Selama masa off jualanku di marketplace, aku fokus dengan projekku. Pastinya ada Mas Ilham yang menemaniku.Konsep yang aku rencanakan menampilkan dengan menampilkan keceriaan anak-anak. Hal ini sebagai simbol konsumen yang harus dilindungi akan kesehatannya. Kemudian kita tonjolkan lahan tomat dengan udara yang murni dan hasil yang segar. Dilanjutkan produksi saus sampai ke pengemasan. Eksekusinya, produk saus yang dinikmati.Huuft ... begitu banyak yang akan disampaikan, dan hanya dalam waktu enam puluh detik. Harus bekerja keras dan pintar "Konsepnya yang kamu jelaskan tadi. Kamu tidak usah kawatir dengan hasil video. Aku yang akan mengedit. Kita rekam-rekam saja," terang Mas Ilham.Pagi ini kami akan merekam tentang pertanian. Kami berangkat sangat pagi. Kata Mas Ilham, sinar matahari pagi yang masih menyorot miring dan kabut tipis akan menghasilkan video yang eksotik. Apalagi nanti ada iring-iringan petani yang menyusuri pematang dengan membawa tomat segar di keranjang.Set
"Tidak. Aku ingin jalan-jalan denganmu. Hari besuk aku seharian di depan komputer membuat video ini," terangnya dan sekarang mobil belok ke arah yang bertuliskan danau.Danau ini terletak di puncak bukit ujung kampung. Jalannya sudah bagus karena ini adalah jalan tembusan ke desa sebelah. Banyak mobil lalu lalang di sini, terutama pada hari libur. Danau ini termasuk tujuan wisata di daerah ini.Suasana masih alami dengan pemandangan alam sangat indah. Udara dingin menyeruak menyentuh kulitku ketika kami memasuki kawasan danau. Kabut tipis terlihat mengambang di permukaan danau. Ada beberapa penjual jagung bakar, baunya menyusup kontras dengan dinginnya udara disini.Kami duduk di pinggir danau, menikmati pemandangan sambil menikmati jagung bakar dan segelas kopi susu. Di sudut sana, beberapa sepeda motor terparkir. Beberapa remaja muda-mudi menggelar tikar disebelahnya. Mereka berbincang, bercanda begitu riang. Sesekali terdengar gelak tawa memecah heningnya suasana. Bercanda bersa
POV ILHAMAku pernah melihat dia.Saat itu aku ada janji bertemu dengan Daniel di Restoran Lembayung. Dia dulu adalah mentor bisnisku ketika aku mengikuti Busines Challenge yang diadakan perusahaan swasta. Walaupun sudah satu tahun yang lalu, tetapi kami masih sering berjumpa, dan kami bersahabat.Sengaja aku duduk di dekat jendela, aku memilih meja kecil yang berisi dua kursi. Saat itu restoran tidak terlalu ramai, ada beberapa meja yang terisi tamu. Sekitar enam meja saja.Ada yang menarik perhatianku, meja sederet yang terselang dengan satu meja. Seorang laki-laki dan wanita yang berbincang serius. Walaupun tidak berteriak, terlihat dari wajah si wanita kalau mereka bersitegang. Aku tidak menguping, tetapi karena jarak kami tidak jauh, aku mendengar jelas apa yang dibicarakan.Laki-laki keterlaluan sekali. Memberi pilihan dimadu atau dicerai, si wanita diminta untuk memilih. Permintaan yang gila! Padahal wanitanya tidak jelek, malah terlihat cantik alami walaupun dalam balutan p
