Aku tersentak dari tidur saat seorang mendobrak pintu kamar. Segera menutupi tubuh Zava dengan selimut, dan melayangkan tatapan tajam pada siapapun yang berani mengganggu kami.
Aku sedikit terkejut saat mendapati Luis yang sudah berada di hadapanku. Dia tak bereaksi terhadap ekspresiku dan melempar pakaian ke arahku.
"Cepat kenakan pakaianmu dan temui aku di luar." Aku bisa merasakan Zava bergerak di sebelahku.
Aku menunggu sampai Luis betul-betul keluar dan menutup pintu sebelum menatap ke arah Zava. Gadis itu tampak khawatir, gurat ketakutan tak dapat disembunyikan dari wajahnya. Aku mengusap kepalanya, menyingkirkan helai rambut yang jatuh menutupi sebagian wajahnya.
"Tenanglah, Luis adalah orang kepercayaanku, dia tak akan membuka suara tentang kita." Kata-kataku tampaknya sedikit menghilangkan kecemasannya, namun aku tau Zava tak sepenuhnya percaya.
Aku segera berpakaian dan menyusul Luis ke bawah. Reynold tampak tegang saat aku melihatnya, aku memberikan isyarat bahwa mereka tidak dalam masalah.
Di luar, Luis sudah menunggu. Dia terlihat tidak senang.
"Apa yang kau lakukan di Eraden?" tanyaku begitu kami sudah cukup dekat. Luis menatapku kesal.
"Aku yang seharusnya menanyakan hal itu padamu!" Dia menunjuk ke arah bar tua di belakang kami. "Apa kau sadar kau telah menempatkan mereka dalam bahaya dengan berada di sini?"
Aku menarik napas, tidak menyukai nada bicaranya saat ini, tapi Luis tampaknya tidak peduli.
"Jayden, kau bukan lagi seorang anak kecil. Kau harus bisa mempertanggung jawabkan perbuatanmu!" Luis meninggikan suaranya.
"Tidak ada yang melihatku ke sini kalau itu yang kau khawatirkan." Aku memperbaiki pakaianku dan berjalan mendahuluinya.
"Kau juga berpikir kalau aku tidak tau tapi lihat kenyataannya." Langkahku terhenti, aku berbalik ke arahnya. Namun Luis masih berada di tempat semula.
"Apa yang coba kau katakan, Luis?" tanyaku sinis.
"Yang ingin kutekankan padamu adalah, jika kau tidak lebih berhati-hati, seorang bisa saja akan mengikutimu ke sini."
Luis berjalan meninggalkanku. Aku tidak bergerak, memikirkan apa yang baru saja dia katakan. Luis benar, aku harus lebih berhati-hati. Mataku menatap ke arah penginapan di lantai dua, tidak boleh ada yang mengetahui tentangnya ... tidak sekarang.
———
Tidak ada yang memulai pembicaraan selama perjalanan kembali ke istana, dan aku tidak merasa keberatan dengan kesunyian ini. Kepalaku sedang dipenuhi banyak hal dan aku sedang tidak ingin ada yang menambah masalahku.
Luis berhenti saat kami sudah berada di dekat istana. Dia melihat ke arahku.
"Dengarkan aku, segera pergi ke bilik pribadimu dan bersihkan aroma mortal itu dari tubuhmu." Aku sangat tidak suka dengan nada bicara Luis saat ini, tapi aku memilih diam. "Dan aku harap kau tidak pergi ke mana pun hari ini."
Aku melangkah masuk, tapi Luis menghentikanku.
"Jayden, apa kau mendengarkanku?"
"Ya ... ya ... aku akan menjadi seorang nobel yang baik hari ini."
"Demi kelangsungan hidup gadis mortalmu itu, sebaiknya demikian."
Aku bergerak secepat kilat, mencengkeram bagian depan pakaiannya dan membawa wajah kami hingga saling berdekatan.
"Apa yang sedang coba kau katakan?" Aku bahkan tidak mencoba menyembunyikan ancaman dari suaraku, dan Luis jelas mendengarnya.
"Lepaskan Jayden."
