Share

BAB 5. Kesepakatan.

Author: Enik Wahyuni
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

 Ketika Melahirkan Di Tempat Mertua.

BAB : 5

Kesepakatan.

***

Aku menangis sesenggukan seorang diri disini. Menangis untuk menghilangkan sesak di dalam sini. Aku tak habis pikir dengan sikap mereka. Menjenguk bayiku saja tidak, tetapi sudah meributkan biaya yang memang menjadi tanggungannya. Dan Mas Rangga, apa dia tak ingin sedikit saja menengok anaknya? Cukuplah ini air mata terakhir. Tangisanku terlalu berharga untuk mereka. Aku tak mau terlihat lemah di depan mereka.

Empat hari sudah aku berada di rumah sakit. Mas Rangga dan Ibu hanya menjengukku sebentar saja. Itu pun selalu merusuh dan bicara menyakitkan. Kata Dokter, hari ini aku sudah boleh pulang. Tentu saja Mas Rangga tahu, karena memang Dokter sendiri yang berbicara dengan Mas Rangga kemarin.

Aku sudah menelpon Ibu di kampung. Karena Bapak sedang sakit, jadi aku melarang Ibu untuk kesini dulu. Lagian, saat ini bukan waktu yang pas untuk Ibu berkunjung. Aku tak ingin Ibu melihat perlakuan mereka yang menjengkelkan. 

"Maaf, Bu, ini dedeknya haus. Sepertinya pengen mimik deh," ucap Suster menyerahkan bayiku.

"Duh, anaknya Mama, pengen mimik," ujarku sambil menggendong bayiku. 

Rasanya begitu tenang dan bahagia sekali melihat paras anakku. Dialah pelipur lara saat ini. Aku harus kuat demi bayi jelitaku ini. Bahagia tiada duanya, walaupun Ayah dan neneknya tak peduli sama sekali.

Kuhela nafas panjang. Senang sekali melihat bayi Kania menyusu dengan kuatnya. Dan alhamdulillah, air susuku mengalir dengan begitu derasnya. 'Sehat selalu ya, anakku sayang,' pintaku dalam hati.

Setelah kenyang dan tertidur, lalu menyerahkan kembali bayi Kania pada suster yang menjaga anakku. Aku memang sengaja menyewa suster untuk menjaga bayiku agar tetap terurus. Karena aku sendiri sedang dalam masa pemulihan. Biarlah semua biaya Mas Rangga yang nanggung. 

Mengingat nama Mas Rangga aku jadi ketar-ketir dibuatnya. Pasti saat ini Mas Rangga tengah mencari uang untuk biaya di rumah sakit ini. Aku sangat tahu wataknya, dia tidak akan diam begitu saja. Harga dirinya terlalu tinggi untuk disentuh. Pasti dia akan melakukan sesuatu untuk membalas rasa sakit hatinya padaku. Dan sebelum itu terjadi aku harus melawannya dengan caraku. Tapi gimana?

Ayo Andira, lakukan sesuatu. Pasti Mas Rangga kesini nanti untuk mengajakmu pulang. 'Berpikirlah Andira!' Semangatku dalam hati. Sebelum Mas Rangga kesini, aku harus sudah menemukan cara untuk melindungi diri sendiri dan bayiku.

***********

Cekrek!

Saat sedang melamun, aku dikejutkan oleh suara seseorang membuka handle pintu. Dan ketika pintu terbuka, nampaklah seseorang sedang berdiri dan langsung berjalan mendekatiku. Baru juga dipikirkan, sudah datang saja kesini.

"Halo, Sayang, biaya rumah sakit sudah aku bayar, beserta rumah sakitnya sekalian. Kita tinggal nunggu pulang saja. Sudah tak sabar pengen pulang kan?" ucap Mas Rangga tersenyum menyeringai.

"Aku tersenyum manis ke arahnya. "Iya kamu benar, Sayang. Tapi sayangnya, aku gak mau pulang sama kamu. Aku gak mau pulang ke rumah Ibumu!" ujarku yang masih tersenyum manis.

