Beranda / Romansa / Khair dan Khaira / Mengantar Pulang

Share

Mengantar Pulang

Penulis: Eneng Susanti
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-23 08:00:34

Sesi psikoterapy yang biasanya hanya berlangsung satu jam menjadi mulur hingga dua jam. Dokter Huda bahkan melewatkan jam makan siang demi memastikan Khaira baik-baik saja. Namun, selepas shalat dzuhur, wanita itu bahkan menolak tawarannya untuk diantar pulang.

Dengan berat hati, dokter Huda membiarkan Khaira pergi pangeran yang ditinggalkan Cinderella tepat pada jam 12 malam. Dicegah pun tak bisa, Cinderellanya sudah kadung menutup pintu hati.

Melangkah keluar dari ruang psikoteraphy, Khaira menuju pintu belakang, melewati area ruang VIP. Langkah gontainya terhenti saat mendapati sepasang mata terbelalak menatapnya dari kejauhan.

Khaira tertegun sejenak. Lamat-lamat dia mengingat wajah lelaki di atas kursi roda yang kini masih menatapnya seakan tak percaya.

“Tunggu!” kata lelaki itu, seraya menggerakkan kursi khusus yang didudukinya itu.

Khaira menggelenggkan kepala. Dia memang lupa dengan wajah sepuh yang dulu sangat tegas dan angkuh itu. Na

Eneng Susanti

Setelah sekian lama, akhirnya update juga. Mohon maafkan saya ... semoga tetap semangat baca biar saya juga semangat nulisnya :)

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Khair dan Khaira   Batagor

    Entah untuk kali kesekian, Khaira kembali duduk di mobil Ahsan. Mereka tidak saling kenal secara personal, namun Khaira sendiri heran kenapa dosen Khair itu selalu ada di mana-mana, tepatnya dimana pun Khaira berada. Setiap kali menumpangi mobil mewah Ahsan, kondisi Khaira selalu dalam keadaan tidak menyenangkan. Pertama, waktu ke puskeswan karena kucing yang kecelakaan. Kedua, ketika pingsan di tengah jalan. Ketiga, ketika neneknya dimakamkan. Bukan pembawa sial, Khaira justru merasa dosen Khair ini sangat baik, terlalu baik malah. Diam-diam dia bersyukur dan sangat berterima kasih kepada pria itu. Namun, tidak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Jika diungkapkan, berapa banyak terima kasih yang harus Khaira ucapkan coba? Di dalam mobil, Khaira diam saja. Perasaannya campur baur. Segan iya, kesal juga ada. ‘Apa kata Khair jika melihat kakaknya pulang diantar dosen adiknya?’ pikir Khaira. Dia menggigit bibir saking bingungnya. Mau beralibi apa dia?

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-28
  • Khair dan Khaira   Sok Dewasa

    Khair sedang berjalan di trotoar saat melihat mobil Ahsan melintas dengan kencang dari arah kedai. Kecepatannya membuat sang Pengemudi tidak memperhatikan apapun selain jalanan di depannya. Dia bahkan tidak melihat Khair yang tertegun sejenak karena dosennya itu tidak berhenti untuk menyapa, bahkan membunyikan klakson pun tidak.‘Mungkin Ustaz Ahsan sedang buru-buru,’ pikir Khair. Dia yang baru kembali dari mengantar orderan kopi di sekitar kampus pun langsung meneruskan langkah kembali ke kedai dan disambut kakaknya dengan tiga bungkus batagor. Satu dia makan dan dua lainnya di berikan kepada Khaira dan Bi Ocih.“Kedai kopi jadi damai begini ... Khair bakal kangen nih nanti,” celetuk dia setelah menghabiskan batagornya.“Damai apa sepi?” tanya Khaira.“Kangen kedai atau kangen, ehm ... ‘seseorang’?” tanya Bi Ocih.Khair memasang kerung di wajahnya. “Maksudnya apa nih?” Dia bal

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-29
  • Khair dan Khaira   Kabar Buruk