POV KARTIKAHariku terasa sepi.Kehadirannya sudah menjadi canduku, bahkan ibu pun merasakan hal yang sama. "Ilham belum ke sini? Itu, ibu sudah sisihkan makan siang di panci blirik. Ada semur daging dan kentang. Nanti kamu angetin! Kerupuk udang ada di toples. Dia pernah cerita kalau tidak bisa makanan pedas, makanya ibu masak semur untuknya! Kacang hijau, ibu simpan di kulkas. Dia kan suka minuman dingin!" kata ibu sambil bersiap akan pergi ke Bali Desa.Ada kegiatan Posyandu yang diadakan rutin setiap bulan. Ibu salah satu pengurusnya.Balita ditimbang dan ditulis di lembaran grafik pertumbuhan normal. Jadi apabila dibawah normal, akan segera diketahui. Ada petugas Puskesmas yang mendampingi. Sebelum pulang, mereka akan disuguhi makanan sehat seperti kacang hijau yang dibuat ibu tadi."Mas Ilham hari ini tidak ke sini, Bu. Tadi sudah Tika kirim Roti tawar. Kang Bejo yang ambil ketika tadi Ibu ke rumah Bu Diah," jelasku."Yah, Tika! Kalau begitu, simpan di kulkas!"Wah, bakalan ad
Aku menggeloyor pergi ke dapur, memanaskan semur masakan ibu tadi. Kemudian aku siapkan placemate kain dengan hiasan sulaman Ibu, yang diatasnya aku taruh piring dan sendok garpu. Gelas tinggi berisi air putih.Semur Daging aku sajikan di mangkuk besar dan ditaburi bawang goreng. Selesai."Mas Ilham! Makanannya sudah siap!" teriakku. Ibu sudah pergi, terlihat dia mengamati foto-foto lama yang dipajang di atas buffet. Mendengar panggilanku, dia langsung melangkah ke meja makan yang aku sudah duduk di sana."Semur buatan ibu pasti enak!" teriaknya sambil menyodorkan piring kosong minta di ambilkan."Kenapa, sih, tidak mau ambil sendiri? Semua sudah di siapkan!" ucapku sambil mengambilkan makanan untuknya."Kalau diambilkan kamu rasanya lain. Lebih enak," katanya langsung mengantap makanan dengan lahap."Lebih enak, bagaimana? Makanannya kan sama.""Ya bedalah. Berasa sudah punya istri.""Gombal!" sahutku mendengus kesal, menutupi rasa yang sebenarnya.Ibu ... cepet pulang, dong!*Sete
POV IBUNYA KARTIKAMempunyai anak seperti Kartika merupakan anugrah buatku. Dia tidak hanya cantik tetapi juga pintar, aku sangat bangga terhadapnya. Bagaimana tidak bangga, waktu itu dalam satu kecamatan dia sendiri yang diterima di perguruan tinggi negeri yang terkenal di negeri ini. Fakultas Pertanian pilihannya. Aku ingat saat mengadakan syukuran keberhasilannya, semua orang di kampung mendoakan kesuksesannya. Kampung kami yang mayoritas adalah petani, mempunyai harapan besar akan keberhasilan Kartika. Setiap ada yang bertanya tentang sekolahnya dimana, aku dengan bangga mengatakan bahwa Kartika kuliah di Fakultas Pertanian.Diapun sangat penurut. Semua yang aku ajarkan selalu dilakukan dengan benar. Anjuran dan perkataanku selalu dia dengar.Satu kali dia membantah, dan itu adalah keputusan besarnya, yaitu dia akan menikah langsung setelah wisuda. Antara senang dan sedih di perayaan wisuda saat itu. Senang karena aku naik ke panggung sebagai orang tua lulusan terbaik dan sedih
POV KARTIKA"Kartika, ini bagaimana? Ibu ditanya banyak orang tentang kalian berdua!" tanya ibu sepulang dari pasar.Kekawatiranku benar-benar terjadi. Ini baru ibu yang keluar dari rumah. Entah apa yang terjadi denganku ketika melangkahkan kaki keluar dari halaman. Bisa dipastikan tetangga menanyakan kabar yang sama."Kalian ini ke sana-sini berdua, pastilah orang-orang membicarakan kalian. Apalagi ada video di internet. Sudah ibu bilang, di sini ini bukan kota, ini kampung. Urusan kita, ya urusan mereka. Makanya jaga sikap! Hati-hati! Itu terus ibu ulang-ulang," ucap ibu panjang lebar.Ibu menaruh barang belanjaan di meja dapur. Ada daging, ayam, kentang dan sayuran lainnya. Banyak sekali belanjaannya, bisa satu minggu untuk kita berdua."Kamu sudah mandi, kan?" Aku jawab dengan anggukan."Ya, gitu. Jadi perempuan itu, pagi Subuh langsung mandi. Dulu, bapakmu bangun tidur sudah melihat ibu dalam keadaan sudah cantik, sudah mandi. Begitu juga kamu nantinya!" tambahnya.Aku menatap ib
