Share

Ketika cinta harus memilih
Ketika cinta harus memilih
Penulis: Ardiansyah Anieta

Kamu dan Kenangan

Penulis: Ardiansyah Anieta
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kamu dan Kenangan

Air muka Elena pucat di depan kasir, dia baru menyadari dompetnya tak ada di dalam tasnya. Sekilas ditatapnya si kecil Al yang jongkok di dekat kakinya menikmati es krim yang baru saja dibuka dan belum terbayar ... 

Elena merogoh setiap sudut tas dan saku gamisnya berharap menemukan selembar uang untuk membayar es krim yang terlanjur dilahap anaknya. Wajahnya makin pias, dia tidak menemukan apa-apa.

"Mbak, maaf. Dompet saya ketinggalan di rumah berikut isinya. Apa bisa saya meninggalkan sesuatu untuk jaminan? Insyaa Allaah segera saya balik lagi menebusnya." ujarnya pelan pada kasir.

"Aduh, gimana ya Bu. Saya takut salah. Sebentar saya panggil manajer toko saja ya." jawab perempuan muda bermake-up tebal yang menjadikannya malah terlihat lebih tua.

"I'll pay! (Aku yang bayar!)" sahut seseorang dari arah pintu masuk mini market. 

Mereka berdua serentak menoleh ke pintu masuk dan demi melihat sosok itu seketika Elena merasakan tubuhnya lemas seolah tulangnya diloloskan satu-satu. Eugene ... lelaki tampan dengan sorot mata tajam, tinggi tegap dengan dada bidang. Ia pernah mengisi hati dan hidup Elena belasan tahun yang lalu.

"How much (Berapa)?" lelaki berkebangsaan asing yang tidak asing bagi Elena itu sudah berdiri di sebelahnya. Harum tubuhnya yang khas dan masih dihapalnya membuat Elena makin terpaku kaku di tempatnya tanpa kata-kata. 

"Dua belas ribu lima ratus, mister." jawab kasir sambil senyum-senyum menggoda.

"Here's twenty. (Ini dua puluh ribu.)" Eugene menyodorkan selembar dua puluh ribuan.

"Kembaliannya, mister." kata kasir masih terus tersenyum gatal.

"Take it. (Ambil saja.)" sahut Eugene pada kasir sambil memasukkan dompetnya ke dalam tas selempangnya. Diliriknya Elena yang menatap lekat Al, tak berani menatapnya.

Eugene menghampiri Al, ikut jongkok di sebelahnya. Jantung Elena berdegup lebih kencang, tangannya gemetar. Ia seperti melihat dua lelaki yang sangat mirip hanya beda ukuran.

"Hello top guy. What's your name? (Halo jagoan. Siapa namamu?)" Eugene menepuk pundak Al hangat. Al menoleh ke arahku, matanya bertanya-tanya.

"Om itu menanyakan namamu, Nak." terang Elena pada Al dengan suara pelan dan serak.

"Al Fatih, Om ..." Al menjawab sumringah, dia selalu senang jika ada yang menyapanya ramah.

"What a great name, your mom must be proud of you! (Nama yang bagus, ibumu pasti bangga padamu!)" Eugene mengacak rambut Al, mereka berdua tertawa kecil seolah sudah lama akrab.

Elena berhasil mencairkan kebekuan kakinya, lalu beranjak menyingkir dari depan kasir. Eugene ikut bergeming, ia berdiri sambil menggandeng tangan kiri Al kemudian berjalan ke arah meja bulat yang dikelilingi kursi-kursi plastik.

"Sit, please. (Duduklah.)" Eugene menatap Elena sambil menarik sebuah kursi. Elena menurutinya. Eugene lalu mendudukkan Al diantara mereka berdua. Memesan dua cangkir kopi, lalu terdiam sesaat mengamati Al yang hampir menghabiskan es krimnya dengan mulut belepotan.

