Wira melihat keraguan di mata Darius. “Yah … tidak ada yang tidak mungkin untuk seorang pembunuh gila yang berani menerobos penjagaan kuat dari kediaman Farzan. Dia tidak dijuluki Bandit secara cuma-cuma.”
Tangan Darius mengepal di atas paha. “Apa dia pernah bergerak dengan sendirinya tanpa perintah dari siapa pun?”
“Sayangnya tidak pernah.”
“Selidiki mantan pengawal itu secepatnya. Bawa dokumennya padaku besok.”
Wira mengangguk paham kemudian bangkit dari duduknya. “Akan saya bawakan besok pagi.”
Detektif berpengalaman itu menunduk hormat dengan ekspresi santai lalu keluar dari ruangan Darius. Selepas kepergiannya, Bhanu mendengar erangan marah yang keluar dari bibir Darius.
“Siapa yang berani menyuruh pembunuh itu untuk membunuhku?! Akan kucincang mereka semua!”
***
Paginya saat Izora terbangun, ia tak mendapati Bandit di sisinya. Padahal sei
Izora keluar kamar dengan memakai kaus Bandit. Kali ini yang berwarna hitam dan begitu kontras dengan kulitnya yang seputih susu.Wanita itu menyadari tatapan intens Bandit. “Aku tidak punya baju.” Lalu melirik ke baju Bandit yang sedang dipakainya. Dia bahkan tidak punya pakaian dalam.Makanan bisa dicari di tempat ini, tapi tidak dengan baju. Izora menghela napas sambil berjalan ke meja makan yang hanya cukup untuk dua orang itu.Dia mengintip makanan yang disajikan Bandit. Sup bening dengan daging yang dipotong dadu dan juga daging panggang.“Itu daging rusa?”Bandit yang mengatur piring di meja makan menoleh pada Izora yang sedang menarik kursi. “Ya, ini daging rusa.”Izora mengamati ekspresi Bandit. Entah sejak kapan wajah Bandit menjadi biasa? Tidak menakutkan dan tak lagi garang. Mimik mukanya tampak biasa. Ia sering tersenyum dan memandang dengan hangat.“Kau ternyata
Seseorang mengetuk pintu kamarnya ketika Serina baru saja keluar dari kamar mandi. Ia masih memakai bathrobe dengan kepala yang terlilit handuk saat seorang pelayan masuk dan membawakan senampan makanan.Serina mengintip isi piring yag disajikan di atas meja kecil dengan sofa yang mungil. Ah, hidangan mewah yang tidak pernah dia makan di apartemen maupun di tempat kerjanya.Pelayan muda bertubuh kurus itu langsung melangkah menuju pintu setelah menyajikan makanan tanpa repot-repot menyapa Serina.“Tunggu. Siapa namamu?”Pelayan berkuncir rapi itu berbalik, sedikit canggung dan terlihat tidak ingin berbicara dengan Serina. “Erika.”“Ah, Erika. Sudah jam berapa ini?”Erika mngerutkan kening seolah pertanyaan Serina sangatlah aneh. Matanya mencari-cari jam dinding atau jam apa pun tapi tidak menemukannya. “Ini sudah malam, sepertinya sudah lewat jam tujuh malam.”Serina mengangg
Saat Izora membuka pintu, ia langsung mendapati Bandit yang berdiri kaku sambil menenteng banyak paper bag dan satu kardus pipih yang ada dalam dekapannya.Lelaki itu menatapnya kaku dan rumit. Tidak menyapa dan langsung masuk untuk meletakkan semua barang itu.“Apa saja yang kau beli?” Izora mengintip isi paper bag yang terbuka. “Baju?”“Ya.” Bandit hanya menjawab dengan suara pelan yang sama sekali tidak antusias.Izora mengernyit heran lalu menahan lengan Bandit yang bergerak sibuk menata semua barang itu, yang mana itu sama sekali tidak perlu.“Ada apa?”Bandit berhenti, namun tidak menoleh untuk melihat Izora, dan Izora semakin heran.“Apa terjadi sesuatu?”Ketika akhirnya lelaki itu berdiri tegak dan meninggalkan semua gerakan sibuk kamuflasenya, Izora bisa melihat sesuatu yang tersembunyi di matanya.“Tidak apa. Aku lupa membeli ba
Serina masih duduk di depan sofa kecil menghadap meja yang penuh dengan sarapan. Belum ia sentuh sama sekali. Ia menunggu orang-orang yang akan menghampirinya. Pengawal-pengawal kuat, tapi penuh nafsu itu pasti akan mengantre masuk ke kamarnya.Ia tersenyum saat mendengar derap langkah kaki yang bersahut-sahutan di luar kamar. Terdengar buru-buru dan sedikit ribut.Namun, tak lama kemudian suaranya teredam sampai akhirnya menghilang sepenuhnya. Serina mengerutkan kening. Dia bangkit dari duduknya dan baru ingin membuka pintu ketika pintunya terbuka dari luar.Pengawal yang seringkali dia lihat di dekat Darius muncul. Dengan tubuh tegap kokohnya dan ekspresi datarnya yang terlihat tidak senang.“Apa yang kau lakukan?” tanyanya.Serina melipat tangan di depan dada percaya diri. “Apa?”“Jangan mengganggu pekerjaan pengawal dan diamlah di sini.” Kedua alis dan kelopak mata itu mengetat menghunjam S