Ada mobil sport berwarna hitam, baru terparkir di depan rumah Bu Asih. Pintunya sudah terbuka, terlihat kaki keluar melangkah kemudian terlihat dia siapa."Mas Faiz," ucapku lirih.Laki-laki yang dahulu aku rindukan, menghampiri kami dengan langkah panjangnya. Senyum yang dahulu selalu menghiasi wajahnya, sekarang terganti dengan wajah merah padam. Kemarahan terlihat jelas di sana."Itu Faizal mantan suamimu?" tanya Mas Ilham kepadaku. "Iya. Tidak tahu, kenapa dia ke sini," jawabku lirih.Aku langsung turun dari motor dan diikuti Mas Ilham. Dia langsung melangkah dan berdiri di depanku, menyembungikan wajah piasku dari pandangan Mas Faiz.Sama dengan Mas Faiz, wajah Mas Ilham sama-sama mengeras.Aku pegang lengan Mas Ilham yang sudah bersiap menjadi bentengku. "Kartika! Saya mau bicara denganmu!" teriak Mas Faiz. Dia mencoba menggapai tanganku. Dengan cepat Mas Ilham menepis tangannya, mereka saling berhadapan dengan sikap sudah bersiap. Kedua tangan mereka mengepal keras dengan
"Terima kasih, Sayang. Aku bahagia sekali!" ucapnya dengan menciumku bertubi-tubi. Di meja terlihat kotak yang terbuka dengan stik di tengahnya dengan garis dua berwarna merah di layarnya. Alhamdulillah. * "Kamu bahagia, kan?" tanyanya kembali. Kami sudah tidak duduk berhadapan lagi, kursi dia ganti dengan sofa panjang menghadap pemandangan alam dari lantai dua sambil menunggu pesanan makanan datang. Kami duduk berdampingan dengan tangannya merangkul pundakku. Proteksinya naik satu tingkat, makanan semua atas pesanan Mas Ilham, yang sebelumnya dipastikan di internet bahwa aman untuk ibu hamil. Termasuk minuman yang aku minum. "Lebih dari bahagia, Mas. Hatiku lega sekarang. Selama ini, terus terang aku tertekan," ucapku dengan menurunkan badan sedikit dan menyandarkan kepala di bahunya. "Yang paling lega itu aku." "Kenapa?" "Karena, mereka serius latihan berenangnya. Ini buktinya!" selorohnya sambil tertawa. Aku tersenyum mengingat bagaimana usaha kami untuk tujuan ini. Set
Mas Ilham memandang Pak Lurah, kemudian berganti memandangku. Dibukanya amplop tersebut dan dibaca kertas yang ada di dalamnya. Senyumnya seketika mengembang dan menatapku seperti tak percaya."Iya kalian mendapatkan penghargaan sebagai pemuda yang menginspirasi di tahun ini. Minggu depan, kita bersama-sama ke Pusat!" ucap Pak LurahTernyata kiprah kami terdengar sampai pusat, dan itu kebanggaan tersendiri untuk kami."Baiklah, Pakde Lurah. Kami permisi dulu," permisi kami sebelum meninggalkan Balai Desa.***"Mas Ilham, aku ke cafe yang kita pernah ke sana. Yang ada pisang krispynya," ucapku sambil menggelendot manja di lengannya. Hari ini hari minggu, jadi hanya ada kami berdua di sini. Waktunya, aku bermanja tanpa takut terpergok seseorang."O, yang di cafe itu. Kenapa? Mau napak tilas?" ucapnya berpaling ke arahku dan mencium sekilas pipi ini."Pingin pacaran.""Lho, ini sekarang sudah pacaran. Kurang mesra apa? Minta lebih?" ucapnya merengkuh tubuhku sambil menatapku dengan mata