"Memangnya, kamu mau pulang kemana, Andira?" tanya Mas Rangga mulai geram.

"Terserah, Mas, yang penting aku tak mau masuk ke dalam lubang harimau yang telah kau siapkan untukku!" ketusku tajam. Mas Rangga nampak gelagapan mendengar ucapanku.

"Jangan macem-macem kamu, Andira. Kamu harus pulang denganku. Apa kata orang nanti jika kamu pergi? Apa kata tetangga dan teman-teman Ibu nanti? Pikir!" 

"Itu urusanmu, Mas." Jawabku santai.

Namun sepertinya Mas Rangga marah besar. Nampak sekali dadanya naik turun. Aku bingung dengan perasaannya saat ini. Sebenarnya dia itu menganggapku musuh atau istri? 

"Aku akan pulang bersama kamu, Mas. Tapi dengan syarat," pintaku yang tiba-tiba muncul rencana di kepala.

Aku tahu jika aku memilih menghindar, pasti Mas Rangga dan Ibu tak akan tinggal diam begitu saja. Mereka akan selalu menggangguku hingga keinginan mereka tercapai. Terlebih masalah biaya ini, Mas Rangga tidak akan membiarkanku pergi begitu saja. Tidak ada cara lain, selain mengikutinya namun melawannya dengan caraku. Karena kutahu Mas Rangga hanya sering menggunakan mulutnya saja untuk menyerangku. Otot dan mulutnya selalu jadi andalan jika sedang marah. Dan bodohnya aku, kenapa sekarang baru menyadarinya?

"Tak usahlah, gaya-gayaan bersyarat segala!" 

"Mau apa tidak?" tanyaku tak kalah tajam.

"Yaudah, apa syaratnya?"

Aku tersenyum miring. Lalu memencet tombol untuk memanggil Suster.

"Iya, Bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya Suster yang baru datang.

"Maaf, Sus, saya minta pulpen, kertas, dan materai, bisa? 

"Tunggu sebentar ya, Bu," Lantas Suster tersebut berlalu dan datang kembali membawakan yang kuminta.

"Mau ngapain kamu?" Mas Rangga mendelik matanya melihatku yang ingin mulai menulis.

"Aku terlalu mencintaimu, Mas, hingga rasa itu tak sanggup jika ku ungkapkan lewat kata-kata. Aku ingin memberi surat tanda sayang, agar kamu menyimpannya rapi untukku!" 

Mual sendiri rasanya berbicara seperti itu. Sungguh, rasa ini sudah menguap entah kemana. Karena saat ini hanya bayi Kania yang kupikirkan.

Akhirnya selesai juga, tulisan ini yang akan melindungiku nanti. Aku tahu masuk ke rumah Ibu Mas Rangga adalah pertaruhan hidup dan matiku disana. Maka dari itu aku dan bayiku butuh perlindungan, supaya tetap waras. Saat ini aku tak mungkin pulang ke rumah Ibuku di kampung. Karena selain jauh, Mas Rangga juga pasti akan menahan. Sama halnya juga memilih mengontrak sendiri, Mas Rangga dan keluarganya pasti akan terus menggangguku. 

"Nih, bacalah! Setelah itu tanda tangan di bawah sini!" Titahku dengan menyerahkan kertas bermaterai di depannya. Ya, aku memang membuat surat perjanjian, untuk menghindari hal-hal tak diinginkan di rumah nanti. Mas Rangga dengan kasar merebut kertas itu dariku, lalu membacanya dengan nafas memburu.

"Apa-apaan ini, Andira? Apa kamu sudah gila?" Mas Rangga berteriak marah melempar kertas itu, namun kembali menetralkan suaranya menyadari ini masih di rumah sakit.

"Kamu bisa baca kan, Mas? Baiklah aku bacain aja jika kamu bingung." Aku mengambil kertas yang tergeletak di depanku.

  Kami, atas nama Rangga dan Andira membuat kesepakatan di bawah ini.

