“Sayang!” Vero mengeluarkan kepalanya tepat setelah Fendi keluar dari rumah mereka. Diantara pintu kamar yang menelan Vero, pria itu melambaikan tangan kanannya, memanggil-manggil sang istri yang tengah menemani dua putra mereka menonton Televisi di ruang keluarga.“Mami! Papi mau ngomong penting!” Ulang Vero agar istrinya mau beranjak dan menghampirinya. “Mami,” Jessen yang terusik oleh suara Papinya menepuk pelan paha Maminya, “itu Papi panggil-panggil.” Ia tidak ingin acara menontonnya terganggu. “Papi berisik, Mami!” Mau tidak mau Stefany meletakan toples cemilan ditangannya ke atas meja. Wanita hamil itu bangkit, “jangan fight ya?! Mami tinggal sebentar.” Peringat Stefany. Ia menitipkan si kembar pada Siti. “Kita memang pernah kelahi ya, Mian? Mami kenapa ngomong gitu?!” Mian menatap Jessen tajam. Satu jarinya berada tepat di depan bibir, berdesis memberi kode supaya saudara kembarnya tidak lagi bersuara. Jessen ber-oh, “Ultramennya lagi lawan musuh ya?! Oke aku diem.” Pasrah
Vero mendaratkan telapak tangannya pada pantat sekal Stefany hingga sang istri mengaduh. Pria itu terlampau gemas pada dua bulatan bakpao istrinya. Ia tengah membayangkan apa yang ada di dalam genggamannya sebagai squishy. “Kenyal banget, Mami.. Papi rasanya nggak pengen jauh-jauh!” Kekeh Vero. Stefany yang diperlakukan layaknya mainan lantas memberikan bogem mentah. “Makan nih pantat!” Ucapnya kesal. Ia bangkit dari atas tubuh Vero, melepaskan penyatuan dadakan mereka. Jika tadi wanita itu mendamba, berbeda halnya dengan sekarang. Seluruh kesadarannya telah terkumpul penuh. “Nyesel aku terbuai rayuan! Dasar sikopet selangkangan!” Gara-gara Fendi ia jadi berakhir dipelukan tak hangat suaminya. Awas saja kalau Fendi benar mengincar Siti. Stefany akan memotong alat tempur pria dewasa itu. Jadi manusia nggak sadar diri sekali. Usianya dengan Siti jelas-jelas terbentang layaknya laut Indonesia dan Amerika. Jauh! “Urusin kembar! Capek aku, mau istirahat!” “Nggih Paduka Ratu!!” Jawab Ver
Siti melempar nampan yang wanita itu bawa masuk ke dalam. Asisten sekaligus pengasuh Mian dan Jessen itu terlalu kaget menyaksikan Tuan Mudanya. “Ya Tuhan Mas Vero! Mas!!” Jerit Siti. Ia kalut. Saat ini Vero terlihat seperti ikan cupang yang terdampar ke atas tanah. Kaki dan tangannya menghentak ranjang, mulutnya terbuka lalu tertutup kembali layaknya orang kekurangan oksigen di dalam paru-parunya. Ini gawat! Sangat malahan!Malaikat maut tampaknya sedang mengincar anak majikannya. “Nggak boleh!” Pekik Siti sembari menggelengkan kepalanya berulang kali. Jika nyawa Adennya yang petakilan walau sudah memiliki buntut ini lewat, pasti akan ada dua orang lagi yang menyusul ke alam baka– menyandang gelar Almarhum dan Almarhumah di batu nisannya. Nyonya Besar meskipun seringkali bertingkah layaknya ibu tiri yang kejam, tapi Siti tahu benar jika wanita itu sangat mencintai putra satu-satunya. Tuan Besarnya apalagi! Anaknya lecet saja sudah seperti kesurupan reog ditumpangi jin ifrit. Ini t