    “Mang Ajat!” Khair memanggil kerabat Bi Ocih yang sedang mangkal di disi jalan itu dari pelataran kedai kopi kakaknya. Dia mengacungkan bungkusan kopi yang harus diantarkan oleh lelaki sepantaran pamannya itu. “Siap grak!” Mang Ajat sigap mengampiri Khair yang sepertinya sibuk pada hari itu. “Mang, tolong antarkan ini ke rumahnya Riang! Tadi dia pesan lewat WA ke Teh Khaira.” Mang Ajat mengerjapkan mata. “Kenapa enggak diantar langsung sama Cep Khair aja atuh, kan Mamang mah enggak tahu rumahnya.” “Nanti Khair sharelok deh. Khair enggak bisa kemana-mana, lagi nunggu dokter Huda.” Mang Ajat manggut-manggut. “Ya sudah atuh, Mamang yang antarkan! Mau titip salam tidak buat Neng Riang?” “Hm ... ya, boleh lah, tapi enggak usah pake manis-manis atau sayang-sayang, ya, Mang.” “Siap grak!” “Eh, sebentar, Mang!” Khair menghentikan gerak Mang Ajat. “Dokumen untuk pernikahannya Teh Khaira sudah beres di KUA?” Mang Aj

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-01
  • Khair dan Khaira   Kafarat

    Dokumen perjalan dan koper yang sudah Khair siapkan kini teronggok di sudut kamar. Pemiliknya sudah berhari-hari larut dalam kesedihan. Di siang hari, Khair beraktivitas seperti biasa, membantu kakaknya di kedai kopi. Sedangkan di malam hari, dia hanya bisa tidur sebentar saja.Diingatnya lagi kejadian tiga hari lalu. Saat itu dia nekad datang ke lapas tempat Guntur ditahan.“Kamu?” Lelaki berperawakan tegap itu mengangkat sebelah alis sambil tersenyum sinis begitu mendapati Khair duduk menunggunya di ruang besuk tahanan. “Saya kira Khaira yang datang ke sini.”Dengan santainya lelaki itu duduk menghadap Khair yang sedari tadi memasang wajah tak ramah.“Jangan harap kamu bisa melihat kakak saya lagi!”Guntur menyeringai. “Penjara ini tidak akan bisa menghentikan niat saya untuk memiliki Khaira,” kata dia sambil mendekatkan wajah menyebalkannya itu ke muka Khair. “Kakak kamu itu harus merasakan d

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-04
  • Khair dan Khaira   Kebenaran yang Terungkap tanpa Sengaja

    Khair bolak-balik memikirkan perkataan kakaknya. Dia pun memutuskan untuk menemui seseorang untuk dimintai pendapat.“Ada apa?” tanya orang tersebut ketika dihubungi Khair via telepon.“Ada yang ingin saya konsultasikan,” ungkap Khair.Mereka kemudian sepakat untuk bertemu di resto sebuah hotel. Setibanya di luar, Khair baru sadar bahwa hotel yang didatanginya adalah hotel yang sama dengan yang pernah dia datangi dulu ketika mencari tahu tentang kejadian yang menimpa kakaknya.Meski gamang, Khair tetap melangkah dan masuk ke sana. Siang itu keadaan di lobi cukup lengang. Khair diarahkan seorang petugas hotel menuju bagian dalam. Tepatnya, ke sebuah ruangan dengan area cukup luas, dekat kolam renang.Sepanjang jalan Khair teringat kepada kakaknya. Di gedung sebesar itu, dengan pengaturan yang tertib dan pelayanan sebaik itu, kenapa tidak ada seorang pun yang peduli kepada kakaknya saat dibawa ke sana dalam keadaan tidak sadar

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-08
  • Khair dan Khaira   Keajaiban

    Khair pergi ke hotel tersebut bukan untuk menemui bos pemiliknya ataupun berniat mengungkap kembali kasus Khaira. Dia kesana hanya dengan satu tujuan, yakni berkonsultasi tentang kafarat sumpah yang akan dibatalkannya.Mereka beremu di restoran sebelum pertemuan tak terduga dengan bos besar itu terjadi.Ketika Khair tiba, seorang pria berperawakan proporsional dengan raut wajah ramah menyambut Khair di salah satu meja. Dia memakai jas bergaya single breasted sebagai outer yang dipadukan dengan kurta.Khair tertegun sejenak sebelum berani menyapa. Penampilan pria itu membuatnya khawatir salah mengenali orang. Dari kejauhan dia memang terlihat seperti artis India atau Pakistan. Namun, dari dekat nampak bahwa wajahnya familiar.“Syukurlah kamu bisa datang lebih awal,” kata Ahsan, lelaki yang ditemui Khair di tempat tersebut. Senyumnya mengembang tanpa baking soda, namun terlihat manis seperti mengandung gula.“Alhamdulill