-Rangga harus menyerahkan gajinya secara utuh pada Andira. Adapun hal lain-lain, harus sesuai dengan izin Andira.

-Rangga harus memperhatikan jadwal kontrol rutin Andira.

-Andira dan bayinya, harus mendapat perlakuan yang layak.

-Jika terdapat perlakuan yang tidak menyenangkan hingga membekas luka, maka yang bersangkutan rela dipenjara.

Saya, Rangga Dinata. Jika melanggar salah satu diatas, saya rela dipenjara dengan seberat-beratnya.

"Gimana, Mas? Gak berat kan syaratnya?" tanyaku setelah membacakan surat kesepakatan tersebut.

"Gila kamu, Andira! Benar-benar gila. Kamu minta gajiku full dikasihkan untukmu, setelah kau kuras uangku untuk membayar biaya disini!" Mas Rangga terlihat meluap-luap emosinya.

"Kalau kamu gak terima, ya udah berarti relakan aku untuk pergi dari sini. Aku akan pulang ke rumah orang tuaku membawa bayiku." 

Mas Rangga terlihat sangat frustasi. Lihatlah, dia menganggap seakan aku telah memerasnya. Padahal bukankah itu kewajibannya sebagai suami? Memang aneh sekali pemikirannya. Sayang, aku terlambat menyadarinya.

"Permisi, Bu Andira hari ini sudah boleh pulang ya, ini obatnya. Dan ini jadwal kontrolnya." 

"Makasih, Sus."

"Sama-sama." Sang perawat itu lantas keluar meninggalkan kami.

 Aku beranjak pelan turun dari brankar, lantas membereskan perlengkapan bayiku. akan kubuktikan kalau ucapanku tak main-main pada Mas Rangga. Lihatlah, Mas, tanpamu aku masih bisa berdiri sendiri. 

**********

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Suka dengan caranya Andira
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 6. Kesepakatan Dimulai

    BAB : 6Kesepakatan Dimulai.POV RANGGANafasku menderu saat Andira memberikan kertas berisi surat perjanjian untukku. Jelaslah itu sah dimata hukum, jika terbubuh tanda tangan diatas materai. Ternyata aku masih kalah licik dengan Andira. Aku tak menyangka kalau orang yang dulu lugu dan penurut, kini berubah menjadi licin seperti belut. Ternyata Andira memang tak main-main dengan ucapannya. Setelah ada pemberitahuan dari Suster tentang kepulangannya hari ini, dia berkemas sendiri, dan tak sedikitpun melirik ke arahku. Tok tok! Permisi, Maaf Pak, ditunggu di ruang administrasi sekarang. Masih ada yang belum diselesaikan," ucap seorang suster yang baru datang tersebut."Apalagi?""Saya hanya menyampaikan pesan, Pak. Untuk lebih jelasnya, silahkan bertanya langsung pada yang berjaga. Permisi!" ucap Suster tersebut, lantas keluar dari ruangan ini. Aku melirik tajam ke arah Andira. Namun sepertinya Andira nampak cuek saja. Ia masih merapikan barang-barangnya. Lebih baik aku ke ruang a

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 7. Babak Baru Dimulai

    BAB : 7. Babak Baru Dimulai.***"Mulutmu itu dijaga kalau ngomong, An. Ngelahirin aja minta sesar, kok segala ngomongin Rosa. Udah, mendingan kamu pulang dulu sana!" sungut Ibu mertua meluap-meluap. Emang bener kan, kalau tujuannya kesini cuma pamer mobil doang. Lah, mau jemput siapa? Mas Rangga juga bawa motor."Sudahlah, An, mending kamu pulang dulu saja. Jangan bikin ribut disini, malu tau dilihat orang!" ketus Mas Rangga menatap tajam ke arahku.Tanganku mengepal kuat mendengar ucapan Mas Rangga. Seharusnya Mas Rangga bisa menjadi jembatan antara aku dan keluarganya. Namun malah ikutan memojokkanku. Apa dia tak memikirkanku sama sekali? Ah, lupa, jelas dia tak bisa berpikir dengan baik, otaknya saja sudah digadaikan. Okelah, aku ikuti permainan kalian semua."Baiklah Mas, aku pulang duluan. Tapi aku tak mau naik ojek, aku maunya naik taxi aja. Kalian semua naik mobil masa aku ojek." "Eh, eh, apa-apaan minta naik taxi segala. Emang kamu gak tau, taxi itu mahal. Lihatlah, Rangga

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 8. Sakit Hati.

