Saat siang Mama Linda sedang berbicara empat mata di ruang tengah dengan Denis."Denis, kamu harus jawab jujur dengan pertanyaan Mama!" ujar Mama Linda mengawali pembicaraan."Ber—bertanya soal apa Ma?" Denis gugup karena mata sang mama menatap tajam ke arahnya."Apa kamu punya wanita simpanan lagi? Dan wanita itu sedang hamil?" tanya Mama Linda kembali. Ia sangat penasaran."Eng—enggak kok Mah. Siapa sih yang bilang begitu, pasti orang-orang pada ngaco itu!" jawab Denis berbohong. Ia belum siap jika mamanya akan tahu. Ia takut Mama Linda akan marah."Bohong! Mama sudah tidak percaya dengan kamu, Denis. Sudah banyak orang yang bilang, kamu masih berbohong? Cepat jawab jujur Denis? Di mana wanita simpanan mu itu! Mama ingin melihatnya!" bentak Mama Linda karena hatinya sudah tidak kuat. Tidak kuat akan perlakuan Denis yang di luar batas.Wajah Denis berubah pucat dan memerah. "Maafkan aku Mah. Sekali lagi Denis meminta maaf. Aku hanya nggak mau Mama dan Papa murka kepadaku!"Denis menu
"Mawar, jaga bicara kamu! Janin dari rahim kamu itu meninggal karena takdir, bukan karena kurang gizi. Kamu saja suka foya-foya 'kan? Harusnya uangmu itu kamu pakai untuk membeli gizi, bukan membeli barang yang nggak penting. Denis, istri seperti itu kok kamu pilih. Mama itu, sudah berusaha menjadi mertua yang adil, tapi istri kamu malah ingin menggugurkan kandungan Zola? Saya harap kamu bisa tanggung jawab, Denis?" Mama Linda menyarankan untuk menikah dengan Zola secepatnya. Sebelum beliau malu digunjing oleh para tetangga.Mama Linda sempat melirik Aisyah yang diam mematung menyimak pembicaraan mereka."Oke! Saya akan menikah dengan Zola secara sederhana. Mama bisa meminjamkan uang untuk saya dalam acara pernikahan ini? ATM Denis hilang Mah, Mawar, saya harap kamu jangan membantah keputusan dariku!" tutur Denis dengan lesu.Ia terpaksa harus menikahi Zola dalam waktu dekat ini. Karena ia takut mamanya akan murka."Oke Mama kasih kesempatan terakhir buat kamu Denis. Mama akan membi
Saat senja, Mama Linda pingsan karena tidak tahan melihat kedua anaknya bertengkar. "Mama!" teriak Devan kepada sang Mama.Devan langsung membawa Mama Linda di kamar kosong yang ada di rumahnya Denis. Beliau dibaringkan. Devan mulai menempelkan tangannya pada dahi Mama Linda untuk memastikan bahwa beliau sehat. Suhu tubuhnya normal. "Apa Mama panas Mas Devan?"Tidak lama, Aisyah mendekati mertuanya yang sedang pingsan sambil membawa segelas teh hangat sekaligus alat pengukur suhu badan. Setelah dicek, ternyata suhu badan Mama Linda normal."Suhu tubuh Mama normal. Sepertinya Mama syok dan tidak tahan masalah, Syah. Akibatnya beliau pingsan," ujar Devan dengan raut wajah gelisah.Aisyah memberi selimut kepada mertuanya dengan telaten lalu duduk di samping mertuanya yang masih pingsan. Tidak lama, Zola dan Denis ikut masuk ke dalam kamar untuk mengetahui kondisi Mama Linda. Lima belas menit kemudian, Mama Linda mulai membuka matanya."Aisyah. Tolong Mama ambilkan teh manis hangat.