"What's up, Elena? (Apa di atas, baca: Apa kabar, Elena?)" sapa Eugene membuka percakapan.

"Sky is up (Langit yang di atas)." jawab Elena datar. Eugene tertawa kecil mendengarnya. "What in earth are you doing here? (Apa yang kau lakukan di sini?)" Elena akhirnya membuka suara lebih banyak.

Eugene menatap Elena dalam-dalam. Elena menemukan mata itu masih penuh cinta, kehangatan dan harapan, ia hampir saja menangis tapi harga dirinya berhasil menguatkan.

"I've been looking for you for almost seven years, Elena! (Aku mencarimu hampir tujuh tahun, Elena!)" suaranya sedikit meninggi.

"Do I look like I care?!? (Memangnya aku peduli?)" jawab Elena sekenanya.

"Yes, you do! (Ya, pasti!)" Eugene seperti meyakinkan dirinya sendiri.

"Well, look again! (Lihat lagi, baca: Kalau begitu kau salah)" Elena balik menatap Eugene dengan tatapan yang disetel tidak peduli walaupun hatinya terasa gerimis.

"Please, Elena. Talk to me. Why??? (Katakan padaku, Elena. Kenapa? Aku mohon)" Eugene mengulurkan tangannya hampir menyentuh jari-jemari Elena yang saling menggenggam gelisah tapi kemudian tersadar dan segera menariknya kembali. Ia menghargai pakaian yang dikenakan perempuan mungil di hadapannya.

"Ibu, aku sudah selesai!" teriak Al lantang memotong perkataan Eugene, sambil tertawa mempertunjukkan tangan dan mulutnya yang belepotan es krim.

Elena tersenyum tipis. Eugene tertawa kecil, dengan sigap dikeluarkannya sapu tangan dari kantong celananya lalu membersihkan kedua tangan dan mulut Al.

"Listen to me top guy. I know you wanna play outside soon but i need you to stay with us for minutes so i can talk to your mom. Because mommy will be little bit comfortable talking in a crowd like this. Do you like to draw? Here's my book and my pen, you can draw what vehicles you like. (Dengarkan aku jagoan. Aku tau kau tidak sabar main di luar tapi aku membutuhkanmu di sini supaya aku bisa berbicara dengan ibumu sebentar. Ibumu sedikit lebih nyaman bicara di keramaian seperti ini. Kau suka menggambar? Ini buku dan pena milikku, kau bisa menggambar kendaraan yang kau suka" Eugene bicara panjang lebar seolah Al bakal mengerti ucapannya. Sementara Al terkekeh-kekeh, anak kecil itu geli mendengar aksen dan bahasa Eugene yang biasanya hanya ia tau lewat acara tivi 'Hi Five'.

"Al boleh gambar kereta diesel di sini?" Ia menunjuk buku yg disodorkan Eugene sambil melihat Elena meminta persetujuan.

"Iya sayang, menggambarlah di situ." sahut Elena lembut sambil tersenyum.

Seorang pelayan wanita datang mengantarkan pesanan. Harum kopinya menenangkan, Elena menghirup dalam-dalam aromanya. Ia merasa kewarasannya setengah terselamatkan.

"Elena, why are you hiding from me? (Elena, kenapa kau menghindar dariku?)"

"You know why ... I'm married, i have kids. And you're such a bad influence on me. (Kau tau kenapa ... Aku sudah menikah dan mempunyai anak-anak. Lagipula kau membawa pengaruh buruk buatku"

"You have married too seven years ago but you still want to meet me. We're even ... (Kau pun sudah menikah tujuh tahun lalu tapi kau masih bersedia menemuiku. Bahkan kita ..."

"Stop it. It's a big mistake!!! (Hentikan. Dulu itu kesalahan besar!!!)"

"Calm down, Elena ... i'm here not to argue. I miss you ... (Tenanglah, Elena ... Aku di sini bukan untuk berdebat. Aku rindu padamu ..."

