Share

BAB 2. POV Rangga.

Author: Enik Wahyuni
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

 Ketika Melahirkan Di Tempat Mertua

BAB  : 2

Semua Salah Andira

POV RANGGA

"Dasar Andira, kerjaannya cuma ganggu aja," gerutuku dalam hati. Sungguh, rasanya sangat kesal melihat Andira yang tak bisa Lmandiri sendiri. Sengaja aku menyuruh Andira melahirkan di rumah Ibu biar aku gak repot. Tapi tetap saja, sedikit-sedikit menelpon. Semakin membuatku kesal saja.

Awalnya setelah menikah, kita mengontrak di sebuah rumah yang tak jauh dari rumah Ibu. Jaraknya sekitar dua jam perjalanan jika ditempuh dengan menggunakan motor. Andira mengajak ngontrak karena ingin mandiri, katanya. Namun, ketika perut Andira mulai membesar, Ibu memintaku untuk pindah saja ke rumah. 

"Sayang uangnya, Ga, daripada untuk membayar kontrakan rumah, mending uangnya dikasihkan ke Ibu. Udah gitu Andira juga bisa terurus kalau sama Ibu disini," teringat ucapan Ibu waktu itu.

Ibu dengan begitu tulus menawarkan bantuan pada kami, aku dan Andira. Namun susah sekali bernegosiasi dengan Andira. Setelah mengucap beberapa janji dan kata manis, baru lah Andira menyetujuinya. Janji dulu, tak apa kan? Yang penting Andira mau mengikuti apa yang aku perintahkan.

Eh tapi, ini Andira mau melahirkan. Ibu dan Mbak Rosa kemana? lebih baik aku telpon Ibu dulu, nanti malah melahirkan di rumah lagi. Malah bikin repot semua orang.

Tit.

"Halo, Bu, Ibu dimana?" ucapku setelah telepon tersambung dengan Ibu.

"Ini, Ga, Ibu lagi belanja. Ada apa?" tanya Ibu di seberang sana.

"Bu, tadi Andira telpon. Katanya sakit perut, Andira mau melahirkan, Bu," ucapku pada Ibu.

"Duh, tapi Ibu lagi tanggung nih, Ga, emang kamu gak bisa nemenin?" tanya Ibu terlihat santai.

"Tak bisa, Bu, aku lembur hari ini," ucapku pada Ibu.

"Yaudah biarin lah, Andira udah gede juga kan. Biar latihan mandiri, ntar paling kedepan naik ojek. Eh tapi, bilangin Andira ke bidan aja Ga, jangan ke rumah sakit. Kan kalau ke rumah sakit itu mahal," ucap Ibu yang masih terlihat santai.

"Iya, Bu, coba nanti Rangga telpon lagi Andiranya," ucapku pada Ibu.

Tit.

Telepon dimatikan oleh Ibu.

Aku mencoba menelpon Andira, namun tidak diangkat olehnya. Ah Andira, aku hanya ingin menyampaikan pesan Ibu. Namun susah sekali menghubungimu. 

"Sudah lama menunggu, Mas?" ucap wanita cantik di depanku yang baru datang.

"Untuk wanita cantik sepertimu, tak apa aku menunggu lama," ucapku tersenyum semanis mungkin. 

Ya, inilah alasanku untuk tidak menemani istriku yang mau melahirkan sekarang. Karena aku ada janji dengan wanita cantik bernama Lisa. Sebenarnya Lisa ini gak terlalu cantik, masih kalah cantik dengan Andira yang cantik alami. Tapi lama-kelamaan, Andira itu membosankan. Wajahnya kucel, badannya tak terurus, apalagi sedang hamil besar seperti ini, malas sekali melihatnya.

Kalau sama Lisa, aku hanya bermain-main saja. Aku laki-laki normal, pengen lah lihat yang bening. Apalagi Lisa naksir sama aku, yaudah lah kenapa tidak? Hanya bermain-main saja tak apa kan? Ada makanan gratis kok ditolak.

