“Ini bahkan sudah tiga hari dan dia belum ditemukan!”
Suara Darius menggelegar di halaman depan di mana seluruh pengawal berjaga di sana. Dia tampak begitu marah diikuti dengan Raline yang berdiri di sampingnya sambil memegang lengan lelaki itu.
Bhanu yang berdiri di barisan depan selalu mewakili dengan berani. “Kami akan berusaha lebih keras lagi untuk mencari Nyonya.”
“Kau tahu bukan cuma Izora yang harus dicari, kan?” Napas Darius berembus kasar.
Dia tatap seluruh pengawal yang ada. Matanya menjelajah, menemukan wajah-wajah baru yang bersih dari memar dan lebam.
“Tambah lima puluh pengawal lagi. Aku ingin semua sudut di rumah ini dijaga. Pertinggi semua tembok yang mengelilingi rumah dan pasang jebakan di sana. Jangan biarkan seekor semut pun masuk. Kalian megerti!!”
“Mengerti, Tuan!”
“Tunggu apalagi? Cepat kerjakan!”
Semua pengawal serempak berger
Wira melihat keraguan di mata Darius. “Yah … tidak ada yang tidak mungkin untuk seorang pembunuh gila yang berani menerobos penjagaan kuat dari kediaman Farzan. Dia tidak dijuluki Bandit secara cuma-cuma.”Tangan Darius mengepal di atas paha. “Apa dia pernah bergerak dengan sendirinya tanpa perintah dari siapa pun?”“Sayangnya tidak pernah.”“Selidiki mantan pengawal itu secepatnya. Bawa dokumennya padaku besok.”Wira mengangguk paham kemudian bangkit dari duduknya. “Akan saya bawakan besok pagi.”Detektif berpengalaman itu menunduk hormat dengan ekspresi santai lalu keluar dari ruangan Darius. Selepas kepergiannya, Bhanu mendengar erangan marah yang keluar dari bibir Darius.“Siapa yang berani menyuruh pembunuh itu untuk membunuhku?! Akan kucincang mereka semua!”***Paginya saat Izora terbangun, ia tak mendapati Bandit di sisinya. Padahal sei
Izora keluar kamar dengan memakai kaus Bandit. Kali ini yang berwarna hitam dan begitu kontras dengan kulitnya yang seputih susu.Wanita itu menyadari tatapan intens Bandit. “Aku tidak punya baju.” Lalu melirik ke baju Bandit yang sedang dipakainya. Dia bahkan tidak punya pakaian dalam.Makanan bisa dicari di tempat ini, tapi tidak dengan baju. Izora menghela napas sambil berjalan ke meja makan yang hanya cukup untuk dua orang itu.Dia mengintip makanan yang disajikan Bandit. Sup bening dengan daging yang dipotong dadu dan juga daging panggang.“Itu daging rusa?”Bandit yang mengatur piring di meja makan menoleh pada Izora yang sedang menarik kursi. “Ya, ini daging rusa.”Izora mengamati ekspresi Bandit. Entah sejak kapan wajah Bandit menjadi biasa? Tidak menakutkan dan tak lagi garang. Mimik mukanya tampak biasa. Ia sering tersenyum dan memandang dengan hangat.“Kau ternyata
Seseorang mengetuk pintu kamarnya ketika Serina baru saja keluar dari kamar mandi. Ia masih memakai bathrobe dengan kepala yang terlilit handuk saat seorang pelayan masuk dan membawakan senampan makanan.Serina mengintip isi piring yag disajikan di atas meja kecil dengan sofa yang mungil. Ah, hidangan mewah yang tidak pernah dia makan di apartemen maupun di tempat kerjanya.Pelayan muda bertubuh kurus itu langsung melangkah menuju pintu setelah menyajikan makanan tanpa repot-repot menyapa Serina.“Tunggu. Siapa namamu?”Pelayan berkuncir rapi itu berbalik, sedikit canggung dan terlihat tidak ingin berbicara dengan Serina. “Erika.”“Ah, Erika. Sudah jam berapa ini?”Erika mngerutkan kening seolah pertanyaan Serina sangatlah aneh. Matanya mencari-cari jam dinding atau jam apa pun tapi tidak menemukannya. “Ini sudah malam, sepertinya sudah lewat jam tujuh malam.”Serina mengangg