“Klakson!” Ray memerintahkan Jamal– salah satu supirnya untuk kembali menekan bel mobil. Sudah lima menit mereka menunggu dan sekuriti tak kunjung membukakan pintu gerbang. Kemana perginya manusia-manusia yang harus berjaga di depan. Sepertinya mereka tidak ada di pos saat ini. “Biar saya turun, Pak.” Daddy Vero itu hanya mengibaskan tangan, tanda ia setuju. Dirinya mengalihkan pandangan pada si sulung yang bersandar di tubuh istrinya. Diam-diam Ray mengucapkan syukur karena anak kesayangannya masih berpijak di bumi yang sama dengannya. “Abang yakin nggak apa-apa pulang ke rumah?! Infusnya tadi aja belum habis, Bang.” “Kita udah bahas ini tadi, Daddy!” Vero tidak menyukai rumah sakit– itu alasan pertamanya. Ke dua, ayah si kembar tersebut tidak ingin membuat Stefany-nya khawatir karena ia hilang mendadak. Ia tak juga sempat melarang Daddy dan Mommy-nya memberitahu Stefany. Bagaimanapun istri cantiknya sedang hamil muda. Sangat tidak baik jika wanita itu harus mendengar kabar buruk
“Jangan keras-keras, mereka masih anak kecil.” Bisik Ray ke telinga Mellia. Saat ini mereka tengah berada di ruang kerja pribadi Ray. “Nanti malah nangis, Mom.” Peringat Ray, takut jika cucunya justru membuat keributan baru. Mellia menutup matanya– hanya sebentar, sebelum kilat penuh amarah tertuju pada Ray. Hal seperti ini yang menjadi boomerang setiap ibu. Dikala mereka ingin meluruskan kelakuan nakal anak-anaknya, ada saja pengganggu dengan dalih ini-itu. Tidak tahukah hal seperti itu justru tidak baik dilakukan. “Diem Dad.” Balas Mellia serupa desisan. Kejadian seperti ini sudah sering Mellia temui ketika mengasuh Vero dulu. Ia tidak menyangka jika Ray akan mengucapkan kata-kata yang sama untuk menangani cucu mereka. “Vero itu nggak sekuat kamu bodinya. Anaknya baru ngabisin duitnya beberapa ratus juta aja, dia anfal! Apalagi kalau anaknya senakal dia dulu.” Ini memang belum seberapa dengan kelakuan mengguncang akal sehat Vero semasa kecil. “Kamu keluar Dad.. Biar aku sebagai Om
Vero mengambil cuti. Pria itu membutuhkan istirahat panjang dari dunia yang kejam. Berhubung Mommy-nya sedang baik hati, jadi ia bisa bertingkah semaunya. Kapan lagi waktu seperti ini datang. Vero rasa setahun sekali pun tidak akan mungkin. Ini keajaiban yang bisa di daftarkan pada Unesco agar dilindungi. “Papi Mami berangkat ke kantor dulu ya..” Stefany dengan setelan kerjanya berdiri di samping ranjang. Wanita itu menjinjing sebuah tas kerja yang di dalamnya Vero yakini terdapat laptop dan beberapa berkas penting. Vero mengulurkan tangannya untuk dicium Stefany. “Iya. Mami kerja yang rajin ya. Inget, ada atasan yang hidupnya bergantung dari hasil kerja Mami dan yang lain.” Ujarnya, dengan cekikikan yang mengudara. Tidak salah bukan?! Di perusahaan ialah pemegang kasta tertinggi setelah jabatan komisaris. Anak buah seperti Stefany dan yang lainnya merupakan aset berharga. Kerja keras mereka membuat orang yang menduduki manajemen puncak seperti dirinya menjadi semakin kaya raya. Un
“Pagi Mbak, Stef. Ini beneran Bos Vero cuti seminggu?” Fendi datang dengan segudang pertanyaannya di meja kerja Stefany. “Tumben banget libur nggak ngajak-ngajak Mbak Stef.” Fendi cukup heran ketika Vero mengatakan Stefany akan tetap bertugas seperti biasa. Tak biasanya hal tersebut terjadi. Secara Vero tergolong pada suami protektif. Dimana ada dirinya, disitulah seharusnya Stefany berada. “Disuruh kerja istrinya, Fen. Biar duitnya ngalir terus.” Fendi tergelak. Disampingnya Mischa hanya geleng-geleng kepala. Pagi tadi adik ipar Vero itu diberikan mandat spesial. Selain mengantarkan istrinya kuliah, ia juga harus menjadi supir pribadi Stefany selama Vero meliburkan diri. Ruang kerjanya bahkan berpindah di meja panjang sekretaris pribadi sekaligus istri Vero itu. “Kalau urusan duit Mas Vero emang bukan kaleng-kaleng.. Jadi kita bertiga kerjanya disini ya buat seminggu ke depan?!” “Bos Besar bertitah.” Ujar Mischa, “Fen kamu minta meja lagi sama stop kontak ke bagian perkap. Suruh