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-09
  • Khair dan Khaira   Persetujuan

    Khair tiba di kedai sesaat setelah Khaira pergi. Jadi dia tidak bisa langsung memberitahu ‘kabar ajaib’ yang dibekalnya dari restoran.“Teh Khaira kemana gitu, Bi?” tanya Khair gemas sekali. Tidak mungkin kan dia menyampaikan kabar sepenting itu di telepon atau pesan teks.“Katanya sih ke panti, nemenin Neng Riang yang mau perpisahan,” terang Bi Ocih.”Perpisahan?” Khair mengernyitkan dahi.Bi Ocih mengangguk sambil kipas-kipas melepas lelah.“Perpisahan apa?” tanya Khair sambil tetap jaga image. Jangan sampai Bi Ocih beranggapan dia kepo atau penasaran soal Riang.Dari cengiran wanita itu Khair bisa menebak apa yang akan dikatakan, “Kepo, ya?”“Bibi mah ....” Khair jadi salah tingkah. Akhirnya dia mengalah dan memutuskan mengakhiri pembicaraan. Biar nanti dia tanya Teh Khaira saja sepulang dari sana. Begitu rencana dia.***“Teh Kh

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-13
  • Khair dan Khaira   Pertemuan

    Khaira percaya kepada Khair. Dia bahkan tidak mencari tahu soal calon yang disodorkan adiknya hingga mereka dipertemukan di kedai. Hari itu Khaira keluar untuk memberi makan kucing-kucing di pelataran. Seorang ibu berpakaian rapi nampak berdiri mengamati kedainya dari pinggir jalan. Khaira pun memperhatikan gerak-gerik wanita itu sambil memberi makan kucing-kucing yang mengerubungi kakinya. Wanita itu kemudian berjalan ke arah kedai kopi sambil menenteng beberapa paper bag. Lamat-lamat, Khaira dapat melihat wajahnya dengan jelas. “Maaf, bukankah ibu yang waktu itu belanja di mini market rumah sakit?” tanya Khaira. Ekspresi terkejut di wajah wanita itu berubah sumringah. Dia tersenyum ramah sambil menganggukan kepala. “Apakah kamu Khaira?” “Iya. Saya Khaira.” Wanita itu mengulurkan tangan meski heran, bagaimana ibu tersebut bisa menebak dengan tepat siapa dirinya. “Mungkin karena aprone dan kedai ini,” pikir Khaira. “Masya Allah.”

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-01

Bab terbaru

  • Khair dan Khaira   Catatan Penutup

    Dear Good Novel readers, Terima kasih saya ucapkan untuk pembaca setia Khair dan Khaira. Semoga ending kisah ini menyenangkan. Saya harap pembaca bisa mengambil sesuatu di dalamnya. Bukan sekedar hiburan yang menyenangkan, tetapi saya juga ingin pembaca merasakan manfaat dari bacaannya. Semoga ada hikmah atau pelajaran yang bisa diambil dalam cerita ini dan bisa menjadi kebermanfaatan bagi semua pembacanya. Mohon maaf atas segala kekurangan dan kekeliruan yang mungkin tertulis di dalamnya. Saya sangat mengharapkan masukan dan saran dari semuanya sehingga saya bisa melakukan perbaikan pada karya-karya berikutnya. Oh, iya ... apakah Khair dan Khaira perlu dibuat sekuelnya? Sebenarnya, ide untuk melanjutkan kisah ini sudah ada. Namun, saya perlu pendapat dari pembaca juga. Tolong berikan masukan dan saran di kolom komentar, ya. Sekali lagi, terima kasih bayak atas dukungannya, baik dalam bentuk vote, komentar, maupun ulasan tentan

  • Khair dan Khaira   Surat Riang

    “Jangan nangis, Teh,” bisik Khair saat mereka berpelukan. “Khair enggak bawa sapu tangan.” Pemuda itu tertawa. Namun, matanya jelas berkaca-kaca. Dia juga merasa berat meninggalkan kakaknya.Khaira menggelengkan kepala. “Awas kamu ... jangan kangen sama tumis kangkung Teteh loh, ya ...!”Tanpa sadar keduanya sesenggukan.“Khair mau minta sesuatu sama Teteh ....” ucap dia sebelum melepas pelukan.“Apa?”“Khair minta keponakan!” Dia terkekeh sambil mengusap bulir yang jatuh jatuh dari sudut matanya.“Kamu mah ....” Khaira melepas pelukan sambil mencubit lengan adiknya.Khair meringis.“Kenapa?” tanya Ahsan khawatir.“Khair lupa minum obat,” sahut Khaira sekenanya. Mukanya sudah kemerah-merahan menahan malu campur kesal. Jika tidak ingat bahwa hari itu adalah pertemuan terakhirnya dengan sang Adik sebelum pergi dalam