    BAB : 8Sakit hati yang belum terbalaskan.POV RANGGAAku masih mematung di tempat ketika Andira berlalu dari hadapanku. Andira sekarang memang tak bisa dianggap remeh. Uang dari penjualan emas kemarin hampir habis dipakai untuk Andira sendiri. Padahal nilainya lumayan besar, 15 juta hampir habis dalam hitungan hari. Bahkan belum genap tiga hari."Rangga, Ibu mau jalan-jalan dengan Rosa menggunakan mobil baru. Ibu minta uang dong," Pinta Ibu menadahkan tangannya.Ah, kenapa semua orang jadi menyebalkan seperti ini, sih. Tadi Andira, sekarang Ibu. Tak bisakah aku tenang sedikit saja."Uangku habis, Bu, buat biaya Andira.""Yaudah kalau gitu, balikin emas-emas Ibu!" Mataku melotot mendengar ucapan Ibu. Begitu juga Mbak Rosa yang nampak mendelikkan mata. Tak bisakah Ibu mengerem mulutnya? Kurogoh kantong lantas mengeluarkan selembar warna merah pada Ibu, namun mukanya masih masam."Kok selembar? Tadi Andira dua lembar lo.""Aku capek, Bu, mau pulang!" ketusku sambil berlalu meninggalka

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 9. Teman-teman Ibu

    BAB : 9Ketika Teman-teman Ibu Berkunjung.***"Rangga, lagi ngapain kamu? Yang benar saja Andira, kamu menyuruh Rangga mencuci baju. Kalau manja jangan kebangetan," sinis Ibu meradang.Jelas meradang, karena selama ini Mas Rangga tak pernah menyentuh pekerjaan di rumah, apalagi mencuci baju. Aku terkikik geli melihat Mas Rangga yang cuek mendengar Ibu merepet. Padahal Ibu gak tahu apa yang Mas Rangga lakukan padaku tadi. Yang Ibu lihat ketika Ibu baru pulang adalah Mas Rangga nampak membantuku mencuci baju.Perdebatan dengan Mas Rangga tadi memang menyisakan sedikit ngilu di daerah perut. Semoga tak terjadi apa-apa di sekitar sini. Berhadapan dengan Mas Rangga memang tak perlu menggunakan otot, karena pasti aku sendiri yang repot. Aku harus cari cara supaya tetap aman dan waras disini. Terlebih harus cepat sembuh, agar bisa pergi jauh selamanya dari neraka ini. Ya, selamanya, karena setelah ini aku akan menggugat cerai Mas Rangga."Daripada berisik, mending Ibu bantuin jemur!" Aku

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 10. Ucapan Menyakitkan.

    BAB : 10Ucapan yang Menyakitkan.***Mataku mengerjap ketika mendengar suara adzan mengalun merdu. Kania juga masih tertidur dengan pulas karena semalem sempat bangun beberapa kali. Mas Rangga? Terserahlah mau tidur dimana. Semenjak ada Kania dia memang tak mau tidur sekamar denganku. Berisik dengan tangis Kania katanya. Miris bukan? Tapi aku tak mau ambil pusing, toh nanti juga Kania tak akan melihat ayahnya lagi ketika aku pergi dari sini. Sejenak kurentangkan tangan dan leher yang terasa pegal. Setelah membersihkan diri aku lantas bersiap diri untuk bergegas ke tukang sayur sebelah. Dengan meninggalkan anakku yang masih tertidur pulas, aku berjalan pelan menuju tukang sayur. Semua penghuni rumah ini masih tertidur pulas, aku tak mungkin berdiam diri di dalam rumah. Sedangkan saat ini, ada Kania yang membutuhkanku. "Eh, Mbak Andira, baru melahirkan kok sudah sampai sini?" ujar Mamang tukang sayur."Iya, Mang, pelan-pelan juga bisa kok. Mumpung Dedeknya masih tidur juga, jadi pen

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 11. Bayar Lukaku.

