Malam itu, di rumah Denis, Devan sedang berada di ruang TV. Ia membaca chat WA dari Aisyah dan ternyata ia mengajak dirinya ke kantor notaris untuk mengurusi akta tanah.Devan kemudian menjawab chat dari Aisyah."Siap Nona Aisyah. Apa pun bantuannya, akan saya bantu. Persiapkan besok dan cari alasan agar Mama dan Denis nggak tahu rencana kita!"Begitulah jawaban dari chat WA yang dikirim Devan kepada Aisyah. Ia sangat antusias membantu Aisyah dalam menangani hidupnya yang sedang tidak baik-baik saja.Tidak lama, Devan pun mengantuk. Ia mulai tertidur.***Pagi pun tiba. Seperti biasa Aisyah sudah bangun. Terlihat penghuni rumah tersebut masih pada molor. Termasuk Denis, Mawar dan Zola.Devan ternyata baru saja mandi. Sementara Mama Linda sedang mencuci muka.Aisyah memasak nasi goreng udang dan menggoreng kerupuk bawang. Tidak lama, sarapan pun sudah siap."Mama nggak habis pikir, Syah. Semua wanita barunya Denis jam tujuh belum pada bangun. Wanita seperti itu kok dipilih!" ujar Mama
"Oh. Iya. Kegiatan masa lalu lupakan Molly. Ehm, Pak Elang. Apakah dokumen pentingnya sudah diganti?"Devan mau fokus membantu Aisyah dan tidak menggubris Molly yang merusak suasana.Wajah Elang tersenyum. "Sudah. Ini tinggal tanda tangan dari Nona Aisyah dan saksi dari keluarga kandungnya pihak pria!" Elang menyodorkan map berwarna biru berupa dokumen akta tanah yang harus ditanda tangani oleh Aisyah dan Devan. Tidak lama, mereka berdua sudah menandatanganinya."Sudah. Apakah seperti ini sudah bisa dibawa pulang?" tanya Devan untuk memastikan bahwa dokumen tersebut sudah sah menjadi atas nama Aisyah Humairah.Akhirnya Devan dan Aisyah sudah menandatangani dokumen tersebut. Elang mengangguk. "Semuanya sudah beres kawan. Ini dokumen Nona!" Elang memberikan dokumen kepada Aisyah dengan tatapan tajam.Aisyah mengangguk dan menerima dokumen tersebut. "Terima kasih Elang. Kalau begitu, kami segera pergi karena saya tidak banyak waktu!"Aisyah memberi kode kepada Devan untuk segera perg
Siang itu, Aisyah sudah berhasil memindah nama dokumen akta tanah atas namanya. Sekarang ia mau pulang dan menunggun taksi. Tidak lama, Elang datang dengan membawa mobilnya dan menawarkan tumpangan kepada Aisyah."Ehm. Bagaimana ya? Yasudah saya ikut saja. Dari pada tidak ada taksi dan pulangnya lama," jawab Aisyah yang akhirnya mau pulang diantar oleh Elang.Akhirnya Aisyah mau ikut mobilnya Elang. Ia duduk di jok depan di samping Elang yang mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. "Alamat rumah kamu di mana Neng?" tanya Elang kepada Aisyah. Elang adalah notaris muda berusia sekitar 29 tahun dan belum menikah. "Di jalan Tulip nomor 5. Nama kamu Elang? Maaf, saya sedikit lupa tadi," tanya Aisyah yang mengingat nama notaris tersebut.Elang mengangguk dan menoleh ke arah Aisyah. "Benar. Kamu suaminya Denis adiknya Devan kah?" tanya Elang memastikan. Aisyah mengangguk. "Benar. Kamu mengenalnya?" tanya Aisyah dengan rasa penasaran. Elang tersenyum sambil fokus ke depan karena ia s
