Bab : 84Hasil dari pilihan RantiPOV AUTHORLangkah Ranti terhenti ketika mendengar suara pintu, dan diketuk berkali-kali. "Siapa yang ingin bertamu sepagi ini?" gumam Ranti bertanya-tanya. Hatinya sedikit was-was ketika mendapati seseorang yang ingin bertamu sepagi ini. "Ada masalah apalagi ini?" gumamnya lirih, lalu melangkah ke arah pintu yang diketuk sejak tadi.Ranti memutar handle pintu dan menariknya sehingga pintu pun terbuka separuhnya. Namun matanya membulat setelah tahu siapa yang mendatangi rumahnya sepagi ini."Mau ngapain kamu kesini, penipu ulung?" Seru Ranti saat mengetahui siapa yang datang kali ini. Darahnya langsung mendidih tatkala melihat orang yang menipunya kini berdiri di depannya. "Hmm… anu, Lisa ada, Bu, saya ingin berbicara dengannya!" ucap seseorang itu dengan terbata. "Lihatlah! Anakmu jam segini masih tidur. Apa kamu dulu tidak mengajarkan bagaimana caranya menjadi perempuan. Dasar penipu!" Ranti berkacak pinggang menghadapi sang besan yang masih berdi
BAB : 85.Keseharian Ranti bersama Lisa.Hari terus berganti, waktu terus bergulir, detak jam pun terus memutar tanpa henti. Namun semua penghuni rumah dalam keluarga Rangga semakin terlihat berantakan dan sering beradu mulut. Sikap saling serang dan ingin menang sendiri ditujukan tanpa rasa sungkan sama sekali. Seperti siang ini, Ranti yang baru pulang dari warung mendapati Lisa yang sedang makan dengan santainya. Tentu saja Ranti mulai murka, karena nyatanya hanya Ranti seorang diri yang memasaknya. Sedangkan sang menantu terlihat sekali baru bangun tidur."Dasar menantu pemalas! Kerjanya cuma makan dan tidur! Sudah putuskah urat malumu?" Ranti murka melihat Lisa yang hanya bisa makan dan tidur tersebut. "Dimarahin bukannya mikir malah cuek. Apa otakmu sudah kau titipkan bersama ternak-ternak Ayahmu dikampung?" Ranti semakin murka melihat Lisa yang terlihat sangat santai."Bu, Lisa ini laper, lagi makan kok dimarahin terus. Lisa kan lagi hamil, jadi harus makan banyak dan bernutri
Bab : 86Siap menghadiri sidang perceraian.POV AUTHORMendengar ucapan Rosa, mata Ranti membulat. "Pengadilan?" tanya Ranti. Dan tangannya pun bergetar ketika Rosa mengangguk yakin di depannya."Itu surat panggilan sidang buat Rangga, Bu. Aku tak menyangka ternyata Andira diam-diam mengajukan sidang perceraian ke pengadilan agama!" Rosa duduk di tepi ranjang sebelah Ibunya.Sedangkan Ranti sendiri terlihat sangat syok mendengar penuturan Rosa. Dengan tangan bergetar, ia membuka amplop coklat tersebut, lalu membacanya dengan seksama. Kini, yakinlah Ranti bahwa benar, Andira telah menyiapkan putusan perceraian mereka ke pengadilan agama. Dan disitu tertera bahwa Rangga harus menghadiri sidang perceraian mereka yang akan digelar besok."Andira Dilbara!" lirih Ranti."Darimana dia mempunyai uang buat menggugat cerai di persidangan?" tanya Ranti resah. Hatinya sungguh resah mendapati Andira yang hidupnya lebih baik darinya."Nah itu dia yang buat Rosa juga bingung, Bu. Keluar dari sini se
Bab : 87Drama sebelum sidang dimulaiPOV ANDIRADilan yang berada di depan seorang diri nampak tenang mengemudikan mobilnya. Begitupun Mbak Winda yang mendampingiku, terlihat anggun dan tenang dengan menatap jalan di sekelilingnya. Namun tidak denganku, rasa gugup ini tengah menguasaiku sejak tadi. Entahlah, sebelumnya aku tak pernah membayangkan bahwa akan berurusan dengan sidang seperti ini. Bersyukur masih ada yang menyayangiku disini, hingga aku tak sendirian menghadapi masalah yang lumayan rumit ini."Kamu kenapa, An?" Pertanyaan Mbak Winda mengagetkan lamunanku. Sehingga aku pun sedikit tersentak."Hah? Emang aku kenapa, Mbak?" tanyaku heran. Memang ada apa denganku?Mbak Winda terkekeh pelan. "Kamu ditanya malah bales nanya. Mukamu lo, tegang, emang ada yang mengganggu pikiranmu? Atau justru keberatan bercerai resmi dengan Rangga?" Mendengar pertanyaan Mbak Winda mukaku mengerucut. "Aku hanya gerogi saja, Mbak. Sebelumnya tak pernah masuk persidangan, bahkan mimpi saja belum