Malam itu, di rumah Denis, Devan sedang berada di ruang TV. Ia membaca chat WA dari Aisyah dan ternyata ia mengajak dirinya ke kantor notaris untuk mengurusi akta tanah.Devan kemudian menjawab chat dari Aisyah."Siap Nona Aisyah. Apa pun bantuannya, akan saya bantu. Persiapkan besok dan cari alasan agar Mama dan Denis nggak tahu rencana kita!"Begitulah jawaban dari chat WA yang dikirim Devan kepada Aisyah. Ia sangat antusias membantu Aisyah dalam menangani hidupnya yang sedang tidak baik-baik saja.Tidak lama, Devan pun mengantuk. Ia mulai tertidur.***Pagi pun tiba. Seperti biasa Aisyah sudah bangun. Terlihat penghuni rumah tersebut masih pada molor. Termasuk Denis, Mawar dan Zola.Devan ternyata baru saja mandi. Sementara Mama Linda sedang mencuci muka.Aisyah memasak nasi goreng udang dan menggoreng kerupuk bawang. Tidak lama, sarapan pun sudah siap."Mama nggak habis pikir, Syah. Semua wanita barunya Denis jam tujuh belum pada bangun. Wanita seperti itu kok dipilih!" ujar Mama
"Oh. Iya. Kegiatan masa lalu lupakan Molly. Ehm, Pak Elang. Apakah dokumen pentingnya sudah diganti?"Devan mau fokus membantu Aisyah dan tidak menggubris Molly yang merusak suasana.Wajah Elang tersenyum. "Sudah. Ini tinggal tanda tangan dari Nona Aisyah dan saksi dari keluarga kandungnya pihak pria!" Elang menyodorkan map berwarna biru berupa dokumen akta tanah yang harus ditanda tangani oleh Aisyah dan Devan. Tidak lama, mereka berdua sudah menandatanganinya."Sudah. Apakah seperti ini sudah bisa dibawa pulang?" tanya Devan untuk memastikan bahwa dokumen tersebut sudah sah menjadi atas nama Aisyah Humairah.Akhirnya Devan dan Aisyah sudah menandatangani dokumen tersebut. Elang mengangguk. "Semuanya sudah beres kawan. Ini dokumen Nona!" Elang memberikan dokumen kepada Aisyah dengan tatapan tajam.Aisyah mengangguk dan menerima dokumen tersebut. "Terima kasih Elang. Kalau begitu, kami segera pergi karena saya tidak banyak waktu!"Aisyah memberi kode kepada Devan untuk segera perg
Siang itu, Aisyah sudah berhasil memindah nama dokumen akta tanah atas namanya. Sekarang ia mau pulang dan menunggun taksi. Tidak lama, Elang datang dengan membawa mobilnya dan menawarkan tumpangan kepada Aisyah."Ehm. Bagaimana ya? Yasudah saya ikut saja. Dari pada tidak ada taksi dan pulangnya lama," jawab Aisyah yang akhirnya mau pulang diantar oleh Elang.Akhirnya Aisyah mau ikut mobilnya Elang. Ia duduk di jok depan di samping Elang yang mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. "Alamat rumah kamu di mana Neng?" tanya Elang kepada Aisyah. Elang adalah notaris muda berusia sekitar 29 tahun dan belum menikah. "Di jalan Tulip nomor 5. Nama kamu Elang? Maaf, saya sedikit lupa tadi," tanya Aisyah yang mengingat nama notaris tersebut.Elang mengangguk dan menoleh ke arah Aisyah. "Benar. Kamu suaminya Denis adiknya Devan kah?" tanya Elang memastikan. Aisyah mengangguk. "Benar. Kamu mengenalnya?" tanya Aisyah dengan rasa penasaran. Elang tersenyum sambil fokus ke depan karena ia s