“Dia kok bisa masih tidur ya?” tanya Stefany. Tangan ibu hamil itu terlipat di atas perut. Matanya sejak tadi tidak berhenti mengawasi suaminya yang tetap terlelap meski dipindahkan. “Dia nggak ada pergerakan waktu kalian bopong?” “Sedikit,” jawab Mischa.“nge-geliat gitu Mbak pas kita angkat.” Fendi menambahi. Janu yang diberikan tatapan, akhirnya juga membuat kesaksian. “Sempet melek sebentar waktu dipindahinke dalem mobil, tapi Pak Vero kayaknya ngira dia mimpi, Bu.” Ini merupakan laporan terpanjang yang Stefany terima dan itu membuat Stefany merasa cukup. “Saya nggak nyuruh kalian bawa dia kesini buat pindah tidur, ya! Ngidam saya bukan ini.” Kepala Stefany tertunduk. Pasalnya memang bukan ini yang dirinya mau. Ia menginginkan Vero bekerja seperti biasa, bukannya tidur di atas meja kerjanya dengan bibir terbuka lebar. “Tutupin congornya! Air terjun Niagara bisa-bisa pindah ke kantor ini!” Mischa menyenggol Fendi, memberi kode agar Fendi segera melaksanakan perintah sang ibu ne
Blitz kamera para wartawan langsung bermunculan menyambut kedatangan tiga keluarga besar yang memasuki ballroom hotel milik salah satunya. Para wartawan seakan berlomba untuk mengambil gambar dari tempat mereka. Mengabadikan sebanyak-banyaknya momen langka yang baru saja tercipta.Husodo, Darmawan dan Dirgantara– Ketiga nama itu terlalu besar untuk dilewatkan. Kapan lagi mereka bisa menangkap dalam satu acara yang memang ditujukan untuk ketiganya.Malam ini, pesta akbar digelar untuk memperkenalkan pasangan muda yang resmi bergabung pada ketiganya. Memamerkan ikatan erat yang terjalin tidak hanya sebagai rekanan semata, melainkan sebagai keluarga besar utuh yang kelak tak dapat dipisahkan oleh apapun– termasuk itu maut. Katakanlah, Husodo pemenang dari segalanya. Keluarga bertamengkan baja berlapiskan emas tersebut mendapatkan menantu spektakuler– berasalkan putri-putri yang kekayaannya bahkan sebanding dengan milik mereka. Ini merupakan durian runtuh yang nilainya tidak terkira mesk
“Anak kesayangan Papa, mentang-mentang udah jadi bagian Husodo nggak pernah sekali-kalinya nengokin!” Melihat Princess berada di ruang keluarga rumahnya– Justine yang baru saja pulang dari kantor langsung melancarkan sindiran keras. Sebagai ayah, hatinya terluka. Putrinya seakan lupa jika dia memiliki orang tua setelah menikah. Jujur Justin kecewa, tapi dirinya juga tak dapat melakukan apa-apa. Jika saja bisa– Justine ingin protes. Menggerakkan massa untuk demo besar-besaran di depan rumah Vero. Berorasi agar Keluarga Husodo mau mengembalikan putri kesayangannya. Terdengar gila memang– Namun begitulah adanya. Justine ingin membuat keributan supaya putrinya di depak dan kembali padanya. Ia belum siap kehilangan Princess. Rasanya baru kemarin putrinya terlahir ke dunia.Seharusnya Justine telah terbiasa dengan alpanya Princess dari kehidupannya. Hampir empat tahun lamanya Princess tinggal memisahkan diri, memilih apartemen sebagai tempat bernaung. Namun kini kasusnya berbeda. Raga dan