Elena hampir terisak, mukanya memerah matanya berair napasnya tersengal. Ia ingin segera berlalu dari momen ini.

"I am not the same person. I have changed. And I am fully happy for I am now. Don't ruin my happiness. I want you to stay away from my life ... please ... (Aku bukanlah orang yang sama. Aku sudah berubah. Dan aku sangat bahagia dengan keadaanku sekarang. Jangan mengusik kebahagiaanku. Menjauhlah dari kehidupanku ... Aku mohon ....)"

"I'll wait ... (Aku akan menunggu ...)"

"Don't wait. You have to move on. Get married, have a bunch of kids like you want it. Be happy ... (Jangan menunggu. Kau harus melanjutkan hidupmu. Menikahkah. Miliki banyak anak seperti yang kau mau. Berbahagialah ...)"

"I can't find someone like you. (Aku tidak bisa menemukan penggantimu.)"

"That's a sweet bullshit I ever heard in my age! (Itu omong kosong termanis yang pernah kudengar di usiaku!)" Elena tertawa sinis. Ia meneguk habis kopinya yang hampir dingin.

"Talking about age. How old is he? (Ngomong-ngomong soal usia. Berapa umurnya?)" Eugene menoleh ke arah Al.

"Almost seventh. (Hampir tujuh tahun)" Elena menjawab pendek.

"I want to show you something. (Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu)" Eugene mengeluarkan dompetnya. Di sodorkannya secarik kertas foto ukuran kecil. Elena memperhatikan dua sosok laki-laki di foto itu. "That's my dad. And the little one was me. (Itu ayahku. Dan anak kecil itu adalah aku.)" 

Elena terkesiap, ia hampir-hampir saja mengira anak kecil itu Al.

"Is Al my son? (Apakah Al anakku?)" pertanyaan itu seperti belati yang menghunus tepat di jantung Elena.

"Of course he's not! (Tentu saja bukan!)", Elena setengah berteriak. Ia bangkit dari duduk dan menggandeng Al keluar dari tempat itu.

"Elena! Elena! Elena please wait! (Elena! Elena! Elena tunggu kumohon!)"

Elena masih bisa melihat dengan ekor matanya betapa lelaki itu bersegera mengeluarkan uang dari dompetnya, menaruhnya di meja dan berusaha mengejarnya.

Terlambat. Elena sudah masuk ke dalam taksi dan berlalu pergi.

— — — bersambung — — —

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ketika cinta harus memilih   Dia Eugene!

    ※Elena※Elena masih memeluk Al di dalam taksi, seolah takut kehilangan."Ibu, kenapa kita terburu-buru pergi? Al sampai tak sempat pamit ke Om tadi." tanya Al keheranan.Elena tidak menjawab. Ia hanya tersenyum sambil menciumi rambut Al. Dipejamkan matanya mendapati aroma Eugene masih tertinggal."Stop di sini, Pak." ujar Elena."Di sini, Bu? Ternyata dekat ya tujuannya." kata pak supir sambil tersenyum masam.Elena keluar dari taksi masih dengan menggandeng tangan Al, tanpa mengatakan apa-apa. Bergegas membuka pintu rumah dan menemukan dompetnya tergeletak di atas sofa. Ia mengambil selembar uang seratus ribu dan kembali menghampiri taksi."Iya, maaf ya Pak. Saya sedang buru-buru. Ini, ambil saja kembaliannya.""Ah terima kasih, Bu." mata pak supir berbinar."Alhamdulillaah sampai rumah." gumam Elena."Ibu ... siapa nama Om tadi?" Al kembali membuka percakapan sambil melepaskan sepatu dan baju

  • Ketika cinta harus memilih   Saya temannya Al.

