Share

Ketika Melahirkan di Tempat Mertua
Ketika Melahirkan di Tempat Mertua
Penulis: Enik Wahyuni

BAB 1. Hal yang Menegangkan.

Penulis: Enik Wahyuni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

 Ketika Melahirkan di Tempat Mertua

BAB  : 1

Hal yang menegangkan.

***

"Apa sih, An, ganggu aja. Emang gak lihat apa, aku lagi kerja?" ketus Mas Rangga saat aku menelponnya. Setelah tiga kali menelpon, baru ini diangkat oleh Mas Rangga. 

"Mas, sepertinya aku mau lahiran, deh. Perutku sakit banget. Mas, bisa pulang sekarang kan?" Keluhku sambil menahan sakit. 

"Ya, kan dirumah ada Ibu. Minta tolong sama Ibu. Aku lagi kerja, jangan ganggu dulu lah," ujar Mas Rangga di seberang sana.

"Mas, di rumah gak ada siapa-siapa, tolong aku, Mas. Ibu pergi sama Mbak Rosa tadi, sampai sekarang belum pulang," ucapku yang semakin menahan sakit di perut. 

"Ya, salah siapa tadi kamu gak ngomong sama Ibu. Kalau ngomong kan pasti Ibu bakal ngejaga kamu. Udahlah, tunggu saja Ibu pulang! Aku masih sibuk disini!"

Tit. 

Telpon dimatikan. Mas Rangga mematikan teleponku begitu saja. 

Mas Rangga benar-benar kelewatan. Disaat aku mau melahirkan seperti ini, dia tak peduli sama sekali denganku. Begitu juga Ibu mertuaku yang sekarang entah kemana. Semenjak aku tinggal di sini, Ibu mertua sering pergi bersama Mbak Rosa, Kakaknya Rangga. Padahal dulu Ibu mertua yang memohon padaku untuk tinggal di sini ketika melahirkan, tapi sikapnya sungguh membuatku, miris.

Aaaauuu ….

Perutku semakin sakit dan semakin sering terasa sakit. Namun, aku tak boleh terdiam terus seperti ini. Sungguh, tragis sekali hidupku. Disaat mau melahirkan seperti ini, keluarga suami, dan bahkan suami sendiri tak peduli denganku. Dan sialnya, aku termakan bujuk rayu mereka. 

Seeerrr!

Rasanya ada merembes di bawah sini, hingga baju bawahku terlihat basah. Cairan apa ini? Aku mulai panik. Dengan menahan sakit di perut dan perih di hati, aku terus berpikir. Aku harus mendapat pertolongan. Aku tak mau terus berdiam diri seperti ini. Waktu terus berjalan bisa-bisa aku melahirkan di sini sendirian.

Dengan langkah tergopoh-gopoh, aku terus berjalan. Berharap ada yang melihat lalu menolongku. Namun sepertinya jalanan sepi, karena ini juga sudah menjelang malam. Aku benar-benar kalut, kemana lagi harus mencari pertolongan sedangkan perutku sendiri sudah semakin sakit.

Dengan rasa sakit yang mendera, aku mencoba turun dan berjalan tertatih menuju ke tempat Mbak Winda. tetanggaku yang berada di depan rumah. Biarlah, kali ini aku mengganggunya. Yang penting aku mendapat pertolongan dengan segera. Rasa lega menyelimuti ketika sudah sampai di depan rumah Mbak Winda.

Tok tok tok!

Aku mengetuk pintu dengan kencang, rasanya sudah kehabisan tenaga hingga tak bisa bersuara lagi. 

Tok tok tok!

Aku kembali mengetuk pintu ketika tak ada suara yang menyahutnya dari dalam. Rasa bersalah ketika menghampiri, mungkin Mbak Winda sudah beristirahat. Tapi aku tak punya pilihan lain. 

"Siapa, ya?" tanya seseorang dari dalam membuatku lega. 

Krieeet! 

Suara pintu terbuka. Mata Mbak Winda membulat. Mbak Winda panik melihatku yang sudah tak berdaya menahan sakit. 

