Seorang pelayan sedang membantuku pakaian saat Luis memasuki kamarku perlahan, dia tampak masih sedikit waspada mendekatiku.
"Apakah kau sudah merasa tenang sekarang?" tanyanya.
"Aku tidak akan membunuhmu, kalau itu yang kau maksud," jawabku datar. Luis tampak melepas napas lega, tampaknya sikapku kemarin betul-betul membuatnya takut.
"Kau akan pergi kemana?" Luis kembali bertanya.
"Menjauh dari tempat ini," jawabku malas, menepis tangan pelayan wanita yang sedang memasangkan kancing bajuku, dan mulai melakukannya sendiri.
Luis mencubit batang hidungnya seolah kepalanya mendadak sakit.
"Jayden ... bisakah kau berhenti membuatku terkena masalah?" Dia memulai lekturnya. "Raja Arthur sudah mengatakan kalau—"
"Luis ... Luis ... Luis ...." Aku mengisyaratkan pada pelayan wanita tadi untuk meninggalkan kami, dan dia segera menuruti tanpa protes. Aku menatap Luis dengan alis terangkat. "Aku tidak mendengarkan saat si tua bangka itu bicara, lantas apa yang membuatmu berpikir kalau aku akan mendengarkanmu sekarang?"
"Sebagai satu-satunya orang yang mampu bertahan dengan semua omong kosongmu, kupikir kau akan sedikit peduli dengan kelangsungan hidupku." Aku tertawa dengan kedramatisannya, tapi Luis tak menangkap humor yang sama.
"Tentu saja aku peduli," jawabku kemudian. "Hidup tentu akan membosankan jika kau mati, aku tidak akan menemukan orang yang mengasyikkan untuk diganggu."
Luis tampak kesal, tapi dia menyerah untuk memaksaku tinggal.
"Setidaknya beritahu aku kemana kau akan pergi?"
Aku tak menjawab, hanya melempar senyum malas kepadanya. Luis sepertinya paham maksudku karena dia langsung mengerutkan hidung dan menatap malas padaku.
"Kau akan menemui mortal itu, bukan?" Aku tak menjawab, hanya terkekeh karena nada kesalnya. "Aku tidak tau apa yang dilakukan wanita itu sampai membuatmu tergila-gila."
"Cinta Luis ... ini dinamakan cinta ... tapi kau tentu tidak memahaminya."
Sebuah emosi asing melintas di mata Luis tapi segera menghilang secepat ia datang, hingga aku berpikir kalau aku hanya membayangkannya saja. Aku tidak bisa memahami apa maksudnya, tapi, perasaan sedih yang meluap dari Luis begitu besar untuk kuabaikan.
"Luis ...?"
Luis menggeleng, seolang tersadar dari lamunan.
"Pergilah, Jayden." Dia meninggalkanku mematung sendiri.
Tatapanku tak beralih dari pintu, begitu bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Luis menyembunyikan sesuatu dariku.
———
Aku menyusuri jalan sempit di wilayah Utara Irealla, dan memasuki bar tua di mana para mortal selalu menghabiskan waktu bersenang-senang. Eraden adalah tempat yang selalu membuatku merasa nyaman.
Semua pandangan tertuju padaku manakala aku memasuki bar. Ini bukan pertama kalinya aku ke sini, namun orang-orang masih juga merasa tegang tiap kali melihatku berkunjung.
Aku mendekati pria tua yang bertugas membuatkan minuman. Reynold, nama si bartender.
"Seperti biasa?" Suara berat pria tua itu kukawab dengan anggukan.
Mataku mencari-cari di antara orang-orang yang berkunjung, tapi dia tak terlihat di manapun.
"Apa yang kau cari," tanya Reynold meletakkan minumanku.
Aku meraih gelas itu dan menenggak seluruh isinya dengan sekali tegukan, membiarkan cairan memabukkan itu membakar tenggorokanku.
"Kau tau siapa yang kucari." Aku tak menatapnya, Reynold terkekeh dan mengangguk. Aku menyurungkan gelasku. "Lagi."