"Apa kau sedang mengancamku, Luis?" Aku bertanya nada mengintimidasi.
"Jayden, aku yang mengurusmu sejak kecil, apa kau pikir aku akan melakukan hal yang dapat menjatuhkanmu?" Luis tak memecah kontak mata kami, tak ada gurat ketakutan padanya, tapi aku menangkap gelombang kekecewaan yang cukup besar darinya.
Aku melepaskan cengkramanku pada pakaiannya dan sedikit mundur. Jika ada orang yang paling aku percaya di istana ini, itu adalah Luis, bagaimana mungkin aku sempat mencurigainya.
"Luis ... aku ...."
"Sudahlah, Jayden." Luis menggelengkan kepala. "Sudah saatnya kau sadar, dengan posisimu sekarang, akan ada banyak orang yang mendukungmu ... Namun, di antara mereka akan ada banyak yang menganggapmu sebagai ancaman."
Luis memegang kedua pundakku dan melanjutkan.
"Mereka tak akan pernah berhenti untuk mencari kelemahanmu." Dia mengisyaratkan ke arah istana. "Pergilah."
Aku tersentak dari tidur saat seorang mendobrak pintu kamar. Segera menutupi tubuh Zava dengan selimut, dan melayangkan tatapan tajam pada siapapun yang berani mengganggu kami.Aku sedikit terkejut saat mendapati Luis yang sudah berada di hadapanku. Dia tak bereaksi terhadap ekspresiku dan melempar pakaian ke arahku."Cepat kenakan pakaianmu dan temui aku di luar." Aku bisa merasakan Zava bergerak di sebelahku.Aku menunggu sampai Luis betul-betul keluar dan menutup pintu sebelum menatap ke arah Zava. Gadis itu tampak khawatir, gurat ketakutan tak dapat disembunyikan dari wajahnya. Aku mengusap kepalanya, menyingkirkan helai rambut yang jatuh menutupi sebagian wajahnya."Tenanglah, Luis adalah orang kepercayaanku, dia tak akan membuka suara tentang kita." Kata-kataku tampaknya sedikit menghilangkan kecemasannya, namun aku tau Zava tak sepenuhnya percaya.Aku segera berpakaian dan menyusul Luis ke bawah. Reynold tampak tegang saat aku melihatn
Luis memasuki kamarku diikuti oleh beberapa pelayan. Masing-masing mereka membawa sesuatu dalam nampan perak yang ditutupi fabrik berwarna putih. Mereka meletakkan semua barang yang dibawa tadi ke atas tempat tidur. Tiga orang pelayan laki-laki segera mempersiapkan tempat mandi dan mengisi air hangat, sementara dua lainnya membantu melepas pakaianku. Aku segera berendam ke dalam air hangat yang telah dicampur esential oil dan membiarkan para pelayan membantu membersihkan tubuhku. Aku memperhatikan Luis membuka barang-barang yang tadi dibawa para pelayan tadi. Dia mengeluarkan beberapa pakaian dan perhiasan tradisional Irealla. Aku hanya mengamati Luis mempersiapkan semuanya. Aku segera berdiri begitu selesai dan seorang pelayan segera membantu mengeringkan tubuhku. Luis mengisyaratkan pada mereka semua untuk keluar dan mereka segera pergi membawa semua perlengkapan mandi yang telah dipakai tadi. "Kemari." Aku berjalan mendekat, m
Mengucapkan mantra singkat, aku menatap kilatan cahaya yang menjalar dari jemari, kilatan-kilatan itu tumbuh dan membentuk bola cahaya kebiruan berukuran kecil. Cahaya biru itu berputar perlahan, aku tersenyum saat ukurannya mulai membesar. "Jayden!" Konsentrasiku terpecah hingga bola cahaya di tanganku tiba-tiba meluap, menciptakan letupan kecil sebelum lenyap. Menoleh ke belakang, sebuah senyuman tidak dapat kutahan melihat wajah kesalnya. "Jayden, aku sudah memperingatkan untuk tidak ke sini." Matanya mencari-cari, seakan takut ada yang melihat. Aku hampir tertawa melihatnya. "Mau bagaimana lagi, kau terus menolak untuk menemuiku." Aku mengulurkan tangan, mengisyaratkan agar dia mendekat. Zava masih terlihat kesal, tapi mulai berjalan ke arahku. Aku meraih tangannya ketika dia sudah cukup dekat dan mengarahkannya duduk di sampingku. Zava menghela napas, aku hanya tersenyum melihatnya. "Jayden, kau tidak bisa selalu datang kemari, seorang bisa saja melihat." Aku
