Ray memutar roda kemudi ketika mendengar suara kepanikan Mellia dari speaker mobil yang terhubung dengan panggilan diponselnya. “Mell tetap disana. Temani Stefany. Tinggalkan Suster itu biar jadi urusan pihak keamanan!” peringat Ray. Daddy Vero itu sangat mengenal perangai istrinya. Terakhir Mellia hampir membunuh seseorang karena kekesalannya. Tenaganya seolah tak habis untuk melampiaskan kemarahannya pada sosok yang dianggap merusak hubungan harmonis mereka. “Aku sama Vero on the way rumah sakit. Kamu tunggu kami!” Sepuluh meter lagi mereka akan mencapai gerbang rumah dan Ray mencari tikungan untuk kembali menuju tempat yang beberapa jam lalu mereka tinggalkan. “Daddy istri Vero.” Perkara kursi roda tak lagi membuat Vero hampir meregang nyawa. Ada kabar lebih mendebarkan alih-alih sebuah alat penghantar kerusakan yang pernah menimpanya. “Kenapa Stef harus operasi Daddy?!” terakhir mereka berjumpa, Vero yakin Stefany masih baik-baik saja. Wanita itu bahkan mengomel karena d
Kepulan asap mengudara dari sebuah cangkir yang beberapa menit lalu diletakan oleh pramusaji. Vero menatapnya intens, sedang pria yang membawanya, terlihat begitu menikmati sajian sederhana yang mereka pesan. Mari saksikan seberapa besar nilai kepekaan sahabat laknatnya. Vero memiliki firasat, namun setiap manusia tentu memiliki sifat yang tidak tertebak. Justine melirik Vero dengan bola mata sedikit terangkat. ‘Tin-Tin gue yakin banget lo pasti mau suapin kopi ke mulut gue,’ batin Vero. Hatinya meledak, meyakini jika Justine terlahir sebagai kepompong sejatinya. Mereka adalah ulat bulu yang siap bertransformasi menjadi kupu-kupu cantik bersama-sama. Definisi persahabatan sesimple itu bukan?! Come on Just. Gue nunggu Lo ngemeng. “Ver..” ‘Yash! Dia udah naroh cangkirnya lagi.’ “Minum, Anjir! Udah gue beliin jugak! Wah nggak menghargai jerih payah gue lo! Hutang bini ini duitnya!” Ekspektasi yang terlalu tinggi. Harusnya Vero tak berangan dan langsung saja memberi perintah. “
“Daddy, Abang mau pipis.” Ray di karpet menghentikan jari-jarinya dari atas keyboard laptop. “Lima menit bisa nunggu, Bang?! Daddy tanggung.” Balas Ray yang langsung mendapat pelototan maut dari Mellia. Ray mau tak mau, mengalah. Ia harus meminimalisir adanya pembakaran gedung. “Daddy yang bener aja dong! Abang bisa ngompol.” Vallery di sofa bersuara. Gadis yang tengah mengerjakan tugas sekolahnya tersebut ikut terseret pada arus pertikaian receh keluarganya. Malam ini ia tak dapat menikmati empuknya ranjang di kamarnya. “Biar aku aja yang anter Ver.” “Ayang!” cegah Vero, “kamu kan lagi sakit. Ribet banget kalau bawa-bawa tiang infus ke kamar mandi. Guna mereka memang ini, Ayang.” Ucapnya memperjelas fungsi kedua orang tuanya. Vero menepuk-nepuk pelan punggung tangan Stefany. “Tenang-tenang. Jangan banyak pikiran ya, Ayang. Kepalanya nanti pusing lagi.” Peringat Vero sok dewasa. Ia lantas memerintahkan Daddynya agar segera membantunya masuk ke dalam kamar mandi. “Perlu Daddy amb