Saat Izora membuka pintu, ia langsung mendapati Bandit yang berdiri kaku sambil menenteng banyak paper bag dan satu kardus pipih yang ada dalam dekapannya.Lelaki itu menatapnya kaku dan rumit. Tidak menyapa dan langsung masuk untuk meletakkan semua barang itu.“Apa saja yang kau beli?” Izora mengintip isi paper bag yang terbuka. “Baju?”“Ya.” Bandit hanya menjawab dengan suara pelan yang sama sekali tidak antusias.Izora mengernyit heran lalu menahan lengan Bandit yang bergerak sibuk menata semua barang itu, yang mana itu sama sekali tidak perlu.“Ada apa?”Bandit berhenti, namun tidak menoleh untuk melihat Izora, dan Izora semakin heran.“Apa terjadi sesuatu?”Ketika akhirnya lelaki itu berdiri tegak dan meninggalkan semua gerakan sibuk kamuflasenya, Izora bisa melihat sesuatu yang tersembunyi di matanya.“Tidak apa. Aku lupa membeli ba
Serina masih duduk di depan sofa kecil menghadap meja yang penuh dengan sarapan. Belum ia sentuh sama sekali. Ia menunggu orang-orang yang akan menghampirinya. Pengawal-pengawal kuat, tapi penuh nafsu itu pasti akan mengantre masuk ke kamarnya.Ia tersenyum saat mendengar derap langkah kaki yang bersahut-sahutan di luar kamar. Terdengar buru-buru dan sedikit ribut.Namun, tak lama kemudian suaranya teredam sampai akhirnya menghilang sepenuhnya. Serina mengerutkan kening. Dia bangkit dari duduknya dan baru ingin membuka pintu ketika pintunya terbuka dari luar.Pengawal yang seringkali dia lihat di dekat Darius muncul. Dengan tubuh tegap kokohnya dan ekspresi datarnya yang terlihat tidak senang.“Apa yang kau lakukan?” tanyanya.Serina melipat tangan di depan dada percaya diri. “Apa?”“Jangan mengganggu pekerjaan pengawal dan diamlah di sini.” Kedua alis dan kelopak mata itu mengetat menghunjam S
Bandit diam membeku ketika puluhan pistol diarahkan padanya. Pengawal-pengawal yang mengepung menyebar ke dalam rumah dan betul-betul mengelilingi Bandit. Bergerak sedikit saja, peluru mereka akan melayang menembus daging Bandit.Sementara Darius sudah bangkit dan menatap Bandit muak sekaligus penuh dendam. Kacamatanya bergerak-gerak seiring dengan denyutan wajahnya yang kian jelas.“Kau tertangkap, Berengsek!” Dia melirik ke seorang pengawal yang mengarahkan moncong pistol tepat pada pelipis Bandit. “Buat dia berlutut.”Bandit tak mengatakan apa-apa ketika bahunya ditekan dan tulang keringnya ditendang. Membuat ia terpaksa berlutut di hadapan Darius yang menjulang tinggi dengan ekspresi kemenangan.“Kau tak perlu memakai kain sialan ini!” Darius melepas penutup wajah yang dikenakan Bandit secara kasar. Ia muak dan sangat murka melihat kain itu.“Sekarang akan kuhancurkan kau sampai berkeping-keping.&