    Eugene mengamati sekelilingnya, kedai soto betawi ini cukup ramai. Ia selalu menyukai makan di kedai-kedai pinggir jalan tanpa merasa risih saat terkadang menjadi pusat perhatian. Entah sudah berapa banyak tempat kuliner yang ia kunjungi bersama Elena. Baginya orang-orang Indonesia sangat ramah dan menyenangkan. Dan aneka ragam kulinernya tak habis membuat ia berdecak nikmat.Dulu, ia pernah beberapa kali makan di sini. Bersama Elena. Ia seringkali menghabiskan porsi Elena karena daya tampung perempuan itu kecil sekali. Katanya nafsu makannya selalu berkurang setiap kali makan di dekatnya, sesekali Eugene berseloroh mungkin nafsu yang lain yang bertambah. Dan ia tak tahan untuk tidak tersenyum mengingat wajah Elena yang bersemu merah karena malu.Selain karena menyukai tempat dan menu-menu yang luarbiasa nikmat menurutnya. Juga karena ia hobi memasak. Baginya berwisata kuliner merupakan salah satu cara yang menyenan

  • Ketika cinta harus memilih   Perjanjian sesama lelaki

    "Maaf mister, tidak bisa masuk bertemu Al. Kecuali Anda membawa bukti persetujuan dari orangtuanya." Ujar satpam itu tegas."Ya Tuhan ..." Eugene meremas rambutnya kesal.Kehadiran Eugene mulai menarik perhatian beberapa wali murid, sebagian anak-anak malah menjadikan ia seperti tontonan gratis. Tidak setiap hari ada bule nyasar ke sekolah mereka."Ada apa ini?" seorang wanita berusia sekitar enam puluh tahunan menghampiri. Cara berpakaiannya mirip Elena.Kedua satpam tersebut mundur selangkah dengan postur tubuh agak membungkuk. Eugene langsung paham sosok ini disegani."Tamu ini memaksa bertemu Al," ujar salah seorang satpam menunjuk Eugene sopan dengan mengarahkan ibu jarinya.Wanita itu menoleh pada Eugene dengan pandangan menyelidik. Lalu beralih kembali pada kedua satpam."Pak Iwan, tolong panggilkan Ibu Guru Dewi dan Al. Minta mereka ke ruangan saya sekarang. Pak Ade silahkan kembali ke pos," instruksinya berwibaw

  • Ketika cinta harus memilih   Mantan yang kembali

    Dear Sir,Datanglah ke alamat berikut.Kami akan menemuimu.Di bawahnya tertera alamat. Setelah itu tidak ada apa-apa lagi. Singkat sekali. Eugene mengerutkan dahi, 'KAMI'? Kami siapa? Mungkinkah ... ?Sampai di hotel, Eugene menghampiri meja resepsionis dan bertanya."Bisakah Pak Udin mengantar saya ke alamat ini nanti sore? Saya harus sampai di tempat pukul lima."Sejenak resepsionis mengamati alamat tersebut, "Lokasinya agak ke pinggir kota. Butuh waktu sekitar satu jam lebih untuk tiba di sana. Lebih baik berangkat sebelum pukul empat. Pak Udin akan saya minta siap-siap.""Baiklah. Terima kasih.""Oya, Mary Anne beberapa kali menelepon. Ia meminta anda segera menghubunginya."Eugene terdiam sesaat. Ia menghela nafas berat. Entah sudah berapa belas kali Anne meninggalkan pesan. Eugene merasa terganggu tapi tak ada yang ingin ia lakukan selain mengabaikan."Apakah anda ingin kami menghubungi Mary Anne