    BAB : 11Bayar Lukaku dengan Mahal, Mas!***Aku menahan sakit luar biasa di sekitar area perut hingga berdiri pun rasanya sangat susah. Namun melihat keadaanku yang seperti ini masih saja membuat Mbak Rosa angkuh. "Yang, itu Andira kenapa?" tanya Rudi, suami Mbak Rosa. "Biarin aja, Yang. Biar dirasakan sendiri akibatnya. Berani sama Rosa, tanggung sendiri akibatnya." Melihat Mbak Rosa yang angkuh begini, membuatku mengepalkan tangan. Aku tidak akan melupakan perbuatanmu, Mbak, lihat saja nanti."Kita periksakan aja, Yang, gimana kalau aku saja yang mengantarnya ke rumah sakit?" Aku terkesiap mendengar tawaran Rudi. Tampangnya saja yang sok alim, tapi pandangannya sungguh menjijikan. Lebih baik aku mati di tempat, daripada diantar oleh Rudi brengsek itu."Jangan, Yang! Tanganmu terlalu berharga untuk membantunya. Biar saja dia menanggung sakit sendiri. Biar tahu rasa dia!" ketus Mbak Rosa angkuh lantas meninggalkanku yang sedang menahan sakit.Aku tertatih dan mencari Mas Rangga n

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 12. Gadis Kecil Itu?

    BAB : 12Gadis Kecil Itu?***"Om kan sayang sama orang yang kamu panggil Bunda itu, Sayang. Tak mungkin lah Om menyakitinya," ucap Mas Rangga yang berusaha merayu gadis kecil ini."Gak, Om gak boleh sayang sama Bunda. Yang boleh sayang tuh, Riana sama Ayah!" ucap gadis kecil ini lantang. Aku melongo mendengar ucapan gadis kecil ini. Begitu juga dengan Mas Rangga dan Ayahnya gadis ini nampak melongo bersamaan. Sedangkan Pelukannya semakin erat padaku, tatapan matanya tajam mengarah pada Mas Rangga. "Riana, yang sopan kamu! Pak Rangga, Bu, saya bener-bener minta maaf atas ulah Riana, anak saya," ucap Ayah gadis ini dengan tak enak hati."Hmmm … Papa jahat! Aku mau ikut Bunda aja gak mau ikut Papa, hmmm …." Gadis yang ku ketahui bernama Riana ini menangis karena bentakan sang Ayah. Ini tak bisa dibiarkan, aku harus mengambil tindakan. Hal yang kulakukan adalah mengambil kesempatan dalam kondisi sempit seperti ini."Udah ya, Sayang. Jangan menangis lagi ya, ada Bunda disini," ucapku y

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 13. Andira Akting?

    BAB : 13Andira Akting?POV RANGGA***"Kapan kamu tak membuat repot rumah ini, Andira," Batinku geram. Setelah pulang dari rumah sakit dengan membayar obatnya yang sangat mahal. Kini Andira kembali membuat ulah dengan Ibu. Aku tak tahu pasti kejadiannya gimana, yang jelas ketika masuk ke dalam rumah posisi Ibu sudah berada di lantai seperti orang terjatuh. Entah terjatuh atau didorong Andira yang seperti kata Ibu, yang jelas Andira memang suka bikin onar."Kenapa kamu gemeteran gitu, kamu mau membunuh bayimu sendiri dengan meremasnya?" tanyaku pada Andira yang terlihat gemetaran. Menggendong bayinya saja seperti diremas."Kasihkan ke Ibu kalau kamu tak becus gendong, Andira," titahku. Karena lama-lama tak tega juga melihat bayi yang menggeliat di gendongan Andira. "Tidaaaakk!" Aku dan Ibu tercengang mendengar teriakan Andira. Rasanya baru kali ini Andira berteriak se-histeris ini. Tangannya semakin gemetar setelah aku meminta bayinya untuk dikasihkan ke Ibu. Suasana jadi mencekam