Hari itu merupakan langkah awal, desa kami untuk berubah. Agrowisata Tomat sudah di buka, dan usaha kami mendapatkan apresiasi dari pemerintah. Dinas Pertanian dan Dinas Pariwisata datang menjadi saksi lahirnya pembaharuan ini. Semua berjalan lancar.Mas Ilham mendatangkan media cetak dan itu sangat tepat untuk promosi.Hanya hitungan minggu, Agrowisata Tomat ramai pengunjung. Kamipun sibuk memaksimalkan fasilitas yang ada. Memperbaiki beberapa sistem yang kurang.Mas Ilham berusaha merinovasi terus menerus sampai mereka pengelola dari desa bisa mandiri. Usaha ini buka tidak ada halangan. Pernah beberapa pengepul tomat datang untuk menyampaikan inspirasi. Mereka kawatir tidak akan mendapatkan tomat lagi dari petani. Pak Lurah dan Mas Ilham langsung turun tangan. Mas Ilham memberikan skema pemasaran tomat, mereka diajari untuk mengembangkan bisnis mereka. Sehingga tidak terjebak dengan usaha yang tanpa pengembangan.Para pengepul akhirnya kembali dengan rasa puas. Dari kejadian ini,
Kami memarkir motor di halaman dan langsung menghampiri Ibu di teras rumah yang tersenyum-senyum."Assalamualaikum, Bu!" ucap Mas Ilham dan mencium tangan Ibu. Tangannya langsung ditariknya ke dalam. Mereka meninggalkanku sendiri di teras, huh! Benar-benar mengesalkan."Nak Ilham pasti lapar, kan. Sudah saya siapkan soto daging. Makan sekarang?" "Sebentar saya ke kamar mandi dulu, Bu. Capek keliling desa!" ucap Mas Ilham dengan tersenyum, dia langsung bergegas pergi. "Tika! Suamimu itu diurus yang benar. Tadi pagi kamu kasih sarapan tidak? Sekarang kalian tinggal berdua saja, kamu jangan semena-mena pada suami. Diperhatikan kebutuhannya. Dulu di rumah Bu Aisyah, Mamanya yang memperhatikan. Sekarang dia tanggung jawabmu!" kata-kata Ibu mulai berentetan panjang sekali. "Sudah, Bu. Tadi pagi kami sarapan roti. Ibu tidak usah kawatir," ucap Mas Ilham setelah keluar dari kamar mandi. "Apa?! Cuma roti? Mana bisa untuk menambah stamina? Sudah sekarang kalian makan!" teriak Ibu. Aku dan
"Terima kasih atas kunjungannya ke Agrowisata Tomat di Desa Panggah Mulyo. Kalau ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi, kalau ada umur yang panjang, boleh berjumpa di Agrowisata Tomat ini."Lela menutup simulasi pemandu wisata untuk pembukaan hari besuk. Disambut tepuk tangan Pak Lurah beserta perangkat desa.Walaupun sebagai sekretaris pengelola, dia juga ikut andil di lapangan. Mas Ilham menunjuknya sebagai pelatih dan mengawasi para pemandu. Ternyata kecerewetannya sangat berguna di program ini. Itulah kelebihan Mas Ilham, mengatur dan menempatkan orang sesuai kemampuan dan kemauan seseorang.Semua warga di sini bersiap menyambut hari besuk. Semua ketua RW dan RT mengatur warganya untuk berbenah bersih-bersih desa. Kelompok tani bersiap merapikan lahannya. Tumbuhan tomat dipangkas daun-daun kering dan dahan yang mengganggu. Para pemuda juga sibuk di pos yang sudah di tentukan. Para pelaku UMKM sibuk merapikan lapak dan produknya. Semua satu kampung sibuk, apalagi Pak Lu
“Apa enaknya, tidak ada acara belah duren!" Celetukan itu yang membuat Pak Bambang kehilangan satu gigi depannya. Kejadian itu sempat membuat desa heboh, banyak yang menuding Pak Bambang keterlaluan walaupun di belakang tetap ada kasak kusuk membenarkan perkataannya. Termasuk aku sendiri."Mas Ilham, benar yang diucapkan dia. Seumur hidup kamu tidak mempunyai momen itu. Aku iklas, kalau kamu ingin menikah lagi," ucapku yang memang tidak mungkin memberikan dia sesuatu itu."Gila, kamu! Kau pikir aku kambing, yang asal kawin untuk darah perawan yang hanya sesaat itu!" teriak Mas Ilham."Mas Ilham, aku hanya tidak ingin kamu menyesal. Kenapa kamu marah? Kau pikir aku senang dengan menawarkan ide ini?!" "Dasar istri bodoh! Sini istri bodohku yang membuatku jadi orang bodoh juga," ucapnya merengkuh tubuh ini."Kok kamu ikutan bodoh?""Iya iya, lah. Ganteng gini dapet janda," ucapnya sambil berkelit dari cubitanku."Kartika, menikah itu bukan beralasan janda, perjaka ataupun perawan. Teta