"Ya Allah, Mbak Andira mau melahirkan?" ujar Mbak Winda panik lantas menuntunku yang sudah tak berdaya ini untuk duduk di terasnya.

"Tolong saya, Mbak Win,"  ucapku dengan menahan sakit luar biasa.

"Ya Allah, Pak, cepat keluarkan mobil! Mbak Andira mau melahirkan. Cepat, Pak, kita ke rumah sakit sekarang!" titah Mbak Winda pada suaminya.

"Mbak, baju bayinya sudah disiapkan?" tanya Mbak Winda.

"Sudah, Mbak Win, tas perlengkapan bayi ada di kamarku," ucapku yang meringis menahan sakit. 

"Mbak Andira tunggu di sini, biar aku saja yang ambil," ujar Mbak Winda lalu bergegas ke rumah untuk mengambil perlengkapan bayiku. Memang sudah jauh-jauh hari kusiapkan biar nanti tak gugup ketika mau melahirkan. Nyatanya terbukti sekarang.

Dengan langkah tergesa Mbak Winda menuntunku masuk ke dalam mobil menuju rumah sakit. Mbak Winda menggenggam tanganku erat. Aku yang rasanya sudah tak kuat lagi bersandar sejenak. Lalu, lagi-lagi merasa ada yang merembes hangat dari bawah sini. Dan kali ini semakin banyak. 

"Sabar, Mbak, kalau merasa sakit, tarik nafas lalu hembuskan. Agar sakitnya berkurang," ujar Mbak Winda sambil menggenggam tanganku.

Perutku sangat sakit luar biasa, seakan ingin membelah jalanan yang kurasa pelan agar segera sampai ke rumah sakit.

"Cepat dikit, Pak, kasihan Mbak Andira," 

"Iya, buk. Ini udah cepet," ujar suami Mbak Winda. Hingga akhirnya kita sampai di depan rumah sakit.

***

"Maaf, Bu, Bu Andira sudah kehabisan air ketuban, dan detak jantung bayi juga sudah semakin melemah. Kami harus melakukan tindakan operasi untuk menyelamatkan Ibu dan bayinya," ujar dokter pada Mbak Winda.

"Lakukan yang terbaik untuk Mbak Andira dan bayinya, Dok. Yang penting mereka semua selamat, setuju kan, Mbak Andira?" ujar Mbak Winda meminta persetujuanku. Aku mengangguk lemah tanda menyetujuinya.

"Tolong temani aku, Mbak Win," ucapku dengan suara bergetar. 

"Mbak Andira jangan takut, ya," ucap Mbak Winda menguatkanku. Lalu beberapa perawat membawaku ke dalam ruangan yang dingin dan tangan ini tak lepas dari genggaman tangan Mbak Winda. 

Sungguh, rasa sesak menyeruak di dalam sini ketika menyadari bahwa suamiku tak peduli ketika aku dan bayinya berada di antara hidup dan mati seperti ini. Padahal ini adalah anak pertama kami.

*********

~Pagi hari~

"Mbak, coba lihat, anaknya cantik banget. Mirip sekali dengan, Mbak Andira," ucap Mbak Winda sambil menggendong bayiku.

Aku lantas menggendong dan menimang bayiku. Benar kata Mbak Winda, bayiku terlihat bersih dan cantik. Matanya yang lentik dan alisnya yang tebal, benar-benar menjadi pelipur laraku saat ini. Rasanya bahagia sekali melihatnya, seakan semua beban hilang melihat wajah mungilnya.

"Selamat ya, aku ikut senang. Semoga nanti Gilang segera mempunyai adik, cantik seperti bayi Mbak Andira," ucap Mbak Winda membuatku tersenyum. Gilang adalah anak Mbak Winda. Umurnya sudah menginjak 7 tahun, sehingga Mbak Winda pun ingin segera memberikan adik untuk Gilang. Agar Gilang tak kesepian katanya.