"Lis, Mas mau pulang dulu. Udah malem," ujarku sambil beranjak.

"Yah, Mas, kan kita juga baru ketemu," ucap Lisa terlihat manyun. Aku menyunggingkan senyum melihat ekspresinya. Beginilah kalau orang ganteng bereaksi. Lisa saja tergila-gila, padahal dia tahu kalau aku sudah punya istri. Ah, Rangga Dinata, selain dirimu ganteng luar biasa ternyata memang menjadi favorit para perempuan.

"Hati-hati dijalan, Mas," ucap Lisa menatapku. Aku hanya tersenyum ke arahnya lalu meninggalkan Lisa yang masih mematung menatapku. 

Ku laju motor kesayangan untuk bergegas pulang. Jalanan lengang karena sudah larut malam. Sebenarnya aku bisa saja bermalam bersama Lisa, karena tak kupungkiri aku juga membutuhkan itu. Apalagi melihat Andira yang tak terurus seperti sekarang, malas sekali mendekatinya, apalagi menyentuhnya. Namun, aku masih ingin melihat seperti apa Lisa sebenarnya. Karena aku juga baru mengenalnya.

*********

Ketika sudah sampai di depan rumah, aku melihat seseorang tengah berjalan menuju rumah. Siapa yang ingin bertamu tengah malam seperti ini? Karena penasaran aku pun memasuki rumah dengan tergesa. Setelah motor terparkir, barulah aku mendekati tamu tersebut, yang tak lain adalah Mas Dani. Suaminya Mbak Winda, tetangga di depan rumah. Kedatangan Mas Dani langsung disambut oleh Ibu.

"Ada apa ya, Mas?" tanyaku penasaran. 

"Begini, Mas Rangga, Mbak Andira tadi minta diantar sama saya dan istri. Dan sekarang Mbak Andira sedang berjuang sendirian," Jelas Mas Dani.

"Sendirian apa bersama Mbak Winda, Mas Dani?" tanya Ibu.

"Bersama istri saya, Bu," ucap Mas Dani kikuk.

"Sekarang Mbak Andira berada di rumah sakit Harapan, Bu," 

Ucapan Mas Dani membuatku melotot. "Rumah sakit Harapan yang besar itu, Mas?" tanyaku pada Mas Dani yang nampak heran karena suaraku sudah mulai meninggi.

"Memangnya, kenapa, Mas?" tanya Mas Dani.

"Rumah sakit itu tidak bekerja sama dengan perusahaan tempat saya bekerja, Mas. Asuransi saya bukan disitu," ucapku tajam.

"Saya tak memikirkan sejauh itu, Mas. Tadi saya dan istri sangat panik melihat Mbak Andira yang sangat kesakitan. Lalu mencari rumah sakit terdekat agar cepat diselamatkan. Terbukti, setelah sampai sana Mbak Andira sudah kehabisan air ketuban, hingga langsung dioperasi," Jelas Mas Dani panjang lebar.

"Operasi sesar, maksud Mas Dani?" tanya Ibu membelalakkan matanya.

Melihat respon Ibu Mas Dani terlihat semakin kikuk, lalu tak lama langsung pamit untuk pulang.

"Ditolong, bukannya terima kasih malah di introgasi kayak maling. Kasihan banget Mbak Andira," gumamnya pelan sambil berlalu pelan.

"Kamu itu sepertinya sering memanjakan Andira ketika hamil, Ga. Coba kalau hamilnya banyak gerak, pasti ngelahirinnya juga lancar," ucap Ibu lemas dengan mata menerawang.

Aku hanya terdiam mendengar ucapan Ibu. Aku sering lihat Andira kepayahan memegang sapu dan pel ketika hamil besar, apalagi semenjak tinggal disini. Ibu sering menasehati Andira untuk selalu banyak gerak. Tapi apa itu hanya pura-pura saja di depanku supaya terlihat rajin? Ah Andira, menjengkelkan sekali dirimu. 

