Share

Tembakan menembus langit

Jam sudah menunjukan pukul 11:30 malam.

Luna yang sedang tidur di atas kasur Hadar sambil menggunakan masker dengan posisi terlentang. Hanya menatap singkat Hadar yang datang dengan piring dan segelas air di tangannya.

Hadar mendengus melihat tingkah Luna yang seperti itu.

“Kau manusia paling merepotkan yang pernah ada.” ucap Hadar.

Duduk di samping kasur, mencoba untuk menyuapi Luna. “Bangunlah. Tidak baik makan sambil tiduran.”

“Aku sedang diet.”

“Hahaha, menyakiti dirimu sendiri. Sangat bodoh, sekarang makanlah! Tanganku sudah kram.”

Katanya tidak ingin datang tapi Hadar selalu datang, bahkan di saat Luna tidak memikirkan pria itu.

Luna sudah menikah, tapi ia seolah tak memiliki yang namanya suami. Hanya berkeliaran dengan membawa dendamnya, dan sekarang bertambah untuk yang tidak bisa disebut sebagai manusia. “Andai kau manusia. Mungkin semuanya akan menjadi lebih mudah.”

“Hidupmu terlihat sulit padahal hanya ada beberapa manusia. Dan kau ingin menambah satu manusia lagi?” Hadar berdecak mengejek. “Sebaiknya urungkan niatmu itu.”

“Kenapa? Kau tidak ingin menjadi manusia Hadar.”

“Kau akan menyesal jika aku adalah manusia.”

“Kenapa?”

Aku menyukaimu. “Manusia cenderung melakukan hal bodoh melewati batas kemampuannya. Jika tidak bisa, mereka cenderung memaksakan, dan jika gagal mereka akan memikirkan cara paling mudah meski tahu caranya salah.” jelas Hadar. Ia melihat mood Luna yang sepertinya membaik, menarik Luna dan menyuapinya dengan sabar.

Bertengkar tapi tidak sampai saling menghancurkan hati.

“Memangnya kau tidak begitu?”

“Kau kecewa?”

“Ti-tidak.”

“Apa kau ingin aku mematahkan hatimu lalu mencintaimu? Ku pikir yang seperti itu selalu berhasil. Bagaimana menurutmu Luna?”

Senyuman Luna mengembang, tangannya mengambil alih piring dan sendok yang dipegang oleh Hadar. Menatap makanan itu dan Hadar bergantian sebelum turun dari kasur, melindungi diri dengan meninggalkan Hadar sambil menggerutu.

Melewati lorong kamar Vega, Luna yang sedang berpikir untuk menambah makanannya di dapur mendengar sesuatu yang membuat rasa penasaran tingkat dewanya bergejolak.

“Uhhh… nyaman sekali….”

Suara yang membuat senyuman jahil Luna mengembang cukup signifikan itu perlahan mendekati kamar Vega membuat jiwa penuh ingin tahu itu semakin kuat.

Hadar yang mengikuti Luna menaikkan satu alisnya ke atas. Ia tahu apa yang akan terjadi berikutnya. Dan untuk mencegah itu ia harus membawa Luna menjauh dari darah berbahaya itu.

“Ha-hader. Kau…tidak! Aku belum melihat apapun.”

Di dapur. Wajah mata Luna berkedut saat jus lemon dituangkan pada gelasnya dengan piring yang kembali utuh. “Menyebalkan.”

“Apanya?”

“Daging sapi nya. Sangat enak dan empuk, aku suka hahaha.”

“Bukankah kau punya aku?” Tanya Hadar. Luna mengedipkan matanya beberapa kali. “Tidak perlu bertanya. Aku akan mengizinkanmu.”

“Apa maksudmu.”

“Hobimu.”

“Hobiku?” Luna berpikir. Mengerutkan keningnya saat melihat mata Hadar yang turun sesekali, wajah Luna memerah dan mata Luna melebar ketika Hadar melepas kancing bajunya sendiri yang memperlihatkan dada bidang nan atletis itu. “Wow! Wow! Wow! Apa yang sedang kau pikirkan sekarang Hadar? A-aku tidak memiliki hobi seperti itu ja-jadi.”

Karena panik. Luna menahan kemeja Hadar meski malu, ia mengaitkan kembali kancing baju Hadar dengan sabar.

“Ingat aku musuhmu, berada di sisi mu sekarang karena aku ingin menghancurkanmu yang menghancurkan hidupku.”

Hadar memainkan rambut Luna, melingkarkan tangannya pada pinggang Luna agar wanita itu tak jatuh dari meja. Lalu berkata, “Bukankah kau ingin membalas mereka? Kekuataan, itulah yang kau inginkan dariku. Aku salah?”

Bersambung….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status