"Mbak Win, Makasih banyak ya, Mbak Winda udah menemaniku semalaman," ucapku haru. Tak terasa air mata menetes begitu saja. Punya suami, serasa tak punya suami. Bersyukur masih punya tetangga sebaik Mbak Winda yang menolongku sampai aku melahirkan. Bahkan menemaniku menginap semalam disini. Suami Mbak Winda pulang semalam karena harus menemani Gilang, anaknya yang sendirian dirumah.

"Mbak, semalam Bapaknya Gilang menelpon. Katanya setelah pulang dari sini, suami langsung mengabari mertuanya Mbak Andira. Namun mertuanya Mbak bilang, kesini nya besok saja. Karena sudah ada saya yang menjaga Mbak Andira," 

Hatiku semakin perih mendengar ucapan Mbak Winda. Kenapa Ibu mertua memohon padaku untuk melahirkan di rumahnya waktu itu jika kejadiannya seperti ini. 

Krieeet!

Pintu nampak terbuka, hingga seseorang datang lalu mendekat ke arahku.

"Duh, Andira, kok bisa sih kamu melahirkan secara sesar? Kan Ibu sudah bilang, usaha dulu biar bisa normal. Kamu males ngeden ya? Maaf ya, Mbak Win, Andira sudah menyusahkan Mbak Win. Emang Andira ini orangnya rada males," ucap Ibu mertua yang baru datang, lalu nyerocos seperti itu.

Mbak Winda nampak tak enak denganku mendengar ucapan Ibu mertua.Tanpa sadar tanganku mengepal, bagaimana bisa Ibu mertua berkata seperti itu sedangkan menemaniku saja tidak. Nafasku pun ikut naik turun dibuatnya.

***********

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Hallo author ijin baca ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 2. POV Rangga.

    Ketika Melahirkan Di Tempat MertuaBAB : 2Semua Salah AndiraPOV RANGGA"Dasar Andira, kerjaannya cuma ganggu aja," gerutuku dalam hati. Sungguh, rasanya sangat kesal melihat Andira yang tak bisa Lmandiri sendiri. Sengaja aku menyuruh Andira melahirkan di rumah Ibu biar aku gak repot. Tapi tetap saja, sedikit-sedikit menelpon. Semakin membuatku kesal saja.Awalnya setelah menikah, kita mengontrak di sebuah rumah yang tak jauh dari rumah Ibu. Jaraknya sekitar dua jam perjalanan jika ditempuh dengan menggunakan motor. Andira mengajak ngontrak karena ingin mandiri, katanya. Namun, ketika perut Andira mulai membesar, Ibu memintaku untuk pindah saja ke rumah. "Sayang uangnya, Ga, daripada untuk membayar kontrakan rumah, mending uangnya dikasihkan ke Ibu. Udah gitu Andira juga bisa terurus kalau sama Ibu disini," teringat ucapan Ibu waktu itu.Ibu dengan begitu tulus menawarkan bantuan pada kami, aku dan Andira. Namun susah sekali bernegosiasi dengan Andira. Setelah mengucap beberapa ja

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 3. Katanya Menjenguk, Tapi?

    Ketika Melahirkan di Rumah MertuaBAB : 3Katanya Menjenguk, Tapi?***"Mbak Andira, sudah ada Ibu. Saya permisi pulang dulu ya," ujar Mbak Winda. "Makasih banyak ya, Mbak. Entahlah, kalau gak ada Mbak Win gak tahu nasibku gimana. Cuma Mbak Win yang baik padaku saat ini," ucapku yang sengaja menyindir Ibu mertua. Entahlah, Ibu merasa atau tidak, mendengar ucapanku Ibu mertua mendelik matanya."Sekali lagi, maaf lo Mbak Win. Memang Andira ini sukanya ngerepotin orang terus. Padahal sudah tak bilangin belajar mandiri, eh, malah manggil Mbak Win di rumah!" ujar Ibu enteng. Sungguh, aku bingung dengan pemikiran Ibu mertua saat ini, kalau aku dianggap beban kenapa memintaku untuk melahirkan di rumahnya? Kenapa tak membiarkanku dikontrakan saja, toh aku juga lebih senang tinggal di kontrakan ketimbang sama Ibu yang banyak huru hara."Ah, gak repot, Bu, justru saya senang bisa membantu Mbak Andira. Kalau gitu, saya permisi dulu ya, Bu," ujar Mbak Winda.Namun sebelum Mbak Winda bera

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 4. Biaya Rumah Sakit.