"Andira kok hanya menyusahkan kamu saja toh, Ga. Jadi istri bukannya meringankan beban suami, ini malah memperberat. Melahirkan sesar di rumah sakit itu biayanya tak sedikit, Ga," Ibu terus nyerocos hingga rasanya hati sangatlah panas.

Benar kata Ibu, kalau seperti ini, bukannya meringankan, yang ada malah menambah beban. Seharusnya Andira berpikir sejauh itu sebelum bertindak melangkah ke rumah sakit tadi. Kenapa tadi gak nanya dulu sih. Dasar Andira sialan! Geram sekali rasanya.

"Coba Andira mau menahan sakit sedikit lagi, pasti bisa melahirkan normal. Sepertinya Andira itu gak bisa menahan, udah gitu males ngeden. Untung saja sekarang Andira disini, jadi ada Ibu yang mengontrol Andira nanti. Coba kalau masih tinggal di kontrakan, udahlah kamu repot, Bayimu gak keurus, udah gitu Andira seenaknya. Tak kebayang kan, nanti seperti apa?" ucap Ibu panjang lebar hingga membuatku tersenyum.

Benar apa yang dikatakan Ibu. Untung ada Ibu. Ah, beruntung sekali aku punya Ibu seperti Ibuku ini. Sangat peduli denganku.

"Ibu gak nemenin Andira sekarang?" tanyaku.

"Gak lah, Ibu ngantuk. Besok aja kesananya, ada Mbak Winda yang nemenin kan?"

Lebih baik aku juga istirahat sekarang. Ada Mbak Winda kan yang menjaga Andira, jadi amanlah. Lagian kalau aku kesana sekarang, takut khilaf memarahi Andira. Malah bikin malu lagi. Nanti di rumah saja, biar Andira mendapat pelajaran dariku.

************

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Dasar suami gak tau diri mendingan cerai Andira
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 3. Katanya Menjenguk, Tapi?

    Ketika Melahirkan di Rumah MertuaBAB : 3Katanya Menjenguk, Tapi?***"Mbak Andira, sudah ada Ibu. Saya permisi pulang dulu ya," ujar Mbak Winda. "Makasih banyak ya, Mbak. Entahlah, kalau gak ada Mbak Win gak tahu nasibku gimana. Cuma Mbak Win yang baik padaku saat ini," ucapku yang sengaja menyindir Ibu mertua. Entahlah, Ibu merasa atau tidak, mendengar ucapanku Ibu mertua mendelik matanya."Sekali lagi, maaf lo Mbak Win. Memang Andira ini sukanya ngerepotin orang terus. Padahal sudah tak bilangin belajar mandiri, eh, malah manggil Mbak Win di rumah!" ujar Ibu enteng. Sungguh, aku bingung dengan pemikiran Ibu mertua saat ini, kalau aku dianggap beban kenapa memintaku untuk melahirkan di rumahnya? Kenapa tak membiarkanku dikontrakan saja, toh aku juga lebih senang tinggal di kontrakan ketimbang sama Ibu yang banyak huru hara."Ah, gak repot, Bu, justru saya senang bisa membantu Mbak Andira. Kalau gitu, saya permisi dulu ya, Bu," ujar Mbak Winda.Namun sebelum Mbak Winda bera

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 4. Biaya Rumah Sakit.

    Ketika Melahirkan di Tempat MertuaBAB : 4Siapa yang menanggung biaya Rumah sakit?POV RANGGA***"Jangan macem-macem kamu sama aku, Andira. Aku minta kamu bertanggung jawab atas pilihanmu kesini. Kenapa kamu mengungkit uang yang sekarang sudah tak ada wujudnya!" ucapku yang sangat geram sekali."Ada atau tidak, itu bukan urusanku, Mas. Karena aku hanya mengingatkan janji yang pernah kamu ucapkan. Oh ya, daripada Mas Rangga capek berdebat denganku, lebih baik pikirkan biaya untuk membayar persalinanku di rumah sakit ini," Memang benar-benar sialan Andira ini. Aku yang panik setengah mati memikirkan biayanya, tapi dia malah terlihat santai seperti ini. Dia yang berulah tapi aku yang menanggung akibatnya. Aku disini hanya menahan geram luar biasa. Tak bisa berbuat apa-apa karena masih berada di rumah sakit. Awas kamu Andira, habis kau nanti setelah berada di rumah!"Istrimu ini memang keterlaluan, Ga. Nggak menghargai suami sama sekali. Biar sajalah dia di rumah sakit, tak usah kita u

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 5. Kesepakatan.