Bandit diam membeku ketika puluhan pistol diarahkan padanya. Pengawal-pengawal yang mengepung menyebar ke dalam rumah dan betul-betul mengelilingi Bandit. Bergerak sedikit saja, peluru mereka akan melayang menembus daging Bandit.Sementara Darius sudah bangkit dan menatap Bandit muak sekaligus penuh dendam. Kacamatanya bergerak-gerak seiring dengan denyutan wajahnya yang kian jelas.“Kau tertangkap, Berengsek!” Dia melirik ke seorang pengawal yang mengarahkan moncong pistol tepat pada pelipis Bandit. “Buat dia berlutut.”Bandit tak mengatakan apa-apa ketika bahunya ditekan dan tulang keringnya ditendang. Membuat ia terpaksa berlutut di hadapan Darius yang menjulang tinggi dengan ekspresi kemenangan.“Kau tak perlu memakai kain sialan ini!” Darius melepas penutup wajah yang dikenakan Bandit secara kasar. Ia muak dan sangat murka melihat kain itu.“Sekarang akan kuhancurkan kau sampai berkeping-keping.&
Serina membelalak. Diliriknya Bandit yang membeku dengan dada kembang kempis. Sang kakak terlihat lebih terkejut darinya.Sedang Darius mengangkat sebelas alis. “Apa maksudmu?”Namun, Izora tak lagi menjawab. Diam dan seolah ucapannya barusan adalah pengakuan final.Bodoh! Serina memaki dalam hati. Kalau dia mengaku, apa Darius akan membebaskan Bandit? Setidaknya dia harus selamat dan mendapatkan kepercayaan Darius.“Aku sedang tidak ingin bercanda, Izora. Katakan apa maksudmu?”Serina menahan napas dan juga menahan kabut panas di kepalanya. Bisa-bisanya pasangan bodoh ini saling melemparkan diri ke mulut buaya.“Nyonya yang menyuruh Bandit untuk membawa adiknya dari sini. Nyonya memprovokasi pria itu untuk kembali ke rumah ini, karena Nyonya yakin Anda pasti sudah memperketat pengamanan dan menyiapkan senjata yang banyak.”Serina mengerjap. Memandang Bhanu dengan takjub dan bertepuk tangan dalam ha
Tengah malam di saat semua orang tertidur, Serina memakai gaun tidur paling seksi dari semua yang pernah dipakainya. Sebenarnya itu milik Izora yang dia ambil begitu saja dari lemarinya.Dua orang pengawal yang berjaga di depan pintu gudang berusaha keras untuk tak melirik walau hanya sedetik saja.“Halo, kalian akan berjaga sampai pagi?" Dengan nampan makanan di kedua tangan, Serina mengedip nakal pada dua pria yang tiba-tiba menegang kaku itu.“Ya, kami akan bertugas sampai pagi.”“Kasihan sekali. kalian sudah makan malam?” Serina menaikkan kedua bahu dengan ekspresi yang peduli sampai tali tipis pada bahunya melorot.Sontak dua pasang mata di hadapannya melotot. Terang-terangan mereka memelototi dada Serina yang menyembul dengan cara yang sangat menantang.Sial! Aku tidak tidak pernah menggoda dengan cara begini, batinnya.Meskipun Serina adalah wanita penghibur yang sudah berpengalaman, ta
Serina membeku ketika Izora memberikan sebuah senjata api kepadanya. Pistol ramping dan kecil itu terlihat seperti mainan dalam genggaman jemari lentiknya.“Jadi … kita harus apa?”“Ke kamar Darius dan menembaknya.”Serina terdiam sambil menunduk mengamati pistol di tangannya. “Kau yakin? Di luar banyak pengawal.”Serina bergidik ngeri membayangkan ratusan pengawal itu akan mengepung mereka, sedang Izora tampak biasa saja kendati dia juga memegang pistol yang sama dengan milik Serina.“Jadi apa yang harus kita lakukan?”Izora menyorotnya dingin. “Kita sudah membicarakannya tadi.”“Maksudmu kita akan mengendap-endap ke kamar Darius lalu menembaknya?”“Hm.” Izora menutup lemarinya kembali.Hal yang membuat Serina terheran-heran adalah lemari besar dan mewah itu tidak hanya diisi pakaian, melainkan ada beberapa senjata api