baru kali ini dia bertemu dengan seorang yang memiliki kekurangan fisik. Namun, Vlo berusaha untuk tetap tegar dan tersenyum di hadapan Cornell."Lalu, apa masalahnya jika kamu tuli? Aku tidak perduli, yang aku tau kamu adalah temanku" ucap Vlo antusias. Cornell yang melihat Vlo seperti itu menjadi tersenyum."Terimakasih""Untuk apa King?" tanya Vlo bingung. Pasalnya, dia tidak berbuat apapun pada Cornell."Untuk semua. Apa kamu tau, kamu adalah teman keduaku di dunia ini. Hanya kamu dan Leo" jawab Cornell jujur.Deg.Vlo seakan tertampar dengan kenyataan yang baru saja dia dengar. Dia merasa kurang bersyukur selama ini. Dia yang memiliki banyak teman, keluarga yang utuh, bahkan semua yang dia inginkan selalu dia dapatkan. Namun, ter
~Terkadang, kita harus menerima perbedaan. Karena dengan adanya perbedaan itulah tercipta sebuah persatuan♡‿♡Vlo kemudian pergi ke kantin untuk mengisi perutnya. Saat sampai di kantin, ada yang mengganggu matanya."Kenapa disitu sangat ramai? Sepertinya ada yang tidak beres" batin Vlo.Karena penasaran, Vlo mendekat ke arah kerumunan itu. Dia memaksa untuk masuk ke tengah agar bisa melihat dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi.Deg.Betapa terkejutnya dia saat melihat pembullyan yang terjadi di depan matanya. Dan yang membuatnya tidak percaya adalah, korban pembullyan itu adalah laki-laki aneh yang duduk satu meja dengannya."Nggak usah belagu deh Lo, orang miskin kaya Lo itu pantasnya di kolong jembatan!" bentak Veronico Berliana Smith, atau yang kerap di panggil Vero.Laki-laki itu hanya diam menerima perkataan pedas dari Vero. Dan ada bekas pukulan di wajahny
~Terkadang, tidak semua yang kita lihat adalah kebenaran yang sesungguhnya♡ By : Liliss354Matahari yang cerah menjadikan hari ini sebagai hari yang indah. Burung-burung bersiulan saling sahut-sahutan. Terdengar suara paruh baya dari rumah tetangga yang menyuruh anaknya bersiap untuk menjelajah dunia.Terlihat gadis cantik dengan paras yang apik sedang menyusuri jalanan kota Jakarta. Dengan seragam sekolah yang melekat di tubuhnya, menambah aura kecantikannya.Dia Evlogia Queen Alister, anak dari pengusaha kaya yang terkenal di seluruh Indonesia. Namun, dia tidak pernah menyombongkan statusnya. Baginya semua orang sama, yang membedakan adalah budi pekertinya.Disinilah dia, sekolah baru yang kini akan menjadi tempat belajarnya. Vlo berjalan menyusuri gedung sekolah. Saat sampai di lapangan basket, dia mendengar teriakan siswa yang