    Ketika Melahirkan Di Tempat Mertua.BAB : 5Kesepakatan.***Aku menangis sesenggukan seorang diri disini. Menangis untuk menghilangkan sesak di dalam sini. Aku tak habis pikir dengan sikap mereka. Menjenguk bayiku saja tidak, tetapi sudah meributkan biaya yang memang menjadi tanggungannya. Dan Mas Rangga, apa dia tak ingin sedikit saja menengok anaknya? Cukuplah ini air mata terakhir. Tangisanku terlalu berharga untuk mereka. Aku tak mau terlihat lemah di depan mereka.Empat hari sudah aku berada di rumah sakit. Mas Rangga dan Ibu hanya menjengukku sebentar saja. Itu pun selalu merusuh dan bicara menyakitkan. Kata Dokter, hari ini aku sudah boleh pulang. Tentu saja Mas Rangga tahu, karena memang Dokter sendiri yang berbicara dengan Mas Rangga kemarin.Aku sudah menelpon Ibu di kampung. Karena Bapak sedang sakit, jadi aku melarang Ibu untuk kesini dulu. Lagian, saat ini bukan waktu yang pas untuk Ibu berkunjung. Aku tak ingin Ibu melihat perlakuan mereka yang menjengkelkan. "Maaf, B

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 6. Kesepakatan Dimulai

    BAB : 6Kesepakatan Dimulai.POV RANGGANafasku menderu saat Andira memberikan kertas berisi surat perjanjian untukku. Jelaslah itu sah dimata hukum, jika terbubuh tanda tangan diatas materai. Ternyata aku masih kalah licik dengan Andira. Aku tak menyangka kalau orang yang dulu lugu dan penurut, kini berubah menjadi licin seperti belut. Ternyata Andira memang tak main-main dengan ucapannya. Setelah ada pemberitahuan dari Suster tentang kepulangannya hari ini, dia berkemas sendiri, dan tak sedikitpun melirik ke arahku. Tok tok! Permisi, Maaf Pak, ditunggu di ruang administrasi sekarang. Masih ada yang belum diselesaikan," ucap seorang suster yang baru datang tersebut."Apalagi?""Saya hanya menyampaikan pesan, Pak. Untuk lebih jelasnya, silahkan bertanya langsung pada yang berjaga. Permisi!" ucap Suster tersebut, lantas keluar dari ruangan ini. Aku melirik tajam ke arah Andira. Namun sepertinya Andira nampak cuek saja. Ia masih merapikan barang-barangnya. Lebih baik aku ke ruang a

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 7. Babak Baru Dimulai

    BAB : 7. Babak Baru Dimulai.***"Mulutmu itu dijaga kalau ngomong, An. Ngelahirin aja minta sesar, kok segala ngomongin Rosa. Udah, mendingan kamu pulang dulu sana!" sungut Ibu mertua meluap-meluap. Emang bener kan, kalau tujuannya kesini cuma pamer mobil doang. Lah, mau jemput siapa? Mas Rangga juga bawa motor."Sudahlah, An, mending kamu pulang dulu saja. Jangan bikin ribut disini, malu tau dilihat orang!" ketus Mas Rangga menatap tajam ke arahku.Tanganku mengepal kuat mendengar ucapan Mas Rangga. Seharusnya Mas Rangga bisa menjadi jembatan antara aku dan keluarganya. Namun malah ikutan memojokkanku. Apa dia tak memikirkanku sama sekali? Ah, lupa, jelas dia tak bisa berpikir dengan baik, otaknya saja sudah digadaikan. Okelah, aku ikuti permainan kalian semua."Baiklah Mas, aku pulang duluan. Tapi aku tak mau naik ojek, aku maunya naik taxi aja. Kalian semua naik mobil masa aku ojek." "Eh, eh, apa-apaan minta naik taxi segala. Emang kamu gak tau, taxi itu mahal. Lihatlah, Rangga

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 8. Sakit Hati.