Serina membelalak. Diliriknya Bandit yang membeku dengan dada kembang kempis. Sang kakak terlihat lebih terkejut darinya.Sedang Darius mengangkat sebelas alis. “Apa maksudmu?”Namun, Izora tak lagi menjawab. Diam dan seolah ucapannya barusan adalah pengakuan final.Bodoh! Serina memaki dalam hati. Kalau dia mengaku, apa Darius akan membebaskan Bandit? Setidaknya dia harus selamat dan mendapatkan kepercayaan Darius.“Aku sedang tidak ingin bercanda, Izora. Katakan apa maksudmu?”Serina menahan napas dan juga menahan kabut panas di kepalanya. Bisa-bisanya pasangan bodoh ini saling melemparkan diri ke mulut buaya.“Nyonya yang menyuruh Bandit untuk membawa adiknya dari sini. Nyonya memprovokasi pria itu untuk kembali ke rumah ini, karena Nyonya yakin Anda pasti sudah memperketat pengamanan dan menyiapkan senjata yang banyak.”Serina mengerjap. Memandang Bhanu dengan takjub dan bertepuk tangan dalam ha
Tengah malam di saat semua orang tertidur, Serina memakai gaun tidur paling seksi dari semua yang pernah dipakainya. Sebenarnya itu milik Izora yang dia ambil begitu saja dari lemarinya.Dua orang pengawal yang berjaga di depan pintu gudang berusaha keras untuk tak melirik walau hanya sedetik saja.“Halo, kalian akan berjaga sampai pagi?" Dengan nampan makanan di kedua tangan, Serina mengedip nakal pada dua pria yang tiba-tiba menegang kaku itu.“Ya, kami akan bertugas sampai pagi.”“Kasihan sekali. kalian sudah makan malam?” Serina menaikkan kedua bahu dengan ekspresi yang peduli sampai tali tipis pada bahunya melorot.Sontak dua pasang mata di hadapannya melotot. Terang-terangan mereka memelototi dada Serina yang menyembul dengan cara yang sangat menantang.Sial! Aku tidak tidak pernah menggoda dengan cara begini, batinnya.Meskipun Serina adalah wanita penghibur yang sudah berpengalaman, ta
Halo, ini author Mustacis. Terima kasih sudah mengikuti dan mendukung Izora dan Bandit. Jangan sungkan untuk kasih masukan yang berarti supaya aku bisa terus memperbaiki tulisan aku dan mempersembahkan yang terbaik untuk kalian 😘 Cerita Pembunuh Suamiku adalah tantangan kedua yang aku berikan kepada diri sendiri setelah 'Tertawan Dua Suami' juga tamat. Semoga kalian bisa terhibur, ada sedikit pelajaran yang bisa diambil dan puas dengan cerita ini. Kalau kalian suka dengan cerita-cerita aku, kalian bisa pantengi akun F4ceb00k aku: Mustacis Kim untuk dapet info-info seputar cerita aku. Terima kasih banyak. Jangan lupa masukkan komentar yang banyak supaya cerita ini bisa masuk di beranda promosi dan Izora-Bandit bisa semakin dikenal banyak pembaca 🙏🏻 Sampai jumpa di karya-karya aku selanjutnya ❤️❤️
“Dia sudah tidur?”Bandit mengintip dari balik bahu Izora, pada Ciara yang sudah telentang nyenyak. Kedua tangan kecilnya mengepal di sisi kepala dan napasnya berembus hangat dengan teratur.Sedang Izora menyangga kepala dengan sebelah tangan dan tangan yang lain masih menepuk pelan paha Ciara. Ia menoleh sebentar kepada Bandit.“Dia baru saja tidur,” bisiknya.Bandit mengangguk lalu menyandarkan dagunya pada lengan Izora. Menatap pemandangan Ciara yang tertidur damai tidak punya beban dan ketakutan apa pun.“Dia sangat menggemaskan.”Izora menyetujui dengan senyuman. Entah sejak kapan dia seringkali tersenyum konyol, tapi saat ini pikirannya sama dengan pikiran sang suami.Suami.Dulu dia membenci kata itu, sekarang ia menyanjungnya. Menghitung berapa banyak istri yang bahagia di dunia ini seperti dirinya.Bisakah ia sebut ini sebagai keluarga?Keluarga