    Ketika Melahirkan di Tempat MertuaBAB : 4Siapa yang menanggung biaya Rumah sakit?POV RANGGA***"Jangan macem-macem kamu sama aku, Andira. Aku minta kamu bertanggung jawab atas pilihanmu kesini. Kenapa kamu mengungkit uang yang sekarang sudah tak ada wujudnya!" ucapku yang sangat geram sekali."Ada atau tidak, itu bukan urusanku, Mas. Karena aku hanya mengingatkan janji yang pernah kamu ucapkan. Oh ya, daripada Mas Rangga capek berdebat denganku, lebih baik pikirkan biaya untuk membayar persalinanku di rumah sakit ini," Memang benar-benar sialan Andira ini. Aku yang panik setengah mati memikirkan biayanya, tapi dia malah terlihat santai seperti ini. Dia yang berulah tapi aku yang menanggung akibatnya. Aku disini hanya menahan geram luar biasa. Tak bisa berbuat apa-apa karena masih berada di rumah sakit. Awas kamu Andira, habis kau nanti setelah berada di rumah!"Istrimu ini memang keterlaluan, Ga. Nggak menghargai suami sama sekali. Biar sajalah dia di rumah sakit, tak usah kita u

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 5. Kesepakatan.

    Ketika Melahirkan Di Tempat Mertua.BAB : 5Kesepakatan.***Aku menangis sesenggukan seorang diri disini. Menangis untuk menghilangkan sesak di dalam sini. Aku tak habis pikir dengan sikap mereka. Menjenguk bayiku saja tidak, tetapi sudah meributkan biaya yang memang menjadi tanggungannya. Dan Mas Rangga, apa dia tak ingin sedikit saja menengok anaknya? Cukuplah ini air mata terakhir. Tangisanku terlalu berharga untuk mereka. Aku tak mau terlihat lemah di depan mereka.Empat hari sudah aku berada di rumah sakit. Mas Rangga dan Ibu hanya menjengukku sebentar saja. Itu pun selalu merusuh dan bicara menyakitkan. Kata Dokter, hari ini aku sudah boleh pulang. Tentu saja Mas Rangga tahu, karena memang Dokter sendiri yang berbicara dengan Mas Rangga kemarin.Aku sudah menelpon Ibu di kampung. Karena Bapak sedang sakit, jadi aku melarang Ibu untuk kesini dulu. Lagian, saat ini bukan waktu yang pas untuk Ibu berkunjung. Aku tak ingin Ibu melihat perlakuan mereka yang menjengkelkan. "Maaf, B

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 6. Kesepakatan Dimulai

    BAB : 6Kesepakatan Dimulai.POV RANGGANafasku menderu saat Andira memberikan kertas berisi surat perjanjian untukku. Jelaslah itu sah dimata hukum, jika terbubuh tanda tangan diatas materai. Ternyata aku masih kalah licik dengan Andira. Aku tak menyangka kalau orang yang dulu lugu dan penurut, kini berubah menjadi licin seperti belut. Ternyata Andira memang tak main-main dengan ucapannya. Setelah ada pemberitahuan dari Suster tentang kepulangannya hari ini, dia berkemas sendiri, dan tak sedikitpun melirik ke arahku. Tok tok! Permisi, Maaf Pak, ditunggu di ruang administrasi sekarang. Masih ada yang belum diselesaikan," ucap seorang suster yang baru datang tersebut."Apalagi?""Saya hanya menyampaikan pesan, Pak. Untuk lebih jelasnya, silahkan bertanya langsung pada yang berjaga. Permisi!" ucap Suster tersebut, lantas keluar dari ruangan ini. Aku melirik tajam ke arah Andira. Namun sepertinya Andira nampak cuek saja. Ia masih merapikan barang-barangnya. Lebih baik aku ke ruang a