Reynold tidak berkomentar, dia segera mengambilkan minumanku. Aku meminumnya dengan perlahan kali ini, menikmati setiap sensasi yang ditimbulkannya.
"Gadis itu ditugaskan untuk membawa bunga-bunga ke istana."
Aku terkejut mendengar jawaban Reynold. Bagaimana mungkin aku tidak mengetahui semua ini.
Aku menghempas gelas ditangan dengan kesal. Setelah semua masalah yang kutimbulkan untuk datang ke sini, Zava ternyata berada di istana. Aku terkekeh ... betul-betul ironis.
Aku meletakkan beberapa keping emas dan berdiri.
"Ini terlalu banyak." Reynold hampir berteriak.
"Aku mentraktir semua yang ada di sini, silahkan minum sampai puas."
Semua orang bersorak mendengar kata-kataku. Segera kutinggalkan bar dan bergegas kembali ke istana.
Tak memakan waktu lama untukku mencapai istana, memasuki aula utama, terlihat berbagai kesibukan di dalamnya. Ada banyak mortal di sini, tapi tak bisa kutemukan Zava di antara mereka.
Aku baru saja akan meninggalkan aula saat Luis masuk bersama beberapa orang. Luis melihatku sebelum aku sempat mengendap pergi.
"Oh, Jayden ... Syukurlah kau sudah kembali." Dia berjalan ke arahku. Aku membuang napas kesal sebelum memaksakan senyuman.
"Ada apa, Luis?" aku bertanya basa-basi, ingin cepat pergi dari sini dan menemukan Zava.
"Jayden, aku hanya ingin meminta padamu, demi tuhan, jangan meninggalkan istana setidaknya hingga tengah malam."
Aku menatap Luis heran.
"Kalau ini soal dewan konsil—"
"Tentu saja ini tentang dewan konsil." Aku sedikit kesal karena Luis berani memotong pembicaraanku. "Jayden, kau tau ini bukan kunjungan biasa, ak—"
"Luis." Aku mengangkat tanganku, mengisyaratkannya untuk berhenti. "Aku tau soal maksud kedatangan mereka malam ini, dan aku akan mengatakannya sekali lagi, aku tidak peduli."
"Jay—"
"Sudahlah, Luis, aku sedang ada urusan penting." Aku meninggalkannya sebelum sempat menjawab.
"Tunggu... Jayden ... apa yang kau rencanakan kali ini?"
Aku tak menghiraukannya dan setengah berlari menuju sayap Utara, di mana jamuan biasanya diadakan. Di sini terlihat beberapa mortal sedang berkerja, tapi seperti tadi, Zava tidak ada bersama mereka. Dimana sebetulnya gadis itu.
Aku mengusap rambut kesal, dan meneruskan pencarian ke bagian lain istana. Aku betul-betul merasa bodoh saat tidak dapat menemukan Zava di mana-mana, gadis itu seakan sengaja bersembunyi dariku.
Saat hendak meneju ke taman belakang istana, aku melihat Zava berjalan keluar dari sayap timur istana, tempat di mana bilik tidur berada. Apa yang dilakukannya di sana? Apakah dia tau kalau seorang mortal tidak boleh memasuki wilayah tersebut?
Aku mengikutinya diam-diam saat dia berjalan ke arah pintu belakang istana, sepertinya untuk kembali ke aula utama dan membantu temannya yang lain. Saat dia melewati sebuah pintu, aku segera menarik tubuhnya, terdengar napasnya sedikit tercekat saat aku membawanya ke dalam ruangan kosong tersebut.
"Jayden ... kau hampir membuatku terkena serangan jantung!"
Segera merapalkan mantra pelindung, agar tak ada orang yang dapat mendengar kami, aku segera memeluknya.
"Kau tidak tau seberapa rindunya aku padamu." Zava mencoba mendorong tubuhku, tapi kami sama-sama tau, dia tak betul-betul ingin aku berhenti.
"Jayden ... kau tidak bisa ...." Aku memotong pembicaraannya dengan sebuah ciuman dan tersenyum saat wajahnya seketika memerah.