Hari sudah cukup gelap saat aku kembali ke kastil. Aku membiarkan angin membawaku naik ke kamar di lantai dua, bersyukur karena tidak ada yang mengunci jendelanya selama aku pergi. Memasuki kamar, aku segera menutup jendela dan merebahkan diri di atas tempat tidur. Pintu kamar tiba-tiba terbuka dengan kasar dan Luis, sahabat sekaligus tangan kananku, masuk. "Aku benar-benar bosan menutupi kelakuanmu." Aku menatapnya yang sudah lebih dulu menatap marah padaku. "Suatu hari aku tidak akan melindungimu, Jayden, jadi belajarlah untuk lebih bertanggung jawab." Aku memutar bola mata dan mengangkat tubuhku ke posisi duduk. "Nice to meet you too," ucapku sarkas. Wajah Luis mengerut menunjukkan ekspresi jijik. "Dan lain kali kau memutuskan bermain-main, kau setidaknya bisa menghilangkan aroma mortal dari tubuhmu!" ucapnya jijik. Aku tertawa, sebelum berdiri dan mulai melepas pakaian. "Apa masalahmu hari ini?" tanyaku. "Masalahku? Lebih tepatnya masalahmu. Raja Arthur menanyakan t
Seorang pelayan sedang membantuku pakaian saat Luis memasuki kamarku perlahan, dia tampak masih sedikit waspada mendekatiku. "Apakah kau sudah merasa tenang sekarang?" tanyanya. "Aku tidak akan membunuhmu, kalau itu yang kau maksud," jawabku datar. Luis tampak melepas napas lega, tampaknya sikapku kemarin betul-betul membuatnya takut. "Kau akan pergi kemana?" Luis kembali bertanya. "Menjauh dari tempat ini," jawabku malas, menepis tangan pelayan wanita yang sedang memasangkan kancing bajuku, dan mulai melakukannya sendiri. Luis mencubit batang hidungnya seolah kepalanya mendadak sakit. "Jayden ... bisakah kau berhenti membuatku terkena masalah?" Dia memulai lekturnya. "Raja Arthur sudah mengatakan kalau—" "Luis ... Luis ... Luis ...." Aku mengisyaratkan pada pelayan wanita tadi untuk meninggalkan kami, dan dia segera menuruti tanpa protes. Aku menatap Luis dengan alis terangkat. "Aku tidak mendengarkan saat si tua bangka itu bi
Seperti yang kubilang, anggota dewan konsil adalah sekumpulan orang tua membosankan, dan aku terpaksa harus mentolerir keberadaan mereka. Seharusnya aku menyelinap keluar selagi ada kesempatan. Aku meringis saat Colton menyikut perutku. Aku melempar tatapan sinis ke arahnya, namun anak bodoh ini sama sekali tidak peduli. "Berhenti melamun!" bisik/bentaknya. Aku memutar bola mata, bocah ini berpikir dia bisa mengaturku. Salah satu perwakilan dewan konsil terlihat sedang berbicara dengan si tua Arthur. "... Irealla membutuhkan kepastian, mereka ingin tau siapa diantara kedua pangeran yang menduduki posisi putra mahkota. Rakyat Irealla berhak mengetahui siapa yang akan menjadi raja mereka berikutnya," ucap pria yang paling tua. Pria itu tampaknya merupakan pemimpin dari rombongan ini. Aku mendesah pelan, sudah begitu bosan dengan semua pembahasan ini, aku bahkan tidak peduli siapa yang akan menjadi raja. Hell ... aku tidak pernah mengingink
