"Makasih Pah, kalian sudah dukung Àisyah. Devan dan Aisyah pamit ke kantor pengadilan boleh?" tanya Devan memastikan. Saat siang itu, Devan yang ada di ruang tamu, tidak mau menunda lagi hal penting yang harus diselesaikan yang menyangkut Aisyah. Papa Haris mengangguk. "Oh. Iya silakan. Nggak Papa. Ini hal penting. Harusnya dari dulu, kalian bilang sama Papa? Biar Denis saya kasih wejangan!" Papa Haris merasa gagal mendidik Denis. Beliau sangat kecewa jika Denis menikah lagi dan menyakiti hati Aisyah. Pada akhirnya, Devan mengantar Aisyah menuju tempat Pengadilan. Aisyah akan segera menggugat suaminya, Denis. Tidak ada yang perlu dipertahankan dalam pernikahan yang sudah ternoda tersebut. Devan dan Aisyah pun tidak lama berada di perjalanan menuju kantor pengadilan. Mobil dikemudikan oleh Devan dengan kecepatan sedang. Setengah jam kemudian, mobil sudah terparkir di depan gedung pengadilan tersebut. Mereka turun dan langsung mendekati resepsionis yang berjaga. Tidak l
"Nggak jadi Syah. Nanti saja kalau sudah waktunya. Ehm, kita istirahat yu? Aku capek.' Tiba-tiba Devan mengurungkan niatnya. Ia masih belum siap mengutarakan isi hatinya. Ia malah mengajak Aisyah untuk ke penginapannya masing-masing. Tidak lama, mereka tidur di kamar masing-masing karena waktu sudah malam. *** Pagi harinya. Aisyah sudah bangun. Ia masih berada di dalam penginapan tersebut dan istirahat. Drrtt Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Aisyah segera mengangkat telepon yang ternyata adalah Denis. "Halo Mas? Ada apa?" tanya Aisyah dengan nada lirih. "Kamu ke mana saja kok semalaman nggak pulang? Kamu tega nggak pamit sama mas! Aku mengkhawatirkan kamu, Sayang?" tanya Denis dengan nada khawatir. "Aku sedang di luar kota Mas. Menenangkan pikiran. Kamu jangan pikirkan aku karena aku baik-baik saja," jawab Aisyah dengan tenang. "Dek, cepatlah pulang. Hanya kamu, istri yang membuat saya tenang. Zola dan Mawar kerjaannya bertengkar terus! Apalagi uang saya masih ditaha
Plak! "Jaga bicaramu Rina!" Masih di pagi hari, karena Rina memfitnah Devan dan Aisyah tidur bareng, Devan langsung menampar pipi Rina hingga memerah. Rina menatap tajam ke arah Devan "Kamu jahat Devan! Kau lebih memilih wanita yang sudah menikah dari pada yang masi pe ra wan ini! Kau buta atau sedang tidak waras! Jelas-jelas aku yang lebih cantik, kau tolak mentah-mentah. Aku nggak terima, Devan! Aku akan menghancurkan reputasimu yang mulia Menaik ini menjadi turun karena kau sudah berani menampar aku! Hiks ... hiks." Rina tidak terima jika ditampar oleh Devan. Dia dendam membara dengan Aisyah dan Devan. Aisyah berdiri dan menatap Rina dengan tatapan sendu. "Rina, orang kaya bisa bebas merusak nama baik rakyat jelata, tetapi, Alloh itu tidak diam, dia akan memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat keji kepada saudaranya sendiri. Apalagi kau memfitnah aku yang sesama wanita!" Aisyah tidak takut dengan ancaman Rina walau wanita itu mutlak punya kekuasaann sebab,