"Jayden ... kalau sampai ada yang melihat—"
"Sshhh ...." Aku menggigit bibir ranumnya pelan, menghentikan racauannya. "Biarkan aku mencintaimu, Zava." Aku kembali menciuminya, kali ini, Zava menciumku balik dengan gairah yang sama.
"Aku juga merindukanmu ...." Bisiknya sedikit tersengal, saat bibir kami akhirnya berpisah.
"Aku mencarimu kemana-mana ...." Aku menatapnya, menyatukan dahi kami. "Kenapa kau seolah menghindariku."
Zava tertawa.
"Aku terlalu sibuk menata bunga untuk bilik tidur Putri Yvonne untuk bersembunyi darimu." Godanya.
"Hmhm ....?"
Zava mengalungkan kedua lengannya pada leherku, menciumi daguku, terus ke leherku, membuatku mengerang, melupakan apa yang tadi ingin kutanyakan padanya.
"Kau bisa membuatku mendapat masalah besar," bisiknya penuh goda.
"Hmm ...? Kau juga bisa terkena masalah jika melawan pangeran Irealla," godaku.
Zava tertawa geli.
"Benar ... Jadi sebaiknya aku memenuhi keinginan pangeranku ...." Bibir kami kembali bertemu, dengan lebih berapi-api, lebih menuntut ... seakan kami tidak pernah merasa cukup akan satu sama lain.
Seperti yang kubilang, anggota dewan konsil adalah sekumpulan orang tua membosankan, dan aku terpaksa harus mentolerir keberadaan mereka. Seharusnya aku menyelinap keluar selagi ada kesempatan. Aku meringis saat Colton menyikut perutku. Aku melempar tatapan sinis ke arahnya, namun anak bodoh ini sama sekali tidak peduli. "Berhenti melamun!" bisik/bentaknya. Aku memutar bola mata, bocah ini berpikir dia bisa mengaturku. Salah satu perwakilan dewan konsil terlihat sedang berbicara dengan si tua Arthur. "... Irealla membutuhkan kepastian, mereka ingin tau siapa diantara kedua pangeran yang menduduki posisi putra mahkota. Rakyat Irealla berhak mengetahui siapa yang akan menjadi raja mereka berikutnya," ucap pria yang paling tua. Pria itu tampaknya merupakan pemimpin dari rombongan ini. Aku mendesah pelan, sudah begitu bosan dengan semua pembahasan ini, aku bahkan tidak peduli siapa yang akan menjadi raja. Hell ... aku tidak pernah mengingink
Aku tersentak dari tidur saat seorang mendobrak pintu kamar. Segera menutupi tubuh Zava dengan selimut, dan melayangkan tatapan tajam pada siapapun yang berani mengganggu kami. Aku sedikit terkejut saat mendapati Luis yang sudah berada di hadapanku. Dia tak bereaksi terhadap ekspresiku dan melempar pakaian ke arahku. "Cepat kenakan pakaianmu dan temui aku di luar." Aku bisa merasakan Zava bergerak di sebelahku. Aku menunggu sampai Luis betul-betul keluar dan menutup pintu sebelum menatap ke arah Zava. Gadis itu tampak khawatir, gurat ketakutan tak dapat disembunyikan dari wajahnya. Aku mengusap kepalanya, menyingkirkan helai rambut yang jatuh menutupi sebagian wajahnya. "Tenanglah, Luis adalah orang kepercayaanku, dia tak akan membuka suara tentang kita." Kata-kataku tampaknya sedikit menghilangkan kecemasannya, namun aku tau Zava tak sepenuhnya percaya. Aku segera berpakaian dan menyusul Luis ke bawah. Reynold tampak tegang saat aku mel