Kabar mengenai perilaku menyimpang salah satu tenaga kesehatan di Rumah Sakit Darmawan menyebar cepat. Beritanya dimuat di beberapa surat kabar. Entah berhembus dari mana, wajah pelaku dan lemahnya keamanan pihak rumah sakit diperbincangkan netizen Indonesia. Manajemen dinilai lalai, terlebih motif serangan belum diungkap media manapun. “Saya Prakarsa Darmawan.” “Saya tahu, Om,” cibir Vero. Ia jelas mengenal kakek Justine dari pihak ayahnya itu. Kebesaran namanya sebagai pengusaha cukup mengharumkan dan menambah pundi-pundi aset keluarga Darmawan. Pria tersebut kabarnya hanya menggeluti bagian pemasaran dan manajemen rumah sakit. Gelar dokternya telah lama digantung. Setidaknya hanya sedikit informasi yang dapat Vero ulik. Mereka berbeda generasi. Arsa membenarkan posisi duduknya. Seharusnya ia tak menemui sahabat keponakannya. Tapi di ruang perawatan, ia tak menemukan manusia selain pasien, Vero dan satu asisten rumah tangga pria itu. “Mengenai cuita media. Apakah saya boleh m
Mellia menghilang. Satu hari penuh wanita yang melahirkan Vero itu tak tampak di rumah sakit. Hal ini membuat Vero curiga akan hubungan kedua orang tuanya. Meski suka memancing keributan mereka, Vero tentu tak ingin Ray dan Mellia melalui masa yang buruk dalam pernikahan mereka. Terlebih ia sendiri kini telah memiliki istri. Vero tahu betapa menyiksanya memiliki keretakan. Anehnya, Daddy-nya bertingkah sangat santai. Pria itu datang, menemani ia dan Stefany tanpa merasa cemas pada sang ibu. “Daddy, Mommy dimana?!” bukan Vero, anak itu terlalu sibuk dengan pikirannya hingga tak melakukan aksi. “Pergi Stef.” “Kemana Dad?!” tanya Stefany penasaran. Sebelum konferensi pers yang digelar pihak rumah sakit, Stefany masih melihat ibu mertuanya. "Daddy sama Mommy masih berantem ya soal Tante itu?!" Ray menggelengkan kepala. Sejak mengamuknya sang istri, ia telah mengambil tindakan penting sesuai instruksi Papinya. "Udah baikan kok." jawab Ray sembari membaca beberapa email masuk diponsel
Laras tertawa terbahak-bahak. Mama Stefany itu menyukai respon yang Vero tampakkan. Rasa frustasi Vero membuatnya yakin jika sang menantu sangat mencintai putrinya. Laras tak setega itu memisahkan pasangan yang baru saja membina biduk rumah tangga. Masalah dan badai baginya merupakan hal wajar dalam setiap hubungan. Tergantung bagaimana mereka menyikapi kemelut yang datang menghampiri. Laras percaya, dasar membahagiakan Stefany telah dimiliki Vero seutuhnya. Awalnya Laras memang tak menyetujui pernikahan putrinya. Orang tua mana yang akan memberikan restu jika tiba-tiba mereka digeruduk, layaknya penggerebekan wisata malam yang penuh ani-ani. Mereka tak diberi waktu banyak. Vero bertandang tanpa pemberitahuan. Membawa kabar burung jika mereka terciduk wanita yang saat ini menjadi besannya. ‘Mama..’ ‘Saya bukan Mama kamu ya.. Ini ada apa Pak, nyuruh kami bersiap.’ ‘Gawat Tante.. Daddy biar vero aja yang ngasih tahu.’ Vero menghentikan Ray. Daddynya tak boleh menjadi juru bicara. ‘
“Ayang!”Tubuh wanita yang tengah memilih baju kerja untuk Vero itu berjengit. Ia kaget karena tak merasa mendengar langkah sandal rumahan yang Vero kenakan. “Udah selesai mandinya?!” lima bulan berlalu sejak terbuangnya Vero di depan pintu keluar rumah sakit Darmawan. Vero benar-benar menepati ucapannya- mengadu pada Opanya, Ferdinand Husodo.Alhasil, seluruh orang terkena amukan pria yang usianya telah melebihi setengah abad itu.“Kamu pengen aku pake baju apa Ayang, hari ini?!” tanya Vero sembari meletakan dagunya di pundak Stefany.Vero tak pernah merasa malu meski Stefany memilihkan warna merah muda. Ia selalu berjalan penuh rasa percaya diri. Menengadahkan wajahnya menyusuri kantor utama Husodo.General Manager— kedudukan itu Vero dapatkan berkat aliran darah yang ada di dalam tubuhnya. Privilege, orang-orang menyebutnya demikian. Vero tak akan mempermasalahkan gunjingan yang datang.