Latest chapter

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 108 Aku Bahagia

    Bab : 108Bersamamu, aku bahagia, Mas,"Biar saja, Pak, saya bisa mengatasinya." titahku, lantas penjaga itu membungkuk permisi.Hatiku perih melihat penampilan mantan Ibu mertua yang sekarang terlihat lebih kurus. Istri Mas Rangga yang sedang menggendong anaknya pun tak kalah kusut. Namun kemana Mas Rangga? Kenapa meninggalkan Ibu dan istrinya? Aku hampir lupa kalau Mas Rangga adalah karyawan Mas Alan. Tentu saja dia beserta keluarganya pun menghadiri acara ini."Andira, maaf jika dulu Ibu pernah jahat sama kamu. Ibu sangat menyesal. Coba dulu Ibu tak menyia-nyiakan kamu, mungkin sampai sekarang kamu masih menjadi istri Rangga.""Maksud Ibu apa?" Istri Mas Rangga seakan tak terima mendengar ucapan sang mertua."Diam kamu! Menikahi kamu adalah kesalahan terbesar Rangga!" sungut Ibu melotot tajam. Sepertinya perangai Ibu masih seperti dulu. Inikah yang katanya menyesal? Bahkan sama menantunya pun masih seperti itu. "Bu, Mbak, sudah, tak usah ribut, ini tempat umum. Ibu tenang saja, s

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 107 Kejutan

    Bab : 107Kejutan yang membuatku terharuMas Alan menghela nafas, lalu menghembuskannya pelan. "Kita akan pergi ke pesta, sayang.""Pesta?""Iya, pesta. Pesta pernikahan kita." Entah kejutan apa lagi yang akan diberikan untukku kali ini. Rasanya sudah tak bisa berkata-kata lagi dihadapannya. Bagaimana dia menyiapkan semua ini, tanpa meminta persetujuanku?"Aku sengaja memberikan kejutan untukmu, sayang. Mas yakin, pasti kamu akan senang." Mas Alan menggenggam tanganku."Tapi, kenapa harus mengadakan pesta, Mas?" tanyaku lirih. "Sayang, dengar, Mas hanya ingin menunjukkan ke semua orang bahwa Mas sudah menikah dan mempunyai istri secantik kamu. Memangnya kamu mau, karyawan Mas di kantor menganggap Mas masih single?" ucapnya dengan menggenggam jari ini.Senyumku mengembang mendengar penuturannya. Tak ada alasan untuk tidak jatuh cinta padamu, Mas. Sungguh, hati ini selalu sejuk dengan segala tingkah manismu. Bahkan berkali-kali kamu selalu membuatku jatuh cinta."Makasih banyak, Mas.

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 106. Malam Pertama

    Bab : 106Malam pertama yang indah."Terus gimana, Bunda? Apakah setelah itu sang pengembaranya ketakutan?" tanya Riana yang sudah menguap beberapa kali."Awalnya memang ketakutan, Sayang. Lalu tak lama ada seseorang yang datang menyelamatkannya. Tentu sang pengembara itu sangat senang mendapat bantuan. Hingga akhirnya sang pengembara menemukan temannya yang tengah tersesat. Pastilah teman sang pengembara senang, karena telah bertemu dengan teman seperjuangan." Aku menutup buku setelah membacakan dongeng pada anak gadisku. Dan ternyata Riana sudah pulas dengan memeluk guling kesayangannya.Setelah menaruh buku di meja, kukecup sejenak kening Riana yang baru saja memejamkan mata. 'Sungguh, Bunda menyayangimu, Sayang, walaupun kamu bukan terlahir dari rahim Bunda. Tapi Bunda akan berusaha menjadi Bunda yang baik untukmu." Batinku, sembari menata selimut agar nyaman dengan tidurnya.Aku mulai beranjak dari kamar Riana setelah memastikan ia tertidur dengan nyaman. Waktupun sudah menunjukk