Aku tersentak dari tidur saat seorang mendobrak pintu kamar. Segera menutupi tubuh Zava dengan selimut, dan melayangkan tatapan tajam pada siapapun yang berani mengganggu kami.Aku sedikit terkejut saat mendapati Luis yang sudah berada di hadapanku. Dia tak bereaksi terhadap ekspresiku dan melempar pakaian ke arahku."Cepat kenakan pakaianmu dan temui aku di luar." Aku bisa merasakan Zava bergerak di sebelahku.Aku menunggu sampai Luis betul-betul keluar dan menutup pintu sebelum menatap ke arah Zava. Gadis itu tampak khawatir, gurat ketakutan tak dapat disembunyikan dari wajahnya. Aku mengusap kepalanya, menyingkirkan helai rambut yang jatuh menutupi sebagian wajahnya."Tenanglah, Luis adalah orang kepercayaanku, dia tak akan membuka suara tentang kita." Kata-kataku tampaknya sedikit menghilangkan kecemasannya, namun aku tau Zava tak sepenuhnya percaya.Aku segera berpakaian dan menyusul Luis ke bawah. Reynold tampak tegang saat aku melihatn
Luis memasuki kamarku diikuti oleh beberapa pelayan. Masing-masing mereka membawa sesuatu dalam nampan perak yang ditutupi fabrik berwarna putih. Mereka meletakkan semua barang yang dibawa tadi ke atas tempat tidur. Tiga orang pelayan laki-laki segera mempersiapkan tempat mandi dan mengisi air hangat, sementara dua lainnya membantu melepas pakaianku. Aku segera berendam ke dalam air hangat yang telah dicampur esential oil dan membiarkan para pelayan membantu membersihkan tubuhku. Aku memperhatikan Luis membuka barang-barang yang tadi dibawa para pelayan tadi. Dia mengeluarkan beberapa pakaian dan perhiasan tradisional Irealla. Aku hanya mengamati Luis mempersiapkan semuanya. Aku segera berdiri begitu selesai dan seorang pelayan segera membantu mengeringkan tubuhku. Luis mengisyaratkan pada mereka semua untuk keluar dan mereka segera pergi membawa semua perlengkapan mandi yang telah dipakai tadi. "Kemari." Aku berjalan mendekat, m
Mengucapkan mantra singkat, aku menatap kilatan cahaya yang menjalar dari jemari, kilatan-kilatan itu tumbuh dan membentuk bola cahaya kebiruan berukuran kecil. Cahaya biru itu berputar perlahan, aku tersenyum saat ukurannya mulai membesar."Jayden!" Konsentrasiku terpecah hingga bola cahaya di tanganku tiba-tiba meluap, menciptakan letupan kecil sebelum lenyap.Menoleh ke belakang, sebuah senyuman tidak dapat kutahan melihat wajah kesalnya."Jayden, aku sudah memperingatkan untuk tidak ke sini." Matanya mencari-cari, seakan takut ada yang melihat. Aku hampir tertawa melihatnya."Mau bagaimana lagi, kau terus menolak untuk menemuiku." Aku mengulurkan tangan, mengisyaratkan agar dia mendekat.Zava masih terlihat kesal, tapi mulai berjalan ke arahku. Aku meraih tangannya ketika dia sudah cukup dekat dan mengarahkannya duduk di sampingku. Zava menghela napas, aku hanya tersenyum melihatnya."Jayden, kau tidak bisa selalu datang kemari, seorang
Hari sudah cukup gelap saat aku kembali ke kastil. Aku membiarkan angin membawaku naik ke kamarku di lantai dua, bersyukur karena tidak ada yang mengunci jendelanya selama aku pergi.Memasuki kamar, aku segera menutup jendela dan merebahkan diri di atas tempat tidur.Pintu kamar tiba-tiba terbuka dengan kasar dan Luis, sahabat sekaligus tangan kananku, masuk."Aku benar-benar bosan menutupi kelakuanmu." Aku menatapnya yang sudah lebih dulu menatap marah padaku. "Suatu hari aku tidak akan melindungimu, Jayden, jadi belajarlah untuk lebih bertanggung jawab." Aku memutar bola mata dan mengangkat tubuhku ke posisi duduk."Nice to meet you too," ucapku sarkas.Wajah Luis mengerut menunjukkan ekspresi jijik. "Dan lain kali kau memutuskan bermain-main, kau setidaknya bisa menghilangkan aroma mortal dari tubuhmu!" ucapnya jijik.Aku tertawa, sebelum berdiri dan mulai melepas pakaian."Apa masalahmu hari ini?" tanyaku."Masalahku? Lebih