"Ini lihat!" Saat siang, Aisyah memperlihatkan chat WA kepada Elang. Elang sedikit terkejut. "Dugaanku benar, Devan sangat menyukai kamu, Nona. Devan itu memang mempunyai dua nomor yang aktif. Nomor yang dipakai untuk meneror kamu itu, adalah nomor lama," ujar Elang sambil menyalakan mesin mobilnya kembali setelah ia membaca chat tersebut. Wajah Aisyah mulai berkerut. Hatinya menjadi tidak karuan 'Jadi, selama ini Kak Devan ada rasa denganku. Sampai dia mengirim pesan secara sembunyi. Huft, kenapa aku nggak peka ya? Kirain Kak Devan hanya menganggap aku sebatas adik,' batin Aisyah yang mulai memikirkan Devan. Pikirannya sedang tidak karuan. Elang menoleh ke arah Aisyah. "Nona Aisyah. Saya harap, Nona memilih suami yang terbaik. Menurut saya Denis itu munafik. Yang berhati tulus itu Devan. Saya sudah mengenal dia sejak lama. Di kelasnya dulu dia banyak disukai cewek dikelasnya, namun ia tidak menggubrisnya. Yang ia kagumi selalu kamu, Nona!" Elang masih menceritakan tentang
"Sudah, kalian jangan bertengkar! Malu didengar oleh para tetangga! Aisyah itu bisnisnya banyak. Teman bisnisnya juga banyak, jadi kamu jangan berburuk sangka, Denis!" ujar Mama Linda yang berusaha mencairkan suasana. Denis berwajah lesu. "Tapi Mah, Denis nggak suka Aisyah jalan sama pria. Saya itu suaminya!" jawab Denis dengan keras. Mama Linda menggelengkan kepala. "Jika kamu ingin dihargai oleh istri, jadilah suami yang baik. Kerja keras dan membahagiakan istri! Kamu saja selingkuh! Apalagi kamu sekarang kesulitan masalah uang 'kan? Aisyah itu, kerja keras agar bisa bertahan hidup! Kalau nggak ada Mama bagaimana? Apa kamu bisa tanggung jawab kepada Mawar dan Zola?" Mama Linda selalu membela Aisyah karena Aisyah memang tidak bersalah. Aisyah hanya disakiti sehingga ia menunjukan kepada semuanya bahwa dia itu wanita kuat. Denis mulai luluh jika membahas tentang uang. "Kalau itu, Denis akui Mah. Denis memang belum bisa memberi nafkah yang cukup kepada semua istri Denis. Syah,
"Mawar, ini itu hari pernikahan aku dengan Zola, wajar dong kalau kita suap-suapan, namanya juga pengantin baru. Maaf, kalau Mas membuatmu terluka. Sini Mas juga akan suapin kamu makan?" Siang itu, Denis menyuruh Mawar mendekat ke arahnya. Ia juga akan menyuapi Mawar makan. "Cuih, nggak sudi aku Mas, makan bareng sama wanita perebut laki orang! Mending aku ke kamar!" jawab Mawar yang masih cemburu. Ia langsung berlari mengurung diri di kamarnya. Zola terkejut. "Bagaimana ini Mas? Saya tidak bermaksud membuat iri Mawar," ujar Zola yang merasa tidak enak."Lupakan, Mawar memang suka ngambek. Kita selesaikan makan dulu saja!" jawab Denis menyuruh Zola untuk segera menyelesaikan makanannya."Mawar ngambek ya? " tanya Mama Linda yang melihat kejadian baru saja."Iya Mah. Wajarlah, dia cemburu, saya menikah lagi sih. Biarkan aja nanti juga sadar sendiri," ujar Denis yang tahu akan sikap Mawar yang suka .ngambek.Wajah Mama Linda berkerut. "Maka dari itu, kamun harus adil kepada ketiga i
Plak! Plak! Pada malam itu, Devan berusaha memberontak dari jeratan beberapa wanita malam yang sedang mabok termasuk Molly. Dengan kuat tangannya mendorong wanita berbau menyengat tersebut hingga akhirnya Devan terlepas juga. Ia juga mengambil ponsel milik Molly yang sedang tergeletak di meja. Molly terlihat lemas dan jatuh ke lantai karena Devan menamparnya ditambah ia minum minuman terlarang secara berlebihan. Devan tidak sempat menutup kancing kemejanya yang terlepas ia langsung lari dengan terseok-seok dari hotel tersebut. "Devan! Tunggu aku! Jangan tinggalkan aku!" teriak Molly sambil terjatuh di lantai dan tidak bisa berjalan. Devan tidak menggubris Molly ia langsung saja pergi dari hotel tersebut karena ia sudah berhasil mengambil ponselnya Molly. Setelah sampai di luar hotel, ia segera mencari mobilnya dan pergi dari hotel tersebut menuju rumahnya. Setengah jam kemudian, ia sampai di rumah. "Alhamdulillah, akhirnya aku bisa sampai rumah. Oh, ya, saya harus men