    BAB : 8Sakit hati yang belum terbalaskan.POV RANGGAAku masih mematung di tempat ketika Andira berlalu dari hadapanku. Andira sekarang memang tak bisa dianggap remeh. Uang dari penjualan emas kemarin hampir habis dipakai untuk Andira sendiri. Padahal nilainya lumayan besar, 15 juta hampir habis dalam hitungan hari. Bahkan belum genap tiga hari."Rangga, Ibu mau jalan-jalan dengan Rosa menggunakan mobil baru. Ibu minta uang dong," Pinta Ibu menadahkan tangannya.Ah, kenapa semua orang jadi menyebalkan seperti ini, sih. Tadi Andira, sekarang Ibu. Tak bisakah aku tenang sedikit saja."Uangku habis, Bu, buat biaya Andira.""Yaudah kalau gitu, balikin emas-emas Ibu!" Mataku melotot mendengar ucapan Ibu. Begitu juga Mbak Rosa yang nampak mendelikkan mata. Tak bisakah Ibu mengerem mulutnya? Kurogoh kantong lantas mengeluarkan selembar warna merah pada Ibu, namun mukanya masih masam."Kok selembar? Tadi Andira dua lembar lo.""Aku capek, Bu, mau pulang!" ketusku sambil berlalu meninggalka

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 9. Teman-teman Ibu

    BAB : 9Ketika Teman-teman Ibu Berkunjung.***"Rangga, lagi ngapain kamu? Yang benar saja Andira, kamu menyuruh Rangga mencuci baju. Kalau manja jangan kebangetan," sinis Ibu meradang.Jelas meradang, karena selama ini Mas Rangga tak pernah menyentuh pekerjaan di rumah, apalagi mencuci baju. Aku terkikik geli melihat Mas Rangga yang cuek mendengar Ibu merepet. Padahal Ibu gak tahu apa yang Mas Rangga lakukan padaku tadi. Yang Ibu lihat ketika Ibu baru pulang adalah Mas Rangga nampak membantuku mencuci baju.Perdebatan dengan Mas Rangga tadi memang menyisakan sedikit ngilu di daerah perut. Semoga tak terjadi apa-apa di sekitar sini. Berhadapan dengan Mas Rangga memang tak perlu menggunakan otot, karena pasti aku sendiri yang repot. Aku harus cari cara supaya tetap aman dan waras disini. Terlebih harus cepat sembuh, agar bisa pergi jauh selamanya dari neraka ini. Ya, selamanya, karena setelah ini aku akan menggugat cerai Mas Rangga."Daripada berisik, mending Ibu bantuin jemur!" Aku

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 10. Ucapan Menyakitkan.

    BAB : 10Ucapan yang Menyakitkan.***Mataku mengerjap ketika mendengar suara adzan mengalun merdu. Kania juga masih tertidur dengan pulas karena semalem sempat bangun beberapa kali. Mas Rangga? Terserahlah mau tidur dimana. Semenjak ada Kania dia memang tak mau tidur sekamar denganku. Berisik dengan tangis Kania katanya. Miris bukan? Tapi aku tak mau ambil pusing, toh nanti juga Kania tak akan melihat ayahnya lagi ketika aku pergi dari sini. Sejenak kurentangkan tangan dan leher yang terasa pegal. Setelah membersihkan diri aku lantas bersiap diri untuk bergegas ke tukang sayur sebelah. Dengan meninggalkan anakku yang masih tertidur pulas, aku berjalan pelan menuju tukang sayur. Semua penghuni rumah ini masih tertidur pulas, aku tak mungkin berdiam diri di dalam rumah. Sedangkan saat ini, ada Kania yang membutuhkanku. "Eh, Mbak Andira, baru melahirkan kok sudah sampai sini?" ujar Mamang tukang sayur."Iya, Mang, pelan-pelan juga bisa kok. Mumpung Dedeknya masih tidur juga, jadi pen