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 7. Babak Baru Dimulai

    BAB : 7. Babak Baru Dimulai.***"Mulutmu itu dijaga kalau ngomong, An. Ngelahirin aja minta sesar, kok segala ngomongin Rosa. Udah, mendingan kamu pulang dulu sana!" sungut Ibu mertua meluap-meluap. Emang bener kan, kalau tujuannya kesini cuma pamer mobil doang. Lah, mau jemput siapa? Mas Rangga juga bawa motor."Sudahlah, An, mending kamu pulang dulu saja. Jangan bikin ribut disini, malu tau dilihat orang!" ketus Mas Rangga menatap tajam ke arahku.Tanganku mengepal kuat mendengar ucapan Mas Rangga. Seharusnya Mas Rangga bisa menjadi jembatan antara aku dan keluarganya. Namun malah ikutan memojokkanku. Apa dia tak memikirkanku sama sekali? Ah, lupa, jelas dia tak bisa berpikir dengan baik, otaknya saja sudah digadaikan. Okelah, aku ikuti permainan kalian semua."Baiklah Mas, aku pulang duluan. Tapi aku tak mau naik ojek, aku maunya naik taxi aja. Kalian semua naik mobil masa aku ojek." "Eh, eh, apa-apaan minta naik taxi segala. Emang kamu gak tau, taxi itu mahal. Lihatlah, Rangga

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 8. Sakit Hati.

    BAB : 8Sakit hati yang belum terbalaskan.POV RANGGAAku masih mematung di tempat ketika Andira berlalu dari hadapanku. Andira sekarang memang tak bisa dianggap remeh. Uang dari penjualan emas kemarin hampir habis dipakai untuk Andira sendiri. Padahal nilainya lumayan besar, 15 juta hampir habis dalam hitungan hari. Bahkan belum genap tiga hari."Rangga, Ibu mau jalan-jalan dengan Rosa menggunakan mobil baru. Ibu minta uang dong," Pinta Ibu menadahkan tangannya.Ah, kenapa semua orang jadi menyebalkan seperti ini, sih. Tadi Andira, sekarang Ibu. Tak bisakah aku tenang sedikit saja."Uangku habis, Bu, buat biaya Andira.""Yaudah kalau gitu, balikin emas-emas Ibu!" Mataku melotot mendengar ucapan Ibu. Begitu juga Mbak Rosa yang nampak mendelikkan mata. Tak bisakah Ibu mengerem mulutnya? Kurogoh kantong lantas mengeluarkan selembar warna merah pada Ibu, namun mukanya masih masam."Kok selembar? Tadi Andira dua lembar lo.""Aku capek, Bu, mau pulang!" ketusku sambil berlalu meninggalka

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 9. Teman-teman Ibu

    BAB : 9Ketika Teman-teman Ibu Berkunjung.***"Rangga, lagi ngapain kamu? Yang benar saja Andira, kamu menyuruh Rangga mencuci baju. Kalau manja jangan kebangetan," sinis Ibu meradang.Jelas meradang, karena selama ini Mas Rangga tak pernah menyentuh pekerjaan di rumah, apalagi mencuci baju. Aku terkikik geli melihat Mas Rangga yang cuek mendengar Ibu merepet. Padahal Ibu gak tahu apa yang Mas Rangga lakukan padaku tadi. Yang Ibu lihat ketika Ibu baru pulang adalah Mas Rangga nampak membantuku mencuci baju.Perdebatan dengan Mas Rangga tadi memang menyisakan sedikit ngilu di daerah perut. Semoga tak terjadi apa-apa di sekitar sini. Berhadapan dengan Mas Rangga memang tak perlu menggunakan otot, karena pasti aku sendiri yang repot. Aku harus cari cara supaya tetap aman dan waras disini. Terlebih harus cepat sembuh, agar bisa pergi jauh selamanya dari neraka ini. Ya, selamanya, karena setelah ini aku akan menggugat cerai Mas Rangga."Daripada berisik, mending Ibu bantuin jemur!" Aku