Luis memasuki kamarku diikuti oleh beberapa pelayan. Masing-masing mereka membawa sesuatu dalam nampan perak yang ditutupi fabrik berwarna putih. Mereka meletakkan semua barang yang dibawa tadi ke atas tempat tidur. Tiga orang pelayan laki-laki segera mempersiapkan tempat mandi dan mengisi air hangat, sementara dua lainnya membantu melepas pakaianku. Aku segera berendam ke dalam air hangat yang telah dicampur esential oil dan membiarkan para pelayan membantu membersihkan tubuhku. Aku memperhatikan Luis membuka barang-barang yang tadi dibawa para pelayan tadi. Dia mengeluarkan beberapa pakaian dan perhiasan tradisional Irealla. Aku hanya mengamati Luis mempersiapkan semuanya. Aku segera berdiri begitu selesai dan seorang pelayan segera membantu mengeringkan tubuhku. Luis mengisyaratkan pada mereka semua untuk keluar dan mereka segera pergi membawa semua perlengkapan mandi yang telah dipakai tadi. "Kemari." Aku berjalan mendekat, m
Aku tersentak dari tidur saat seorang mendobrak pintu kamar. Segera menutupi tubuh Zava dengan selimut, dan melayangkan tatapan tajam pada siapapun yang berani mengganggu kami.Aku sedikit terkejut saat mendapati Luis yang sudah berada di hadapanku. Dia tak bereaksi terhadap ekspresiku dan melempar pakaian ke arahku."Cepat kenakan pakaianmu dan temui aku di luar." Aku bisa merasakan Zava bergerak di sebelahku.Aku menunggu sampai Luis betul-betul keluar dan menutup pintu sebelum menatap ke arah Zava. Gadis itu tampak khawatir, gurat ketakutan tak dapat disembunyikan dari wajahnya. Aku mengusap kepalanya, menyingkirkan helai rambut yang jatuh menutupi sebagian wajahnya."Tenanglah, Luis adalah orang kepercayaanku, dia tak akan membuka suara tentang kita." Kata-kataku tampaknya sedikit menghilangkan kecemasannya, namun aku tau Zava tak sepenuhnya percaya.Aku segera berpakaian dan menyusul Luis ke bawah. Reynold tampak tegang saat aku melihatn
Aku tersentak dari tidur saat seorang mendobrak pintu kamar. Segera menutupi tubuh Zava dengan selimut, dan melayangkan tatapan tajam pada siapapun yang berani mengganggu kami. Aku sedikit terkejut saat mendapati Luis yang sudah berada di hadapanku. Dia tak bereaksi terhadap ekspresiku dan melempar pakaian ke arahku. "Cepat kenakan pakaianmu dan temui aku di luar." Aku bisa merasakan Zava bergerak di sebelahku. Aku menunggu sampai Luis betul-betul keluar dan menutup pintu sebelum menatap ke arah Zava. Gadis itu tampak khawatir, gurat ketakutan tak dapat disembunyikan dari wajahnya. Aku mengusap kepalanya, menyingkirkan helai rambut yang jatuh menutupi sebagian wajahnya. "Tenanglah, Luis adalah orang kepercayaanku, dia tak akan membuka suara tentang kita." Kata-kataku tampaknya sedikit menghilangkan kecemasannya, namun aku tau Zava tak sepenuhnya percaya. Aku segera berpakaian dan menyusul Luis ke bawah. Reynold tampak tegang saat aku mel
Seperti yang kubilang, anggota dewan konsil adalah sekumpulan orang tua membosankan, dan aku terpaksa harus mentolerir keberadaan mereka. Seharusnya aku menyelinap keluar selagi ada kesempatan. Aku meringis saat Colton menyikut perutku. Aku melempar tatapan sinis ke arahnya, namun anak bodoh ini sama sekali tidak peduli. "Berhenti melamun!" bisik/bentaknya. Aku memutar bola mata, bocah ini berpikir dia bisa mengaturku. Salah satu perwakilan dewan konsil terlihat sedang berbicara dengan si tua Arthur. "... Irealla membutuhkan kepastian, mereka ingin tau siapa diantara kedua pangeran yang menduduki posisi putra mahkota. Rakyat Irealla berhak mengetahui siapa yang akan menjadi raja mereka berikutnya," ucap pria yang paling tua. Pria itu tampaknya merupakan pemimpin dari rombongan ini. Aku mendesah pelan, sudah begitu bosan dengan semua pembahasan ini, aku bahkan tidak peduli siapa yang akan menjadi raja. Hell ... aku tidak pernah mengingink