  • Ketika cinta harus memilih   Kejutan cinta dari Al

    "Maaf, Sir. Ada tamu wanita yang menunggu Anda di sana," ujar resepsionis itu sopan sambil ibu jarinya mengarah ke restoran yang ada di sebelah lobi hotel. Lalu ia kembali ke tempatnya.Tamu wanita? Siapakah? Dahi Eugene berkerut.Ia berjalan ke arah restoran. Mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, tak ada seorangpun yang dikenalnya. Hampir berbalik badan ketika sepasang lengan melingkari pinggang, memeluknya dari belakang. Eugene mengenalinya.Mary Anne. Perempuan asia berkulit kuning, usia dua puluh delapan tahun, perawakan sedang, rambut lurus hitam legam dengan panjang sebahu. Kelopak matanya kecil khas etnis Tionghoa dengan bibir tipis kemerahan. Bentuk dan ukuran hidungnya menambah kesempurnaan. Ia mengenakan dress selutut hitam polos tanpa lengan yang membalut ketat setiap lekuk tubuhnya. Dengan alas kaki model terbuka berhak tinggi, ia terlihat seumpama boneka porselen yang mungil, cantik dan seksi."Rindu padaku?" Pemilik lengan ramping itu b

  • Ketika cinta harus memilih   Masa lalu menyedihkan

    ***masih flashback tujuh tahun yang lalu***Sepanjang perjalanan pulang Elena merasakan sakit kepala. Matanya sembab karena terlalu banyak menangis. Satu setengah jam kemudian ia sampai di rumah.Bergegas dibukanya kunci pintu, ia ingin segera masuk dan merebahkan badannya. Begitu pintu terbuka, Elena terkejut setengah mati mendapati seseorang duduk bertopang kaki persis di hadapannya.Lelaki itu terlelap di kursi. Wajahnya terlihat letih. Secangkir kopi yang hanya bersisa ampasnya serta beberapa buku yang tergeletak di meja seperti menceritakan bahwa ia telah menunggu semalaman. Elena mengutuk dirinya sendiri, istri macam apa yang membiarkan suaminya tertidur di kursi sementara ia tidur dengan lain lelaki?Elena memperhatikan wajah teduhnya. Alisnya hitam tebal dan saling bertaut. Hidungnya mancung. Rahangnya kokoh. Bibirnya kemerahan tak tersentuh rokok. Janggutnya terawat rapih. Sungguh bukan lelaki dengan kriteria ketampanan di bawah rata-rata.

  • Ketika cinta harus memilih   Ibnu, si penyabar.

    *masih flashback tujuh tahun lalu*Masih seperti mimpi. Sampai akhirnya pada waktu yang ditentukan Elena benar-benar menemukan namanya dan nama lelaki itu terpajang besar-besar di sejumlah papan rangkaian bunga.'Selamat atas PernikahanIBNU dan ELENA'Dan begitulah pernikahan Elena dan Ibnu didasari niat yang berbeda diawali. Keshalihan dan kesabaran Ibnu belum menyentuh kalbu Elena sama sekali. Sedikit demi sedikit, selangkah demi selangkah Elena malah terseret kembali pada lelaki yang dicintainya. Eugene. Mereka tetap berhubungan diam-diam sampai akhirnya terjebak dalam zina yang sempurna.Elena mengerjap-ngerjapkan matanya yang berair. Ingatannya dipenuhi kebaikan-kebaikan suaminya. Ibnu selalu memperlakukannya dengan kelembutan dan tak pernah memaksakan ia menjadi shalihah secara instant. Ia ingat bagaimana setiap shubuh sepulang dari masjid, suaminya membangunkannyadengan d