Latest chapter

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 108 Aku Bahagia

    Bab : 108Bersamamu, aku bahagia, Mas,"Biar saja, Pak, saya bisa mengatasinya." titahku, lantas penjaga itu membungkuk permisi.Hatiku perih melihat penampilan mantan Ibu mertua yang sekarang terlihat lebih kurus. Istri Mas Rangga yang sedang menggendong anaknya pun tak kalah kusut. Namun kemana Mas Rangga? Kenapa meninggalkan Ibu dan istrinya? Aku hampir lupa kalau Mas Rangga adalah karyawan Mas Alan. Tentu saja dia beserta keluarganya pun menghadiri acara ini."Andira, maaf jika dulu Ibu pernah jahat sama kamu. Ibu sangat menyesal. Coba dulu Ibu tak menyia-nyiakan kamu, mungkin sampai sekarang kamu masih menjadi istri Rangga.""Maksud Ibu apa?" Istri Mas Rangga seakan tak terima mendengar ucapan sang mertua."Diam kamu! Menikahi kamu adalah kesalahan terbesar Rangga!" sungut Ibu melotot tajam. Sepertinya perangai Ibu masih seperti dulu. Inikah yang katanya menyesal? Bahkan sama menantunya pun masih seperti itu. "Bu, Mbak, sudah, tak usah ribut, ini tempat umum. Ibu tenang saja, s

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 107 Kejutan

    Bab : 107Kejutan yang membuatku terharuMas Alan menghela nafas, lalu menghembuskannya pelan. "Kita akan pergi ke pesta, sayang.""Pesta?""Iya, pesta. Pesta pernikahan kita." Entah kejutan apa lagi yang akan diberikan untukku kali ini. Rasanya sudah tak bisa berkata-kata lagi dihadapannya. Bagaimana dia menyiapkan semua ini, tanpa meminta persetujuanku?"Aku sengaja memberikan kejutan untukmu, sayang. Mas yakin, pasti kamu akan senang." Mas Alan menggenggam tanganku."Tapi, kenapa harus mengadakan pesta, Mas?" tanyaku lirih. "Sayang, dengar, Mas hanya ingin menunjukkan ke semua orang bahwa Mas sudah menikah dan mempunyai istri secantik kamu. Memangnya kamu mau, karyawan Mas di kantor menganggap Mas masih single?" ucapnya dengan menggenggam jari ini.Senyumku mengembang mendengar penuturannya. Tak ada alasan untuk tidak jatuh cinta padamu, Mas. Sungguh, hati ini selalu sejuk dengan segala tingkah manismu. Bahkan berkali-kali kamu selalu membuatku jatuh cinta."Makasih banyak, Mas.

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 106. Malam Pertama

    Bab : 106Malam pertama yang indah."Terus gimana, Bunda? Apakah setelah itu sang pengembaranya ketakutan?" tanya Riana yang sudah menguap beberapa kali."Awalnya memang ketakutan, Sayang. Lalu tak lama ada seseorang yang datang menyelamatkannya. Tentu sang pengembara itu sangat senang mendapat bantuan. Hingga akhirnya sang pengembara menemukan temannya yang tengah tersesat. Pastilah teman sang pengembara senang, karena telah bertemu dengan teman seperjuangan." Aku menutup buku setelah membacakan dongeng pada anak gadisku. Dan ternyata Riana sudah pulas dengan memeluk guling kesayangannya.Setelah menaruh buku di meja, kukecup sejenak kening Riana yang baru saja memejamkan mata. 'Sungguh, Bunda menyayangimu, Sayang, walaupun kamu bukan terlahir dari rahim Bunda. Tapi Bunda akan berusaha menjadi Bunda yang baik untukmu." Batinku, sembari menata selimut agar nyaman dengan tidurnya.Aku mulai beranjak dari kamar Riana setelah memastikan ia tertidur dengan nyaman. Waktupun sudah menunjukk