“Jesseeeen!! Musuh bebuyutan gue!!” Mian berjalan cepat, ia menangkap pergelangan tangan Princess. “You are a pregnant woman! Nggak usah lari-lari. Jessen nggak akan kemana-mana!” Peringat Mian dengan wajahnya yang memerah.“Sorry..” Lirih Princess– menyesal karena tak mengingat keadaannya. “Thank you for reminding me, Buy.”“It’s okay. Jangan diulangi. Sini gandengan aja turunnya.” Mian menyatukan tangan mereka dalam genggaman. Ia tidak bisa memarahi Princess karena istrinya terlalu excited setelah bangun tidur. Ketika pertama kali membuka mata– Princess mencari-cari adiknya. Mungkin efek pemberitaan yang Oma Buyutnya sampaikan. Semalam Princess dan Marchellia diantarkan langsung oleh Marchellino. Keduanya terlelap begitu damai, sampai-sampai tak terusik pada pergerakannya dengan Jessen yang memindahkan tubuh mereka.“Sarapan Ces.. Papi denger kamu hari ini ada jadwal bimbingan? Isi tenaga dulu.” Ucap Vero sembari memindahkan sayuran ke piring Marchellia, “harus dimakan. Untuk keseh
Sudah diputuskan, lima persen saham Darmawan diakuisisi oleh Husodo. Saham itu diberikan secara khusus beratasnamakan Jessen Husodo sebagai pemilik saham yang sah. Saham tersebut didapatkan dari milik Ardira Darmawan yang mempunyai lebih dari dua puluh persen saham di perusahaan suaminya. Meski berita resmi dan berkas perpindahan belum diselesaikan secara legal– keluarga besar Darmawan telah mengetahui bergulirnya saham tersebut ke tangan Jessen. “Pilihan yang sangat baik Bu Dira.. Saya mengapresiasi pengorbanan Ibu untuk cucu-cucu kita.” Ucap Mellia. Michell yang mengantarkan Mamanya, memainkan kaki. Mamanya sedang diberikan lawan yang tangguh dalam bermain peran kehidupan. Baru kali ini Michell melihat Mamanya kalah selain dari Mami istri kakaknya.“Di keluarga Darmawan pantang hukumnya menceraikan atau diceraikan oleh pasangan, Merlliana Haryo. Sesuatu yang dipersatukan Tuhan, tidak sepantasnya dipisahkan manusia. Terlebih dalam kasus ini, anak dan cucu saya memang keterlaluan. M
Jessen terengah. Dadanya naik turun karena napas yang tak berjalan mulus keluar dari paru-parunya. Pria muda yang melarikan diri dari jerat saudara, papi dan sahabatnya tersebut mendudukan diri pada sebuah pohon besar dipinggir lapangan bola. Jessen merasa telah berlari sangat jauh, jadi kemungkinan untuk ditangkap sangatlah tipis.“Tega bener mereka,” hela Jessen sembari meluruskan kaki-kakinya. Kepalanya mengadah, bersandar pada batang pohon dengan mata terpejam.Tidak.. Jessen tak mau pernikahannya hancur. Sekuat hati ia memaklumi tingkah Papi dan Abang Marchellia. Menahan letupan amarah yang kadang singgah karena perkataan menjatuhkan mereka. Ia tidak ingin usahanya sia-sia.Jessen sendiri bukannya tidak mengetahui jika kata-kata sinis yang kerap kali ditujukan padanya merupakan bentuk ketidaksukaan mereka. Jessen mengetahuinya. Ia juga memiliki perasaan sama seperti kebanyakan orang. Terlebih mereka menunjukkannya tanpa aling-aling— tidak ditutup-tutupi atau diperhalus. Mereka m
“Kedainya masih lurus lagi Pi. Belokan pertama ke kanan,” Mian memberikan arahan kepada Vero. Mereka berniat untuk menjemput Jessen setelah mengetahui keberadaan anak itu dari balasan pesan Dodit.“Ini kalian seriusan kenapa kalau cari basecamp ngumpul! Nggak habis thinking Papi.” Omel Vero. Ia mengenal baik lingkungan yang sedang mereka lalui. Vero sendiri tidak akan pernah melupakan jalanan menuju indekos yang sempat ia tinggali. “Ini area kos-kosan, Yan! Papi belum pernah liat kedai bintang lima juga di area ini.”“Nggak ada yang namanya kedai berbintang, Papi. Ini warung yang sempet Papi liat pas VCall-an sama Jess.” Terang Mian agar Vero tidak salah paham kemana tujuan mereka yang sebenarnya. Papinya yang kasta bangsawan tidak boleh terkejut karena itu akan menggagalkan misi mereka untuk ke rumah Opa Ray.“Kalian kebanyakan ngumpul sama di Dodit, Dodit itu! Begini jadinya.” Vero melirik gerbang rumah berlantai dua di sisi kanan yang baru saja ia lewati. Pria itu tersenyum, ‘kosan
