Mellia menghilang. Satu hari penuh wanita yang melahirkan Vero itu tak tampak di rumah sakit. Hal ini membuat Vero curiga akan hubungan kedua orang tuanya. Meski suka memancing keributan mereka, Vero tentu tak ingin Ray dan Mellia melalui masa yang buruk dalam pernikahan mereka. Terlebih ia sendiri kini telah memiliki istri. Vero tahu betapa menyiksanya memiliki keretakan. Anehnya, Daddy-nya bertingkah sangat santai. Pria itu datang, menemani ia dan Stefany tanpa merasa cemas pada sang ibu. “Daddy, Mommy dimana?!” bukan Vero, anak itu terlalu sibuk dengan pikirannya hingga tak melakukan aksi. “Pergi Stef.” “Kemana Dad?!” tanya Stefany penasaran. Sebelum konferensi pers yang digelar pihak rumah sakit, Stefany masih melihat ibu mertuanya. "Daddy sama Mommy masih berantem ya soal Tante itu?!" Ray menggelengkan kepala. Sejak mengamuknya sang istri, ia telah mengambil tindakan penting sesuai instruksi Papinya. "Udah baikan kok." jawab Ray sembari membaca beberapa email masuk diponsel
Laras tertawa terbahak-bahak. Mama Stefany itu menyukai respon yang Vero tampakkan. Rasa frustasi Vero membuatnya yakin jika sang menantu sangat mencintai putrinya. Laras tak setega itu memisahkan pasangan yang baru saja membina biduk rumah tangga. Masalah dan badai baginya merupakan hal wajar dalam setiap hubungan. Tergantung bagaimana mereka menyikapi kemelut yang datang menghampiri. Laras percaya, dasar membahagiakan Stefany telah dimiliki Vero seutuhnya. Awalnya Laras memang tak menyetujui pernikahan putrinya. Orang tua mana yang akan memberikan restu jika tiba-tiba mereka digeruduk, layaknya penggerebekan wisata malam yang penuh ani-ani. Mereka tak diberi waktu banyak. Vero bertandang tanpa pemberitahuan. Membawa kabar burung jika mereka terciduk wanita yang saat ini menjadi besannya. ‘Mama..’ ‘Saya bukan Mama kamu ya.. Ini ada apa Pak, nyuruh kami bersiap.’ ‘Gawat Tante.. Daddy biar vero aja yang ngasih tahu.’ Vero menghentikan Ray. Daddynya tak boleh menjadi juru bicara. ‘
“Ayang!”Tubuh wanita yang tengah memilih baju kerja untuk Vero itu berjengit. Ia kaget karena tak merasa mendengar langkah sandal rumahan yang Vero kenakan. “Udah selesai mandinya?!” lima bulan berlalu sejak terbuangnya Vero di depan pintu keluar rumah sakit Darmawan. Vero benar-benar menepati ucapannya- mengadu pada Opanya, Ferdinand Husodo.Alhasil, seluruh orang terkena amukan pria yang usianya telah melebihi setengah abad itu.“Kamu pengen aku pake baju apa Ayang, hari ini?!” tanya Vero sembari meletakan dagunya di pundak Stefany.Vero tak pernah merasa malu meski Stefany memilihkan warna merah muda. Ia selalu berjalan penuh rasa percaya diri. Menengadahkan wajahnya menyusuri kantor utama Husodo.General Manager— kedudukan itu Vero dapatkan berkat aliran darah yang ada di dalam tubuhnya. Privilege, orang-orang menyebutnya demikian. Vero tak akan mempermasalahkan gunjingan yang datang.