"Yasudah, kita tunggu saja sampai Denis dan Mawar pulang. Mas Devan, duduk dulu di ruang tamu? Atau mau tidur di sini?" Saat siang, Devan mendengar pembicaraan Aisyah dan Zola. Ia menjadi semakin tahu sifat adik kandungnya yang licik. "Maaf, Syah, siang ini aku ada meeting dengan klien, jadi aku nggak bisa bantuin kamu. Aku pergi dulu ya? Seumpama Denis berulah, nanti bisa hubungi aku," ujar Denis yang ternyata ia ditelepon oleh bawahannya untuk memimpin rapat sehingga ia harus pergi secepatnya. "Hati-hati Mas Devan! Terima kasih sudah antar aku pulang sampai selamat!" ujar Aisyah kepada Devan sambil tersenyum. Ia memandang Devan sampai Devan tak terlihat dari ambang pintu. "Zola, apa Denis dan Mawar akan pergi lama?" tanya Aisyah memastikan. Zola menggelengkan kepala. "Saya kurang tahu. Yang jelas mereka baru saja keluar," ujar Zola sambil memegangi perutnya karena lapar. "Ayo kamu kuajak makan di warung sebelah. Kebetulan di sebelah ada warung makan yang sehat serta
Saat sore hari, Aisyah mengajak Zola ke tempat Klinik kecantikan yang tidak jauh dari kota tersebut. Mereka sudah berada di mobil dan segera tancap gas.Lima belas menit kemudian mereka berada di Klinik. Saat di Klinik, Aisyah berkonsultasi dengan Dokter bahan apa yang aman digunakan make up an supaya wajahnya buruk. Dokter sempat kaget dengan rencana Aisyah. Namun, kemudian Asiyah menceritakan maksud dan tujuannya sehingga Dokter mempunyai cara agar wajah Aisyah terlihat jelek. Dokter kecantikan memberikan make up palsu yang aman agar wajah Aisyah terlihat jelek. Tidak lama, kemauan Aisyah terlaksana. "Astaghfirullah, Aisyah! Wajah kamu memang benar-benar berubah!" Zola terkejut ternyata memang wajah Aisyah bisa berubah ketika Dokter memberikan ramuan khusus untuk mengelabui kulit Aisyah. "Ini sementara saja kok Zola. Nanti kalau rencanaku berhasil, krim yang menempel pada kulitku, hilang juga. Untung saja Dokter kulitnya handal. Ya, walau aku harus mengeluarkan duit yang lumay
Senja hari, Mawar memaksa Denis untuk mengambil akta tanah untuk membuktikan kepada Aisyah bahwa Denis itu kaya. Pada hari itu, Aisyah juga sudah diceraikan oleh Denis karena pria itu sudah mengucapkan talak."Sebentar aku akan cari surat itu," jawab Denis sambil berdiri untuk menuju kamarnya untuk mencari surat-surat.Sepuluh menit kemudian, Denis belum juga menemukan surat-surat pentingnya. Ia sudah mencari di seluruh ruangan yang ada di kamarnya namun, hasilnya nihil. Tidak lama, ia keluar lagi dari kamar tersebut dan mendekat ke arah Aisyah. "Syah, di mana surat-surat berharga itu?" tanya Denis kepada Aisyah.Aisyah menggelengkan kepala. "Loh, bukannya yang menyimpan surat itu kamu, Mas!" Aisyah berpura-pura tidak tahu di mana dokumen berharga itu berada. Padahal semua dokumen penting sudah ia simpan di tempat paling aman dan Denis tidak tahu.Denis menyugar rambutnya. "Terakhir saya simpan di nakas dan terkunci, tetapi di tempat tersebut sudah tidak ada!" ujar Denis dengan rau
"Aisyah, kamu bohongi aku? Sebenarnya kamu itu masih cantik! Bahkan lebih glowing dari yang dulu?"Maghrib itu, Denis terkejut ketika Aisyah membuka topeng kulit pada wajahnya. Ia tersenyum sinis menatap ke Denis. Denis kecewa telah menceraikan Aisyah yang ternyata wajahnya masih cantik. "Kenapa Mas? Kamu kaget?" tanya Aisyah memastikan. Denis mengacak rambutnya karena kecewa sudah mengucapkan talak kepada Aisyah. "Dek, maafkan mas mu yang bodoh ini. Maukah kau rujuk denganku?" tanya Denis mengiba.Aisyah menggelengkan kepala. "Tidak Mas. Kamu sendiri yang sudah mengucapkan talak padaku. Sudah terlambat. Saya beri waktu sampai besok untuk mempersiapkan kalian pergi dari rumah ini. Jika tidak, saya akan melaporkan kepada pihak kepolisian. Kalian sudah selingkuh dan menelantarkan Zola! Dah, saya pusing berdebat dengan kalian. Saya mau istirahat!" Aisyah mulai masuk ke dalam kamarnya karena pusing melihat drama ikan terbang yang dimainkan oleh Mawar dan Denis. Zola pun juga masuk k