Dimana-mana ia menjadi idola. Vero tak bisa menyalahkan bintang yang jatuh di atas kepalanya. Ia sadari, andai tak ada nama Husodo dibelakang namanya mungkin ia hanya akan digandrungi karena mulut manis dan ketampanannya.Selain membuat keributan, Vero tak memiliki kelebihan lain. General manager hanya sebuah ukiran di papan berbahan dasar marmer yang berada di atas meja kerjanya. Semua pekerjaan terasi dengan baik- oleh Adrian tentu saja. Tugasnya hanya duduk manis menunggu jam pulang kantor tiba.Vero mengetuk-ngetukkan jari telunjuk. Ia harus apa?! Dunia kerja ternyata tak seindah bayangan mendapatkan bayaran puluhan juta atas jerih payah sendiri. Ia adalah pegawai bayangan dengan honor cuma-cuma. Anggap saja gaji buta.Membuka laptop, Vero menyalakan satu aplikasi yang ia pesan khusus pada IT perusahaan. Hari-harinya dihabiskan untuk mengintai wanita cantik dambaan hatinya. Delapan jam lamanya mereka terpisah jarak dan
Blitz kamera para wartawan langsung bermunculan menyambut kedatangan tiga keluarga besar yang memasuki ballroom hotel milik salah satunya. Para wartawan seakan berlomba untuk mengambil gambar dari tempat mereka. Mengabadikan sebanyak-banyaknya momen langka yang baru saja tercipta.Husodo, Darmawan dan Dirgantara– Ketiga nama itu terlalu besar untuk dilewatkan. Kapan lagi mereka bisa menangkap dalam satu acara yang memang ditujukan untuk ketiganya.Malam ini, pesta akbar digelar untuk memperkenalkan pasangan muda yang resmi bergabung pada ketiganya. Memamerkan ikatan erat yang terjalin tidak hanya sebagai rekanan semata, melainkan sebagai keluarga besar utuh yang kelak tak dapat dipisahkan oleh apapun– termasuk itu maut. Katakanlah, Husodo pemenang dari segalanya. Keluarga bertamengkan baja berlapiskan emas tersebut mendapatkan menantu spektakuler– berasalkan putri-putri yang kekayaannya bahkan sebanding dengan milik mereka. Ini merupakan durian runtuh yang nilainya tidak terkira mesk
“Anak kesayangan Papa, mentang-mentang udah jadi bagian Husodo nggak pernah sekali-kalinya nengokin!” Melihat Princess berada di ruang keluarga rumahnya– Justine yang baru saja pulang dari kantor langsung melancarkan sindiran keras. Sebagai ayah, hatinya terluka. Putrinya seakan lupa jika dia memiliki orang tua setelah menikah. Jujur Justin kecewa, tapi dirinya juga tak dapat melakukan apa-apa. Jika saja bisa– Justine ingin protes. Menggerakkan massa untuk demo besar-besaran di depan rumah Vero. Berorasi agar Keluarga Husodo mau mengembalikan putri kesayangannya. Terdengar gila memang– Namun begitulah adanya. Justine ingin membuat keributan supaya putrinya di depak dan kembali padanya. Ia belum siap kehilangan Princess. Rasanya baru kemarin putrinya terlahir ke dunia.Seharusnya Justine telah terbiasa dengan alpanya Princess dari kehidupannya. Hampir empat tahun lamanya Princess tinggal memisahkan diri, memilih apartemen sebagai tempat bernaung. Namun kini kasusnya berbeda. Raga dan