Bab terbaru

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 108 Aku Bahagia

    Bab : 108Bersamamu, aku bahagia, Mas,"Biar saja, Pak, saya bisa mengatasinya." titahku, lantas penjaga itu membungkuk permisi.Hatiku perih melihat penampilan mantan Ibu mertua yang sekarang terlihat lebih kurus. Istri Mas Rangga yang sedang menggendong anaknya pun tak kalah kusut. Namun kemana Mas Rangga? Kenapa meninggalkan Ibu dan istrinya? Aku hampir lupa kalau Mas Rangga adalah karyawan Mas Alan. Tentu saja dia beserta keluarganya pun menghadiri acara ini."Andira, maaf jika dulu Ibu pernah jahat sama kamu. Ibu sangat menyesal. Coba dulu Ibu tak menyia-nyiakan kamu, mungkin sampai sekarang kamu masih menjadi istri Rangga.""Maksud Ibu apa?" Istri Mas Rangga seakan tak terima mendengar ucapan sang mertua."Diam kamu! Menikahi kamu adalah kesalahan terbesar Rangga!" sungut Ibu melotot tajam. Sepertinya perangai Ibu masih seperti dulu. Inikah yang katanya menyesal? Bahkan sama menantunya pun masih seperti itu. "Bu, Mbak, sudah, tak usah ribut, ini tempat umum. Ibu tenang saja, s

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 107 Kejutan

    Bab : 107Kejutan yang membuatku terharuMas Alan menghela nafas, lalu menghembuskannya pelan. "Kita akan pergi ke pesta, sayang.""Pesta?""Iya, pesta. Pesta pernikahan kita." Entah kejutan apa lagi yang akan diberikan untukku kali ini. Rasanya sudah tak bisa berkata-kata lagi dihadapannya. Bagaimana dia menyiapkan semua ini, tanpa meminta persetujuanku?"Aku sengaja memberikan kejutan untukmu, sayang. Mas yakin, pasti kamu akan senang." Mas Alan menggenggam tanganku."Tapi, kenapa harus mengadakan pesta, Mas?" tanyaku lirih. "Sayang, dengar, Mas hanya ingin menunjukkan ke semua orang bahwa Mas sudah menikah dan mempunyai istri secantik kamu. Memangnya kamu mau, karyawan Mas di kantor menganggap Mas masih single?" ucapnya dengan menggenggam jari ini.Senyumku mengembang mendengar penuturannya. Tak ada alasan untuk tidak jatuh cinta padamu, Mas. Sungguh, hati ini selalu sejuk dengan segala tingkah manismu. Bahkan berkali-kali kamu selalu membuatku jatuh cinta."Makasih banyak, Mas.

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 106. Malam Pertama

    Bab : 106Malam pertama yang indah."Terus gimana, Bunda? Apakah setelah itu sang pengembaranya ketakutan?" tanya Riana yang sudah menguap beberapa kali."Awalnya memang ketakutan, Sayang. Lalu tak lama ada seseorang yang datang menyelamatkannya. Tentu sang pengembara itu sangat senang mendapat bantuan. Hingga akhirnya sang pengembara menemukan temannya yang tengah tersesat. Pastilah teman sang pengembara senang, karena telah bertemu dengan teman seperjuangan." Aku menutup buku setelah membacakan dongeng pada anak gadisku. Dan ternyata Riana sudah pulas dengan memeluk guling kesayangannya.Setelah menaruh buku di meja, kukecup sejenak kening Riana yang baru saja memejamkan mata. 'Sungguh, Bunda menyayangimu, Sayang, walaupun kamu bukan terlahir dari rahim Bunda. Tapi Bunda akan berusaha menjadi Bunda yang baik untukmu." Batinku, sembari menata selimut agar nyaman dengan tidurnya.Aku mulai beranjak dari kamar Riana setelah memastikan ia tertidur dengan nyaman. Waktupun sudah menunjukk