  • Khair dan Khaira   Perpisahan

    Sehari setelah pernikahan Khaira dengan Ahsan, Khair dijadwalkan terbang ke Malaysia. Pemuda yang akan menjalani perkuliahan pascasarjana itu sudah menyiapkan koper dan bekal.Dia sudah janjian dengan Ahsan dan Khaira yang akan datang menjemput dan mengantarnya ke Bandara. Jadi, begitu terdengar ketukan di pintu, Khair langsung keluar dengan wajah ceria. Namun, langkahnya terhenti kala mendapati seseorang berdiri di dekat pintu masuk. Orang itu bukan kakaknya.Khair menatap heran. Keberadaan orang tersebut sungguh di luar dugaannya.“Hm ....” Khair jadi speechless. “Kenapa kamu ada di sini?” tanyanya kepada sosok wanita bercadar yang tampak sudah lama berdiri di depan pintu itu. Dari mata dan tatapannya saja Khair langsung bisa mengenali siapa wanita itu.“Riang ke sini hanya mau menyampaikan sesuatu.”Heran bercampur penasaran membuat jantung Khair sedikit berdebar. “Apa yang mau disampaikan Riang?”

  • Khair dan Khaira   Haru

    Ekspresi muka Khaira tidak berubah. Dia belum dapat jawaban yang diinginkannya. Eh, malah ditertawakan. Menyebalkan sekali suaminya. Mana bisa Khaira percaya.“Saya sudah suka sama kamu sejak lama,” kata Ahsan. Kali ini mukanya serius supaya bisa dipercaya.“Sejak kapan?” Khaira sama sekali tidak mengubah ekspresinya. Selama ini dia pikir Ahsan bahkan tidak pernah memperhatikannya sama sekali. Boro-boro jatuh cinta, jika saling bertatapan saja dia langsung buang muka.Ahsan nyengir lagi. “Hm ... itu sepertinya sejak nama kita tertulis di lauhul mahfudz.”Khaira menghela napas. Lelah hayati dia mengharapkan jawaban serius dari orang serius yang ternyata suka bercanda.Ekspresi kesal itu terbaca. Ahsan lantas berkata, “Saya tidak tahu tepatnya, tapi sejak melihat kamu sepuluh atau sebelas tahun lalu, saya tidak bisa melupakan kamu.”Khaira memicingkan mata sambil menghitung mundur ke

  • Khair dan Khaira   Mitsaqan Ghaliza dan Ungkapan Cinta

    Ketika segala sesuatu berlaku sesuai kehendak-Nya, maka segala jalan terbuka dengan sendirinya. Tidak ada aral apapun yang merintangi perjalanan sang Waktu hingga menyatukan Ahsan dan Khaira di depan penghulu.Sebagai wali dari kakaknya, Khair menjabat tangan Ahsan dan mengucap ijab dengan mantap. Demikian juga Ahsan, mengucap qabul dengan mantap dalam satu tarikan napas. Saat itu, tepat sehari sebelum jadwal keberangkatan Khair, arasy berguncang tersebab sebuah ikrar yang beratnya seperti perjanjian ketika Allah mengangkat seorang rasul bagi manusia. Itulah akad yang disebut sebagai mitsaqan Ghaliza.Hari itu, telah Khair tunaikan sumpahnya. Telah tunai pula tanggung jawabnya menjaga sang Kakak sebagaimana diamanahkan orang tuanya. Meski bahagia, air matanya tumpah juga. Apalagi ketika Khaira dan Ahsan bergantian memeluknya.“Teteh jangan nangis!” kata Khair sambil mengusap pipi kakaknya. Padahal air mata dia lebih deras daripada bulir bening di mat