Seorang pelayan sedang membantuku pakaian saat Luis memasuki kamarku perlahan, dia tampak masih sedikit waspada mendekatiku. "Apakah kau sudah merasa tenang sekarang?" tanyanya. "Aku tidak akan membunuhmu, kalau itu yang kau maksud," jawabku datar. Luis tampak melepas napas lega, tampaknya sikapku kemarin betul-betul membuatnya takut. "Kau akan pergi kemana?" Luis kembali bertanya. "Menjauh dari tempat ini," jawabku malas, menepis tangan pelayan wanita yang sedang memasangkan kancing bajuku, dan mulai melakukannya sendiri. Luis mencubit batang hidungnya seolah kepalanya mendadak sakit. "Jayden ... bisakah kau berhenti membuatku terkena masalah?" Dia memulai lekturnya. "Raja Arthur sudah mengatakan kalau—" "Luis ... Luis ... Luis ...." Aku mengisyaratkan pada pelayan wanita tadi untuk meninggalkan kami, dan dia segera menuruti tanpa protes. Aku menatap Luis dengan alis terangkat. "Aku tidak mendengarkan saat si tua bangka itu bi
Hari sudah cukup gelap saat aku kembali ke kastil. Aku membiarkan angin membawaku naik ke kamar di lantai dua, bersyukur karena tidak ada yang mengunci jendelanya selama aku pergi. Memasuki kamar, aku segera menutup jendela dan merebahkan diri di atas tempat tidur. Pintu kamar tiba-tiba terbuka dengan kasar dan Luis, sahabat sekaligus tangan kananku, masuk. "Aku benar-benar bosan menutupi kelakuanmu." Aku menatapnya yang sudah lebih dulu menatap marah padaku. "Suatu hari aku tidak akan melindungimu, Jayden, jadi belajarlah untuk lebih bertanggung jawab." Aku memutar bola mata dan mengangkat tubuhku ke posisi duduk. "Nice to meet you too," ucapku sarkas. Wajah Luis mengerut menunjukkan ekspresi jijik. "Dan lain kali kau memutuskan bermain-main, kau setidaknya bisa menghilangkan aroma mortal dari tubuhmu!" ucapnya jijik. Aku tertawa, sebelum berdiri dan mulai melepas pakaian. "Apa masalahmu hari ini?" tanyaku. "Masalahku? Lebih tepatnya masalahmu. Raja Arthur menanyakan t
Mengucapkan mantra singkat, aku menatap kilatan cahaya yang menjalar dari jemari, kilatan-kilatan itu tumbuh dan membentuk bola cahaya kebiruan berukuran kecil. Cahaya biru itu berputar perlahan, aku tersenyum saat ukurannya mulai membesar. "Jayden!" Konsentrasiku terpecah hingga bola cahaya di tanganku tiba-tiba meluap, menciptakan letupan kecil sebelum lenyap. Menoleh ke belakang, sebuah senyuman tidak dapat kutahan melihat wajah kesalnya. "Jayden, aku sudah memperingatkan untuk tidak ke sini." Matanya mencari-cari, seakan takut ada yang melihat. Aku hampir tertawa melihatnya. "Mau bagaimana lagi, kau terus menolak untuk menemuiku." Aku mengulurkan tangan, mengisyaratkan agar dia mendekat. Zava masih terlihat kesal, tapi mulai berjalan ke arahku. Aku meraih tangannya ketika dia sudah cukup dekat dan mengarahkannya duduk di sampingku. Zava menghela napas, aku hanya tersenyum melihatnya. "Jayden, kau tidak bisa selalu datang kemari, seorang bisa saja melihat." Aku