  • Ketika cinta harus memilih   Surat wasiat Safitri

    Elena membuka lipatan kertas yang disodorkan Ibnu, dibacanya perlahan sambil sesekali menahan napas.Untuk:Ibnu, suamiku tercinta danElena, sahabatku tersayangAssalamualaykum warrohmatullaahi wabarokatuh.Aku menulis surat ini, atas nama cinta yang besarnya hanya Allah saja yang tahu. Saat kalian baca ini kemungkinan besar aku sudah tidak ada diantara kalian. Doakan aku.Ketahuilah kalian adalah dua orang istimewa dalam hidupku yang kucintai karena Allah, selain Maryam, Abah dan Ummi.Suamiku sayang, aku tahu permintaan ini terasa berat. Percayalah aku bukan tak yakin akan kesetiaan dan cintamu padaku. Hanya saja aku tak ingin kebahagiaan yang pernah aku rasakan bersamamu ini cuma milikku sendiri. Aku ingin berbagi dengan sahabatku, Elena.Kau pasti bertanya-tanya, kenapa Elena? Karena aku yakin ada kebaikan luar biasa pada dirinya, hanya ia belum menyadarinya. Sebagaimana aku melihatmu pada saat orangtuamu datang ke

Bab terbaru

  • Ketika cinta harus memilih   Kelahiran Al.

    "Safitri dulu pun seperti ini ketika minggu-minggu pertama mengandung Maryam ..." Ibnu berujar hati-hati.Elena kaget setengah mati mendengar perkataan Ibnu. Ia tidak pernah terpikir sampai ke sana. Mungkinkah?Dua garis merah, positif. Elena menyandarkan tubuhnya di dinding kamar mandi, gelisah. Bayangan malam itu bersama Eugene menghantuinya. Meskipun ia juga telah melalui banyak malam dengan Ibnu namun bagaimana jika janin yang di rahimnya ini adalah ... tubuh Elena melorot sampai pada posisi jongkok, ia tak kuasa membayangkannya.Ketika Ibnu mengetahui kehamilan Elena dan kondisi Elena yang terus-terusan muntah, ia memutuskan Elena harus berhenti bekerja dan beristirahat di rumah. Elena langsung menyetujuinya, selama ini pun ia merasa was-was setiap hari khawatir Eugene nekad tiba-tiba mendatanginya di kantor setelah tidak pernah berhasil menghubunginya.Trimester pertama yang sangat berat untuk Elena, bukan hanya karena mual muntah serta hilang

  • Ketika cinta harus memilih   Surat wasiat Safitri

    Elena membuka lipatan kertas yang disodorkan Ibnu, dibacanya perlahan sambil sesekali menahan napas.Untuk:Ibnu, suamiku tercinta danElena, sahabatku tersayangAssalamualaykum warrohmatullaahi wabarokatuh.Aku menulis surat ini, atas nama cinta yang besarnya hanya Allah saja yang tahu. Saat kalian baca ini kemungkinan besar aku sudah tidak ada diantara kalian. Doakan aku.Ketahuilah kalian adalah dua orang istimewa dalam hidupku yang kucintai karena Allah, selain Maryam, Abah dan Ummi.Suamiku sayang, aku tahu permintaan ini terasa berat. Percayalah aku bukan tak yakin akan kesetiaan dan cintamu padaku. Hanya saja aku tak ingin kebahagiaan yang pernah aku rasakan bersamamu ini cuma milikku sendiri. Aku ingin berbagi dengan sahabatku, Elena.Kau pasti bertanya-tanya, kenapa Elena? Karena aku yakin ada kebaikan luar biasa pada dirinya, hanya ia belum menyadarinya. Sebagaimana aku melihatmu pada saat orangtuamu datang ke

  • Ketika cinta harus memilih   Ibnu, si penyabar.

    *masih flashback tujuh tahun lalu*Masih seperti mimpi. Sampai akhirnya pada waktu yang ditentukan Elena benar-benar menemukan namanya dan nama lelaki itu terpajang besar-besar di sejumlah papan rangkaian bunga.'Selamat atas PernikahanIBNU dan ELENA'Dan begitulah pernikahan Elena dan Ibnu didasari niat yang berbeda diawali. Keshalihan dan kesabaran Ibnu belum menyentuh kalbu Elena sama sekali. Sedikit demi sedikit, selangkah demi selangkah Elena malah terseret kembali pada lelaki yang dicintainya. Eugene. Mereka tetap berhubungan diam-diam sampai akhirnya terjebak dalam zina yang sempurna.Elena mengerjap-ngerjapkan matanya yang berair. Ingatannya dipenuhi kebaikan-kebaikan suaminya. Ibnu selalu memperlakukannya dengan kelembutan dan tak pernah memaksakan ia menjadi shalihah secara instant. Ia ingat bagaimana setiap shubuh sepulang dari masjid, suaminya membangunkannyadengan d