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 105 Badai Orang Ketiga

    Bab : 105Badai orang ketigaDreett … dreett ….Kami yang tengah bercengkrama berdua, terkejut mendengar ponsel Mas Alan berdering. Siapa yang menelpon? Bukannya Mas Alan sedang mengambil cuti? Penasaran, aku pun ingin beranjak mengambil ponsel yang masih tergeletak tersebut, namun Mas Alan menghalangiku."Biar Mas yang ngambil, Sayang. Ganggu aja, siapa sih yang nelpon?" gerutunya, sembari melangkah mengambil ponsel."Bu Puspita, Sayang," ucapnya ragu.Dahiku mengernyit, untuk apa Bu Puspita menelpon? "Angkat aja, Mas!" ujarku. Karena aku sendiri penasaran dengan maunya Bu Puspita kali ini. "Assalamualaikum, Bu," jawab Mas Alan setelah mengangkat telepon. Sejenak, Mas Alan terdiam dengan masih menggenggam ponselnya. Entah apa yang dibicarakan oleh Bu Puspita, aku tak mendengarnya. Lebih baik aku menunggu disini saja."Maaf, Bu, saya tidak bisa. Saya sedang bersama istri saya!" Suara Mas Alan terdengar pelan, namun tegas.Aku meneguk ludah kuat. Kenapa Bu Puspita masih saja menggang

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   SEASON 2 BAB 104

    Bab : 104Kamu sempurna di mataku, Mas,Duh, Mas, meleleh hatiku melihat sikapmu seperti ini. Biarlah dikata seperti anak abege yang baru mengenal cinta. Nyatanya hatiku sedang berbunga-bunga melihat sikap manisnya. Sedangkan Yulia terlihat sangat kesal, tatapan matanya tajam ke arahku seakan mau menerkam."Hari ini adalah hari bahagia mereka, Bu, tolong jangan rusak momen indah mereka. Andira sekarang sudah menjadi menantu saya, tanpa mengurangi rasa sayang kami terhadap Renata yang sudah bahagia di alam sana. Jika Ibu ingin dihargai, tolong hargai kami disini!" Suara Mama pelan, namun menusuk. Menusuk bagi yang berpikir, tapi entah jika bagi Bu Puspita. Namun melihat raut wajah Bu Puspita, sepertinya mati kutu. Nyatanya tak mengeluarkan sepatah kata pun. Mulutnya seperti terkunci."Bukan begitu, Bu, saya hanya ingin memberitahu pada Andira, itu saja!" Kilah Bu Puspita pelan."Andira pasti paham, Bu. Iya kan, Sayang?" Mas Alan mengedipkan mata ke arah ku."Tentu saja, Sayang. Sebaga

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 103. Menyejukkan Hati

    Bab : 103.Dia yang selalu menyejukkan hati.Aku bernafas lega setelah mobil sudah terparkir manis di depan rumah. Perjalanan panjang ini terasa lebih menyenangkan karena seseorang yang berada disampingku."Sudah sampai rumah, Sayang." Mas Alan melepas seatbelt yang masih menempel di tubuhnya."Iya, Mas. Udah malam ternyata." ucapku sambil melirik jam di pergelangan tangan. Sudah menunjukkan angka 20,00. Aku keluar dengan Mbak Tuti yang menggendong Kania. Dan ternyata Kania pun sudah tertidur pulas. Sedangkan Mas Alan berjalan beriringan denganku sampai kami masuk ke dalam rumah."Duh, menantu Mama baru nyampe rumah." ujar Mama menyambutku."Assalamualaikum, Ma," ucapku dengan mencium takzim tangannya."Waalaikumsalam, Sayang. Pasti capek baru pulang. Istirahat dulu, nanti kita makan malam bareng!" ujar Mama."Ayo sayang!" Mas Alan mengajakku beristirahat sejenak. Aku pun mengikuti langkahnya dengan tangan ini tak lepas dari genggamannya.Mas Alan melepas sweaternya setelah kami masu