"Makasih Pah, kalian sudah dukung Àisyah. Devan dan Aisyah pamit ke kantor pengadilan boleh?" tanya Devan memastikan. Saat siang itu, Devan yang ada di ruang tamu, tidak mau menunda lagi hal penting yang harus diselesaikan yang menyangkut Aisyah. Papa Haris mengangguk. "Oh. Iya silakan. Nggak Papa. Ini hal penting. Harusnya dari dulu, kalian bilang sama Papa? Biar Denis saya kasih wejangan!" Papa Haris merasa gagal mendidik Denis. Beliau sangat kecewa jika Denis menikah lagi dan menyakiti hati Aisyah. Pada akhirnya, Devan mengantar Aisyah menuju tempat Pengadilan. Aisyah akan segera menggugat suaminya, Denis. Tidak ada yang perlu dipertahankan dalam pernikahan yang sudah ternoda tersebut. Devan dan Aisyah pun tidak lama berada di perjalanan menuju kantor pengadilan. Mobil dikemudikan oleh Devan dengan kecepatan sedang. Setengah jam kemudian, mobil sudah terparkir di depan gedung pengadilan tersebut. Mereka turun dan langsung mendekati resepsionis yang berjaga. Tidak l
"Ada apa dengan Dokter Virginia? Apa ini erat kaitannya dengan racun kue itu? Oke, nanti aku akan ke sana lagi, tapi aku harus izin Aisyah dulu. Kalau perlu Aisyah ikut! Aisyah harus tahu kelicikan Rina!" batin Devan sambil melihat Aisyah yang sudah membayar totalan beberapa buah yang ia beli. "Mas, yuk kita pulang?" Ketika Aisyah sudah membayar seluruh buah yang ia beli, ia berbalik dan menatap Devan dengan wajah yang berbinar. "Sayang, kita jangan pulang dulu! Kita langsung ke Klinik milik Dokter Virginia. Lihat chat ini!" Devan langsung memberikan chat dari Bu Dokter Virginia yang baru saja muncul. Ia tidak mau ada yang ditutupi. Ia ingin selalu terbuka dengan Aisyah. Dengan terbuka, Aisyah akan semakin percaya pada dirinya. Devan tidak mau ia dianggap sebagai pria yang memiliki watak seperti Denis. "Maksud dari beliau apa ya? Yasudah, ayo kita ke Klinik. Mas, coba telepon Mbok Ginah bahwa kita tidak bisa sarapan dengan menu beliau soalnya ada keperluan penting. Kamu punya no
"Neli, kamu ngikutin kita? Kenapa tatapan kamu benci seperti itu kepada kita?" tanya Devan kepada Neli yang sudah ada tepat di belakangnya."Eng—nggak benci, saya hanya kepedasan ini Kak. Ingin beli es jeruk di taman ini," jawab Neli secara berbohong. Padahal Neli ingin mengintai pergerakan Devan dan Aisyah. Diam-diam, Neli menyembunyikan sesuatu dalam hatinya. "Jangan berbohong kamu Neli. Aku tahu kamu itu berbohong. Kamu pulang saja temani Mbok Ginah. Jangan ganggu acara kami!" jawab Devan dengan muka sinis ke arah Neli yang memang berbohong. Devan sudah pengalaman dengan wanita berwatak seperti Neli. Ia mungkin tidak akan terjebak dengan tipu muslihatnya. "Sudah, kalian jangan bertengkar. Neli, kalau kamu mau beli es jeruk lanjutkan. Jangan lupa nanti bayar sendiri, kamu masih pinjam uang aku loh. Hutang harus dibayar!" tegas Aiayah yang masih mengingat jika Neli pinjam uang kepadanya. "Eh, iya Kak, tenang saja. Nanti kalau aku sudah kerja dan gajian, hutang Kak Aisyah akan saya