BAB 88.Drama Sebelum Sidang Dimulai part 2.Mataku membelalak mendengar ucapan Mas Rangga. Mulutku seakan terkunci karena terkejut. Apa apaan ini? Tak sadarkah dia, apa yang baru saja terucap dari mulutnya?"Mas Rangga, kamu apa-apaan sih!" Sang istri mulai tak terima."Aku masih sangat mencintaimu, Andira. Tolong lah, pikirkan sekali lagi. Aku sadar, pernah mencampakkanmu. Dan kamu tahu, aku sangat menyesal. Kembali lah padaku, aku akan berusaha berbuat adil dengan kalian!" "Mas! Aku gak mau cintaku dibagi!" Istri Rangga yang berada di sebelahnya teriak.Ku teguk ludah ini dalam-dalam, untuk menetralkan rasa yang mulai tak berimbang. Sungguh, luar biasa sekali Mas Rangga. Dengan tanpa rasa malu berucap seperti itu di depan banyak orang. Bukankah dulu dia sangat menjunjung tinggi harkat dan martabatnya? Tapi kenapa sekarang menjadi berubah seperti ini?Mantan Ibu mertua pun mendekati sang anak yang sedang mengemis cinta di depanku, lalu melirik tajam ke arahku. Menyadari itu, Mbak W
Bab : 89Drama Setelah Sidang Perceraian.POV ANDIRAAlhamdulillah … alhamdulillah, berkali-kali aku mengucap syukur ketika Pak Hakim Ketua mengetuk palu, dan mengatakan bahwa kami resmi bercerai. Aku berjalan keluar dari ruang sidang ini dengan dituntun oleh Mbak Winda. Walaupun tak kupungkiri, ada rasa sesak ketika mengingat statusku yang kini sah menyandang status janda. Namun satu sisi sungguh lega luar biasa karena aku sudah lepas dari Mas Rangga seutuhnya. Dan akta cerai kami akan menyusul setelah beberapa minggu kemudian. Itu tak masalah bagiku."Saya permisi dulu, Bu Andira, mari Pak Dilan." Pamit Pak Desta pada kami setelah keluar dari gedung."Terima kasih bantuannya, Pak Desta." Pak Desta tersenyum. "Sama-sama, Bu Andira. Terima kasih lah pada Pak Alan, karena beliau yang mengusahakan semua ini!" Setelah berucap, Pak Desta pun meninggalkan kami. Sedangkan aku, dadaku kembali sesak mengingat nama orang yang selama ini membantuku, Mas Alan."An, kamu nggak papa?" tanya Mbak
BAB : 90. Aku Harus Segera Pergi!***"Mbak Winda nggak papa, aku masuk ke rumah dulu? Nggak pengen masuk dulu gitu?" tanyaku ketika kami sudah sampai di depan rumah, tepatnya di depan rumah Mas Alan."Gak usah Andira, nanti Gilang nyariin Mbak deh jika kelamaan pergi. Udah sana masuk, takut Kania rewel!" titah Mbak Winda hingga mau tak mau aku mengangguk menyetujuinya."Dilan, tolong antarkan kakakku sampai tujuan ya! Hati-hati di jalan!" titahku pada Dilan yang berada di depan."Baik, Bu," ucapnya, lalu membelokkan mobilnya dan kembali melanjutkan perjalanan untuk mengantarkan Mbak Winda.Dengan pelan, aku melangkah untuk masuk ke dalam rumah. Namun aku dikagetkan oleh kedatangan seorang wanita paruh baya, berpakaian modis. Gurat keibuannya terpancar jelas, namun penampilannya yang terawat membuat wanita yang berumur sepertinya tak jauh dari Bu Lestari ini masih terlihat cantik. Ia sedang duduk di teras dengan memainkan ponselnya, seperti tengah menunggu seseorang."Assalamualaikum
Bab : 91Aku terpaksa meninggalkannya.POV ANDIRADrreett … dreeett ….Aku pun menghentikan aktivitasku sejenak ketika mendengar ponselku berbunyi. Namun mata ini membulat setelah tahu siapa yang memanggil kali ini."Angkat gak ya?" gumamku ragu.Namun melihat benda pipih ini selalu berdering membuat mau tak mau aku mengangkatnya. "Assalamualaikum, Mbak Win," ucapku setelah telpon ini tersambung."Waalaikumsalam, kamu lagi ngapain, An? Ini Mbak baru nyampe rumah." Mbak Winda sepertinya sudah mempunyai firasat akan kepergianku."Mbak," Aku memanggilnya lirih. Ada getar dalam suaraku, semoga Mbak Winda tidak menyadarinya."Hm, gimana?" "Aku … aku mau pergi, sekarang." Sejenak, tak ada suara apapun. Terdengar hembusan nafas dari arah sana, menandakan bahwa Mbak Winda pun tengah merasakan bingung mendengar ucapanku."Kamu mau pergi kemana, An?" tanya Mbak Winda akhirnya."Entahlah, Mbak. Mungkin akan kembali ke rumah Bapak. Karena beliau masih sakit." "Apa tak sebaiknya kamu menunggu