"Ini lihat!" Saat siang, Aisyah memperlihatkan chat WA kepada Elang. Elang sedikit terkejut. "Dugaanku benar, Devan sangat menyukai kamu, Nona. Devan itu memang mempunyai dua nomor yang aktif. Nomor yang dipakai untuk meneror kamu itu, adalah nomor lama," ujar Elang sambil menyalakan mesin mobilnya kembali setelah ia membaca chat tersebut. Wajah Aisyah mulai berkerut. Hatinya menjadi tidak karuan 'Jadi, selama ini Kak Devan ada rasa denganku. Sampai dia mengirim pesan secara sembunyi. Huft, kenapa aku nggak peka ya? Kirain Kak Devan hanya menganggap aku sebatas adik,' batin Aisyah yang mulai memikirkan Devan. Pikirannya sedang tidak karuan. Elang menoleh ke arah Aisyah. "Nona Aisyah. Saya harap, Nona memilih suami yang terbaik. Menurut saya Denis itu munafik. Yang berhati tulus itu Devan. Saya sudah mengenal dia sejak lama. Di kelasnya dulu dia banyak disukai cewek dikelasnya, namun ia tidak menggubrisnya. Yang ia kagumi selalu kamu, Nona!" Elang masih menceritakan tentang
"Sudah, kalian jangan bertengkar! Malu didengar oleh para tetangga! Aisyah itu bisnisnya banyak. Teman bisnisnya juga banyak, jadi kamu jangan berburuk sangka, Denis!" ujar Mama Linda yang berusaha mencairkan suasana. Denis berwajah lesu. "Tapi Mah, Denis nggak suka Aisyah jalan sama pria. Saya itu suaminya!" jawab Denis dengan keras. Mama Linda menggelengkan kepala. "Jika kamu ingin dihargai oleh istri, jadilah suami yang baik. Kerja keras dan membahagiakan istri! Kamu saja selingkuh! Apalagi kamu sekarang kesulitan masalah uang 'kan? Aisyah itu, kerja keras agar bisa bertahan hidup! Kalau nggak ada Mama bagaimana? Apa kamu bisa tanggung jawab kepada Mawar dan Zola?" Mama Linda selalu membela Aisyah karena Aisyah memang tidak bersalah. Aisyah hanya disakiti sehingga ia menunjukan kepada semuanya bahwa dia itu wanita kuat. Denis mulai luluh jika membahas tentang uang. "Kalau itu, Denis akui Mah. Denis memang belum bisa memberi nafkah yang cukup kepada semua istri Denis. Syah,
"Ada apa dengan Dokter Virginia? Apa ini erat kaitannya dengan racun kue itu? Oke, nanti aku akan ke sana lagi, tapi aku harus izin Aisyah dulu. Kalau perlu Aisyah ikut! Aisyah harus tahu kelicikan Rina!" batin Devan sambil melihat Aisyah yang sudah membayar totalan beberapa buah yang ia beli. "Mas, yuk kita pulang?" Ketika Aisyah sudah membayar seluruh buah yang ia beli, ia berbalik dan menatap Devan dengan wajah yang berbinar. "Sayang, kita jangan pulang dulu! Kita langsung ke Klinik milik Dokter Virginia. Lihat chat ini!" Devan langsung memberikan chat dari Bu Dokter Virginia yang baru saja muncul. Ia tidak mau ada yang ditutupi. Ia ingin selalu terbuka dengan Aisyah. Dengan terbuka, Aisyah akan semakin percaya pada dirinya. Devan tidak mau ia dianggap sebagai pria yang memiliki watak seperti Denis. "Maksud dari beliau apa ya? Yasudah, ayo kita ke Klinik. Mas, coba telepon Mbok Ginah bahwa kita tidak bisa sarapan dengan menu beliau soalnya ada keperluan penting. Kamu punya no
"Neli, kamu ngikutin kita? Kenapa tatapan kamu benci seperti itu kepada kita?" tanya Devan kepada Neli yang sudah ada tepat di belakangnya."Eng—nggak benci, saya hanya kepedasan ini Kak. Ingin beli es jeruk di taman ini," jawab Neli secara berbohong. Padahal Neli ingin mengintai pergerakan Devan dan Aisyah. Diam-diam, Neli menyembunyikan sesuatu dalam hatinya. "Jangan berbohong kamu Neli. Aku tahu kamu itu berbohong. Kamu pulang saja temani Mbok Ginah. Jangan ganggu acara kami!" jawab Devan dengan muka sinis ke arah Neli yang memang berbohong. Devan sudah pengalaman dengan wanita berwatak seperti Neli. Ia mungkin tidak akan terjebak dengan tipu muslihatnya. "Sudah, kalian jangan bertengkar. Neli, kalau kamu mau beli es jeruk lanjutkan. Jangan lupa nanti bayar sendiri, kamu masih pinjam uang aku loh. Hutang harus dibayar!" tegas Aiayah yang masih mengingat jika Neli pinjam uang kepadanya. "Eh, iya Kak, tenang saja. Nanti kalau aku sudah kerja dan gajian, hutang Kak Aisyah akan saya