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 105 Badai Orang Ketiga

    Bab : 105Badai orang ketigaDreett … dreett ….Kami yang tengah bercengkrama berdua, terkejut mendengar ponsel Mas Alan berdering. Siapa yang menelpon? Bukannya Mas Alan sedang mengambil cuti? Penasaran, aku pun ingin beranjak mengambil ponsel yang masih tergeletak tersebut, namun Mas Alan menghalangiku."Biar Mas yang ngambil, Sayang. Ganggu aja, siapa sih yang nelpon?" gerutunya, sembari melangkah mengambil ponsel."Bu Puspita, Sayang," ucapnya ragu.Dahiku mengernyit, untuk apa Bu Puspita menelpon? "Angkat aja, Mas!" ujarku. Karena aku sendiri penasaran dengan maunya Bu Puspita kali ini. "Assalamualaikum, Bu," jawab Mas Alan setelah mengangkat telepon. Sejenak, Mas Alan terdiam dengan masih menggenggam ponselnya. Entah apa yang dibicarakan oleh Bu Puspita, aku tak mendengarnya. Lebih baik aku menunggu disini saja."Maaf, Bu, saya tidak bisa. Saya sedang bersama istri saya!" Suara Mas Alan terdengar pelan, namun tegas.Aku meneguk ludah kuat. Kenapa Bu Puspita masih saja menggang

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   SEASON 2 BAB 104

    Bab : 104Kamu sempurna di mataku, Mas,Duh, Mas, meleleh hatiku melihat sikapmu seperti ini. Biarlah dikata seperti anak abege yang baru mengenal cinta. Nyatanya hatiku sedang berbunga-bunga melihat sikap manisnya. Sedangkan Yulia terlihat sangat kesal, tatapan matanya tajam ke arahku seakan mau menerkam."Hari ini adalah hari bahagia mereka, Bu, tolong jangan rusak momen indah mereka. Andira sekarang sudah menjadi menantu saya, tanpa mengurangi rasa sayang kami terhadap Renata yang sudah bahagia di alam sana. Jika Ibu ingin dihargai, tolong hargai kami disini!" Suara Mama pelan, namun menusuk. Menusuk bagi yang berpikir, tapi entah jika bagi Bu Puspita. Namun melihat raut wajah Bu Puspita, sepertinya mati kutu. Nyatanya tak mengeluarkan sepatah kata pun. Mulutnya seperti terkunci."Bukan begitu, Bu, saya hanya ingin memberitahu pada Andira, itu saja!" Kilah Bu Puspita pelan."Andira pasti paham, Bu. Iya kan, Sayang?" Mas Alan mengedipkan mata ke arah ku."Tentu saja, Sayang. Sebaga

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 103. Menyejukkan Hati

    Bab : 103.Dia yang selalu menyejukkan hati.Aku bernafas lega setelah mobil sudah terparkir manis di depan rumah. Perjalanan panjang ini terasa lebih menyenangkan karena seseorang yang berada disampingku."Sudah sampai rumah, Sayang." Mas Alan melepas seatbelt yang masih menempel di tubuhnya."Iya, Mas. Udah malam ternyata." ucapku sambil melirik jam di pergelangan tangan. Sudah menunjukkan angka 20,00. Aku keluar dengan Mbak Tuti yang menggendong Kania. Dan ternyata Kania pun sudah tertidur pulas. Sedangkan Mas Alan berjalan beriringan denganku sampai kami masuk ke dalam rumah."Duh, menantu Mama baru nyampe rumah." ujar Mama menyambutku."Assalamualaikum, Ma," ucapku dengan mencium takzim tangannya."Waalaikumsalam, Sayang. Pasti capek baru pulang. Istirahat dulu, nanti kita makan malam bareng!" ujar Mama."Ayo sayang!" Mas Alan mengajakku beristirahat sejenak. Aku pun mengikuti langkahnya dengan tangan ini tak lepas dari genggamannya.Mas Alan melepas sweaternya setelah kami masu