  • Ketika cinta harus memilih   Masa lalu menyedihkan

    ***masih flashback tujuh tahun yang lalu***Sepanjang perjalanan pulang Elena merasakan sakit kepala. Matanya sembab karena terlalu banyak menangis. Satu setengah jam kemudian ia sampai di rumah.Bergegas dibukanya kunci pintu, ia ingin segera masuk dan merebahkan badannya. Begitu pintu terbuka, Elena terkejut setengah mati mendapati seseorang duduk bertopang kaki persis di hadapannya.Lelaki itu terlelap di kursi. Wajahnya terlihat letih. Secangkir kopi yang hanya bersisa ampasnya serta beberapa buku yang tergeletak di meja seperti menceritakan bahwa ia telah menunggu semalaman. Elena mengutuk dirinya sendiri, istri macam apa yang membiarkan suaminya tertidur di kursi sementara ia tidur dengan lain lelaki?Elena memperhatikan wajah teduhnya. Alisnya hitam tebal dan saling bertaut. Hidungnya mancung. Rahangnya kokoh. Bibirnya kemerahan tak tersentuh rokok. Janggutnya terawat rapih. Sungguh bukan lelaki dengan kriteria ketampanan di bawah rata-rata.

  • Ketika cinta harus memilih   Kejutan cinta dari Al

    "Maaf, Sir. Ada tamu wanita yang menunggu Anda di sana," ujar resepsionis itu sopan sambil ibu jarinya mengarah ke restoran yang ada di sebelah lobi hotel. Lalu ia kembali ke tempatnya.Tamu wanita? Siapakah? Dahi Eugene berkerut.Ia berjalan ke arah restoran. Mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, tak ada seorangpun yang dikenalnya. Hampir berbalik badan ketika sepasang lengan melingkari pinggang, memeluknya dari belakang. Eugene mengenalinya.Mary Anne. Perempuan asia berkulit kuning, usia dua puluh delapan tahun, perawakan sedang, rambut lurus hitam legam dengan panjang sebahu. Kelopak matanya kecil khas etnis Tionghoa dengan bibir tipis kemerahan. Bentuk dan ukuran hidungnya menambah kesempurnaan. Ia mengenakan dress selutut hitam polos tanpa lengan yang membalut ketat setiap lekuk tubuhnya. Dengan alas kaki model terbuka berhak tinggi, ia terlihat seumpama boneka porselen yang mungil, cantik dan seksi."Rindu padaku?" Pemilik lengan ramping itu b

  • Ketika cinta harus memilih   Mantan yang kembali

    Dear Sir,Datanglah ke alamat berikut.Kami akan menemuimu.Di bawahnya tertera alamat. Setelah itu tidak ada apa-apa lagi. Singkat sekali. Eugene mengerutkan dahi, 'KAMI'? Kami siapa? Mungkinkah ... ?Sampai di hotel, Eugene menghampiri meja resepsionis dan bertanya."Bisakah Pak Udin mengantar saya ke alamat ini nanti sore? Saya harus sampai di tempat pukul lima."Sejenak resepsionis mengamati alamat tersebut, "Lokasinya agak ke pinggir kota. Butuh waktu sekitar satu jam lebih untuk tiba di sana. Lebih baik berangkat sebelum pukul empat. Pak Udin akan saya minta siap-siap.""Baiklah. Terima kasih.""Oya, Mary Anne beberapa kali menelepon. Ia meminta anda segera menghubunginya."Eugene terdiam sesaat. Ia menghela nafas berat. Entah sudah berapa belas kali Anne meninggalkan pesan. Eugene merasa terganggu tapi tak ada yang ingin ia lakukan selain mengabaikan."Apakah anda ingin kami menghubungi Mary Anne