Malam itu Devan dan Aisyah sedang mengalami puncak kebahagiaan meski salah satu pihak sedang dilanda hamil muda. Devan melakukan hubungan dengan istrinya secara lembut hingga mereka sama-sama merasakan puncak kejayaan yanh memuaskan. Hingga mereka terlelap dalam mimpi. ***Pagi pun tiba. Devan sebelum subuh bangun dan mulai mandi besar. Sementara Aisyah masih saja tertidur pulas mungkin karena kelelahan. "Aisyah, bangun. Mandi besar sana. Nanti kita sholat subuh bareng."Ketika Devan sudah mandi, ia membangunkan sang istri dengan menepuk pundak. Tidak lama, Aisyah mulai terbangun. "Ada apa Mas? Haduh, kok aku belum pakai pakaian sih? Aku belum mandi ya? Ini sudah jam berapa?" Asiyah tidak sadar jika waktu itu sudah subuh karena saking lelapnya dan lelah setelah tadi malam bertempur dengan sang suami. "Sudah mandi besar sana. Nanti sholat bareng sama aku. Kamu lupa dengan pertempuran tadi malam?" Devan tersenyum kecil dan gemas melihat Aiayah yang lupa dan cemas. Seperti boneka B
Dia pinjam tiga ratus ribu, Mas? Tapi aku hanya beri dia dua ratus. Aku bilang, uang yang di dompet hanya sisa segitu," jawab Aisyah yang masih menelepon Devan."Oh, yasudah nanti kita bicarakan lagi empat mata di kamar. Ini mungkin udah satu jam, aku mau lihat uji coba yang dilakukan Dokter Virginia. Kamu tetap waspada dengan Neli!'Tidak lama, sambungan telepon diputus oleh Devan. Devan mulai menemui Dokter Virginia untuk memastikan apakah hasil labnya sudah jadi. Sebelum Devan sempat berdiri dari sofa, Dokter yang dimaksud Devan ternyata mendekatinya. "Mas Devan, ayo ikut saya ke ruangan lab. Ada yang perlu saya bicarakan kepada Mas Devan!" Dengan raut wajah serius, wanita tinggi berseragam khas dokter itu mengajak Devan untuk ke ruangan lab."Bagaimana hasilnya, Dokter?" tanya Devan ketika sudah sampai di ruangan lab. Ia berharap-harap cemas dengan hasil yang akan dijelaskan oleh dokter tersebut."Hasilnya positif mengandung zat beracun. Padahal awalnya roti ini aman dan saya b
Sore itu Pak Ujang sudah membawa Mbok Ginah dan wanita muda yang berpakaian sederhana. Namun, tidak berjilbab. Dari cara berpakaiannya wanita tersebut seperti orang desa. "Mbok Ginah? Pak Ujang? Mari silakan duduk ke sana!"Karena Devan sangat menghormati tamu yang datang, tamunya dipersilakan duduk di ruang tamu. Tidak lama, Aisyah datang menghampiri siapa tamunya tersebut dan sudah membawakan air teh dan beberapa jamuan makanan. Beberapa teko dan gelas, beserta jamuan, ia letakkan di meja tamu. "Ini Neng Aisyah? Istrinya Mas Devan ya? Manis sekali. Kenalin Neng, ini Mbok Ginah dan Ini Neli anak saya yang baru pulang kerja dari Arab. Kebetulan, dia sudah berhenti bekerja. Boleh kah dia sama Mbok bekerja di sini? Sekalian jagain Enang jika Nak Devan pergi. Nak Devan itu sudah saya anggap anak sendiri," tutur Mbok Ginah sambil duduk di samping anaknya berumur sekitar 22 tahun. Aisyah mengamati Neli dan Mbok Ginah. Kemudian ia menoleh kepada Devan. "Bagaimana Mas Devan? Apa mereka b