Malam itu Devan dan Aisyah sedang mengalami puncak kebahagiaan meski salah satu pihak sedang dilanda hamil muda. Devan melakukan hubungan dengan istrinya secara lembut hingga mereka sama-sama merasakan puncak kejayaan yanh memuaskan. Hingga mereka terlelap dalam mimpi. ***Pagi pun tiba. Devan sebelum subuh bangun dan mulai mandi besar. Sementara Aisyah masih saja tertidur pulas mungkin karena kelelahan. "Aisyah, bangun. Mandi besar sana. Nanti kita sholat subuh bareng."Ketika Devan sudah mandi, ia membangunkan sang istri dengan menepuk pundak. Tidak lama, Aisyah mulai terbangun. "Ada apa Mas? Haduh, kok aku belum pakai pakaian sih? Aku belum mandi ya? Ini sudah jam berapa?" Asiyah tidak sadar jika waktu itu sudah subuh karena saking lelapnya dan lelah setelah tadi malam bertempur dengan sang suami. "Sudah mandi besar sana. Nanti sholat bareng sama aku. Kamu lupa dengan pertempuran tadi malam?" Devan tersenyum kecil dan gemas melihat Aiayah yang lupa dan cemas. Seperti boneka B
Dia pinjam tiga ratus ribu, Mas? Tapi aku hanya beri dia dua ratus. Aku bilang, uang yang di dompet hanya sisa segitu," jawab Aisyah yang masih menelepon Devan."Oh, yasudah nanti kita bicarakan lagi empat mata di kamar. Ini mungkin udah satu jam, aku mau lihat uji coba yang dilakukan Dokter Virginia. Kamu tetap waspada dengan Neli!'Tidak lama, sambungan telepon diputus oleh Devan. Devan mulai menemui Dokter Virginia untuk memastikan apakah hasil labnya sudah jadi. Sebelum Devan sempat berdiri dari sofa, Dokter yang dimaksud Devan ternyata mendekatinya. "Mas Devan, ayo ikut saya ke ruangan lab. Ada yang perlu saya bicarakan kepada Mas Devan!" Dengan raut wajah serius, wanita tinggi berseragam khas dokter itu mengajak Devan untuk ke ruangan lab."Bagaimana hasilnya, Dokter?" tanya Devan ketika sudah sampai di ruangan lab. Ia berharap-harap cemas dengan hasil yang akan dijelaskan oleh dokter tersebut."Hasilnya positif mengandung zat beracun. Padahal awalnya roti ini aman dan saya b
Sore itu Pak Ujang sudah membawa Mbok Ginah dan wanita muda yang berpakaian sederhana. Namun, tidak berjilbab. Dari cara berpakaiannya wanita tersebut seperti orang desa. "Mbok Ginah? Pak Ujang? Mari silakan duduk ke sana!"Karena Devan sangat menghormati tamu yang datang, tamunya dipersilakan duduk di ruang tamu. Tidak lama, Aisyah datang menghampiri siapa tamunya tersebut dan sudah membawakan air teh dan beberapa jamuan makanan. Beberapa teko dan gelas, beserta jamuan, ia letakkan di meja tamu. "Ini Neng Aisyah? Istrinya Mas Devan ya? Manis sekali. Kenalin Neng, ini Mbok Ginah dan Ini Neli anak saya yang baru pulang kerja dari Arab. Kebetulan, dia sudah berhenti bekerja. Boleh kah dia sama Mbok bekerja di sini? Sekalian jagain Enang jika Nak Devan pergi. Nak Devan itu sudah saya anggap anak sendiri," tutur Mbok Ginah sambil duduk di samping anaknya berumur sekitar 22 tahun. Aisyah mengamati Neli dan Mbok Ginah. Kemudian ia menoleh kepada Devan. "Bagaimana Mas Devan? Apa mereka b
Sore itu, Devan ingin membawa kue pemberian wanita asing ke Klinik milik Dokter Virginia. Namun, pria itu bingung karena Aisyah tidak mau diajak. Padahal Devan hanya ingin mengungkap keganjilan pada kue tersebut. "Syah, sebelum kue ini basi, ayo kita ke Klinik. Aku nggak mau kamu di rumah sendirian karena nggak ada yang jaga. Plis, ikut yuk? Kita harus tahu siapa wanita asing yang memberi kue pada kita itu!" Devan masih mendesak Aisyah untuk pergi ke Klinik. Baginya, keselamatan Aisyah lebih penting dari segalanya. Sedikit pun Devan nggak mau jika istri tercintanya celaka atau dijahatin orang. Apalagi Aisyah sedang mengandung benihnya. Suatu keluarga kecil yang harus diperjuangkan. "Tapi Mas, aku masih sedikit mual. Aku di rumah sendiri nggak papa. Yang jelas, kamu jangan lama-lama di sana. Aku 'kan bawa ponsel, jadi kamu jangan khawatir. Kita Bisa teleponan." Aisyah masih kelelahan sehingga ia hanya ingin di rumah untuk istirahat. Devan mendengus pelan. "Apa aku panggilkan Mbok