Luis memasuki kamarku diikuti oleh beberapa pelayan. Masing-masing mereka membawa sesuatu dalam nampan perak yang ditutupi fabrik berwarna putih. Mereka meletakkan semua barang yang dibawa tadi ke atas tempat tidur. Tiga orang pelayan laki-laki segera mempersiapkan tempat mandi dan mengisi air hangat, sementara dua lainnya membantu melepas pakaianku. Aku segera berendam ke dalam air hangat yang telah dicampur esential oil dan membiarkan para pelayan membantu membersihkan tubuhku. Aku memperhatikan Luis membuka barang-barang yang tadi dibawa para pelayan tadi. Dia mengeluarkan beberapa pakaian dan perhiasan tradisional Irealla. Aku hanya mengamati Luis mempersiapkan semuanya. Aku segera berdiri begitu selesai dan seorang pelayan segera membantu mengeringkan tubuhku. Luis mengisyaratkan pada mereka semua untuk keluar dan mereka segera pergi membawa semua perlengkapan mandi yang telah dipakai tadi. "Kemari." Aku berjalan mendekat, m
Aku tersentak dari tidur saat seorang mendobrak pintu kamar. Segera menutupi tubuh Zava dengan selimut, dan melayangkan tatapan tajam pada siapapun yang berani mengganggu kami.Aku sedikit terkejut saat mendapati Luis yang sudah berada di hadapanku. Dia tak bereaksi terhadap ekspresiku dan melempar pakaian ke arahku."Cepat kenakan pakaianmu dan temui aku di luar." Aku bisa merasakan Zava bergerak di sebelahku.Aku menunggu sampai Luis betul-betul keluar dan menutup pintu sebelum menatap ke arah Zava. Gadis itu tampak khawatir, gurat ketakutan tak dapat disembunyikan dari wajahnya. Aku mengusap kepalanya, menyingkirkan helai rambut yang jatuh menutupi sebagian wajahnya."Tenanglah, Luis adalah orang kepercayaanku, dia tak akan membuka suara tentang kita." Kata-kataku tampaknya sedikit menghilangkan kecemasannya, namun aku tau Zava tak sepenuhnya percaya.Aku segera berpakaian dan menyusul Luis ke bawah. Reynold tampak tegang saat aku melihatn
Aku tersentak dari tidur saat seorang mendobrak pintu kamar. Segera menutupi tubuh Zava dengan selimut, dan melayangkan tatapan tajam pada siapapun yang berani mengganggu kami. Aku sedikit terkejut saat mendapati Luis yang sudah berada di hadapanku. Dia tak bereaksi terhadap ekspresiku dan melempar pakaian ke arahku. "Cepat kenakan pakaianmu dan temui aku di luar." Aku bisa merasakan Zava bergerak di sebelahku. Aku menunggu sampai Luis betul-betul keluar dan menutup pintu sebelum menatap ke arah Zava. Gadis itu tampak khawatir, gurat ketakutan tak dapat disembunyikan dari wajahnya. Aku mengusap kepalanya, menyingkirkan helai rambut yang jatuh menutupi sebagian wajahnya. "Tenanglah, Luis adalah orang kepercayaanku, dia tak akan membuka suara tentang kita." Kata-kataku tampaknya sedikit menghilangkan kecemasannya, namun aku tau Zava tak sepenuhnya percaya. Aku segera berpakaian dan menyusul Luis ke bawah. Reynold tampak tegang saat aku mel