Pagi itu, Denis mendengarkan pembicaraan antara Devan dan Aisyah. Denis menjadi tahu bahwa mereka berdua bekerja sama agar dirinya terusir dari rumah tersebut.Denis cemburu buta karena Devan selalu dekat dengan Aisyah. "Syah, aku tidak akan pergi dari rumah ini. Ini rumah kita. Kenangan saat berdua di antara kita sulit untuk aku lupakan. Masih ingatkah kau saat kita pengantin baru? Kita nonton TV bareng sambil makan kacang? Setelah itu, kamu sakit perut dan aku mengambilkan minyak kayu putih agar perut kamu tidak sakit lagi?" Denis berusaha mengingatkan pada masa lampau saat masih saling mencintai dan tidak berkhianat. Devan muak mendengar pembicaraan gombal Denis. "Denis. Masalahnya kau sudah mengkhianati Aisyah. Jika kamu memang benar-benar mencintai Aisyah, harusnya kamu merelakan jika dia bahagia. Tanyakan pada dia, apakah dia masih mau hidup satu atap yang jelas-jelas kamu sudah tidak menjadi suaminya Aisyah!"Devan mulai angkat bicara. Ia tidak mau Aisyah sakit hati untuk yan
"Ada apa dengan Dokter Virginia? Apa ini erat kaitannya dengan racun kue itu? Oke, nanti aku akan ke sana lagi, tapi aku harus izin Aisyah dulu. Kalau perlu Aisyah ikut! Aisyah harus tahu kelicikan Rina!" batin Devan sambil melihat Aisyah yang sudah membayar totalan beberapa buah yang ia beli. "Mas, yuk kita pulang?" Ketika Aisyah sudah membayar seluruh buah yang ia beli, ia berbalik dan menatap Devan dengan wajah yang berbinar. "Sayang, kita jangan pulang dulu! Kita langsung ke Klinik milik Dokter Virginia. Lihat chat ini!" Devan langsung memberikan chat dari Bu Dokter Virginia yang baru saja muncul. Ia tidak mau ada yang ditutupi. Ia ingin selalu terbuka dengan Aisyah. Dengan terbuka, Aisyah akan semakin percaya pada dirinya. Devan tidak mau ia dianggap sebagai pria yang memiliki watak seperti Denis. "Maksud dari beliau apa ya? Yasudah, ayo kita ke Klinik. Mas, coba telepon Mbok Ginah bahwa kita tidak bisa sarapan dengan menu beliau soalnya ada keperluan penting. Kamu punya no
"Neli, kamu ngikutin kita? Kenapa tatapan kamu benci seperti itu kepada kita?" tanya Devan kepada Neli yang sudah ada tepat di belakangnya."Eng—nggak benci, saya hanya kepedasan ini Kak. Ingin beli es jeruk di taman ini," jawab Neli secara berbohong. Padahal Neli ingin mengintai pergerakan Devan dan Aisyah. Diam-diam, Neli menyembunyikan sesuatu dalam hatinya. "Jangan berbohong kamu Neli. Aku tahu kamu itu berbohong. Kamu pulang saja temani Mbok Ginah. Jangan ganggu acara kami!" jawab Devan dengan muka sinis ke arah Neli yang memang berbohong. Devan sudah pengalaman dengan wanita berwatak seperti Neli. Ia mungkin tidak akan terjebak dengan tipu muslihatnya. "Sudah, kalian jangan bertengkar. Neli, kalau kamu mau beli es jeruk lanjutkan. Jangan lupa nanti bayar sendiri, kamu masih pinjam uang aku loh. Hutang harus dibayar!" tegas Aiayah yang masih mengingat jika Neli pinjam uang kepadanya. "Eh, iya Kak, tenang saja. Nanti kalau aku sudah kerja dan gajian, hutang Kak Aisyah akan saya