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB : 105 Badai Orang Ketiga

    Bab : 105Badai orang ketigaDreett … dreett ….Kami yang tengah bercengkrama berdua, terkejut mendengar ponsel Mas Alan berdering. Siapa yang menelpon? Bukannya Mas Alan sedang mengambil cuti? Penasaran, aku pun ingin beranjak mengambil ponsel yang masih tergeletak tersebut, namun Mas Alan menghalangiku."Biar Mas yang ngambil, Sayang. Ganggu aja, siapa sih yang nelpon?" gerutunya, sembari melangkah mengambil ponsel."Bu Puspita, Sayang," ucapnya ragu.Dahiku mengernyit, untuk apa Bu Puspita menelpon? "Angkat aja, Mas!" ujarku. Karena aku sendiri penasaran dengan maunya Bu Puspita kali ini. "Assalamualaikum, Bu," jawab Mas Alan setelah mengangkat telepon. Sejenak, Mas Alan terdiam dengan masih menggenggam ponselnya. Entah apa yang dibicarakan oleh Bu Puspita, aku tak mendengarnya. Lebih baik aku menunggu disini saja."Maaf, Bu, saya tidak bisa. Saya sedang bersama istri saya!" Suara Mas Alan terdengar pelan, namun tegas.Aku meneguk ludah kuat. Kenapa Bu Puspita masih saja menggang

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   SEASON 2 BAB 104

    Bab : 104Kamu sempurna di mataku, Mas,Duh, Mas, meleleh hatiku melihat sikapmu seperti ini. Biarlah dikata seperti anak abege yang baru mengenal cinta. Nyatanya hatiku sedang berbunga-bunga melihat sikap manisnya. Sedangkan Yulia terlihat sangat kesal, tatapan matanya tajam ke arahku seakan mau menerkam."Hari ini adalah hari bahagia mereka, Bu, tolong jangan rusak momen indah mereka. Andira sekarang sudah menjadi menantu saya, tanpa mengurangi rasa sayang kami terhadap Renata yang sudah bahagia di alam sana. Jika Ibu ingin dihargai, tolong hargai kami disini!" Suara Mama pelan, namun menusuk. Menusuk bagi yang berpikir, tapi entah jika bagi Bu Puspita. Namun melihat raut wajah Bu Puspita, sepertinya mati kutu. Nyatanya tak mengeluarkan sepatah kata pun. Mulutnya seperti terkunci."Bukan begitu, Bu, saya hanya ingin memberitahu pada Andira, itu saja!" Kilah Bu Puspita pelan."Andira pasti paham, Bu. Iya kan, Sayang?" Mas Alan mengedipkan mata ke arah ku."Tentu saja, Sayang. Sebaga

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 103. Menyejukkan Hati

    Bab : 103.Dia yang selalu menyejukkan hati.Aku bernafas lega setelah mobil sudah terparkir manis di depan rumah. Perjalanan panjang ini terasa lebih menyenangkan karena seseorang yang berada disampingku."Sudah sampai rumah, Sayang." Mas Alan melepas seatbelt yang masih menempel di tubuhnya."Iya, Mas. Udah malam ternyata." ucapku sambil melirik jam di pergelangan tangan. Sudah menunjukkan angka 20,00. Aku keluar dengan Mbak Tuti yang menggendong Kania. Dan ternyata Kania pun sudah tertidur pulas. Sedangkan Mas Alan berjalan beriringan denganku sampai kami masuk ke dalam rumah."Duh, menantu Mama baru nyampe rumah." ujar Mama menyambutku."Assalamualaikum, Ma," ucapku dengan mencium takzim tangannya."Waalaikumsalam, Sayang. Pasti capek baru pulang. Istirahat dulu, nanti kita makan malam bareng!" ujar Mama."Ayo sayang!" Mas Alan mengajakku beristirahat sejenak. Aku pun mengikuti langkahnya dengan tangan ini tak lepas dari genggamannya.Mas Alan melepas sweaternya setelah kami masu