  • Ketika cinta harus memilih   Perjanjian sesama lelaki

    "Maaf mister, tidak bisa masuk bertemu Al. Kecuali Anda membawa bukti persetujuan dari orangtuanya." Ujar satpam itu tegas."Ya Tuhan ..." Eugene meremas rambutnya kesal.Kehadiran Eugene mulai menarik perhatian beberapa wali murid, sebagian anak-anak malah menjadikan ia seperti tontonan gratis. Tidak setiap hari ada bule nyasar ke sekolah mereka."Ada apa ini?" seorang wanita berusia sekitar enam puluh tahunan menghampiri. Cara berpakaiannya mirip Elena.Kedua satpam tersebut mundur selangkah dengan postur tubuh agak membungkuk. Eugene langsung paham sosok ini disegani."Tamu ini memaksa bertemu Al," ujar salah seorang satpam menunjuk Eugene sopan dengan mengarahkan ibu jarinya.Wanita itu menoleh pada Eugene dengan pandangan menyelidik. Lalu beralih kembali pada kedua satpam."Pak Iwan, tolong panggilkan Ibu Guru Dewi dan Al. Minta mereka ke ruangan saya sekarang. Pak Ade silahkan kembali ke pos," instruksinya berwibaw

  • Ketika cinta harus memilih   Saya temannya Al.

    Eugene mengamati sekelilingnya, kedai soto betawi ini cukup ramai. Ia selalu menyukai makan di kedai-kedai pinggir jalan tanpa merasa risih saat terkadang menjadi pusat perhatian. Entah sudah berapa banyak tempat kuliner yang ia kunjungi bersama Elena. Baginya orang-orang Indonesia sangat ramah dan menyenangkan. Dan aneka ragam kulinernya tak habis membuat ia berdecak nikmat.Dulu, ia pernah beberapa kali makan di sini. Bersama Elena. Ia seringkali menghabiskan porsi Elena karena daya tampung perempuan itu kecil sekali. Katanya nafsu makannya selalu berkurang setiap kali makan di dekatnya, sesekali Eugene berseloroh mungkin nafsu yang lain yang bertambah. Dan ia tak tahan untuk tidak tersenyum mengingat wajah Elena yang bersemu merah karena malu.Selain karena menyukai tempat dan menu-menu yang luarbiasa nikmat menurutnya. Juga karena ia hobi memasak. Baginya berwisata kuliner merupakan salah satu cara yang menyenan

  • Ketika cinta harus memilih   Dia Eugene!

    ※Elena※Elena masih memeluk Al di dalam taksi, seolah takut kehilangan."Ibu, kenapa kita terburu-buru pergi? Al sampai tak sempat pamit ke Om tadi." tanya Al keheranan.Elena tidak menjawab. Ia hanya tersenyum sambil menciumi rambut Al. Dipejamkan matanya mendapati aroma Eugene masih tertinggal."Stop di sini, Pak." ujar Elena."Di sini, Bu? Ternyata dekat ya tujuannya." kata pak supir sambil tersenyum masam.Elena keluar dari taksi masih dengan menggandeng tangan Al, tanpa mengatakan apa-apa. Bergegas membuka pintu rumah dan menemukan dompetnya tergeletak di atas sofa. Ia mengambil selembar uang seratus ribu dan kembali menghampiri taksi."Iya, maaf ya Pak. Saya sedang buru-buru. Ini, ambil saja kembaliannya.""Ah terima kasih, Bu." mata pak supir berbinar."Alhamdulillaah sampai rumah." gumam Elena."Ibu ... siapa nama Om tadi?" Al kembali membuka percakapan sambil melepaskan sepatu dan baju

DMCA.com Protection Status