“Jesseeeen!! Musuh bebuyutan gue!!” Mian berjalan cepat, ia menangkap pergelangan tangan Princess. “You are a pregnant woman! Nggak usah lari-lari. Jessen nggak akan kemana-mana!” Peringat Mian dengan wajahnya yang memerah.“Sorry..” Lirih Princess– menyesal karena tak mengingat keadaannya. “Thank you for reminding me, Buy.”“It’s okay. Jangan diulangi. Sini gandengan aja turunnya.” Mian menyatukan tangan mereka dalam genggaman. Ia tidak bisa memarahi Princess karena istrinya terlalu excited setelah bangun tidur. Ketika pertama kali membuka mata– Princess mencari-cari adiknya. Mungkin efek pemberitaan yang Oma Buyutnya sampaikan. Semalam Princess dan Marchellia diantarkan langsung oleh Marchellino. Keduanya terlelap begitu damai, sampai-sampai tak terusik pada pergerakannya dengan Jessen yang memindahkan tubuh mereka.“Sarapan Ces.. Papi denger kamu hari ini ada jadwal bimbingan? Isi tenaga dulu.” Ucap Vero sembari memindahkan sayuran ke piring Marchellia, “harus dimakan. Untuk keseh
Sudah diputuskan, lima persen saham Darmawan diakuisisi oleh Husodo. Saham itu diberikan secara khusus beratasnamakan Jessen Husodo sebagai pemilik saham yang sah. Saham tersebut didapatkan dari milik Ardira Darmawan yang mempunyai lebih dari dua puluh persen saham di perusahaan suaminya. Meski berita resmi dan berkas perpindahan belum diselesaikan secara legal– keluarga besar Darmawan telah mengetahui bergulirnya saham tersebut ke tangan Jessen. “Pilihan yang sangat baik Bu Dira.. Saya mengapresiasi pengorbanan Ibu untuk cucu-cucu kita.” Ucap Mellia. Michell yang mengantarkan Mamanya, memainkan kaki. Mamanya sedang diberikan lawan yang tangguh dalam bermain peran kehidupan. Baru kali ini Michell melihat Mamanya kalah selain dari Mami istri kakaknya.“Di keluarga Darmawan pantang hukumnya menceraikan atau diceraikan oleh pasangan, Merlliana Haryo. Sesuatu yang dipersatukan Tuhan, tidak sepantasnya dipisahkan manusia. Terlebih dalam kasus ini, anak dan cucu saya memang keterlaluan. M
Jessen terengah. Dadanya naik turun karena napas yang tak berjalan mulus keluar dari paru-parunya. Pria muda yang melarikan diri dari jerat saudara, papi dan sahabatnya tersebut mendudukan diri pada sebuah pohon besar dipinggir lapangan bola. Jessen merasa telah berlari sangat jauh, jadi kemungkinan untuk ditangkap sangatlah tipis.“Tega bener mereka,” hela Jessen sembari meluruskan kaki-kakinya. Kepalanya mengadah, bersandar pada batang pohon dengan mata terpejam.Tidak.. Jessen tak mau pernikahannya hancur. Sekuat hati ia memaklumi tingkah Papi dan Abang Marchellia. Menahan letupan amarah yang kadang singgah karena perkataan menjatuhkan mereka. Ia tidak ingin usahanya sia-sia.Jessen sendiri bukannya tidak mengetahui jika kata-kata sinis yang kerap kali ditujukan padanya merupakan bentuk ketidaksukaan mereka. Jessen mengetahuinya. Ia juga memiliki perasaan sama seperti kebanyakan orang. Terlebih mereka menunjukkannya tanpa aling-aling— tidak ditutup-tutupi atau diperhalus. Mereka m
“Kedainya masih lurus lagi Pi. Belokan pertama ke kanan,” Mian memberikan arahan kepada Vero. Mereka berniat untuk menjemput Jessen setelah mengetahui keberadaan anak itu dari balasan pesan Dodit.“Ini kalian seriusan kenapa kalau cari basecamp ngumpul! Nggak habis thinking Papi.” Omel Vero. Ia mengenal baik lingkungan yang sedang mereka lalui. Vero sendiri tidak akan pernah melupakan jalanan menuju indekos yang sempat ia tinggali. “Ini area kos-kosan, Yan! Papi belum pernah liat kedai bintang lima juga di area ini.”“Nggak ada yang namanya kedai berbintang, Papi. Ini warung yang sempet Papi liat pas VCall-an sama Jess.” Terang Mian agar Vero tidak salah paham kemana tujuan mereka yang sebenarnya. Papinya yang kasta bangsawan tidak boleh terkejut karena itu akan menggagalkan misi mereka untuk ke rumah Opa Ray.“Kalian kebanyakan ngumpul sama di Dodit, Dodit itu! Begini jadinya.” Vero melirik gerbang rumah berlantai dua di sisi kanan yang baru saja ia lewati. Pria itu tersenyum, ‘kosan