Seperti yang kubilang, anggota dewan konsil adalah sekumpulan orang tua membosankan, dan aku terpaksa harus mentolerir keberadaan mereka. Seharusnya aku menyelinap keluar selagi ada kesempatan. Aku meringis saat Colton menyikut perutku. Aku melempar tatapan sinis ke arahnya, namun anak bodoh ini sama sekali tidak peduli. "Berhenti melamun!" bisik/bentaknya. Aku memutar bola mata, bocah ini berpikir dia bisa mengaturku. Salah satu perwakilan dewan konsil terlihat sedang berbicara dengan si tua Arthur. "... Irealla membutuhkan kepastian, mereka ingin tau siapa diantara kedua pangeran yang menduduki posisi putra mahkota. Rakyat Irealla berhak mengetahui siapa yang akan menjadi raja mereka berikutnya," ucap pria yang paling tua. Pria itu tampaknya merupakan pemimpin dari rombongan ini. Aku mendesah pelan, sudah begitu bosan dengan semua pembahasan ini, aku bahkan tidak peduli siapa yang akan menjadi raja. Hell ... aku tidak pernah mengingink
Seorang pelayan sedang membantuku pakaian saat Luis memasuki kamarku perlahan, dia tampak masih sedikit waspada mendekatiku. "Apakah kau sudah merasa tenang sekarang?" tanyanya. "Aku tidak akan membunuhmu, kalau itu yang kau maksud," jawabku datar. Luis tampak melepas napas lega, tampaknya sikapku kemarin betul-betul membuatnya takut. "Kau akan pergi kemana?" Luis kembali bertanya. "Menjauh dari tempat ini," jawabku malas, menepis tangan pelayan wanita yang sedang memasangkan kancing bajuku, dan mulai melakukannya sendiri. Luis mencubit batang hidungnya seolah kepalanya mendadak sakit. "Jayden ... bisakah kau berhenti membuatku terkena masalah?" Dia memulai lekturnya. "Raja Arthur sudah mengatakan kalau—" "Luis ... Luis ... Luis ...." Aku mengisyaratkan pada pelayan wanita tadi untuk meninggalkan kami, dan dia segera menuruti tanpa protes. Aku menatap Luis dengan alis terangkat. "Aku tidak mendengarkan saat si tua bangka itu bi
Hari sudah cukup gelap saat aku kembali ke kastil. Aku membiarkan angin membawaku naik ke kamarku di lantai dua, bersyukur karena tidak ada yang mengunci jendelanya selama aku pergi.Memasuki kamar, aku segera menutup jendela dan merebahkan diri di atas tempat tidur.Pintu kamar tiba-tiba terbuka dengan kasar dan Luis, sahabat sekaligus tangan kananku, masuk."Aku benar-benar bosan menutupi kelakuanmu." Aku menatapnya yang sudah lebih dulu menatap marah padaku. "Suatu hari aku tidak akan melindungimu, Jayden, jadi belajarlah untuk lebih bertanggung jawab." Aku memutar bola mata dan mengangkat tubuhku ke posisi duduk."Nice to meet you too," ucapku sarkas.Wajah Luis mengerut menunjukkan ekspresi jijik. "Dan lain kali kau memutuskan bermain-main, kau setidaknya bisa menghilangkan aroma mortal dari tubuhmu!" ucapnya jijik.Aku tertawa, sebelum berdiri dan mulai melepas pakaian."Apa masalahmu hari ini?" tanyaku."Masalahku? Lebih
Mengucapkan mantra singkat, aku menatap kilatan cahaya yang menjalar dari jemari, kilatan-kilatan itu tumbuh dan membentuk bola cahaya kebiruan berukuran kecil. Cahaya biru itu berputar perlahan, aku tersenyum saat ukurannya mulai membesar."Jayden!" Konsentrasiku terpecah hingga bola cahaya di tanganku tiba-tiba meluap, menciptakan letupan kecil sebelum lenyap.Menoleh ke belakang, sebuah senyuman tidak dapat kutahan melihat wajah kesalnya."Jayden, aku sudah memperingatkan untuk tidak ke sini." Matanya mencari-cari, seakan takut ada yang melihat. Aku hampir tertawa melihatnya."Mau bagaimana lagi, kau terus menolak untuk menemuiku." Aku mengulurkan tangan, mengisyaratkan agar dia mendekat.Zava masih terlihat kesal, tapi mulai berjalan ke arahku. Aku meraih tangannya ketika dia sudah cukup dekat dan mengarahkannya duduk di sampingku. Zava menghela napas, aku hanya tersenyum melihatnya."Jayden, kau tidak bisa selalu datang kemari, seorang