Dimana-mana ia menjadi idola. Vero tak bisa menyalahkan bintang yang jatuh di atas kepalanya. Ia sadari, andai tak ada nama Husodo dibelakang namanya mungkin ia hanya akan digandrungi karena mulut manis dan ketampanannya.Selain membuat keributan, Vero tak memiliki kelebihan lain. General manager hanya sebuah ukiran di papan berbahan dasar marmer yang berada di atas meja kerjanya. Semua pekerjaan terasi dengan baik- oleh Adrian tentu saja. Tugasnya hanya duduk manis menunggu jam pulang kantor tiba.Vero mengetuk-ngetukkan jari telunjuk. Ia harus apa?! Dunia kerja ternyata tak seindah bayangan mendapatkan bayaran puluhan juta atas jerih payah sendiri. Ia adalah pegawai bayangan dengan honor cuma-cuma. Anggap saja gaji buta.Membuka laptop, Vero menyalakan satu aplikasi yang ia pesan khusus pada IT perusahaan. Hari-harinya dihabiskan untuk mengintai wanita cantik dambaan hatinya. Delapan jam lamanya mereka terpisah jarak dan
“Mas Dimi jangan nyebarin hoaks dong.”Dimitri memutar bola mata. Kurang pergaulan boleh, tapi kalau sudah anti sosial sampai tidak tahu kabar yang berkembang di luaran, menurut Dimitri, Sisilia sungguh sangat keterlaluan. Dampak yang terjadi begitu besar hingga tak mengetahui sosok yang digoda ternyata pria beristri."Pesen makanan dulu aja deh. Ngobrolnya nanti. Udah jam segini nih." Sela Vero. Pembahasan mengenai anak-anaknya bisa dilanjutkan sembari makan.“Mbak!” panggil Vero, melambaikan tangannya pada pelayan yang berdiri di depan meja bar. “Saya menu biasanya ya. Tintin lo apa?!” tanya Vero. Mereka memang langganan bar and resto yang sedang dikunjungi.“Samain aja.” Ujar Justine. Pria itu tengah memainkan ponsel pintarnya. Menggulirkan layar untuk melihat-lihat foto-foto yang istrinya kirimkan.“Siap Mas. Untuk Mas dan Mbaknya?!” Sisilia memesan makanan ringan dengan alasa
Jalan-jalan menjadi agenda yang selanjutnya Vero pilih. Ia mengajak Stefany menyatroni pusat perbelanjaan. Rasa-rasanya ia ingin melihat Stefany berbelanja. Istrinya hampir tak pernah memuaskan hasrat kewanitaannya. Stefany tergolong wanita yang hemat dalam pengeluaran.Pernah Vero menawarkan katalog brand ternama, namun sosok yang hidup merantau bermodalkan uang bulanan sebesar lima juta rupiah itu, malah memintanya untuk memangkas pengeluaran yang tak perlu. Vero tak suka..Stefany dipilih untuk menjadi ratu. Hidupnya harus bergelimang harta dan kasih sayang. Urusan berapa nominal yang harus dikeluarkan kapasitasnya untuk berpikir. Hal tersebut merupakan tanggung jawab Vero seutuhnya. Jika tabungannya kurang, mereka bisa minta tambahan dana santunan dari Daddy-nya. “Ke Matahari ajalah yang murah, Ver.”for Goodness sake. Apa yang perlu dirisaukan dari sebuah label harga?! Membeli gedung dan seluruh gerainya saja, Vero yakin Daddy-nya mampu. Stefany sepertinya tidak pernah melakuka
Vero tak pernah seserius ini mengerjakan sesuatu kecuali saat mengejar cinta Stefany. Ia ingin hidup mandiri tanpa campur tangan Mommynya. Semalam wanita itu mengamuk dikarenakan sikap kekanakannya. Hal tersebut mampu menampar kesadaran Vero.Dibesarkan dengan suapan sendok berlian ke mulutnya membuat Vero tak mengerti apa itu arti tanggung jawab. Cih! Mommynya benar-benar cerewet. Jika ada manusia yang menyuapi Vero, itu jelas-jelas Mellia Husodo. Pembentukan karakternya yang manja dan serba menggampangkan tercipta karena sang nyonya besar menikah dengan pengusaha tajir melintir.‘Coba kalau kawinnya sama kayak levelan OM Dito?! Biasa aja kan kayak si Axel!’ Ribuan penyangkalan untuk melawan argumen keras Mellia selalu Vero gencarnya di setiap titik yang wanita itu ambil.Hasilnya?!Vero sukses menyandang gelar pengangguran sekaligus anak durhaka sekarang.“Oh My God, Abang! Udah kayak orang bener aja..” Vallery menutup mulutnya.“Kamu bolos?!” mungkin ini akan menjadi hari-hari tera
“Yang, tapi itu dibeli pake duit Mommy sama Daddy!”Di tepi ranjang, Vero memperhatikan Stefany yang tengah memasukan baju-baju ke dalam koper. Mereka sudah sangat yakin untuk melangkahkan kaki keluar meninggalkan sangkar emas yang ternyata menusukan besi panas.Tidak tahu diri memang. Namun untuk membersihkan nama yang terlanjur buruk, mereka memang harus menempuh jalur ekstrim. Perilaku kecil tak mungkin terlihat hingga bisa merubah predikat yang terlanjur melekat. Percuma! Semua hanya akan berakhir sia-sia.Sebagai wanita yang diminta secara paksa dari orang tuanya, Stefany wajib hukumnya membela Vero. Harga diri laki-laki itu merupakan hal yang juga harus Stefany jaga. Ibarat pakaian, Vero adalah pelapis luar tubuhnya. Ia telanjang jika Vero tak mampu mempertahankan harga dirinya.“Sempak kamu aja bukan hasil jerih payah sendiri Vero. Ya kali mau polosan. Dikira orang gila loh!”Vero menggaruk belakang kepalanya. Stefany benar. “Masukin deh, Yang.” Vero mengalah.Biarlah.. Kalau d