Usai memberikan bagiannya dalam melampiaskan emosi pada dosennya, Jessen keluar dari ruang kerja Chello. Ia sudah cukup puas menginjak-injak dua telur sang dosen menggunakan sol sepatunya. Setelahnya Jessen menyerahkan semua kepada mertua dan kakak iparnya. Terserah mereka ingin melakukan apa, setidaknya Jessen telah berusaha melindungi Marchellia semampu yang ia bisa.“Balik?”“Princess?” Jessen menjawab Mian dengan pertanyaan lain. Jika mereka pulang sebelum para wanita sampai di rumah, saudara kembarnya bisa mendapat masalah. Jessen tidak ingin hal tersebut terjadi. Mian hari ini banyak menunjukan sisi terhebatnya sebagai seorang kakak— dan Jessen berharap tidak menyulitkan posisi Mian walau hanya sesaat.“Bisa gue chat biar langsung pulang naik Taksi. Gue yakin dia nggak bakalan marah.” Ucap Mian seperti tahu apa yang memberatkan diri Jessen. “Cepetan! Gue males liat komuk mertua sama abang ipar lo, Jes!! Mumpung mereka masih sibuk sama Pak Wisnu.” Seloroh Mian mengajak agar Jesse
Menuruti permintaan Audi Mahendra untuk menyantap makanan yang wanita itu sajikan, telah Jessen lakukan bersama dua pengikut sekte aliran gelapnya. Siapa sangka Mian dan Princess mau diajak ikut serta menyatroni meja makan rumah orang lain. Ya, walau tidak sepenuhnya orang lain karena rumah Marchello Darmawan merupakan salah satu Opa Princess, tapi hebatnya wanita galak Mian rela dibangunkan secara paksa dengan iming-iming traktiran mie instan di Kedai Pelangi. Murahan memang istrinya Mian– Jessen saja dibuat tidak percaya pada awalnya jika makanan seharga sembilan ribuan lengkap dengan telur bisa membuat wanita itu luluh.Lupakan perihal Princess dan mie instan idamannya, kini saatnya Jessen berbicara serius dengan para lelaki di keluarga Darmawan. Ia ingin masalahnya cepat selesai dan manusia lancang yang menjadikan istrinya fantasi liar segera diangkut dan mendapatkan karma atas perbuatan beraninya.“Pi,” Jessen menyambangi Chello di ruang keluarga. Ia menghabiskan makanan lebih d
Jantung Vero berdetak sangat cepat ketika melihat menantu keduanya berlarian menuruni tangga rumah. Demi Tuhan! Jika terjadi sesuatu pada Princess sesungguhnya keluarga Darmawan itu– seluruh manusia bernama belakang Husodo mungkin akan di-bumi hanguskan untuk selama-lamanya. Trah keluarga mereka dipastikan mengalami kepunahan total. Kejadian buruk harus segera Vero cegah.. Sesegera mungkin! “Acheeellll!!! Jangan lari-larian! Jalan aja, Chell!” Teriak Vero dengan tetap menjaga pita suaranya agar tak terdengar membentak. Runyam dunia persilatan kalau si Tuan Putri tersinggung. Jet lee bisa berubah jadi personel boyband nanti.“Papi, Ecen mana?! Ini.. Papi Achell telepon. Dia mau ngomong sama Ecen.” Sulit juga jika memiliki nama panggilan yang sama. Bagaimana nanti jika mereka tengah berada di acara kumpul keluarga besar dan Marchellia hanya memanggil dengan sebutan Papi. Besok-besok, untuk menantu selanjutnya Vero akan meminta Jemima mencarikan besan yang julukannya Bapak, Daddy atau