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 102. Yang Dinanti pun Tiba

    Bab : 102Hari yang dinanti pun tiba.Satu tahun kemudian.Hidup memang penuh dengan cobaan dan ujian. Begitu pun hidupku yang pernah mengalami keterpurukan hingga berada di titik terendah. Namun aku percaya bahwa Allah tidak akan menguji seorang hamba diluar batas kemampuannya. Dan bersamaan dengan itu Allah hadirkan Mas Alan sebagai penyembuh lukaku, pelengkap hidupku, dan sebentar lagi akan menjadi pendamping hidupku.Saat ini aku sedang mematut diri di depan cermin. Sedang menunggu detik-detik dimana sebentar lagi statusku akan berubah menjadi seorang istri. Gamis mewah berwarna putih serta hijab yang berwarna senada pula, kubiarkan menjuntai lebar menutupi dada yang kukenakan saat ini. "Masya Allah … adik Mbak cantik banget!" ujar Mbak Winda yang menghampiriku di kamar.Mbak Winda rela datang kesini hanya untuk menyaksikan pernikahanku. Padahal jarak dari rumahnya ke kampungku tidaklah dekat. Terharu, itulah yang kurasa saat melihat Mbak Winda kesini."Iya, Mbak Andira aslinya u

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 101. Penyesalan Datang Belakangan.

    BAB 101. Penyesalan Selalu Datang Belakangan.POV RANGGA"Mas, minta uang dong buat beli skin care! Tuh lipstik aku sudah habis!" Lisa datang menyodorkan lipstiknya yang sudah ia korek dengan jarinya. Apakah Lisa tak melihat aku yang baru saja pulang kerja? Belum apa-apa sudah disuguhi dengan permintaan yang menyebalkan."Sudahlah, Lis, tak usah beli lipstik segala. Kamu tahu buat makan aja sekarang kita susah!" Pekikku. Sungguh, pusing sekali rasanya memikirkan semua masalah yang terus menerpa. Setiap berada di rumah selalu berakhir dengan keributan. Tidak dengan Ibu, tidak dengan Lisa, dan kadang seringnya Ibu yang berdebat dengan Lisa. Membuat kepala ini semakin pusing."Ah, Mas jahat. Coba kalau Ibu yang minta, pasti dibeliin. Kenapa aku yang istrimu minta uang buat beli lipstik saja susah, Mas?"Selalu seperti ini. Mempermasalahkan uang yang tak sepatutnya di bahas. Lisa sibuk meminta uang buat lipstik, sedangkan baru kemarin Ibu mengeluhkan beras yang sudah mulai menipis."Aku

  • Ketika Melahirkan di Tempat Mertua   BAB 100. Menjaga Hati

    Bab : 100Menjaga Hati***Aku melotot di depannya dengan jarak yang dekat. Biar saja, biar Mas Alan tahu kalau aku juga bisa marah. Menjengkelkan sekali. Mentang-mentang sudah sampai sini malah seenaknya seperti itu. Namun pandangan ini dikacaukan oleh bulu-bulu halus yang berada di pipi, membuat orang yang berada di depanku ini terlihat, sempurna. Sejenak, aku mengagumi ciptaan Tuhan yang amat sempurna."Kamu cantik banget kalau sedang marah. Apalagi menatapku dengan penuh cinta seperti itu." Aku gelagapan dan segera membuang muka. "Siapa juga yang memperhatikan wajahmu. Nyebelin banget sih!" gerutuku. Padahal sebenarnya sedang menyembunyikan rasa malu yang luar biasa. Sedangkan Mas Alan hanya tersenyum menanggapi ucapanku. Baru bertemu sehari dengannya, kenapa jadi se-menyebalkan ini?"Sebentar, Andira. Saya punya sesuatu untukmu." Mas Alan mengambil plastik yang berada di meja depan, lantas kembali mendekat ke arahku."Pakailah ponsel ini, Andira! Sudah saya simpan semua nomor sa

DMCA.com Protection Status