Usai memberikan bagiannya dalam melampiaskan emosi pada dosennya, Jessen keluar dari ruang kerja Chello. Ia sudah cukup puas menginjak-injak dua telur sang dosen menggunakan sol sepatunya. Setelahnya Jessen menyerahkan semua kepada mertua dan kakak iparnya. Terserah mereka ingin melakukan apa, setidaknya Jessen telah berusaha melindungi Marchellia semampu yang ia bisa.“Balik?”“Princess?” Jessen menjawab Mian dengan pertanyaan lain. Jika mereka pulang sebelum para wanita sampai di rumah, saudara kembarnya bisa mendapat masalah. Jessen tidak ingin hal tersebut terjadi. Mian hari ini banyak menunjukan sisi terhebatnya sebagai seorang kakak— dan Jessen berharap tidak menyulitkan posisi Mian walau hanya sesaat.“Bisa gue chat biar langsung pulang naik Taksi. Gue yakin dia nggak bakalan marah.” Ucap Mian seperti tahu apa yang memberatkan diri Jessen. “Cepetan! Gue males liat komuk mertua sama abang ipar lo, Jes!! Mumpung mereka masih sibuk sama Pak Wisnu.” Seloroh Mian mengajak agar Jesse
Menuruti permintaan Audi Mahendra untuk menyantap makanan yang wanita itu sajikan, telah Jessen lakukan bersama dua pengikut sekte aliran gelapnya. Siapa sangka Mian dan Princess mau diajak ikut serta menyatroni meja makan rumah orang lain. Ya, walau tidak sepenuhnya orang lain karena rumah Marchello Darmawan merupakan salah satu Opa Princess, tapi hebatnya wanita galak Mian rela dibangunkan secara paksa dengan iming-iming traktiran mie instan di Kedai Pelangi. Murahan memang istrinya Mian– Jessen saja dibuat tidak percaya pada awalnya jika makanan seharga sembilan ribuan lengkap dengan telur bisa membuat wanita itu luluh.Lupakan perihal Princess dan mie instan idamannya, kini saatnya Jessen berbicara serius dengan para lelaki di keluarga Darmawan. Ia ingin masalahnya cepat selesai dan manusia lancang yang menjadikan istrinya fantasi liar segera diangkut dan mendapatkan karma atas perbuatan beraninya.“Pi,” Jessen menyambangi Chello di ruang keluarga. Ia menghabiskan makanan lebih d
Jantung Vero berdetak sangat cepat ketika melihat menantu keduanya berlarian menuruni tangga rumah. Demi Tuhan! Jika terjadi sesuatu pada Princess sesungguhnya keluarga Darmawan itu– seluruh manusia bernama belakang Husodo mungkin akan di-bumi hanguskan untuk selama-lamanya. Trah keluarga mereka dipastikan mengalami kepunahan total. Kejadian buruk harus segera Vero cegah.. Sesegera mungkin! “Acheeellll!!! Jangan lari-larian! Jalan aja, Chell!” Teriak Vero dengan tetap menjaga pita suaranya agar tak terdengar membentak. Runyam dunia persilatan kalau si Tuan Putri tersinggung. Jet lee bisa berubah jadi personel boyband nanti.“Papi, Ecen mana?! Ini.. Papi Achell telepon. Dia mau ngomong sama Ecen.” Sulit juga jika memiliki nama panggilan yang sama. Bagaimana nanti jika mereka tengah berada di acara kumpul keluarga besar dan Marchellia hanya memanggil dengan sebutan Papi. Besok-besok, untuk menantu selanjutnya Vero akan meminta Jemima mencarikan besan yang julukannya Bapak, Daddy atau