Bhanu mengamati dua pusara yang berbaris rapi itu dengan nanar. Padahal baru satu minggu yang lalu dia datang ke sini dan dia harus datang lagi hari ini.Ia menarik napas dalam, merasa déjà vu melihat dua makam yang berdampingan itu. Segalanya berakhir tragis. Hidup sang tuan yang diperjuangkan selama dua tahun akhirnya menemui ajal.Mungkin inilah hukuman yang selalu ditunggu-tunggu sang nyonya. Bhanu merasa sangat sayang. Padahal mereka semua bisa hidup dengan baik.Rumput-rumput di bawah kakinya menyusut ketika ia melangkah meninggalkan area pemakaman yang sudah sepi. Di dalam kepalanya ia masih mengingat pusara yang bertuliskan nama Darius Farzan dan Raline Maharani yang baru saja dia tinggalkan.Ia masuk mobil, bukan lagi milik Farzan. sudah sejak lama Bhanu tidak memakai lagi fasilitas Farzan. Ia sendirian sekarang, tak ada pengawal lain atau bawahan yang bisa ia komando.Bersama dengan sang pemimpin keluarga yang ti
Izora baru saja hendak tidur ketika ponselnya bergetar di atas nakas. Nama Serina muncul di layar panggilan. Diamatinya sang suami yang tertidur pulas tanpa baju di sampingnya sambil memeluk Ciara, putri yang mereka rawat sejak kemarin malam.Namanya mirip dengan nama Ibu. Tiara. Karena Izora merindukannya. Ia merindukan sang ibu yang tak pernah lagi ia temui sejak dua tahun lalu. Mereka hanya berbicara lewat telepon sesekali.Ayah dan Adnan sudah mengira Izora meninggal dan diliputi perasaan bersalah setiap hari. Usaha Ayah bangkrut dan tentu saja mereka harus pindah ke rumah yang lebih kecil.Rumah yang dibelikan Izora secara diam-diam.Ayah berhenti bekerja dan Adnan menjadi pegawai kantoran biasa. Kehidupan mereka normal, hanya perasaan bersalah itu yang terus menghantui mereka.Biarlah. Anggap sebagai pembalasan dendam.Ponselnya masih berdering dan gegas Izora mengangkatnya. “Ada apa, Serina? Ini sudah larut malam.&rd
SPECIAL BAB 2PUNYA ANAK?Malam ini terasa lengang. Suara ketikan keyboard Izora mendominasi kamar sebelum dia menyadari bahwa malam sudah larut dan Kayman belum pulang.Ia menutup laptopnya dan keluar kamar. Menuruni tangga menuju ruang tengah yang hawanya cukup dingin. Angin berembus masuk lewat celah ventilasi di atas jendela, menerbangkan gorden dan meniup rambut Izora.Izora tidak menunjukkan gestur kedinginan sedikit pun. Ini sudah menjadi makanan kesehariannya. Tinggal di vila yang Darius berikan, terletak di daerah yang tinggi dan dingin. Izora sudah terbiasa kedinginan.Kayman belum pulang dan tidak memberikan kabar apa pun, membuat Izora khawatir. Jangan sampai lelaki itu pulang dalam keadaan terluka seperti yang sudah-sudah.Semoga pekerjaannya malam ini berjalan lancar. Kayman memang biasa pulang terlambat jika ada tugas penting, tapi malam ini Izora lebih khawatir dari biasanya. Firasatnya buruk.Gaun tidu