Sore itu, Devan ingin membawa kue pemberian wanita asing ke Klinik milik Dokter Virginia. Namun, pria itu bingung karena Aisyah tidak mau diajak. Padahal Devan hanya ingin mengungkap keganjilan pada kue tersebut. "Syah, sebelum kue ini basi, ayo kita ke Klinik. Aku nggak mau kamu di rumah sendirian karena nggak ada yang jaga. Plis, ikut yuk? Kita harus tahu siapa wanita asing yang memberi kue pada kita itu!" Devan masih mendesak Aisyah untuk pergi ke Klinik. Baginya, keselamatan Aisyah lebih penting dari segalanya. Sedikit pun Devan nggak mau jika istri tercintanya celaka atau dijahatin orang. Apalagi Aisyah sedang mengandung benihnya. Suatu keluarga kecil yang harus diperjuangkan. "Tapi Mas, aku masih sedikit mual. Aku di rumah sendiri nggak papa. Yang jelas, kamu jangan lama-lama di sana. Aku 'kan bawa ponsel, jadi kamu jangan khawatir. Kita Bisa teleponan." Aisyah masih kelelahan sehingga ia hanya ingin di rumah untuk istirahat. Devan mendengus pelan. "Apa aku panggilkan Mbok
Rina sedang mengintai di balik celah jendela yang terbuka yang ada di samping kamar yang mengarah ke jalanan luar. Karena waktu itu Aisyah ada di kamar dan beristirahat dengan Devan. Wanita itu sedang memastikan apakah kita yang ia bawa benar-benar dimakan oleh Aisyah. "Kalau kamu suka dengan roti ini, saya ambilkan pisau pemotong kue dulu ya? Agar makanannya enak!" Devan mengambil pisau roti yang ada di atas piring kecil dekat dengan nakas. Kebetulan pisau tersebut ada di situ. Devan kemudian memotong-motong kue tersebut menjadi beberapa bagian. "Mas, kalau kamu suka, diicipin dulu ya rotinya. Kelihatannya enak banget! Porsinya juga jumbo. Pasti aku nek, jika makan kue sebanya itu!" Aisyah menyuruh Devan mencicipi kue yang dibawa oleh wanita yang katanya adalah suruhan dari Dokter Virginia. Yang sebenarnya wanita tersebut adalah Rina. "Oke deh, aku makan sepotong dulu!" Lalu Devan memakan sepotong kue berwarna coklat dan putih tersebut sepotong. Ia tergoda dengan ben
"Awas saja, aku tidak akan membiarkan janin yang dikandung Aisyah hidup. Kau telah mengambil Devan dariku. Aku juga bisa mengambil janinmu dan akan melenyapkannya." Siang itu, seorang wanita bergaun pink berdiri di balik pintu sambil menatap sinis ke arah Aisyah. "Ehm. Dek Rina, kenapa kamu di situ? Katanya ingin cepat pulang? Atau masih ingin mampir di sini. Nanti aku nitip uang ini untuk Mama ya?" Dokter Virginia ternyata adalah sepupunya Rina. Kebetulan Rina menjadi asisten baru Virginia saat ini. Jadi kesempatan untuk mencelakai Aisyah lebih besar. *** Pada siang itu, Aisyah sudah berada di rumahnya bersama Devan. Aisyah berbaring di ranjang tidurnya setelah meminum vitamin dari Dokter. "Sayang, kamu istirahat dulu ya? Kamu maunya dipesankan masakan apa agar nggak mual? Aku punya makanan rekomen yang sehat di restoran langgananku. Jadi, selama hamil, kamu nggak perlu repot," kata Devan sambil melihat-lihat layar ponselnya. Karena ia ingin memesan makanan online sehat
"Nggak papa. Terima kasih suamiku, aku menangis hari ini karena bahagia sekali," kata Aisyah yang masih dipeluk oleh Devan. Mereka menikmati pemandangan dari atas kemidi putar. "Udahlah jangan menangis lagi. Nanti kita turun beli es krim ya? Atau kita naik wahana lain?" tanya Devan yang masih di atas kemidi putar. Mereka berbincang saling tertawa dalam kesenangan sampai kemidi putar berhenti. Mereka turun dari kemidi putar menuju kantin yang menyediakan berbagai makanan dan minuman termasuk es krim. Dua wadah es krim coklat vanila sudah ia pesan. Devan dan Aisyah menikmati es krim sambil duduk di taman yang di depannya penuh dengan bunga. "Es krimnya nambah nggak? Kalau nambah, saya pesankan?" Devan menikmati es krim sambil menoleh ke Aisyah yang juka menikmati es krim dengan lahap. Dalam hati ia tertawa sendiri karena istrinya sangat menggemaskan. "Udah. Tapi Mas, perutku mual banget. Aku seperti ingin muntah! Di sini nggak ada kamar mandi ya?" Ketika Aisyah suda