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 102. Yang Dinanti pun Tiba

    Bab : 102Hari yang dinanti pun tiba.Satu tahun kemudian.Hidup memang penuh dengan cobaan dan ujian. Begitu pun hidupku yang pernah mengalami keterpurukan hingga berada di titik terendah. Namun aku percaya bahwa Allah tidak akan menguji seorang hamba diluar batas kemampuannya. Dan bersamaan dengan itu Allah hadirkan Mas Alan sebagai penyembuh lukaku, pelengkap hidupku, dan sebentar lagi akan menjadi pendamping hidupku.Saat ini aku sedang mematut diri di depan cermin. Sedang menunggu detik-detik dimana sebentar lagi statusku akan berubah menjadi seorang istri. Gamis mewah berwarna putih serta hijab yang berwarna senada pula, kubiarkan menjuntai lebar menutupi dada yang kukenakan saat ini. "Masya Allah … adik Mbak cantik banget!" ujar Mbak Winda yang menghampiriku di kamar.Mbak Winda rela datang kesini hanya untuk menyaksikan pernikahanku. Padahal jarak dari rumahnya ke kampungku tidaklah dekat. Terharu, itulah yang kurasa saat melihat Mbak Winda kesini."Iya, Mbak Andira aslinya u

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 101. Penyesalan Datang Belakangan.

    BAB 101. Penyesalan Selalu Datang Belakangan.POV RANGGA"Mas, minta uang dong buat beli skin care! Tuh lipstik aku sudah habis!" Lisa datang menyodorkan lipstiknya yang sudah ia korek dengan jarinya. Apakah Lisa tak melihat aku yang baru saja pulang kerja? Belum apa-apa sudah disuguhi dengan permintaan yang menyebalkan."Sudahlah, Lis, tak usah beli lipstik segala. Kamu tahu buat makan aja sekarang kita susah!" Pekikku. Sungguh, pusing sekali rasanya memikirkan semua masalah yang terus menerpa. Setiap berada di rumah selalu berakhir dengan keributan. Tidak dengan Ibu, tidak dengan Lisa, dan kadang seringnya Ibu yang berdebat dengan Lisa. Membuat kepala ini semakin pusing."Ah, Mas jahat. Coba kalau Ibu yang minta, pasti dibeliin. Kenapa aku yang istrimu minta uang buat beli lipstik saja susah, Mas?"Selalu seperti ini. Mempermasalahkan uang yang tak sepatutnya di bahas. Lisa sibuk meminta uang buat lipstik, sedangkan baru kemarin Ibu mengeluhkan beras yang sudah mulai menipis."Aku

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 100. Menjaga Hati

    Bab : 100Menjaga Hati***Aku melotot di depannya dengan jarak yang dekat. Biar saja, biar Mas Alan tahu kalau aku juga bisa marah. Menjengkelkan sekali. Mentang-mentang sudah sampai sini malah seenaknya seperti itu. Namun pandangan ini dikacaukan oleh bulu-bulu halus yang berada di pipi, membuat orang yang berada di depanku ini terlihat, sempurna. Sejenak, aku mengagumi ciptaan Tuhan yang amat sempurna."Kamu cantik banget kalau sedang marah. Apalagi menatapku dengan penuh cinta seperti itu." Aku gelagapan dan segera membuang muka. "Siapa juga yang memperhatikan wajahmu. Nyebelin banget sih!" gerutuku. Padahal sebenarnya sedang menyembunyikan rasa malu yang luar biasa. Sedangkan Mas Alan hanya tersenyum menanggapi ucapanku. Baru bertemu sehari dengannya, kenapa jadi se-menyebalkan ini?"Sebentar, Andira. Saya punya sesuatu untukmu." Mas Alan mengambil plastik yang berada di meja depan, lantas kembali mendekat ke arahku."Pakailah ponsel ini, Andira! Sudah saya simpan semua nomor sa

DMCA.com Protection Status