Rina sedang mengintai di balik celah jendela yang terbuka yang ada di samping kamar yang mengarah ke jalanan luar. Karena waktu itu Aisyah ada di kamar dan beristirahat dengan Devan. Wanita itu sedang memastikan apakah kita yang ia bawa benar-benar dimakan oleh Aisyah. "Kalau kamu suka dengan roti ini, saya ambilkan pisau pemotong kue dulu ya? Agar makanannya enak!" Devan mengambil pisau roti yang ada di atas piring kecil dekat dengan nakas. Kebetulan pisau tersebut ada di situ. Devan kemudian memotong-motong kue tersebut menjadi beberapa bagian. "Mas, kalau kamu suka, diicipin dulu ya rotinya. Kelihatannya enak banget! Porsinya juga jumbo. Pasti aku nek, jika makan kue sebanya itu!" Aisyah menyuruh Devan mencicipi kue yang dibawa oleh wanita yang katanya adalah suruhan dari Dokter Virginia. Yang sebenarnya wanita tersebut adalah Rina. "Oke deh, aku makan sepotong dulu!" Lalu Devan memakan sepotong kue berwarna coklat dan putih tersebut sepotong. Ia tergoda dengan ben
"Awas saja, aku tidak akan membiarkan janin yang dikandung Aisyah hidup. Kau telah mengambil Devan dariku. Aku juga bisa mengambil janinmu dan akan melenyapkannya." Siang itu, seorang wanita bergaun pink berdiri di balik pintu sambil menatap sinis ke arah Aisyah. "Ehm. Dek Rina, kenapa kamu di situ? Katanya ingin cepat pulang? Atau masih ingin mampir di sini. Nanti aku nitip uang ini untuk Mama ya?" Dokter Virginia ternyata adalah sepupunya Rina. Kebetulan Rina menjadi asisten baru Virginia saat ini. Jadi kesempatan untuk mencelakai Aisyah lebih besar. *** Pada siang itu, Aisyah sudah berada di rumahnya bersama Devan. Aisyah berbaring di ranjang tidurnya setelah meminum vitamin dari Dokter. "Sayang, kamu istirahat dulu ya? Kamu maunya dipesankan masakan apa agar nggak mual? Aku punya makanan rekomen yang sehat di restoran langgananku. Jadi, selama hamil, kamu nggak perlu repot," kata Devan sambil melihat-lihat layar ponselnya. Karena ia ingin memesan makanan online sehat
"Nggak papa. Terima kasih suamiku, aku menangis hari ini karena bahagia sekali," kata Aisyah yang masih dipeluk oleh Devan. Mereka menikmati pemandangan dari atas kemidi putar. "Udahlah jangan menangis lagi. Nanti kita turun beli es krim ya? Atau kita naik wahana lain?" tanya Devan yang masih di atas kemidi putar. Mereka berbincang saling tertawa dalam kesenangan sampai kemidi putar berhenti. Mereka turun dari kemidi putar menuju kantin yang menyediakan berbagai makanan dan minuman termasuk es krim. Dua wadah es krim coklat vanila sudah ia pesan. Devan dan Aisyah menikmati es krim sambil duduk di taman yang di depannya penuh dengan bunga. "Es krimnya nambah nggak? Kalau nambah, saya pesankan?" Devan menikmati es krim sambil menoleh ke Aisyah yang juka menikmati es krim dengan lahap. Dalam hati ia tertawa sendiri karena istrinya sangat menggemaskan. "Udah. Tapi Mas, perutku mual banget. Aku seperti ingin muntah! Di sini nggak ada kamar mandi ya?" Ketika Aisyah suda