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 102. Yang Dinanti pun Tiba

    Bab : 102Hari yang dinanti pun tiba.Satu tahun kemudian.Hidup memang penuh dengan cobaan dan ujian. Begitu pun hidupku yang pernah mengalami keterpurukan hingga berada di titik terendah. Namun aku percaya bahwa Allah tidak akan menguji seorang hamba diluar batas kemampuannya. Dan bersamaan dengan itu Allah hadirkan Mas Alan sebagai penyembuh lukaku, pelengkap hidupku, dan sebentar lagi akan menjadi pendamping hidupku.Saat ini aku sedang mematut diri di depan cermin. Sedang menunggu detik-detik dimana sebentar lagi statusku akan berubah menjadi seorang istri. Gamis mewah berwarna putih serta hijab yang berwarna senada pula, kubiarkan menjuntai lebar menutupi dada yang kukenakan saat ini. "Masya Allah … adik Mbak cantik banget!" ujar Mbak Winda yang menghampiriku di kamar.Mbak Winda rela datang kesini hanya untuk menyaksikan pernikahanku. Padahal jarak dari rumahnya ke kampungku tidaklah dekat. Terharu, itulah yang kurasa saat melihat Mbak Winda kesini."Iya, Mbak Andira aslinya u

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 101. Penyesalan Datang Belakangan.

    BAB 101. Penyesalan Selalu Datang Belakangan.POV RANGGA"Mas, minta uang dong buat beli skin care! Tuh lipstik aku sudah habis!" Lisa datang menyodorkan lipstiknya yang sudah ia korek dengan jarinya. Apakah Lisa tak melihat aku yang baru saja pulang kerja? Belum apa-apa sudah disuguhi dengan permintaan yang menyebalkan."Sudahlah, Lis, tak usah beli lipstik segala. Kamu tahu buat makan aja sekarang kita susah!" Pekikku. Sungguh, pusing sekali rasanya memikirkan semua masalah yang terus menerpa. Setiap berada di rumah selalu berakhir dengan keributan. Tidak dengan Ibu, tidak dengan Lisa, dan kadang seringnya Ibu yang berdebat dengan Lisa. Membuat kepala ini semakin pusing."Ah, Mas jahat. Coba kalau Ibu yang minta, pasti dibeliin. Kenapa aku yang istrimu minta uang buat beli lipstik saja susah, Mas?"Selalu seperti ini. Mempermasalahkan uang yang tak sepatutnya di bahas. Lisa sibuk meminta uang buat lipstik, sedangkan baru kemarin Ibu mengeluhkan beras yang sudah mulai menipis."Aku

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 100. Menjaga Hati

    Bab : 100Menjaga Hati***Aku melotot di depannya dengan jarak yang dekat. Biar saja, biar Mas Alan tahu kalau aku juga bisa marah. Menjengkelkan sekali. Mentang-mentang sudah sampai sini malah seenaknya seperti itu. Namun pandangan ini dikacaukan oleh bulu-bulu halus yang berada di pipi, membuat orang yang berada di depanku ini terlihat, sempurna. Sejenak, aku mengagumi ciptaan Tuhan yang amat sempurna."Kamu cantik banget kalau sedang marah. Apalagi menatapku dengan penuh cinta seperti itu." Aku gelagapan dan segera membuang muka. "Siapa juga yang memperhatikan wajahmu. Nyebelin banget sih!" gerutuku. Padahal sebenarnya sedang menyembunyikan rasa malu yang luar biasa. Sedangkan Mas Alan hanya tersenyum menanggapi ucapanku. Baru bertemu sehari dengannya, kenapa jadi se-menyebalkan ini?"Sebentar, Andira. Saya punya sesuatu untukmu." Mas Alan mengambil plastik yang berada di meja depan, lantas kembali mendekat ke arahku."Pakailah ponsel ini, Andira! Sudah saya simpan semua nomor sa

DMCA.com Protection Status