Malam itu Devan dan Aisyah sedang mengalami puncak kebahagiaan meski salah satu pihak sedang dilanda hamil muda. Devan melakukan hubungan dengan istrinya secara lembut hingga mereka sama-sama merasakan puncak kejayaan yanh memuaskan. Hingga mereka terlelap dalam mimpi. ***Pagi pun tiba. Devan sebelum subuh bangun dan mulai mandi besar. Sementara Aisyah masih saja tertidur pulas mungkin karena kelelahan. "Aisyah, bangun. Mandi besar sana. Nanti kita sholat subuh bareng."Ketika Devan sudah mandi, ia membangunkan sang istri dengan menepuk pundak. Tidak lama, Aisyah mulai terbangun. "Ada apa Mas? Haduh, kok aku belum pakai pakaian sih? Aku belum mandi ya? Ini sudah jam berapa?" Asiyah tidak sadar jika waktu itu sudah subuh karena saking lelapnya dan lelah setelah tadi malam bertempur dengan sang suami. "Sudah mandi besar sana. Nanti sholat bareng sama aku. Kamu lupa dengan pertempuran tadi malam?" Devan tersenyum kecil dan gemas melihat Aiayah yang lupa dan cemas. Seperti boneka B
Dia pinjam tiga ratus ribu, Mas? Tapi aku hanya beri dia dua ratus. Aku bilang, uang yang di dompet hanya sisa segitu," jawab Aisyah yang masih menelepon Devan."Oh, yasudah nanti kita bicarakan lagi empat mata di kamar. Ini mungkin udah satu jam, aku mau lihat uji coba yang dilakukan Dokter Virginia. Kamu tetap waspada dengan Neli!'Tidak lama, sambungan telepon diputus oleh Devan. Devan mulai menemui Dokter Virginia untuk memastikan apakah hasil labnya sudah jadi. Sebelum Devan sempat berdiri dari sofa, Dokter yang dimaksud Devan ternyata mendekatinya. "Mas Devan, ayo ikut saya ke ruangan lab. Ada yang perlu saya bicarakan kepada Mas Devan!" Dengan raut wajah serius, wanita tinggi berseragam khas dokter itu mengajak Devan untuk ke ruangan lab."Bagaimana hasilnya, Dokter?" tanya Devan ketika sudah sampai di ruangan lab. Ia berharap-harap cemas dengan hasil yang akan dijelaskan oleh dokter tersebut."Hasilnya positif mengandung zat beracun. Padahal awalnya roti ini aman dan saya b
Sore itu Pak Ujang sudah membawa Mbok Ginah dan wanita muda yang berpakaian sederhana. Namun, tidak berjilbab. Dari cara berpakaiannya wanita tersebut seperti orang desa. "Mbok Ginah? Pak Ujang? Mari silakan duduk ke sana!"Karena Devan sangat menghormati tamu yang datang, tamunya dipersilakan duduk di ruang tamu. Tidak lama, Aisyah datang menghampiri siapa tamunya tersebut dan sudah membawakan air teh dan beberapa jamuan makanan. Beberapa teko dan gelas, beserta jamuan, ia letakkan di meja tamu. "Ini Neng Aisyah? Istrinya Mas Devan ya? Manis sekali. Kenalin Neng, ini Mbok Ginah dan Ini Neli anak saya yang baru pulang kerja dari Arab. Kebetulan, dia sudah berhenti bekerja. Boleh kah dia sama Mbok bekerja di sini? Sekalian jagain Enang jika Nak Devan pergi. Nak Devan itu sudah saya anggap anak sendiri," tutur Mbok Ginah sambil duduk di samping anaknya berumur sekitar 22 tahun. Aisyah mengamati Neli dan Mbok Ginah. Kemudian ia menoleh kepada Devan. "Bagaimana Mas Devan? Apa mereka b
Sore itu, Devan ingin membawa kue pemberian wanita asing ke Klinik milik Dokter Virginia. Namun, pria itu bingung karena Aisyah tidak mau diajak. Padahal Devan hanya ingin mengungkap keganjilan pada kue tersebut. "Syah, sebelum kue ini basi, ayo kita ke Klinik. Aku nggak mau kamu di rumah sendirian karena nggak ada yang jaga. Plis, ikut yuk? Kita harus tahu siapa wanita asing yang memberi kue pada kita itu!" Devan masih mendesak Aisyah untuk pergi ke Klinik. Baginya, keselamatan Aisyah lebih penting dari segalanya. Sedikit pun Devan nggak mau jika istri tercintanya celaka atau dijahatin orang. Apalagi Aisyah sedang mengandung benihnya. Suatu keluarga kecil yang harus diperjuangkan. "Tapi Mas, aku masih sedikit mual. Aku di rumah sendiri nggak papa. Yang jelas, kamu jangan lama-lama di sana. Aku 'kan bawa ponsel, jadi kamu jangan khawatir. Kita Bisa teleponan." Aisyah masih kelelahan sehingga ia hanya ingin di rumah untuk istirahat. Devan mendengus pelan. "Apa aku panggilkan Mbok
