Share

Musik tanpa suara

Selamat membaca.

Anehnya di setiap kata-katanya Hadar, tidak tersembunyi rasa marah atau kebencian di matanya. Seolah ia adalah orang baik sedang Luna sakiti.

Kepala Luna tertunduk, matanya turun karena rasa tidak menyenangkan singgah di hatinya.

“Tunggulah sebentar kalau begitu.” Ucap Hadar, ketika melihat kekecewaan di mata Luna. “Kau pasti akan menang.”

Luna menganggukan kepalanya mengerti sebelum kembali ke kamar dengan langkah yang jauh lebih ringan.

Setelah ia pergi. Vega tersenyum sinis saat melihat tuannya yang bersedih sekarang. “Kenapa kalian tidak membuat bayi saja?” Saran Vega dengan nada mengejek.

“Aku tidak merusak wanita yang ku cintai.”

“Kau sedang merusaknya tuanku yang bodoh.”

“Apakah aku terlalu baik!”

Akh…rintihan Vega terdengar, tubuh langsing itu tiba-tiba saja jatuh ke lantai. Rasa panas seakan ada yang berjalan-jalan dalam pembuluh darah Vega yang bahkan membuat mulut Vega menganga dan mata yang melotot langsung ke langit-langit hanya dengan satu tatapan saja.

Rasa sakit itu. Vega ingin mati….

“Cukup Hadar!”

Satu tepukan di bahu membuat Hadar kembali pada kenyataan. Igel—orang kepercayaan Hadar lainnya muncul di waktu yang tepat.

Hosh!

Hosh!

Hosh!

Vega mendapatkan nafasnya kembali, tapi bukannya marah ia malah tersenyum manis saat melihat kehadiran Igel. Kemudian tubuh sempoyongannya itu menyeret kakinya ke kamar di mana Luna berada.

***

Keesokan harinya, ketika matahari baru saja terbit. Hadar mengetuk meja dengan kerutan di sekitaran dahinya, mata tajamnya terus mengamati dengan mulut tertutup.

“L-lunaa…”

Igel berkali-kali menatap Luna dan Hadar bergantian. Tetapi Luna seolah tak memperdulikan siapapun kecuali Vega yang terlihat kesakitan ‘hanya berpura-pura kesakitan’ demi simpati Luna dan balas dendamnya pada Hadar.

“Vega tidak terluka parah. Bisakah kau melihat ku Luna?” Minta Hadar.

Igel menelan salivanya, takut-takut ia menatap Luna yang sepertinya akan membuat sebuah lapangan hancur jika ia tidak menoleh ke arah Hadar.

Lagi pula, Vega tipe keras kepala yang penuh dengan obsesi. Ia bahkan hampir mati kemarin! Dan Igel hampir kehilangan tangannya karena berani menghentikan keputusan tuanya.

“Bagaimana kalau jalan-jalan. Vega, kau ingin ikut denganku.”

Vega tersenyum senang. “Kau mengajakku sekarang? Kau yakin tidak akan terganggu dengan kehadiranku?”

“Tentu saja tidak. Udara segar baik untuk kesehatan.”

“Dia tidak terluka!” Ulang Hadar.

“Baiklah aku ikut.”

Vega bangkit dari kursi yang dan langsung memeluk Luna yang berada di sampingnya dengan senyuman yang tak hentinya terukir pada kedua sudut bibirnya.

Sementara awan hitam mengepung Igel, dan petir menyambar di belakang Hadar sebagai rasa yang tidak bisa mereka ungkapkan di saat telunjuk Vega naik seolah mengejek tuanya yang bahkan tidak bisa mendapatkan pelukan dari Luna.

Baru satu jam mereka keluar, dan Luna menyadari kesalahannya.

Di Mall. Luna duduk sambil menggigit kukunya, kepala dan matanya ke sana kemari memperhatikan tindakan dua orang yang malah membuat tangannya bergetar bukan main.

“Semua baju yang ada di lantai ini, aku membayarnya. Kau hanya perlu datang dan mengambil apapun yang kau inginkan. Kau suka Luna?” tanya Vega dengan entengnya.

Hadar datang dengan card khususnya. “Berikan ini pada setiap toko, kau akan mendapatkannya secara cuma-cuma.” Berinya dengan dua jari pada Luna, namun Luna tak menjawab atau menerima apapun yang mereka berikan.

“Igel…”

Adu nya. Tapi pria dengan es krim di tangannya yang berdiri lima langkah dari Luna, Hadar, dan Vega langsung mengibarkan bendera putih. Lalu mengangkat tangannya sambil menggelengkan kepalanya—tanda kalau ia tidak bisa membantu.

Mau tak mau Luna menerimanya. Karena mual, Luna meninggalkan tempatnya dan mencari toilet sementara tiga orang lainnya sibuk dengan administrasi dan pekerjaan dadakan mereka.

Tanpa ia sadari, ada yang sedang mengawasi pergerakan Luna dari lantai tiga Mall.

Bersambung…

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status