Dua tahun kemudian. “Ah, Kayman …” Tautan jari-jemari itu kian menguat ketika lagi-lagi Izora menggaungkan nama Kayman ke seluruh sudut-sudut kamar. Napasnya yang berembus panas beradu dengan napas pria yang bergerak dengan lihai di atas tubuhnya. Lelaki itu menggila, wajahnya mengeras, keningnya mengernyit menikmati gulungan gairah yang menghantamnya tanpa ampun. Hari yang cerah itu terasa sangat panas, membuat dua tubuh yang telanjang di atas ranjang bermandikan peluh. Sudah sejak tadi dan tak ada siapa pun di antara mereka yang berniat menghentikan aktivitas yang meleburkan hasrat itu. Otot-otot Bandit terdenyut-denyut menggoda Izora. Kulit kecokelatannya basah dan mengalirkan tetesan keringat berbau jantan ke perut Izora. Dari bawah, Izora bisa melihat betapa indahnya lelaki itu. Dari ekor matanya, ia bisa melihat cahaya raja siang mulai memudar dan menyiarkan semburat berwarna oranye dari balik jendela kaca. Berarti hari sud
“Saya dengar Anda sudah sadar.” Tipikal Bhanu. Kaku dan tegas. Tidak banyak basa-basi.“Ya, seperti yang kau lihat.” Izora masih berada di atas tempat tidur keesokan harinya di saat Bhanu datang.“Saya ikut senang.”Izora mengangguk dan hening merayap kemudian. Hingga lima menit kemudian Serina masuk dan memecahan keheningan itu.“Oh, siapa ini? Bagaimana keadaan tuanmu itu?” Serina melompat ke atas ranjang, di samping Izora sambil memegang apel yang sudah tergigit di beberapa bagian.“Buruk. Beliau koma.”“Bukannya kau sudah memberikan penawarnya?” Serina menggigit apelnya.“Seperti kata laki-laki yang mengaku sebagai orang Nyonya. Tuan menolak obatnya dan berakhir koma.”“Aku bukan lagi nyonya-mu, Bhanu.”“Hmm … kau membingungkan, Tuan Bhanu. Kau setia pada tuanmu tapi malah membantu nyonya-mu berkhianat.&
Pukul lima pagi, Ronald yang berbaring tidak nyaman di sofa ruang tengah bangun dengan tergesa. Sudah lebih dari 72 jam Izora belum sadar.Jantungnya berdebar hebat. Jika Izora betul-betul pergi maka Ronald akan sangat menyesali mengapa dia tidak menahan wanita itu untuk berbuat nekat.Ronald melangkah ragu ke kamar yang ditempati Izora. Ronald takut jika terjadi hal-hal yang buruk. Ia sudah sampai di ambang pintu ketika menemukan Izora berada dalam pelukan Bandit.Ronald mematung. Izora membalas pelukan Bandit dan itu artinya dia sudah sadar.Betapa leganya hati Ronald. Ia langsung menjauh dari kamar itu dan menumpahkan napas selega-leganya.“Oh, Tuhan … aku hampir mati karena khawatir. Syukurlah.”Tanpa basa-basi, Ronald berlari ke kamar sebelah. Melihat Serina dan Flora yang tertidur di atas lantai tanpa alas dan ibu Izora di ranjang.Kesenangan yang melimpah ruah membuat Ronald membangunk
“Saya Izora Farzan, istri dari Darius Farzan.” Izora menunduk, agak ragu untuk mengatakan kalimat selanjutnya.“Saya pernah mengandung, anak kembar. Saya sudah memegang hasil USG mereka ketika suami saya memaksa saya untuk menggugurkan mereka. Waktu itu saya tidak mengerti apa alasannya dan kenapa saya juga harus mengangkat rahim dan tidak boleh hamil lagi. Saya tidak tahu.”Wajah sendu Izora memenuhi seluruh stasiun TV nasional dan tersiar ke layar-layar besar gedung pencakar langit di tengah-tengah kota dan pusat perbelanjaan.Orang-orang membeku melihat dirinya di dalam layar. Tanpa air mata dan tanpa wajah yang sedih, tapi sorot matanya sudah mengungkap segalanya.“Saya bertahan untuk mendapatkan penjelasan karena saya tidak pernah melakukan kesalahan apa pun, tapi bukannya mendapat penjelasan, saya malah dilecehkan. Dia memanggil saya Marina—mendiang istri pertamanya—setiap kali dia meniduri saya.&rdquo