  • Khair dan Khaira   Bahagia

    Persoalan nikah membuat Khaira gelisah, terutama karena calon suaminya adalah Ahsan. “Kenapa harus dia sih?” pikir Khaira. Lama-lama wanita itu jadi greget ingin mengintrogasi adiknya. Namun, sejak acara lamaran di kedai waktu itu, Khaira menahan keinginan itu demi kelancaran Khair dalam menempuh studinya. Meski hari pernikahannya kian dekat, Khaira berusaha tidak terlalu memikirkannya. Meski begitu, masih ada satu ganjalan di hatinya yakni tentang seseorang yang dia lihat tanpa sengaja di rumah sakit tempo hari. “Apa Ahsan mengenalnya?” Pertanyaan itu terus berkelindan di kepalanya tanpa berani dia utarakan kepada siapapun. Sampai pada jadwal terapi berikutnya, Khaira datang ke rumah sakit. Untuk pertama kalinya, dia bertemu psikiater baru pengganti dokter Huda. Di sana, seusai terapi, tanpa sengaja Khaira berpapasan dengan Ahsan. Dia merasa sangat canggung. Namun seulas senyum hangat yang disuguhkan lelaki di depannya itu mampu mencairkan suasana. “

  • Khair dan Khaira   Pertemuan

    Khaira percaya kepada Khair. Dia bahkan tidak mencari tahu soal calon yang disodorkan adiknya hingga mereka dipertemukan di kedai. Hari itu Khaira keluar untuk memberi makan kucing-kucing di pelataran. Seorang ibu berpakaian rapi nampak berdiri mengamati kedainya dari pinggir jalan. Khaira pun memperhatikan gerak-gerik wanita itu sambil memberi makan kucing-kucing yang mengerubungi kakinya. Wanita itu kemudian berjalan ke arah kedai kopi sambil menenteng beberapa paper bag. Lamat-lamat, Khaira dapat melihat wajahnya dengan jelas. “Maaf, bukankah ibu yang waktu itu belanja di mini market rumah sakit?” tanya Khaira. Ekspresi terkejut di wajah wanita itu berubah sumringah. Dia tersenyum ramah sambil menganggukan kepala. “Apakah kamu Khaira?” “Iya. Saya Khaira.” Wanita itu mengulurkan tangan meski heran, bagaimana ibu tersebut bisa menebak dengan tepat siapa dirinya. “Mungkin karena aprone dan kedai ini,” pikir Khaira. “Masya Allah.”

  • Khair dan Khaira   Persetujuan

    Khair tiba di kedai sesaat setelah Khaira pergi. Jadi dia tidak bisa langsung memberitahu ‘kabar ajaib’ yang dibekalnya dari restoran.“Teh Khaira kemana gitu, Bi?” tanya Khair gemas sekali. Tidak mungkin kan dia menyampaikan kabar sepenting itu di telepon atau pesan teks.“Katanya sih ke panti, nemenin Neng Riang yang mau perpisahan,” terang Bi Ocih.”Perpisahan?” Khair mengernyitkan dahi.Bi Ocih mengangguk sambil kipas-kipas melepas lelah.“Perpisahan apa?” tanya Khair sambil tetap jaga image. Jangan sampai Bi Ocih beranggapan dia kepo atau penasaran soal Riang.Dari cengiran wanita itu Khair bisa menebak apa yang akan dikatakan, “Kepo, ya?”“Bibi mah ....” Khair jadi salah tingkah. Akhirnya dia mengalah dan memutuskan mengakhiri pembicaraan. Biar nanti dia tanya Teh Khaira saja sepulang dari sana. Begitu rencana dia.***“Teh Kh

  • Khair dan Khaira   Keajaiban

    Khair pergi ke hotel tersebut bukan untuk menemui bos pemiliknya ataupun berniat mengungkap kembali kasus Khaira. Dia kesana hanya dengan satu tujuan, yakni berkonsultasi tentang kafarat sumpah yang akan dibatalkannya.Mereka beremu di restoran sebelum pertemuan tak terduga dengan bos besar itu terjadi.Ketika Khair tiba, seorang pria berperawakan proporsional dengan raut wajah ramah menyambut Khair di salah satu meja. Dia memakai jas bergaya single breasted sebagai outer yang dipadukan dengan kurta.Khair tertegun sejenak sebelum berani menyapa. Penampilan pria itu membuatnya khawatir salah mengenali orang. Dari kejauhan dia memang terlihat seperti artis India atau Pakistan. Namun, dari dekat nampak bahwa wajahnya familiar.“Syukurlah kamu bisa datang lebih awal,” kata Ahsan, lelaki yang ditemui Khair di tempat tersebut. Senyumnya mengembang tanpa baking soda, namun terlihat manis seperti mengandung gula.“Alhamdulill

DMCA.com Protection Status