Program pengembangan desa melalui agrowisata sudah mulai dirintis. Program seratus hari, nama yang diberikan Mas Ilham.Hitungan hari itulah, lahan tomat percontohan sudah bisa dimanfaatkan. Ada lima petak lahan desa yang di gunakan. Setelah diuji keberhasilannya, kami akan memgembangkan ke para petani. Tomat sudah siap untuk panen pertama di usia seratus hari. Ada beberapa varietas tomat yang dikembangkan, selain tomat sayur, tomat sambal, tomat buah dan tomat chery. Sengaja kami kembangkan sesuai peruntukannya, selain untuk edukasi juga untuk pengembangan hasil tomat yang berbeda jenis, berbeda pula produknya.Lega rasanya hati ini, melihat rencana sudah membuahkan hasil. Aku sangat senang seperti saat ini. Berkeliling di tengah kebun tomat yang sudah berbuah lebat. Beberapa warna merah menyembul di gerumbulan tomat berwarna hijau. Aku membayangkan wisatawan akan puas berkeliling di kebun tomat ini. Kelompok tani yang diketuai Pak Yanto, bekerja dengan keras dan cerdas. Aku hanya
Sudah lima belas hari kami di rumah Mas Ilham, hari ini giliran di rumahku. Begitu perjanjian awal kami, mempunyai orang tua tunggal mewajibkan kami berbagi hari di rumah mereka. "Sayang ... jangan ganggu saya," ucapku mencoba melepas tangannya. Kebiasaannya, setelah mandi pasti menggoda dengan memelukku. Seakan dia tahu, aku akan tergoda dengan aroma segarnya. Apalagi dia bertelanjang dada dan hanya menggunakan handuk yang dililit di pinggangnya. "Kalau seperti ini, kapan aku selesai berkemas?!" teriakku kesal dan seketika kesalku luruh dengan nafas hangatnya yang menyapu leher ini. "Dimana-mana, pengantin baru ya seperti ini," ucapnya setelah menyudahi aksinya. Rambutnya yang masih basah terlihat menggemaskan. "Iya ngerti. Tetap lihat waktu, Say. Aku membawa bajumu beberapa saja, ya. Yang ini, ini dan ini," ucapku sambil menunjuk yang aku maksud. "Yang merah diganti yang hijau saja. Kemejanya tambah satu, untuk pertemuan di balai desa. Nanti kita mampir ke Pondok Tomat. Aku
"Mas Ilham, giliranmu!" ucapku setelah namanya dipanggil Pak Lurah.Dia langsung berdiri, merapikan bajunya dan berjalan ke depan. Sebelum mulai, dia menyebar senyum lebarnya dan tertahan sejenak ke arahku. Aku mengacungkan jempol dan tersenyum memberi semangat kepadanya. Lama-lama aku ketularan gokilnya dia, ya. "Salam semangat semuanya!" teriak Mas Ilham dengan peserta masih terpaku menatapnya. Untuk sesi ini, peserta seluruh undangan datang. Tidak sepertiku yang hanya di kelompok tani saja. "Aduh kok masih lemas, ya. Kami saja yang pengantin baru saja sudah semangat! Semangaaat ...!" "Semangaaaatt ...!" teriak semua yang hadir dan berakhir gelak tawa mereka. Mas Ilham memang pintar membuka sesi dengan memaksa peserta untuk fokus dengan yang dia katakan. Kalau sudah di depan seperti ini, Mas Ilham yang kolokan, manja dan gokil hilang. Tergantikan sosok yang karismatik, aku tersenyum bangga melihatnya.Dia langsung menjabarkan tentang program agro wisata ini. Pelan, jelas dan mud