Rina sedang mengintai di balik celah jendela yang terbuka yang ada di samping kamar yang mengarah ke jalanan luar. Karena waktu itu Aisyah ada di kamar dan beristirahat dengan Devan. Wanita itu sedang memastikan apakah kita yang ia bawa benar-benar dimakan oleh Aisyah. "Kalau kamu suka dengan roti ini, saya ambilkan pisau pemotong kue dulu ya? Agar makanannya enak!" Devan mengambil pisau roti yang ada di atas piring kecil dekat dengan nakas. Kebetulan pisau tersebut ada di situ. Devan kemudian memotong-motong kue tersebut menjadi beberapa bagian. "Mas, kalau kamu suka, diicipin dulu ya rotinya. Kelihatannya enak banget! Porsinya juga jumbo. Pasti aku nek, jika makan kue sebanya itu!" Aisyah menyuruh Devan mencicipi kue yang dibawa oleh wanita yang katanya adalah suruhan dari Dokter Virginia. Yang sebenarnya wanita tersebut adalah Rina. "Oke deh, aku makan sepotong dulu!" Lalu Devan memakan sepotong kue berwarna coklat dan putih tersebut sepotong. Ia tergoda dengan ben
"Awas saja, aku tidak akan membiarkan janin yang dikandung Aisyah hidup. Kau telah mengambil Devan dariku. Aku juga bisa mengambil janinmu dan akan melenyapkannya." Siang itu, seorang wanita bergaun pink berdiri di balik pintu sambil menatap sinis ke arah Aisyah. "Ehm. Dek Rina, kenapa kamu di situ? Katanya ingin cepat pulang? Atau masih ingin mampir di sini. Nanti aku nitip uang ini untuk Mama ya?" Dokter Virginia ternyata adalah sepupunya Rina. Kebetulan Rina menjadi asisten baru Virginia saat ini. Jadi kesempatan untuk mencelakai Aisyah lebih besar. *** Pada siang itu, Aisyah sudah berada di rumahnya bersama Devan. Aisyah berbaring di ranjang tidurnya setelah meminum vitamin dari Dokter. "Sayang, kamu istirahat dulu ya? Kamu maunya dipesankan masakan apa agar nggak mual? Aku punya makanan rekomen yang sehat di restoran langgananku. Jadi, selama hamil, kamu nggak perlu repot," kata Devan sambil melihat-lihat layar ponselnya. Karena ia ingin memesan makanan online sehat
"Nggak papa. Terima kasih suamiku, aku menangis hari ini karena bahagia sekali," kata Aisyah yang masih dipeluk oleh Devan. Mereka menikmati pemandangan dari atas kemidi putar. "Udahlah jangan menangis lagi. Nanti kita turun beli es krim ya? Atau kita naik wahana lain?" tanya Devan yang masih di atas kemidi putar. Mereka berbincang saling tertawa dalam kesenangan sampai kemidi putar berhenti. Mereka turun dari kemidi putar menuju kantin yang menyediakan berbagai makanan dan minuman termasuk es krim. Dua wadah es krim coklat vanila sudah ia pesan. Devan dan Aisyah menikmati es krim sambil duduk di taman yang di depannya penuh dengan bunga. "Es krimnya nambah nggak? Kalau nambah, saya pesankan?" Devan menikmati es krim sambil menoleh ke Aisyah yang juka menikmati es krim dengan lahap. Dalam hati ia tertawa sendiri karena istrinya sangat menggemaskan. "Udah. Tapi Mas, perutku mual banget. Aku seperti ingin muntah! Di sini nggak ada kamar mandi ya?" Ketika Aisyah suda